Share

Suami Pengganti Yang Membenciku
Suami Pengganti Yang Membenciku
Penulis: Linda Malik

Bab 1 Kenyataan Pahit

“Septian Anggara menjadi salah satu korban tewas dalam penerbangan pesawat Japan Airlines, saya meminta keluarga untuk datang mengidentifikasi mayatnya. Kini jasadnya sudah berada di Rumah Sakit Medika Utama.” Ucap seseorang yang melakukan panggilan telepon.

Mata Akira membulat karena terkejut. Tangannya gemetar hingga benda pipih berbentuk persegi itu terlepas dari genggamannya. Tubuhnya luruh, bertumpu pada kedua lutut. Isak tangis mulai terdengar ke seluruh penjuru rumah. Bagaimana seorang istri bisa kuat menghadapi berita tentang kematian suaminya?

Hati Akira begitu sesak, terasa sakit seperti dikoyak ribuan pisau. Mendengar berita yang sangat mengejutkan, layaknya mendengar suara petir di siang bolong, tak ayal membuat dirinya merasa sangat syok.

Kabar itu begitu menyakiti hatinya. Akira belum siap untuk menerima kenyataan pahit ini. Anggara adalah suaminya, satu-satunya orang yang menemani semenjak dirinya hidup sebatang kara.

Jika memang berita itu adalah sebuah kenyataan, akankah dia bisa menjalani hari-harinya tanpa sosok sang suami?

Akira menggelengkan kepala, mencoba untuk menyangkal kabar buruk itu. Mengusap kedua pipi yang sangat basah, hingga baju bagian atas pun ikut basah karena lelehan air matanya sendiri. Akira tidak ingin penantiannya selama ini berakhir dengan kenyataan tragis. Dia terus mengatakan pada dirinya sendiri jika orang yang dimaksud sang penelpon bukanlah suaminya. Tentunya tak akan pernah percaya sampai dia melihat secara langsung tubuh suaminya sendiri.

Dengan sisa tenaganya, Akira mencoba bangkit berdiri. Berjalan terseok, mengambil tas dan segera melangkahkan kaki untuk keluar rumah. Sekarang dia harus berada di samping suaminya, meskipun kini Anggara hanya tinggal seonggok daging tanpa nyawa.

Kini dia berada di dalam sebuah taksi yang akan membawanya ke sebuah rumah sakit, sesuai dengan yang diucapkan oleh sang penelpon.

Selama di perjalanan hanya isak tangis yang keluar dari bibirnya. Wajah Akira terlihat sedikit memutih, menahan rasa sakit pada perutnya yang mendadak kram. Walau bagaimanapun, pikirannya sangat berpengaruh dengan kondisi janin dalam perutnya. Namun Akira mencoba melawan rasa sakit itu.

‘Mas Anggara, kenapa ini semua harus terjadi pada kita? Ketika hidup kita sudah bahagia, dan sebentar lagi kita akan memiliki seorang bayi. Kenapa kamu harus pergi?’ batin Akira pilu, mengelus perut buncit yang terasa mengeras.

Kandungannya sudah menginjak usia 7 bulan. Dua bulan lagi buah hatinya dengan Anggara akan lahir ke dunia. Hasil cintanya dengan sang suami. Akira tidak ingin anaknya kelak kehilangan satu sosok yang sangat berarti.

Tanpa terasa, kendaraan roda empat itu telah memasuki kawasan rumah sakit. Akira segera melangkah keluar setelah membayar sejumlah uang tanpa menunggu kembalian.

Dia terus melangkah terburu-buru menuju ruangan yang akan dituju, sesuai arahan seorang suster. Kini langkahnya telah berada di depan pintu yang bertuliskan kamar mayat di sisi atas pintu.

Seluruh tubuhnya gemetar, menahan diri untuk tetap kuat, menghadapi kenyataan pahit yang menunggu di depan mata.

Memasuki ruangan yang sangat dingin dengan aura menyeramkan. Hingga seorang perawat laki-laki menunjukkan ke satu mayat yang merupakan jasad suaminya.

Mendadak tubuhnya semakin lemah, hingga tak kuasa mencari tumpuan untuk menopang beban tubuhnya. Dia bersandar pada sudut brankar, tangannya mencari pegangan pada sisi ranjang besi yang terasa dingin.

Dalam hati, muncul sebuah ketakutan akan harapan yang tidak sesuai dengan ekspektasi.

Akira menguatkan dirinya yang mulai rapuh, memandang pada mayat yang seluruh tubuhnya tertutup dengan kain putih.

“Apa nyonya mau melihatnya sekarang? Maaf apa ada keluarga yang mendampingi?” Tanya seorang perawat laki-laki yang bertugas di kamar mayat. Tatapannya menelisik pada penampilan wanita dengan perut buncitnya.

Akira mengangguk lemah, dia bahkan lupa untuk memberitahukan hal ini pada kedua mertuanya.

“Maaf, apa tidak sebaiknya nyonya menunggu hingga keluarga yang lain datang mendampingi?” Tatapan laki-laki itu terlihat sangat iba, merasa kasihan melihat kondisi wanita di hadapannya tampak lesu. Bahkan dia takut jikalau nantinya wanita itu tidak akan kuat, melihat potongan jasad yang terlihat seram dan tak utuh.

“Sa—ya bisa, saya hanya ingin memastikan jika jasad ini bukanlah suami saya.” suara Akira terdengar lirih, bibirnya gemetar karena isak tangis.

“Baiklah, saya akan membukanya.” Meskipun dengan berat hati, laki-laki itu tetap melakukan tugasnya, sesuai dengan perintah. Dia membuka kain itu perlahan hingga sebatas leher.

Sesosok wajah yang nyaris tak dikenali, karena begitu rusak dan bahkan terlihat sangat hancur. Wajahnya penuh dengan luka dan darah yang tampak mengering. Bahkan tulang-tulang di wajahnya hancur tak berbentuk, sudah menyerupai monster.

Akira menatap pada wajah yang tampak asing di pandangannya. Dia sangat ingat akan wajah suaminya.

“Tidaaakkk! Tidak dia bukan suamiku! Dia bukan mas Anggara!” Teriak Akira tak terkendali. Dia terus menggelengkan kepala dan bergerak mundur sambil menutup mulutnya. Bagaimana mungkin wajah tampan Anggara berubah menjadi sosok yang tampak menyeramkan dan bahkan Akira sendiri tidak mengenalinya.

Akira mencoba menyangkal bahwa tubuh yang terbujur kaku itu bukanlah tubuh suaminya.

“Kami sudah melakukan tes DNA, dan hasilnya akurat nyonya. Maaf, beliau tak lain adalah tuan Septian Anggara.” Perawat laki-laki itu mulai menutup wajah mayat itu kembali.

Hati Akira bergejolak, dadanya berdebar hebat, namun hanya rasa sakit yang terasa setiap dirinya menarik nafas. Bukan fisiknya yang sakit, namun batinnya begitu terluka.

Hingga perutnya merasakan kram yang sangat hebat, karena kondisi Akira yang begitu tegang. Keringat dingin terlihat membanjiri permukaan dahi dan pelipis. Tangannya mencengkeram pada kain dress yang membalut tubuhnya. Bibirnya terlihat pucat, meringis menahan rasa sakit yang begitu hebat pada perutnya yang mengeras.

Akira masih ingin melihat jasad itu seluruhnya. Bahkan dia belum melihat badan sang suami seutuhnya, untuk memastikan kenyataan jika jasad itu memang benar milik Anggara.

Akan tetapi, tubuhnya terasa lemas, sangat lemas. Sehingga dia tidak mampu menahan berat badannya sendiri. Pandangannya pun terlihat semakin kabur. Hingga ketika Akira hendak melangkah namun kedua kakinya tak mampu menopang berat tubuhnya.

Sebelum tubuhnya mendarat ke lantai, ada sepasang tangan kokoh yang menangkap tubuh lemah Akira.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status