Argi sengaja memesan satu kamar yang berada di sebelah kamar Akira. Dia sudah membersihkan diri dan mengganti kostum dengan baju santai.Namun selama semalaman, matanya sulit untuk tertutup. Hingga Argi memutuskan untuk menjaga Akira di depan pintu kamarnya. Tatapannya tidak pernah beralih pada pintu kaca. Di sana dia bisa melihat langsung ke arah Akira yang terlihat tidak nyaman dalam tidurnya.Bahkan Argi mendengar mulut Akira yang terus berteriak memanggil nama suaminya, meskipun mata Akira terpejam.Argi sudah menduga jika wanita itu tengah mengalami mimpi buruk. Dia sangat ingin masuk agar bisa memeluk Akira, untuk sedikit menenangkannya. Namun Argi berusaha menahan diri dari keinginannya itu.Tangannya meraih ponsel yang tersimpan dari saku celana, dan segera menghubungi seseorang.“Saya minta kirim satu suster terbaik untuk segera datang ke sini!” Ucap Argi singkat, lalu segera memutus panggilan tanpa menunggu jawaban dari orang yang ditelepon.Tak lama seorang suster wanita da
“Mama?” Akira begitu senang melihat wanita yang tak lain adalah ibu mertuanya. Senyum menghiasi bibirnya, tatkala melihat Ruth berjalan menghampiri.“Maafkan mama nak, datang sangat terlambat.” Ruth memeluk tubuh menantunya dengan perasaan bersalah.Akira membalas pelukan hangat itu dengan lengan terbuka. Kini dia memiliki seorang yang bisa dijadikan teman untuk melalui hari-hari yang berat tanpa seorang suami.“Maaf, mama harus menjaga papa.” Ruth mengurai pelukannya, ditatapnya Akira dengan penuh haru. Bahkan kini ia menyadari jika perut menantunya terlihat mengempis.“Bagaimana keadaan papa, ma? Apa keadaan beliau baik?” Mendadak Akira merasa khawatir akan kondisi papa mertua yang memiliki riwayat penyakit jantung.“Papamu masih dirawat, kondisi jantungnya sangat menurun. Maafkan mama jika terlambat datang, nak. Apa kamu sudah melahirkan?” Tanya Ruth dengan raut penasaran.Akira mengangguk, tersenyum samar dan menjawab, “Maafkan Akira ma, bayi Akira sudah lahir sebelum waktunya.”
Akira hanya menatap kepergian Ruth dengan rasa khawatir. Mengapa di saat seperti ini, ia justru tak berdaya? Ada keinginan dalam hati untuk bisa menjenguk sang mertua, namun keadaannya masih belum pulih. Bahkan sampai hari ini keinginan untuk ke makam suaminya belum terpenuhi.Akira memejamkan mata, menghirup nafas dalam-dalam. Udara pagi yang begitu sejuk, mengisi rongga paru-paru. Mampu mengusir sedikit sesak dalam hati.Seorang suster sudah diperintah oleh Ruth untuk mendampingi Akira di taman, tentunya sebelum dirinya keluar dari rumah sakit.Namun ketika langkah suster itu hampir mencapai taman, Argi segera menahan.“Pergilah! Biar aku yang menjaga istriku!” Suara Argi terdengar seperti setengah berbisik, namun mampu membuat suster itu terdiam di tempat.Suster memutar tubuhnya dengan pandangan menunduk.“Baik, tuan. Jika ada—” belum selesai suster berucap, Argi mengangkat jari telunjuknya di depan bibir, sebagai isyarat diam.“Aku menyuruhmu pergi!” ucap Argi dengan raut dingin.
“Aku hanya ingin membetulkan selimutmu.” jelas Argi, niatnya memang hanya membenarkan posisi selimut.Dalam pandangan Akira, dia seperti melihat sosok suaminya berada tepat di atas wajahnya. Hingga tanpa sadar ia memandang wajah pria itu dengan tatapan penuh cinta. Senyum terlukis di bibir Akira. Senyum manis yang hanya diperlihatkan untuk Anggara. Membuat Argi diam terpaku dengan tangan masih berada di ujung selimut.Hal ini mengingatkannya pada awal perjumpaan dengan Akira dulu. Wajah cantik yang tak pernah berubah, kini terlihat lebih mempesona di usianya yang matang. Membuat Argi tak kuasa menahan keinginannya untuk mempertemukan bibirnya dengan bibir wanita pujaannya. Pertemuan singkat namun membuat dada Argi bergejolak. Permukaan bibirnya merasakan kelembutan bibir Akira yang sedikit kering.Akira belum sadar akan apa yang terjadi. Dalam benak dan khayalannya, Anggara yang tengah menciumnya. Sehingga ketika Argi melepaskan tautan bibir mereka, Akira segera mengulurkan tangan un
“Pak, tolong ke pemakaman Heaven Memorial Park.” Ujar Akira pada supir taksi. “Baik nyonya.” Ya, seperti janjinya, Akira berniat akan mengunjungi makam Anggara setelah keadaanya pulih. Dia sudah mencari tahu dimana suaminya di makamkan, tentunya atas petunjuk dari Argi.Akira menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya yang mendadak sesak. Kenyataan ini begitu memilukan, hingga terkadang membuatnya ingin mengakhiri hidup. Jikalau Akira tidak mengingat masih ada putri mereka yang harus diperjuangkan. Akira terdiam dalam lamunan, melihat pada jalanan dari balik jendela. Pandangannya terlihat kabur karena air mata yang mulai membasahi. Entah sampai kapan dia bisa bertahan melawan rasa sedih ini? Tak ada satu orang keluarga yang menemaninya. Yang tersisa hanya dirinya dan Ashley kecil.“Nyonya kita sudah sampai di pemakaman.” Ujar sopir taksi membuyarkan lamunan Akira.Akira segera menghapus air mata menggunakan punggung tangannya. Lalu keluar dari mobil, menghampiri salah satu
“Ash ingin papa tinggal bersama kami di rumah ini.” Permintaan Ashley yang tentu akan Argi turuti dengan senang hati. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman yang memiliki arti.“Papa akan menuruti permintaan Ash, tapi apa mama Akira mengijinkan papa tinggal di sini?” Ucap Argi mengalihkan tatapannya pada Akira yang masih dalam keadaan terkejut. Mendengar ungkapan putrinya, tentu membuatnya berada pada posisi serba salah. Selama dua tahun Argi mengejar cintanya, namun Akira tidak bisa memberikan jawaban. Hatinya belum sepenuhnya pulih dari luka kehilangan suami tercinta. Namun selama dua tahun ini Argi telah berhasil mencuri perhatian putrinya.Melihat tatapan tajam Argi, membuatnya salah tingkah. Hingga Akira pun membuang muka ke samping. Sikap perhatian Argi pada putrinya tak hayal membuat hati Akira sedikit luluh. Meskipun belum bisa melupakan cintanya pada mendiang sang suami, Akira tak menampik jika kini hatinya sedikit terisi dengan kehadiran Argi. Bahkan dirinya selalu m
“Argi, tunggu!” Kini Akira sudah berada di hadapan Argi. Matanya menatap sayu pada pria yang terlihat bingung. Argi terdiam dan menunggu hingga Akira mengucapkan maksudnya. “Ijinkan aku belajar mencintaimu.” Ucap Akira. Entah keputusannya ini adalah sebuah kebaikan untuk dirinya atau tidak, namun dia akan melakukannya demi kebahagian sang buah hati. Mata Argi membulat sedikit terkejut mendengar ucapan Akira. Apa itu artinya Akira menerima lamarannya? Apa Argi tidak salah dengar? “Akira, apa aku tidak salah dengar? Kamu menerimaku?” Tanya Argi tak percaya. Namun melihat Akira mengangguk, membuat hatinya bersorak bahagia. Penantian lama yang kini menemui ujung sesuai harapan. Argi membawa tubuh Akira ke dalam pelukannya. Dia ingin melampiaskan rasa bahagianya. Akhirnya bisa memiliki hati wanita yang sejak lama menduduki takhta tertinggi di hatinya. “Terima kasih, Akira. Aku mencintaimu.” Ucap Argi memeluk Akira sembari mencium puncak kepalanya dengan penuh kebahagiaan. Akira terd
Selang beberapa hari, Argi sudah mempersiapkan acara pernikahan sesuai dengan keinginan Akira. Sebuah pernikahan sederhana.Bahkan Akira menolak membeli gaun pernikahan mewah khusus dibuat designer ternama. Akira lebih memilih gaun kebaya khusus yang terlihat sederhana namun begitu memukau di tubuhnya.Hiasan payet yang terlihat gemerlap, membuat Akira tampak bersinar. Polesan make up tipis sesuai dengan permintaannya, namun mampu mengubah penampilan Akira menjadi berkali lipat cantiknya. Rambut panjangnya tergulung rapi, menyisakan beberapa helai rambut di sisi kanan dan kiri menjuntai ke pelipis bawah.Padang rumput yang luas kini sudah didekorasi sedemikian rupa. Rangkaian bunga tulip dan mawar putih yang begitu indah menghias setiap sudut tempat yang dipenuhi dengan nuansa putih.Beberapa tamu undangan tampak hadir memenuhi bangku yang dilapisi dengan kain putih. Bangku yang berjajar melingkari meja-meja yang berbentuk lingkaran. Mengelilingi panggung altar yang nantinya dijadikan
Hari-hari berlalu terasa begitu menyesakkan bagi hati seorang ibu yang mengalami kehilangan buah hatinya.Semenjak putranya tiada, Akira selalu mengunjungi makam putranya. Bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di pusara sang putra.Meskipun kehadiran suami dan putri kecilnya menjadi pelipur lara, namun rasa sakit belum sepenuhnya hilang dari hati Akira.“Ikhlaskan kepergian putra kita, sayang. Apa kamu tahu, putra kita kini sudah bahagia di surga. Bisa bertemu dengan nenek dan kakeknya,” hibur Anggara yang kini duduk bersimpuh di samping istrinya.Tak henti-hentinya Anggara mencari cara untuk menghibur hati Akira. Kepergian putra Akira juga menjadi pukulan terberat untuknya.Akira memaksakan senyumnya. Dia tahu Anggara begitu cemas melihat kondisinya.“Mas, aku sudah ikhlas jika memang ini jalan yang terbaik untuk Odelio.”Akira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepergian putranya bukan berarti membuat hidupnya terpuruk. Ada Ashley yang masih ha
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi