Valda mengusir Melisa keluar dari ruangannya.
“Tunggu, pak Valda yang terhormat. Maaf, saya harus tahu apa yang membuat anda menolak untuk kerja sama? Apakah karena saya? Apakah karena masa lalu kita?” cetus Melisa.Ia tidak ingin di keluarkan dari tempatnya bekerja dan membayar denda hanya karena masa lalu yang sudah lama terkubur.“Saya berhak memutuskan! Terima saja,” ujar Valda.Di sisi lain, Elisha melihat Valda yang bicara dengan Melisa di depan pintu. Ia buru-buru merogoh ponselnya dan mengambil beberapa gambar mereka sembari tersenyum.“Ini bisa jadi bahan untuk aku memanasi Aruna!” gumamnya. Setelah mendapatkan beberapa foto, Elisha berlalu pergi.“Maaf, pak. Saya mohon, jangan sangkut pautkan tentang masa lalu dengan pekerjaan. Itu sudah lama dan pasti anda juga sudah melupakannya, kan?” tutur Melisa.“Kau pikir saya masih mengharapkan pengkhianat sepertimu? Ciiih ...” tegas Valda.Melisa mengatur nafasnya agar tetap tenang dan tidakSesampainya di rumah, Aruna sudah di sambut oleh Karin dan Nanda. Ia bergegas menghampirinya dan menyuruh mereka untuk masuk. “Kalian disini? Masuklah,” ajaknya. “Keterlaluan sekali ya keluarga suamimu! Sampai-sampai aku di larang menunggumu di dalam,” cetus Karin. “Aku tidak tahu,” jawab Aruna. Karin mendorong tubuh Aruna dan masuk lebih dulu ke dalam rumah di susul oleh Nanda lalu mereka duduk dengan santainya. “Mau ngapain sih mereka?” gumam Aruna. “Minumnya mana minumnya?” ujar Karin. Aruna berlalu ke dapur dan meminta pelayan untuk membawakan minuman dan sedikit makanan ringan. Sekesal apa pun Aruna, ia tidak ingin membuat situasi menjadi lebih buruk. “Kau ini lama sekali, aku haus dari tadi menunggu di luar, panas!” cetus Nanda sembari mengambil minuman yang pelayan bawa. “Kalian ada apa datang kemari?” tanya Aruna seraya duduk di sofa di hadapan Karin. “Sombong sekali kau bertanya seperti itu padaku? Hehhh ... Valda sudah berjanji akan mengembalikan
Valda pulang dan masuk ke kamar. Ia melihat Aruna terlelap di sofa.“Kebiasaan, tidur melupakan selimut!” gumam Valda kemudian menyelimutinya.Ia berlalu ke kamar mandi membersihkan diri.Aruna terbangun dan menyadari kalau sudah berselimut. Ia melihat tempat tidur dan tidak mendapati Valda.“Siapa yang menyelimutiku, Valda tidak ada. Apa dia di kamar mandi?” gumam Aruna lalu ia bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Ia tidak mendengar suara air kemudian menempelkan daun telinganya pada pintu kamar mandi.Tiba-tiba kamar mandi terbuka dan membuat keseimbangan tubuhnya goyah hampir terjatuh, tapi Valda menangkapnya.Aruna mendongak menatap Valda yang bertelanjang dada. Tetesan air dari rambut Valda membasahi wajah Aruna, membuatnya tersadar dan menjauhi Valda.“A–aku mau masuk ke kamar mandi!” Aruna bergegas masuk dan mendorong Valda keluar.“Kenapa dia?” Valda bingung. Kemudian ia memakai pakaiannya dan berdiri di depan cermin mengeringkan rambu
“Kau berani juga membuat ibu tirimu marah?” ujar Delova dengan tertawa kecil.“Sekali-kali memang harus di beri pelajaran!” jawab Aruna.Delova melihat tangannya yang tidak Aruna lepaskan. Kemudian Aruna menyadari itu dan dengan cepat melepaskan tangannya.“Maaf ....”Delova tersenyum. “Kau mau kemana lagi? Apa mau langsung pulang?” tanyanya. “Ayo aku antar pulang.” Delova menyodorkan helm-nya pada Aruna.“Tidak perlu, kau pasti sibuk. Aku bisa pulang dengan taxi kok,” tolak Aruna.“Sudah, aku antar kamu dulu!” Delova kembali memakaikan Aruna helm dan Aruna tidak bisa menolaknya.Saat hendak menaiki motor, ponsel Aruna berdering dan itu adalah Valda. Ia menjawabnya terlebih dahulu sebelum pergi.Ternyata Valda mengatakan untuk pergi ke mall di antar sopir karena dirinya sibuk tidak bisa menemaninya. Aruna menjelaskan kalau sopir tidak ada dan ia memberitahu kalau sedang berada di rumah ibu tirinya bersama Delova.“Valda ingin bicara
Karin berbalik badan melihat ke sumber suara. Ia terkejut karena Valda ada disana, melihat ke sisi Valda dan Nanda bersama mereka.“Dasar kau anak bodoh! Kenapa membawanya kemari,” cerca Karin.“A–aku tidak tahu apa-apa!” jawab Nanda.“Kau jangan menjawab! Dasar anak tidak berguna.”“Lepaskan Aruna, ini sudah melewati batas. Apa yang kau lakukan sudah termasuk tindakan kriminal!” ujar Valda.“Kau jangan ikut campur urusan keluargaku, ikut campur terus!” jawab Karin dengan berteriak.“Terima kasih, Tuhan. Telah mengirimkan Valda untuk menyelamatkanku,” batin Aruna sedikit lebih tenang.Nanda bergegas lari ke samping Karin dan meminta maaf padanya.“Kalian semua diam, jangan ikut campur kalau mau Aruna selamat!” ancam Karin.Valda menatap Aruna yang terlihat begitu menyedihkan, ia juga melihat luka-luka lebam di lengan dan pipinya.“Cepat tanda tangani!” suruhnya.“Hentikan. Kau sudah keterlaluan.” Valda mendekati mereka dan menar
“Aduuuh kasihan sekali kalian ini!” cetus Karin mengejek. “Ada apa ini, Ma?” tanya Delova. “Perempuan ini datang-datang membuat masalah,” jawab Defria. “Kau berani datang kemari?” tatap Delova tajam. “Hehhh anak pungut, gak usah banyak omong. Panggil Aruna cepat,” suruhnya. Defria dan Delova saling melihat, apa yang Karin katakan membuat mereka terkejut. “Ada apa kau kemari mencari Aruna? Sudah bagus aku tidak membawamu ke polisi!” tiba-tiba Valda muncul dan menghampiri mereka. “Valda, panggil Aruna kemari. Aku datang untuk meminta maaf padanya, aku terlalu egois dan tidak memikirkan yang lainnya. Aku menyesal,” ujar Karin memohon. Sikap yang berubah drastis. Padahal sebelumnya ia begitu berani dengan dagu yang terangkat. “Ya bagus kalau kau menyesalinya, tapi jangan harap kau mendapatkan warisan itu!” cetus Valda. “pergi dari sini
Keesokan harinya ....Valda bersiap pergi ke kantor, ia menitipkan Aruna pada pelayan karena ada meeting yang sangat penting.Bergegas pergi tanpa pamit pada Aruna karena masih terlelap tidur.Sampai di kantor ia menerima laporan-laporan penting dari Haris yang harus di tanda tanganinya.“Tuan, perihal aset Aruna, perkebunan, pabrik dan villa-villa yang ada di kota B dan perusahaan minuman teh itu semuanya terbengkalai tidak beroperasi, tapi masih aman tidak tergadaikan. Dua rumah dan tiga ruko sudah tergadaikan dengan nilai yang cukup fantastis semuanya sekitar dua puluh milyar!” tutur Haris.Valda mengangguk mengerti.“Untuk menyelesaikan itu semua, mungkin harus menjual sedikit aset untuk menebus yang tergadaikan itu maka semuanya akan beres!” jelas Haris.“Sepertinya aku akan mendiskusikan ini dengan Aruna terlebih dahulu, bagaimana pun dia yang harus mengambil keputusan,” ujar Valda.Haris mengerti, kemudian ia mengajak Valda untuk segera
Valda bersama Haris bekerja dari rumah, mereka tidak kembali ke kantor karena khawatir pada Aruna.“Bagaimana dengan akhir pekan nanti? Apa akan tetap berangkat?” Tanya Haris.“Eh iya, bukannya perkebunan dan pabrik milik Aruna juga di kota B? Apa aku ajak Aruna kesana saja sekalian liburan?” tanya Valda.“Saya akan mengeceknya dulu.”Valda tersenyum tipis, ia berniat untuk membawa Aruna liburan agar pikirannya lebih fresh dan memberitahunya soal aset miliknya disana.Di sore hari saat pulang dari kantor, Elisha datang ke rumah Valda. Akan tetapi, Defria belum pulang dan tidak sengaja ia melihat Aruna dan menghampirinya dengan riang.“Haiii ... Aruna ...” sapanya ramah tidak seperti biasanya.“Haiii ...” jawab Aruna dengan penuh keheranan.“Bibi belum pulang, ya? Terus kak Valda kemana?” tanyanya.“Belum, kalau Valda ada di ruang kerjanya,” jawab Aruna.Merupakan kesempatan bagus bagi dirinya bisa bicara dengan Aruna dengan begitu ia
“Menurutku sudah saatnya kita menerima Aruna. Memangnya Papa rela kalau sampai Valda kembali dengan perempuan yang tidak benar itu?” ujar Defria.“Kau benar! Dengan dulu dia mengambil lima ratus juta saja sudah menunjukkan kelasnya, jangan sampai mereka kembali lagi,” ucap Chand.Agar semuanya lebih baik lagi, Chand menemui Valda di ruangan kerjanya dan bicara agar membatalkan kerja sama dengan perusahaan dimana Melisa bekerja.“Apa yang Papa khawatirkan? Itu perusahaan yang lumayan mumpuni dan kita membutuhkan bahan baku dari sana. Produksi kita bisa terhambat jika membatalkan dan mencari lagi perusahaan besar seperti mereka,” jelas Valda.“Tapi Papa tidak ingin sampai kau kembali lagi dengan perempuan itu!” ungkap Chand. “Kau tahu sendiri bagaimana sikapnya di masa lalu! Perempuan tidak benar,” sambungnya.Valda bangkit dari duduknya dan menghela nafas panjang. Mendengar papanya bicara seperti itu tentang Melisa, Valda merasa biasa saja. Sangat berbeda den