Saat Cindy akan pergi, Valda dan Haris datang. Ia menghadang Cindy agar tidak pergi dan membawanya menghadap manager restoran itu!
“Aku ingin kau memberikan pelajaran pada wanita ini!” ujarnya.“Hehhh siapa kau berani-beraninya padaku?” cetus Cindy.Valda melihat kondisi Aruna yang tidak sadarkan diri dalam pangkuan Delova. Ia menghampirinya kemudian memberikan nafas buatan sampai Aruna tersadar.Uhuuuk ... uhuuuk ....“Kau tidak apa-apa, sayang?” tanya Valda khawatir.Cindy terkejut menatap Delova, orang yang di kira pacarnya ternyata bukanlah pacarnya.“Aku akan membawamu ke kantor polisi karena telah mencelakai Aruna. Ayo ikut!” paksa Delova.“Lepaskan! Itu bukanlah salahku, dia jatuh sendiri ke kolam. Kau tidak bisa membawaku ke kantor polisi,” ujar Cindy membela diri.“Betul, Cindy tidak melakukan kejahatan apa pun,” bela pacarnya itu.Karena kesal dengan pasangan itu, Delova tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Ia menghajar pacValda pulang tepat waktu hari ini, ia menemui Aruna yang sedang di kamar Delova bersama Defria.“Bagaimana keadaan Delova?” tanya Valda.“Kau sudah pulang?” Aruna berpindah berdiri di samping Valda.“Baru sampai,” jawabnya.“Delova masih demam, dia ngeyel sekali tidak mau di bawa ke rumah sakit. Kalau parah gimana?” jelas Defria.“Aku baik-baik saja, Ma,” lirih Delova.Valda mendekat pada Delova dan mengecek suhu tubuhnya dengan menempelkan tangannya.“Delova, sepertinya kau harus ke rumah sakit,” ujar Valda.“Aku baik-baik saja, kak. Tolong bantu aku ingin ke kamar mandi,” ucap Delova.Valda membantu membangunkannya dan memapahnya ke kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Delova jatuh pingsan.“Delova ...” Defria histeris.“Kita bawa saja dia ke rumah sakit, tolong naikkan dia ke punggungku!” pinta Valda.Aruna dan Defria membantu menaikan Delova pada punggung Valda. Kemudian mereka membawanya pergi ke rumah sakit.
Aruna kembali keruangan Delova. Ia terduduk dan memikirkan ibu tirinya itu.“Kau kenapa?” tanya Delova.“Ibu tiriku, dia harus masuk rumah sakit jiwa!” ungkap Aruna.“Separah itu ternyata,” ujar Delova.“Eh bagaimana kata dokter?” tanyanya.“Kalo hari ini tidak demam lagi, besok aku boleh pulang,” jawab Delova.“Syukurlah ....”“Kalau kau mau mengurusi ibu tirimu dulu, tidak apa-apa kau pergi saja. Aku baik-baik saja kok,” suruh Delova.“Aku akan menunggu mama kembali dan Aku juga sudah menghubungi Valda dan dia akan kemari menjemputku. Mungkin satu jaman lagi karena ada meeting dulu,” jelas Aruna.Karena telah di beri obat oleh dokter, Delova tertidur pulas. Sementara Aruna hanya duduk diam di sofa sembari memainkan ponselnya.“Mami Karin memang membuat kepalaku pusing saja!” batinnya.Tidak lama kemudian, Valda datang bersamaan dengan Defria.“Delova tidur?” tanya Defria.“Iya, Ma. Setelah di beri obat oleh dokter, d
“Sepertinya tidak mungkin!” Elak Aruna.“Tidak mungkin Valda yang tampan ini adalah kakak gendut yang hitam itu!” batin Aruna.“Tidak mungkin Aruna yang cantik ini adalah bocah ingusan yang rewel!” batin Valda.Apakah mereka ada hubungan di masa lalu?Malam semakin larut, mereka memutuskan untuk kembali ke tempat tidur karena semakin malam udara semakin dingin.Valda menggendong Aruna dan menidurkannya di tempat tidur. Mulai melepaskan hasratnya yang satu hari kemarin terlewatkan.Keesokan harinya ....Seperti biasa Valda bersiap pergi ke kantor dan mengantarkan Aruna terlebih dahulu ke rumah sakit karena akan menjemput Delova di ikuti oleh sopir dengan mobil lainnya.“Hmmm padahal aku kesini bersama sopir, tapi kau ingin sekali mengantarku!” ujar Aruna.“Agar rinduku padamu tidak terlalu lama,” jawab Valda.“Iiiih gombal deh. Kamu hati-hati di jalan,” Aruna pamit sembari mengecup pipi Valda kemudian turun dari mobil dan masuk ke rum
Delova sampai di kediaman Elisha. Ia tahu kalau dia tidak pergi bekerja. Ia berjalan dengan hati-hati karena kepalanya masih sedikit terasa pusing.Mengetuk pintu beberapa kali dan akhirnya Elisha membuka pintunya.“De–delova?” Elisha cukup terkejut karena ia tidak memikirkan sebelumnya kalau Delova akan datang menemuinya.Delova memaksa masuk dan mendorong tubuh Elisha sampai ke tembok. Menahannya bahunya dengan cukup kuat.“A–ada apa ini, Delova?” gugup Elisha.“Kenapa kau fitnah aku dan Aruna? Kenapa kau mengambil foto-foto kami dan membuat orang lain salah paham? Kenapa? Jawab!!!” teriak Delova.“Fo–foto apa? Aku tidak tahu. Tolong lepaskan tanganmu, bahuku sangat sakit!” ujar Elisha.Ia masih saja mengelak.“Apa tujuanmu?” tanya Delova menatapnya dengan tajam.“Baiklah, kau terlanjur tahu akan hal ini. Tujuanku hanya satu, mengusir Aruna! aku benci pada Aruna, aku tidak ingin Aruna ada dalam keluarga Mallory!" ungkap Elisha.“Ak
Setelah satu Minggu berlalu. Mereka menyelesaikan liburannya, kembali ke tanah air dengan bahagia. “Aruna, setelah aku pikirkan semuanya. Sepertinya kau tidak perlu belajar bisnis, pengetahuanmu tentang piano itu luar biasa. Tidak akan ada orang yang mempelajari sampai detail sepertimu,” ujar Valda. “Kau serius?” tanya Aruna. “Serius! Menekuni yang tidak kita suka hanya akan menimbulkan masalah dan stres tentunya. Jadi, bagaimana kalau kau buka kelas les piano?” Valda menawari. Aruna menganga terkejut. “Kau serius?” Aruna meyakinkannya. “Sangat serius!” “Aaaaghhh terima kasih ... aku senang!” Aruna berjingkrak bahagia. Mereka kembali ke rumah dan mendapatkan sambutan yang baik dari semua orang. “Lalu kapan cucuku akan datang?” celetuk Defria. “Sabar, Ma. Kami masih berusaha,” jawab Valda. “Papa senang melihat kalian senang, semoga kalian selalu bahagia!” ujar Chand.
Delova mendatangi Valda yang sedang menunggui Chand di ruangan rawatnya di rumah sakit. Ia datang dengan panik. “Ikut aku keluar dulu,” bisik Delova. “Ada apa Delova? Mama harap kau mengerti dan jangan membahas orang yang tidak penting!” cetus Defria kesal. Valda bangkit dari duduknya dan berlalu mengikuti Delova keluar dari ruangan Chand di rawat. “Ada apa?” tanya Valda penasaran. “Aruna ... dia pergi dari apartemen. Aku sudah mencarinya sekitar apartemen, tapi tidak ada!” jelas Delova. “Apa? Bagaimana bisa?” Valda menegang. Kemudian Delova memberikan catatan yang Aruna tinggalkan di apartemen dan Valda membacanya. “Valda ... aku tidak pernah berpikir kalau semuanya akan serumit ini. Maafkan aku, gara-gara diriku, Papa masuk rumah sakit dan dia begitu marah padamu. Maafkan aku, mungkin lebih baik aku pergi dari kehidupanmu. Terima kasih selama ini sudah baik dan selalu menjagaku ... aku pergi ..
“Aku harus menghubungi Delova, apakah dia sudah menemukan Aruna atau belum?” gumam Valda.Merogoh ponselnya dan menghubungi Delova. Sementara itu Delova sudah tertidur dan tidak mendengar ponselnya berdering.Sampai keesokan harinya, Delova terbangun. Ia menyadari kalau dirinya memakai selimut. Menatap pada pintu kamar Aruna dan senyuman tersungging di bibirnya.“Ternyata Aruna perhatian padaku!” gumamnya.Mengecek ponselnya dan ada dua kali panggilan dari Valda. “Ya Tuhan, aku tidak mendengarnya? Apa ada yang terjadi dengan Papa?”Delova bergegas menghubunginya kembali dan kemudian Valda menjawabnya.“Hallo kak ... ada apa semalam menghubungiku? Apa ada sesuatu yang terjadi dengan papa?” tanyanya pada Valda di balik telepon.“....”“Aruna?”Saat akan menjawab, Delova melihat Aruna keluar dari kamar. “A–Aruna ....”Aruna seakan tahu kalau yang menghubunginya adalah Valda, kemudian ia menggelengkan kepala agar tidak memberitahuk
Setelah beberapa saat menunggu, Valda kembali ke rumah sakit. Ia akan mengantarkan Aruna kembali ke apartemen, tapi Defria menahannya dan mengatakan kalau Chand ingin bicara penting.“Delova, tolong antarkan Aruna kembali ke apartemen. Setelah selesai bicara dengan papa, aku akan menyusul kalian.” Valda bicara pada Delova.“Baiklah, tidak perlu khawatir!” Delova setuju.“Aruna, pulanglah dulu dengan Delova. Aku masih harus ada yang di bicarakan,” ujar Valda pada Aruna kemudian mengecup keningnya.Aruna mengangguk dan bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi dengan Delova.Valda masuk ke ruangan Chand dan mereka bicara.“Papa minta kau bisa segera ceraikan Aruna, dengan begitu papa akan kembali mencari teman papa dan kau menikah dengan jodoh yang seharusnya, papa sudah pikirkan ini!” tutur Chand.Valda terlihat begitu kecewa, ia bangkit dari duduknya dan menentang apa yang Chand katakan.“Aku mencintai Aruna dan tidak akan pernah berpisah d
Aruna bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan mendekati ruangan rawat Delova. Menatapnya dari kaca pada pintu. Melihat kalau Delova sudah bangun dengan keadaannya yang memprihatinkan, kepala, tangan dan kaki terbalut perban.“Hmmm syukurlah kau baik-baik saja, ini semua gara-gara aku!” lirih Aruna bergumam.“Hmm ....”Suara seseorang di belakang Aruna yang tidak asing. Aruna membalikkan badannya melihat kepada orang itu.“Papa ....”“Apa kau bisa ikut papa pulang ke rumah?” tanya Chand.Aruna melirik semua orang di dalam ruangan.“Delova baik-baik saja dan sudah ada yang menjaganya!” cetus Chand.Aruna berganti melirik Chand dan tersenyum getir. Ia mengangguk setuju untuk ikut pulang, perasaan tidak enak menggelayut di hatinya.Di perjalanan pulang, tidak ada obrolan di dalam mobil. Hening ....Sampai di rumah, sebelum turun dari mobil Chand berkata padanya. “Temui papa di ruangan kerja papa!”Ia turun lebih dulu dan Aruna t
“Semuanya, mohon maaf. Jangan membuat keributan, itu akan mengganggu pasien! Saat ini pasien membutuhkan banyak darah. Siapa diantara kalian yang memiliki golongan darah AB negatif?” ujar dokter. “AB negatif?” gumam Chand. “Itu cukup langka dan kami di rumah sakit kehabisan stok. Kami baru menghubungi bank darah pusat dan itu butuh waktu lama,” jelas Dokter. Defria terkulai lemas terduduk di kursi. Ia menangis tersedu. “Dokter, aku dan istriku memiliki golongan darah yang berbeda. Ba–bagaimana?” cetus Chand. “Kalau bisa cari saudara atau kerabat dekat, biasanya akan ada yang sama. Tolong secepatnya sebelum darah dari bank pusat tersedia,” ucap dokter lalu melengos pergi. Chand tertegun sejenak. Ia berpikir harus mencari darah kemana? “Ma, darahku juga tidak sama. Siapa yang bisa kita hubungi?” tanya Valda seraya menenangkan Defria. Ia merasa bersalah dengan apa yang telah di lakukan. Penyesalan tidak ada gu
Setelah beberapa saat menunggu, Valda kembali ke rumah sakit. Ia akan mengantarkan Aruna kembali ke apartemen, tapi Defria menahannya dan mengatakan kalau Chand ingin bicara penting.“Delova, tolong antarkan Aruna kembali ke apartemen. Setelah selesai bicara dengan papa, aku akan menyusul kalian.” Valda bicara pada Delova.“Baiklah, tidak perlu khawatir!” Delova setuju.“Aruna, pulanglah dulu dengan Delova. Aku masih harus ada yang di bicarakan,” ujar Valda pada Aruna kemudian mengecup keningnya.Aruna mengangguk dan bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi dengan Delova.Valda masuk ke ruangan Chand dan mereka bicara.“Papa minta kau bisa segera ceraikan Aruna, dengan begitu papa akan kembali mencari teman papa dan kau menikah dengan jodoh yang seharusnya, papa sudah pikirkan ini!” tutur Chand.Valda terlihat begitu kecewa, ia bangkit dari duduknya dan menentang apa yang Chand katakan.“Aku mencintai Aruna dan tidak akan pernah berpisah d
“Aku harus menghubungi Delova, apakah dia sudah menemukan Aruna atau belum?” gumam Valda.Merogoh ponselnya dan menghubungi Delova. Sementara itu Delova sudah tertidur dan tidak mendengar ponselnya berdering.Sampai keesokan harinya, Delova terbangun. Ia menyadari kalau dirinya memakai selimut. Menatap pada pintu kamar Aruna dan senyuman tersungging di bibirnya.“Ternyata Aruna perhatian padaku!” gumamnya.Mengecek ponselnya dan ada dua kali panggilan dari Valda. “Ya Tuhan, aku tidak mendengarnya? Apa ada yang terjadi dengan Papa?”Delova bergegas menghubunginya kembali dan kemudian Valda menjawabnya.“Hallo kak ... ada apa semalam menghubungiku? Apa ada sesuatu yang terjadi dengan papa?” tanyanya pada Valda di balik telepon.“....”“Aruna?”Saat akan menjawab, Delova melihat Aruna keluar dari kamar. “A–Aruna ....”Aruna seakan tahu kalau yang menghubunginya adalah Valda, kemudian ia menggelengkan kepala agar tidak memberitahuk
Delova mendatangi Valda yang sedang menunggui Chand di ruangan rawatnya di rumah sakit. Ia datang dengan panik. “Ikut aku keluar dulu,” bisik Delova. “Ada apa Delova? Mama harap kau mengerti dan jangan membahas orang yang tidak penting!” cetus Defria kesal. Valda bangkit dari duduknya dan berlalu mengikuti Delova keluar dari ruangan Chand di rawat. “Ada apa?” tanya Valda penasaran. “Aruna ... dia pergi dari apartemen. Aku sudah mencarinya sekitar apartemen, tapi tidak ada!” jelas Delova. “Apa? Bagaimana bisa?” Valda menegang. Kemudian Delova memberikan catatan yang Aruna tinggalkan di apartemen dan Valda membacanya. “Valda ... aku tidak pernah berpikir kalau semuanya akan serumit ini. Maafkan aku, gara-gara diriku, Papa masuk rumah sakit dan dia begitu marah padamu. Maafkan aku, mungkin lebih baik aku pergi dari kehidupanmu. Terima kasih selama ini sudah baik dan selalu menjagaku ... aku pergi ..
Setelah satu Minggu berlalu. Mereka menyelesaikan liburannya, kembali ke tanah air dengan bahagia. “Aruna, setelah aku pikirkan semuanya. Sepertinya kau tidak perlu belajar bisnis, pengetahuanmu tentang piano itu luar biasa. Tidak akan ada orang yang mempelajari sampai detail sepertimu,” ujar Valda. “Kau serius?” tanya Aruna. “Serius! Menekuni yang tidak kita suka hanya akan menimbulkan masalah dan stres tentunya. Jadi, bagaimana kalau kau buka kelas les piano?” Valda menawari. Aruna menganga terkejut. “Kau serius?” Aruna meyakinkannya. “Sangat serius!” “Aaaaghhh terima kasih ... aku senang!” Aruna berjingkrak bahagia. Mereka kembali ke rumah dan mendapatkan sambutan yang baik dari semua orang. “Lalu kapan cucuku akan datang?” celetuk Defria. “Sabar, Ma. Kami masih berusaha,” jawab Valda. “Papa senang melihat kalian senang, semoga kalian selalu bahagia!” ujar Chand.
Delova sampai di kediaman Elisha. Ia tahu kalau dia tidak pergi bekerja. Ia berjalan dengan hati-hati karena kepalanya masih sedikit terasa pusing.Mengetuk pintu beberapa kali dan akhirnya Elisha membuka pintunya.“De–delova?” Elisha cukup terkejut karena ia tidak memikirkan sebelumnya kalau Delova akan datang menemuinya.Delova memaksa masuk dan mendorong tubuh Elisha sampai ke tembok. Menahannya bahunya dengan cukup kuat.“A–ada apa ini, Delova?” gugup Elisha.“Kenapa kau fitnah aku dan Aruna? Kenapa kau mengambil foto-foto kami dan membuat orang lain salah paham? Kenapa? Jawab!!!” teriak Delova.“Fo–foto apa? Aku tidak tahu. Tolong lepaskan tanganmu, bahuku sangat sakit!” ujar Elisha.Ia masih saja mengelak.“Apa tujuanmu?” tanya Delova menatapnya dengan tajam.“Baiklah, kau terlanjur tahu akan hal ini. Tujuanku hanya satu, mengusir Aruna! aku benci pada Aruna, aku tidak ingin Aruna ada dalam keluarga Mallory!" ungkap Elisha.“Ak
“Sepertinya tidak mungkin!” Elak Aruna.“Tidak mungkin Valda yang tampan ini adalah kakak gendut yang hitam itu!” batin Aruna.“Tidak mungkin Aruna yang cantik ini adalah bocah ingusan yang rewel!” batin Valda.Apakah mereka ada hubungan di masa lalu?Malam semakin larut, mereka memutuskan untuk kembali ke tempat tidur karena semakin malam udara semakin dingin.Valda menggendong Aruna dan menidurkannya di tempat tidur. Mulai melepaskan hasratnya yang satu hari kemarin terlewatkan.Keesokan harinya ....Seperti biasa Valda bersiap pergi ke kantor dan mengantarkan Aruna terlebih dahulu ke rumah sakit karena akan menjemput Delova di ikuti oleh sopir dengan mobil lainnya.“Hmmm padahal aku kesini bersama sopir, tapi kau ingin sekali mengantarku!” ujar Aruna.“Agar rinduku padamu tidak terlalu lama,” jawab Valda.“Iiiih gombal deh. Kamu hati-hati di jalan,” Aruna pamit sembari mengecup pipi Valda kemudian turun dari mobil dan masuk ke rum
Aruna kembali keruangan Delova. Ia terduduk dan memikirkan ibu tirinya itu.“Kau kenapa?” tanya Delova.“Ibu tiriku, dia harus masuk rumah sakit jiwa!” ungkap Aruna.“Separah itu ternyata,” ujar Delova.“Eh bagaimana kata dokter?” tanyanya.“Kalo hari ini tidak demam lagi, besok aku boleh pulang,” jawab Delova.“Syukurlah ....”“Kalau kau mau mengurusi ibu tirimu dulu, tidak apa-apa kau pergi saja. Aku baik-baik saja kok,” suruh Delova.“Aku akan menunggu mama kembali dan Aku juga sudah menghubungi Valda dan dia akan kemari menjemputku. Mungkin satu jaman lagi karena ada meeting dulu,” jelas Aruna.Karena telah di beri obat oleh dokter, Delova tertidur pulas. Sementara Aruna hanya duduk diam di sofa sembari memainkan ponselnya.“Mami Karin memang membuat kepalaku pusing saja!” batinnya.Tidak lama kemudian, Valda datang bersamaan dengan Defria.“Delova tidur?” tanya Defria.“Iya, Ma. Setelah di beri obat oleh dokter, d