Aruna tersadar jika pernikahan mereka adalah kontrak. Ia benar-benar melupakannya. Menatap Valda begitu dalam ada rasa sedih karena akhirnya pernikahan akan berakhir dan dirinya tidak perawaan lagi.
“Kau ingin tambah berapa?” cetus Valda.Aruna bangkit dari tidurnya seraya berkata tanpa melihat Valda, “Aku bukan Pela*cur!” cetusnya lalu berlalu ke kamar mandi dengan tubuh terbalut selimut.Valda menatap kepergian Aruna, jawabannya membuat dirinya merasa tertampar dan tidak enak padanya.Ia bangkit dari tidurnya dan kembali mengenakan celana menunggu Aruna selesai.Bersandar pada sofa sembari merentangkan tangannya dengan mata terpejam. Senyuman tersungging di bibirnya, kenikmatan yang Aruna berikan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Bahkan ia menginginkannya lagi.“Aruna ... Aruna ... kepalaku isinya jadi kau!” gumamnya.Tidak lama kemudian Aruna keluar dari kamar mandi. Hanya dengan menggunakan bathrobe dan rambut basahnya. Valda tidak melepaskan“Kau mengenalnya?” kata Client itu pada Melisa.“I–iya, pak.” Melisa menjawabnya gagap.“Lalu kenapa dia pergi begitu saja setelah melihatmu? Kau bermasalah dengannya?” tanyanya tegas.“Ti–tidak seperti itu, pak. Hanya kesalah pahaman kecil di masa lalu,” jawab Melisa.“Kau membuat masalah saja, dia tidak ingin bekerja sama dengan perusahaan kita. Rugi dong saya ... saya tidak mau tahu pokoknya kau harus temui dia dan buat kesepakatan dengan perusahaannya. Kesempatan besar bisa bekerja sama dengannya! Jika tidak berhasil, maka kau akan aku pecat dengan membayar denda!” jelasnya.“Tapi, pak. Bapak tidak bisa seperti itu, bapak sering memuji pekerjaan saya dan sekarang karena hanya gagal dengan satu perusahaan, bapak seperti ini pada saya. Ini tidak adil, pak ...” ujar Melisa.“Kau Berani bicara? Saya bosmu, lakukan atau saya pecat dengan denda?” tegasnya.“Hmmm ... apa yang harus saya lakukan, pak?” tanya Melisa.“Ya terserah! Yang terpenting k
Aruna menghapus air matanya. Kemudian ia mengatur nafas tenang dan tidak terbawa perasaan. “Seperti apa yang Valda minta– ya, jangan ikut campur. Baiklah!” gumamnya. Ia masuk ke kamar dan tidak mendapatkan keberadaan Valda. Mencarinya ke kamar mandi dan keruangan pakaian, tetap tidak ada. “Kemana dia? Ngapain juga sih aku memikirkannya? Dia juga tidak ingin kalau aku tahu tentang apa yang terjadi pada dirinya!” batin Aruna tidak tenang. Bagaimana pun mulut berbicara, tapi perasaan tidak bisa di bohongi. Ada rasa sedih dan khawatir. Aruna hanya diam di dalam kamar sampai waktu menunjukkan pukul empat sore. Melihat cuaca cerah, ia berpikir untuk menikmati sore di bibir pantai. Akan sayang sekali jika keindahan pantai ia lewatkan begitu saja. “Hmmm mungkin Valda akan kembali malam lagi!” gumamnya seraya keluar dari kamar dan berjalan menuju pantai. Dari sisi lain, Defria, Delova dan juga Elisha kembali ke vill
Valda berjalan sendirian di pantai, menikmati angin malam sembari menghisap rokoknya. Penerangan dari sekitaran villa membuat pantai sedikit ada pencahayaan.“Kenapa Melisa muncul kembali di hadapanku? Tapi sekarang aku biasa saja setelah bertemu dengannya kemarin. Rasa cinta, rasa marah, sudah tidak ada lagi berbeda pada saat awal berpisah dulu. Itu bagus, tapi tetap aku tidak akan kerjasama dengan perusahaannya. Bertemu dengannya hanya akan membuka luka lama!” gumamnya.Defria dan Elisha memperhatikan Valda dari kejauhan.“Tadi sore Aruna, sekarang Valda. Aku yakin kalau mereka sedang tidak baik-baik saja!” cetus Elisha.“Menurutmu mereka kenapa? Baguslah kalau mereka tidak baik-baik saja!” jawab Defria.“Aku juga tidak tahu sih!”Defria tersenyum lalu berbisik pada Elisha kemudian mereka pergi ke dalam villa. Mereka pergi mengendap-endap menemui penjaga villa dan mereka bicara berbisik-bisik.Sementara itu, Aruna hanya diam di kamar. Berbaring d
Valda menatap Aruna, ia merasa bersalah saat mendengar ucapan Aruna itu.“Perawaanku sudah terlanjur hilang. Yang tadinya aku pertahankan untuk orang yang mencintaiku. Apalagi yang akan aku pertahankan? Kau tidak perlu menambahkan bayaran karena aku bukanlah Pela*cur!” cetusnya.Rasa bersalahnya semakin besar. Valda bangkit dan berlalu pergi ke kamar mandi tanpa bicara lagi.“Kenapa dia? Apa aku bicara terlalu keras?” gumam Aruna. Ia bangkit dan kembali ke sofa merapikan bantal dan berbaring.Valda berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri. Kemudian ia mencuci wajahnya.“Apa aku salah melakukannya pada Aruna? Jika dia tidak bersedia, kenapa tidak menolak dan berontak? Kemarin dia juga menikmatinya. Tetapi, ucapan Aruna membuatku merasa bersalah! Hmmm ...” gumamnya.Setelah beberapa saat kemudian, Valda keluar dari kamar mandi seraya berkata. “Aruna ... aku minta maaf—“ ia berhenti bicara saat melihat Aruna sudah terlelap tidur di sofa.“Kebi
Karin pulang dengan tangan hampa. Tidak mendapatkan tanda tangan dan tidak mendapatkan apa-apa juga dari Chand.Di sisi lain, Aruna dan yang lainnya sudah berada di tribun. Mereka memilih menonton di premium grandstand agar tidak kepanasan dan menonton lebih jelas.Elisha menggeser Aruna dari kursinya sehingga ia duduk di paling pinggir.“Aiissh!!!” Aruna mendelik.Itu membuat Valda terkejut karena Elisha ada di sampingnya. Ia melihat pada Aruna kemudian berpindah di sampingnya.“Kak Valda mau kemana iiih?” rengek Elisha.Valda mendelik pada Elisha dan menggesernya bertukar tempat duduk.“Elisha ngebet ingin dekat denganmu!” bisik Aruna.“Malas sekali!” jawab Valda.Aruna tertawa kecil karena melihat ekspresinya yang menurutnya lucu.Valda menatapnya lalu mendelik.Balap sudah di mulai, fokus mereka beralih pada Delova di sirkuit. Aruna berkali-kali menutup wajahnya karena terlihat menyeramkan, terlihat seperti akan jatuh atau a
Mereka menghabiskan hari terakhir dengan berjalan-jalan di pantai. Defria mengikuti mereka tidak semangat, duduk menunggu melihat mereka yang berkuda di pinggir pantai.“Menyebalkan sekali! Liburan kali ini tidak menyenangkan,” gerutu Defria.Aruna, Valda dan Delova menyusuri pantai dengan menaiki kuda. Aruna dan Valda menaiki satu kuda berdua karena Aruna tidak berani sendirian.“Eh pelan-pelan dong,” ujar Aruna seraya mengeratkan tangannya pada tali kuda.“Diamlah, jangan banyak bergerak!” cetus Valda. “Pamandu di depan memegangi talinya juga, tidak akan terjadi apa-apa.” Sambungnya.“Aku takut iiii ...” kata Aruna.“Apa-apa takut!” cetus Valda.Defria benar-benar kesal melihat mereka menikmati liburannya. Kemudian terbersit dalam pikirannya untuk mencelakai Aruna. Ia bangkit dari duduknya mendekat ke jalur kuda.“Ma, ayo berkuda juga. Ini sangat seru ...” ajak Delova.“Mama melihat saja dari sini,” jawab Defria sembari mengambil video
Karin dengan sengaja mendekat pada Chand dan bersikap agresif. “Mau menemui anak tiriku! Apa kau berharap kalau aku ingin menemuimu?” ucapnya. Chand menghindar dari Karin dengan mundur beberapa langkah. “Uuughh maaf, di rumah ini pasti ada istrimu dan kau takut ketahuan, kan?” cetus Karin. Chand mengontrol dirinya, ia tidak boleh terlihat takut. “Sudah aku peringatkan jangan datang kemari lagi!” ujar Chand. “Jangan takut seperti itu, aku kesini untuk menemui putri tiriku. Bukan untuk menemuimu,” jawabnya santai. “Eh iya, anak kita butuh pekerjaan. Apa kau bisa memasukkannya ke perusahaanmu?” sambung Karin. Chand mendorong Karin menjauhi rumah. Ia tidak ingin orang lain mendengar apa yang di katakannya. “Heh ... kau jangan semakin berani padaku, ya? Tidak ada bukti kalau itu anakku, jadi jangan kau coba-coba untuk mengancam atau memerasku! Atau kau akan tahu sendiri akibatnya,” ancam Chand. Karin mengatur nafasnya, ia harus santai dan jangan terbawa emosi agar
Valda mengusir Melisa keluar dari ruangannya.“Tunggu, pak Valda yang terhormat. Maaf, saya harus tahu apa yang membuat anda menolak untuk kerja sama? Apakah karena saya? Apakah karena masa lalu kita?” cetus Melisa.Ia tidak ingin di keluarkan dari tempatnya bekerja dan membayar denda hanya karena masa lalu yang sudah lama terkubur.“Saya berhak memutuskan! Terima saja,” ujar Valda.Di sisi lain, Elisha melihat Valda yang bicara dengan Melisa di depan pintu. Ia buru-buru merogoh ponselnya dan mengambil beberapa gambar mereka sembari tersenyum.“Ini bisa jadi bahan untuk aku memanasi Aruna!” gumamnya. Setelah mendapatkan beberapa foto, Elisha berlalu pergi.“Maaf, pak. Saya mohon, jangan sangkut pautkan tentang masa lalu dengan pekerjaan. Itu sudah lama dan pasti anda juga sudah melupakannya, kan?” tutur Melisa.“Kau pikir saya masih mengharapkan pengkhianat sepertimu? Ciiih ...” tegas Valda.Melisa mengatur nafasnya agar tetap tenang dan tidak