Merasa tidak enak hati, Delova menghampiri Chand di ruangan kerjanya. Mengetuk pintu dengan perlahan kemudian Chand mengizinkannya masuk.
“Papa, maafkan aku.”Chand menatap Delova. “Ada apa?”“aku ingin meminta maaf padamu karena sudah berani bicara seperti tadi,” ucap Delova.“Minta maaf pada mamamu, dialah yang sedih!” ujarnya tanpa melihat Delova.Delova menghela nafas panjang, ia memang menyesali apa yang telah di lakukannya.“Mama sudah memaafkanku dan aku menyesali kesalahanku, mohon papa juga memaafkan. Aku hanya sedikit tidak bisa mengontrol emosi,” jelas Delova.Chand tidak menyukainya hanya karena Delova tidak seperti apa yang di harapkan. Mengurus bisnis seperti Valda dan penurut seperti Valda.“Kau mengatakan kalau Papa tidak adil padamu karena membedakan perlakuan antara kau dan Valda? Sekarang papa tanya padamu, apa kau sama dengan Valda menurut pada Papa? Tidak! Lalu kau berharap ingin di perlakukan sama?” tutur Chand.“TapSelesai sarapan, Aruna mengantar Valda sampai ke mobil.“Tolong nanti antarkan makan siang untukku,” bisik Valda.“Tumben?” Aruna heran.“Aku tidak ingin lama-lama berpisah denganmu, belum berangkat saja aku sudah merasa rindu ...” cetus Valda.“Iiiihhh gombal! Kau tidak pantas gombal,” ujar Aruna. “Oke nanti aku antarkan makan siang untukmu.”“Terima kasih, sayang. Baik-baik di rumah,” ucap Valda seraya mengecup pipi Aruna.“Muaaachhh ...” Aruna membalas kepucan Valda.“Aku berangkat kak, doakan aku,” timpal Delova.“Semangat untukmu!” ujar Aruna.Delova pergi bersama dengan Valda. Ia mengatakan niatnya itu pada Valda dan bertekad akan sungguh-sungguh membantunya.“Aku harap kau serius dan bisa menggantikanku di anak perusahaan ini,” ujar Valda.“Dengan bimbinganmu aku yakin aku bisa,” cetus Delova.“Ada angin apa kau tiba-tiba mau membantuku di perusahaan?” tanya Valda penasaran.“Hmmm ... aku mengaku kalau aku meman
“A–aruna ....” Tanpa bicara lagi, pria bernama Hadi itu berlalu pergi dengan berlari meninggalkan Aruna. “Paman Hadi kenapa lari melihatku? Sudah sangat lama aku tidak melihatnya,” gumamnya. Tidak ingin memikirkan hal itu, Aruna berlalu pulang. Setelah sampai, ia merapikan barang belanjaannya di ruangan musiknya yang baru. Setiap melihat piano hadiah dari Valda itu, ia selalu tersenyum merasa bahagia. “Eh iya, aku sampai lupa harus bicara dengan Nanda.” Aruna pergi ke kamarnya. “Nanda ...” panggil Aruna. Tidak lama kemudian, Nanda membuka pintu kamarnya. “Apa?” “Aku mau bicara.” Aruna masuk ke dalam kamar dan duduk di ujung tempat tidur. “Kapan kau akan kembali pulang ke rumah? Kau tidak mungkin tinggal disini terlalu lama lagi, aku tidak enak pada semua orang!” ujarnya. “Hemmm ... kau mengusirku? Yang punya rumah ini saja, papa mertuamu mengizinkanku tinggal disini. Apa hakmu mengusirku seperti ini?” cetus Nanda. “Nanda, semua orang tahu kau adalah adik tiri
Aruna kembali ke meja makan dengan gugup. Apa yang ia dengar itu tidaklah salah, kini pertanyaan-pertanyaan muncul di kepalanya.Ia duduk di kursi makan, kemudian meneguk air putih.“Mungkin ini jawaban kenapa Papa memberinya uang yang banyak untuk belanja dan mengizinkannya untuk tinggal disini? Semua orang di rumah ini pasti tidak mengetahui akan hal ini. Bagaimana ini? Apa aku harus diam saja?” batinnya.Karena memikirkan hal itu, Aruna sampai tidak menyadari kalau Valda sudah berdiri di hadapannya.“Heyyy ... Aruna ... apa yang kau pikirkan?” tanya Valda kemudian memetikkan jarinya pada Aruna.“E–eh ... kau sudah turun.”“Apa yang kau pikirkan?” tanya Valda.“Ti–tidak ada,” jawab Aruna dengan tersenyum.“Apa aku ceritakan yang aku dengar pada Valda?” batin Aruna.“Malam semuanya ...” ujar Delova.“Kau terlihat tidak semangat,” ujar Valda.Kedatangan Delova mengalihkan pikiran Aruna. “Apakah yang di katakan Mami Karin tentang
Aruna dan Valda memilih makan siang di restoran dekat kantor. Memesan beberapa makanan dan minuman yang Aruna inginkan. “Kau akan menghabiskan semuanya?” tanya Valda. “Aku lapar, tadi habis dari makan orangtuaku ...” jawab Aruna. "Emmmh hari ini kau terlihat berbeda memakai jas dan kemeja warna itu. semakina tampan!" pujinya. "Hmmm bisa juga kau gombal!" seru Valda. "Aku serius iiiiih ...." “Eh iya, bagaimana soal aset Papimu? Ibu tirimu berhutang sebanyak dua puluh milyar. Karena sudah tidak ada perusahaan yang berjalan, mungkin kau harus menjual sedikit aset untuk menutupi hutang itu,” jelas Valda. “Dua puluh milyar? Hutang apa sebanyak itu?” ujar Aruna terkejut. “Dua puluh milyar itu termasuk rumah-rumah dan ruko-ruko yang tergadaikan. Belum lagi perusahaan yang tidak berjalan itu juga menyisakan hutang gaji karyawan yang belum di bayarkan sekitar tiga bulan,” jelas Valda. “Hmmm ... aku tidak me
Aruna menghela nafas panjang, ia duduk di sofa di hadapan Chand. Ia merasa tegang, tapi berbeda halnya dengan Chand yang santai dan tenang.“Apa kau mau menanyakan kalau Nanda itu anakku?” tanya Chand tiba-tiba.Aruna terkejut seakan mertuanya itu bisa membaca pikirannya.“Maaf sebelumnya, Pa. Aku hanya ingin menjawab rasa penasaranku apalagi Nanda dan mami Karin ngotot kalau antara kalian ada hubungan,” jelas Aruna.Tidak ada rasa getir sedikit pun dari raut wajahnya itu. Membuat Aruna yakin kalau itu adalah akal-akalan Karin untuk mendapatkan keuntungan.“Papa sudah melakukan tes DNA dan akan keluar sekitar lima hari lagi. Kalau bisa kau menyimpan ini sampai lima hari ke depan. Bagaimana?” cetus Chand.Aruna terkejut, dengan kata lain berarti memang benar di masa lalu mereka mempunyai hubungan spesial.“Antara kami tidak ada hubungan apa-apa, itu hanya sebuah kesalahan di masa lalu. Aku bertemu dengannya hanya satu kali di malam itu kami berbuat
“Itu sudah berlalu, sekarang kau mulai semuanya dari awal lagi. Nanti kau bisa pergi ke perusahaan dan belajar perlahan,” ujar Valda. “Terima kasih,” tatap Aruna. Haris menghentikan mobilnya, mereka sampai di villa milik Valda. Saat survey berlangsung mereka akan menginap disini. “Villa milik keluargamu sepertinya tidak jauh dari sini, nanti kalau pekerjaanku sudah selesai, kita pergi kesana!” ujar Valda. Aruna mengangguk setuju. Disana sudah ada Melisa dan atasannya yang sudah sampai lebih dulu. Mereka menyambutnya dengan baik. “Selamat datang di kota B,” ucap Melisa. “Untung saja pak Valda punya Villa di dekat perkebunan kapas, jadi tidak perlu menginap di hotel,” cetus atasan Melisa. “Mungkin sekarang kalian harus istirahat dulu, untuk surveynya bisa di lakukan besok. Bagaimana?” ujar Melisa. “Besok lebih baik,” Valda setuju. Tidak lama, mobil yang Delova dan Elisha tumpangi sampai.
“Valda, aku akan menunjukkan sesuatu padamu. Ayo kita ke belakang villa ini!” Aruna bangkit dari duduknya dan menarik tangan Valda. Pergi ke belakang villa dengan pemandangan pepohonan pinus yang indah. Tidak jauh dari villa ada sebuah pohon besar di tengah bukit. “Kemarilah, ini adalah tempat aku bermain. Pohon ini masih tetap kokoh berdiri, tapi ayunannya sudah tidak ada!” ujar Aruna. Valda terdiam mengamati tempat itu, ada sebersit ingatan saat dirinya remaja. “Apa aku dan Aruna saling mengenal saat dulu?” batin Valda. “Aku merasa nostalgia dan mengobati rasa rinduku pada orang tuaku,” Aruna begitu senang. “Aku senang melihatmu bahagia, selamanya harus tetap bahagia,” ucap Valda seraya mengecup kening Aruna. Dari dalam villa, Elisha memperhatikan Valda dan Aruna. Ia merasa kesal melihat mereka sangat mesra, apalagi sekarang Defria mendukung hubungan mereka. “Kayaknya harus buat drama baru nih, pasti seru. Aku butuh hiburan!” gumam Elisha. “Dorrrr ...” Delo
Valda membawa Aruna ke rumah sakit kecil yang ada disana. Awalnya Valda akan membawanya pulang agar Aruna bisa di rawat di rumah sakit kota yang lengkap, tapi Aruna menolaknya karena kondisinya baik-baik saja.“Bagaimana dokter?” tanya Valda.“Dia baik-baik saja, hanya terkilir. Mungkin tiga hari ke depan kakinya akan kembali membaik. Ini resep obat untuknya dan bisa di ambil di apotek rumah sakit. Saya permisi ...” Dokter itu berlalu pergi.“Tuh, kan. Aku baik-baik saja. Sudahlah, besok kau masih harus mengurusi pekerjaan disini. Selesaikan pekerjaanmu baru setelah itu kita pulang.” Aruna membujuknya.“Aku takut kau kenapa-kenapa,” ucap Valda.“Aku baik-baik saja!” Aruna meyakinkannya.“Ini semua gara-gara kau!” tunjuk Valda pada Elisha yang sedari tadi hanya diam.“Kak, biar aku ambil obatnya,” pinta Delova.Valda memberikan resep obat pada Delova dan membiarkannya pergi.“Ke–kenapa menyalahkan ku?” cetus Elisha menjawab dengan wajah te