“Itu sudah berlalu, sekarang kau mulai semuanya dari awal lagi. Nanti kau bisa pergi ke perusahaan dan belajar perlahan,” ujar Valda.
“Terima kasih,” tatap Aruna. Haris menghentikan mobilnya, mereka sampai di villa milik Valda. Saat survey berlangsung mereka akan menginap disini. “Villa milik keluargamu sepertinya tidak jauh dari sini, nanti kalau pekerjaanku sudah selesai, kita pergi kesana!” ujar Valda. Aruna mengangguk setuju. Disana sudah ada Melisa dan atasannya yang sudah sampai lebih dulu. Mereka menyambutnya dengan baik. “Selamat datang di kota B,” ucap Melisa. “Untung saja pak Valda punya Villa di dekat perkebunan kapas, jadi tidak perlu menginap di hotel,” cetus atasan Melisa. “Mungkin sekarang kalian harus istirahat dulu, untuk surveynya bisa di lakukan besok. Bagaimana?” ujar Melisa. “Besok lebih baik,” Valda setuju. Tidak lama, mobil yang Delova dan Elisha tumpangi sampai.“Valda, aku akan menunjukkan sesuatu padamu. Ayo kita ke belakang villa ini!” Aruna bangkit dari duduknya dan menarik tangan Valda. Pergi ke belakang villa dengan pemandangan pepohonan pinus yang indah. Tidak jauh dari villa ada sebuah pohon besar di tengah bukit. “Kemarilah, ini adalah tempat aku bermain. Pohon ini masih tetap kokoh berdiri, tapi ayunannya sudah tidak ada!” ujar Aruna. Valda terdiam mengamati tempat itu, ada sebersit ingatan saat dirinya remaja. “Apa aku dan Aruna saling mengenal saat dulu?” batin Valda. “Aku merasa nostalgia dan mengobati rasa rinduku pada orang tuaku,” Aruna begitu senang. “Aku senang melihatmu bahagia, selamanya harus tetap bahagia,” ucap Valda seraya mengecup kening Aruna. Dari dalam villa, Elisha memperhatikan Valda dan Aruna. Ia merasa kesal melihat mereka sangat mesra, apalagi sekarang Defria mendukung hubungan mereka. “Kayaknya harus buat drama baru nih, pasti seru. Aku butuh hiburan!” gumam Elisha. “Dorrrr ...” Delo
Valda membawa Aruna ke rumah sakit kecil yang ada disana. Awalnya Valda akan membawanya pulang agar Aruna bisa di rawat di rumah sakit kota yang lengkap, tapi Aruna menolaknya karena kondisinya baik-baik saja.“Bagaimana dokter?” tanya Valda.“Dia baik-baik saja, hanya terkilir. Mungkin tiga hari ke depan kakinya akan kembali membaik. Ini resep obat untuknya dan bisa di ambil di apotek rumah sakit. Saya permisi ...” Dokter itu berlalu pergi.“Tuh, kan. Aku baik-baik saja. Sudahlah, besok kau masih harus mengurusi pekerjaan disini. Selesaikan pekerjaanmu baru setelah itu kita pulang.” Aruna membujuknya.“Aku takut kau kenapa-kenapa,” ucap Valda.“Aku baik-baik saja!” Aruna meyakinkannya.“Ini semua gara-gara kau!” tunjuk Valda pada Elisha yang sedari tadi hanya diam.“Kak, biar aku ambil obatnya,” pinta Delova.Valda memberikan resep obat pada Delova dan membiarkannya pergi.“Ke–kenapa menyalahkan ku?” cetus Elisha menjawab dengan wajah te
Waktu menunjukkan pukul tiga sore, Aruna membangunkan Valda karena mereka akan pulang satu jam lagi.“Hmmm ... liburan yang tidak terlalu menyenangkan!” ujar Valda berbisik.“Ya nanti kita atur lagi liburan-liburan selanjutnya!” jawab Aruna.Kemudian pandangannya teralihkan pada bunga mawar di atas meja.Valda mengambilnya dan mempersembahkannya pada Aruna. “Mawar merah untuk istriku tersayang ....”“iiiih makasih loh, aku suka banget ...” ucap Aruna seraya mencium mawar itu.Wanginya begitu segar karena itu adalah mawar fresh yang langsung di petik di hari itu juga oleh petani.Sebelum pulang, Valda memanggil penjaga villa Aruna untuk datang ke villanya. Ia memberikannya uang bayaran selama tiga tahun.Setelah semua urusannya selesai, mereka pulang kembali ke kota. Perjalanan yang lumayan panjang di gunakan Valda untuk mengecek pekerjaannya. Sedangkan Aruna melanjutkan tidurnya kembali.Sesampainya di depan gerbang rumah ....Aruna
Chand, Valda, Delova, Defria dan Aruna. Mereka pergi ke kantor polisi, Nanda dan Hadi juga ikut.Sampai di kantor polisi, mereka menemui Karin dan menginterogasinya mengungkapkan kebenaran yang sudah terbongkar.“Kalian semua tidak adil padaku! Mas Chand, Nanda anakmu, anakmu! Jangan dengarkan omongan pria miskin itu. Nanda anakmu,” cetus Karin histeris.“Karin, kau jangan mengelak lagi. Bertobatlah!” timpal Hadi.“Hehhh kau pria miskin sialan! Pasti kau yang mengatakan kalau Nanda itu anakmu, kan? Lihatlah, ayah kandungnya jadi tidak percaya,” tunjuk Karin pada Chand."Kau jangan menuduh sembarangan! suami sudah membuktikannya dengan tes DNA dan hasilnya terbukti kalau Nanda bukan anak suamiku!" jelas Defria seraya menunjukkan hasil tes DNA itu."Kau bohong, pasti itu rekayasa!" Karin histeris."Terimalah kenyataannya dan hukamanmu akan semakin bertambah," ujar Defria."Hahaa ... hahaa ... aku dan suamimu pernah berhubungan karena dirimu tidaklah
Aruna mendapatkan panggilan telepon, ternyata itu adalah pelayan di restoran waktu itu. Meminta Aruna untuk mengisi acara malam nanti karena pianisnya tidak bisa datang.“Valda, pelayan di restoran waktu itu memintaku untuk bermain piano lagi disana. Bagaimana?” tanya Aruna meminta pendapat Valda.“Terserah padamu saja! Kalau kamu mau ya ambil saja, aku mendukungmu ...” ujar Valda seraya mengelus kepala Aruna.“Baiklah, aku akan mengirimkan pesan setuju padanya!” Aruna semringah.“Aku akan datang kesana untuk melihatmu bermain, berpenampilan lah yang cantik ...” bisik Valda.“Tentu saja, aku tidak ingin mempermalukan suamiku kalau aku berpenampilan tidak cantik,” jawab Aruna.Valda menarik pinggul Aruna ke dalam pelukannya dan ingin menciuminya lagi.“Valda iiiih, kan udah. Lanjut nanti malam saja, aku mau pulang ...” ujar Aruna melepaskan pelukan Valda.“Bye ...” Aruna berlalu pergi dengan berjingkrak seperti anak kecil.“Hati-hati ...”
Saat Cindy akan pergi, Valda dan Haris datang. Ia menghadang Cindy agar tidak pergi dan membawanya menghadap manager restoran itu!“Aku ingin kau memberikan pelajaran pada wanita ini!” ujarnya.“Hehhh siapa kau berani-beraninya padaku?” cetus Cindy.Valda melihat kondisi Aruna yang tidak sadarkan diri dalam pangkuan Delova. Ia menghampirinya kemudian memberikan nafas buatan sampai Aruna tersadar.Uhuuuk ... uhuuuk ....“Kau tidak apa-apa, sayang?” tanya Valda khawatir.Cindy terkejut menatap Delova, orang yang di kira pacarnya ternyata bukanlah pacarnya.“Aku akan membawamu ke kantor polisi karena telah mencelakai Aruna. Ayo ikut!” paksa Delova.“Lepaskan! Itu bukanlah salahku, dia jatuh sendiri ke kolam. Kau tidak bisa membawaku ke kantor polisi,” ujar Cindy membela diri.“Betul, Cindy tidak melakukan kejahatan apa pun,” bela pacarnya itu.Karena kesal dengan pasangan itu, Delova tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Ia menghajar pac
Valda pulang tepat waktu hari ini, ia menemui Aruna yang sedang di kamar Delova bersama Defria.“Bagaimana keadaan Delova?” tanya Valda.“Kau sudah pulang?” Aruna berpindah berdiri di samping Valda.“Baru sampai,” jawabnya.“Delova masih demam, dia ngeyel sekali tidak mau di bawa ke rumah sakit. Kalau parah gimana?” jelas Defria.“Aku baik-baik saja, Ma,” lirih Delova.Valda mendekat pada Delova dan mengecek suhu tubuhnya dengan menempelkan tangannya.“Delova, sepertinya kau harus ke rumah sakit,” ujar Valda.“Aku baik-baik saja, kak. Tolong bantu aku ingin ke kamar mandi,” ucap Delova.Valda membantu membangunkannya dan memapahnya ke kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Delova jatuh pingsan.“Delova ...” Defria histeris.“Kita bawa saja dia ke rumah sakit, tolong naikkan dia ke punggungku!” pinta Valda.Aruna dan Defria membantu menaikan Delova pada punggung Valda. Kemudian mereka membawanya pergi ke rumah sakit.
Aruna kembali keruangan Delova. Ia terduduk dan memikirkan ibu tirinya itu.“Kau kenapa?” tanya Delova.“Ibu tiriku, dia harus masuk rumah sakit jiwa!” ungkap Aruna.“Separah itu ternyata,” ujar Delova.“Eh bagaimana kata dokter?” tanyanya.“Kalo hari ini tidak demam lagi, besok aku boleh pulang,” jawab Delova.“Syukurlah ....”“Kalau kau mau mengurusi ibu tirimu dulu, tidak apa-apa kau pergi saja. Aku baik-baik saja kok,” suruh Delova.“Aku akan menunggu mama kembali dan Aku juga sudah menghubungi Valda dan dia akan kemari menjemputku. Mungkin satu jaman lagi karena ada meeting dulu,” jelas Aruna.Karena telah di beri obat oleh dokter, Delova tertidur pulas. Sementara Aruna hanya duduk diam di sofa sembari memainkan ponselnya.“Mami Karin memang membuat kepalaku pusing saja!” batinnya.Tidak lama kemudian, Valda datang bersamaan dengan Defria.“Delova tidur?” tanya Defria.“Iya, Ma. Setelah di beri obat oleh dokter, d