Halo semua 🖐️ Salam sehat selalu..🤍 Akhirnya karya 'SUAMI PENGGANTI YANG MEMBENCIKU' berakhir dengan bahagia. Terima kasih yang sudah memberikan dukungan dan komentar positif. Mudah-mudahan Allah memberikan rejeki berlimpah untuk kita semua. Jangan lupa intip karya terbaruku 'GADIS CUPU MILIK SANG KAPTEN BASKET'🤍 See you 🖐️🫶
“Septian Anggara menjadi salah satu korban tewas dalam penerbangan pesawat Japan Airlines, saya meminta keluarga untuk datang mengidentifikasi mayatnya. Kini jasadnya sudah berada di Rumah Sakit Medika Utama.” Ucap seseorang yang melakukan panggilan telepon. Mata Akira membulat karena terkejut. Tangannya gemetar hingga benda pipih berbentuk persegi itu terlepas dari genggamannya. Tubuhnya luruh, bertumpu pada kedua lutut. Isak tangis mulai terdengar ke seluruh penjuru rumah. Bagaimana seorang istri bisa kuat menghadapi berita tentang kematian suaminya? Hati Akira begitu sesak, terasa sakit seperti dikoyak ribuan pisau. Mendengar berita yang sangat mengejutkan, layaknya mendengar suara petir di siang bolong, tak ayal membuat dirinya merasa sangat syok. Kabar itu begitu menyakiti hatinya. Akira belum siap untuk menerima kenyataan pahit ini. Anggara adalah suaminya, satu-satunya orang yang menemani semenjak dirinya hidup sebatang kara. Jika memang berita itu adalah sebuah kenyat
Argi Rinega membopong tubuh wanita itu menuju ke salah satu ruang rawat. Seorang suster mengikuti langkahnya dari belakang. Dia sengaja memilih satu ruangan VIP sebagai tempat istirahat Akira, selama dilakukannya tindakan pertolongan pertama. Dengan sangat hati-hati, tubuh rapuh itu ia letakkan di atas ranjang. “Tolong periksa wanita ini!” Ucapnya dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Suster terlihat mengangguk, lalu mengeluarkan semua peralatan untuk memeriksa kondisi pasien. Sementara Argi hanya memandang setiap tindakan yang dilakukan suster itu pada Akira. Matanya terlihat fokus menatap wajah wanita yang terbaring tak sadarkan diri. Wajah yang begitu cantik meskipun dalam keadaan tertidur, tanpa riasan yang mencolok namun terlihat cantik natural. Tubuhnya terlihat kurus untuk ukuran seorang wanita yang tengah mengandung. Hingga tatapan Argi beralih pada perut Akira yang terlihat buncit. “Berapa usia kandungannya?” Suara bariton itu menggema di ruangan yang sepi. “
“Argi?” Mata Akira membola, melihat sosok pria yang sedang tersenyum ke arahnya. Tidak mungkin ia melupakan pria itu, meskipun sudah enam tahun lamanya tidak bertemu. “Hay, bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit? Aku akan panggilkan dokter, tunggu sebentar.” Ucap Argi, lalu segera meraih interkom yang berada di atas nakas. Menghubungi dokter untuk meminta datang ke kamar. Akira hanya terdiam tak menjawab. Mengapa di saat-saat seperti ini, justru Argi hadir kembali dalam hidupnya? Apakah ini sesuatu yang baik atau yang buruk? Akira sendiri tidak mengerti dengan jalan hidupnya. Tangan Akira meraba perutnya yang tampak mengempis, kembali matanya membulat. “Bayiku? Kemana bayiku?” Teriak Akira tak terkendali. Dia mencoba bangkit dari posisinya dan hendak menuruni ranjang. Namun tangan Argi menahan langkahnya. “Bayimu baik-baik saja. Kini masih dipantau oleh dokter, karena bayimu lahir prematur. Jika keadaanmu sudah lebih baik, aku akan membantumu untuk melihat bayimu.” Argi b
Argi terus menunggu di luar ruangan operasi dengan raut wajah penuh kecemasan. Dia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana panjang. Berjalan mondar-mandir di depan pintu yang masih tertutup. “Sialan, jika hal buruk terjadi pada Akira. Aku akan menuntut kalian semua!” Ujar Argi bermonolog. Beberapa kali ponselnya berbunyi, namun Argi enggan untuk menjawab panggilan yang entah dari siapa. Dia tak peduli, yang ada dipikirannya hanya Akira. Bahkan selama di rumah sakit, Argi tak sempat menjenguk bayi Akira yang masih berada di ruangan khusus bayi prematur. Nafasnya tersengal, sudah satu jam berlalu namun pintu tak kunjung terbuka. Hingga dia memutuskan untuk duduk dengan tatapan yang tak beralih sedetikpun pada pintu kamar operasi. Tak lama, pintu terbuka dan dokter wanita tadi muncul dari ambang pintu. Argi segera bangkit menghampiri. “Bagaimana? Apa dia baik-baik saja?” Tanya Argi tak sabar mendengar jawaban dari sang dokter. Dokter mengangguk dan tersenyum, meski sen
Mentari muncul dari ufuk timur, bias cahaya berbelok melewati jendela kaca, memasuki ruangan dari balik gorden yang sedikit terbuka. Cahaya hangat menyentuh permukaan kulit wajah Akira yang masih bergelung dalam mimpi. Akira tengah berada di lapangan rumput luas, dan tatapannya tertuju ke arah langit yang begitu gelap dan hanya dihiasi oleh satu bintang. Namun tiba-tiba kabut menghiasi daerah sekitarnya. Suasana hijau kini berubah mendung, tertutup dengan kabut yang semakin lama semakin tebal. Membuat pandangannya menjadi buram, jalanan di hadapannya juga tidak terlihat karena tertutup kabut yang sudah seperti awan putih. Akira mencoba untuk mencari jalan keluar sembari memfokuskan pandangannya ke depan. Beberapa kali kakinya tersandung, karena benda keras yang menghalangi jalannya. Kembali dia tersandung, namun kali ini membuat tubuhnya hilang keseimbangan. Akira terjatuh, tangannya meraba pada permukaan rumput yang menjadi alasnya saat ini. Mencoba berdiri kembali, nam
Melihat tatapan tak bersahabat, dokter kembali menunduk. Sepertinya dia sudah salah bersikap. Dan mencoba untuk tidak terlalu banyak bicara. Meskipun banyak pertanyaan dalam hatinya tentang kemiripan wajah bayi itu dengan ayahnya. Dokter hanya mengetahui, jika wanita itu adalah istri dari sang bos. Memang dari awal berada di rumah sakit, Argi hanya mengatakan jika Akira adalah calon istrinya. Namun karirnya lebih penting dibandingkan rasa penasaran. Dokter segera mengambil peralatan dan berniat untuk pamit dari ruangan. “Sus, nanti tolong letakkan bayi ini ke dalam inkubator. Pastikan jika keadaan bayi ini dalam posisi yang benar.” Ucap dokter memberi perintah pada asistennya. Lalu pamit untuk keluar ruangan. Rasanya tidak puas Akira memeluk putri kecilnya, bahkan waktu sudah berjalan 30 menit. Namun sepertinya Akira harus meninggalkan putrinya, agar bisa kembali beristirahat dalam inkubator. “Jika nyonya ingin menjenguknya lagi, silahkan datang kemari. Mohon maaf untuk seme
Wajah Akira tampak tegang mendengar ucapan Argi di luar dari dugaan. Dia tidak menyangka jika Argi kembali ingin mengejar cintanya. “Aku rasa, cintaku padamu sangatlah besar, hingga aku tidak bisa melupakanmu. Meski aku terus berusaha, namun sepertinya aku tidak berdaya.” Wajah Argi begitu menyiratkan harapan, menatap Akira dengan tatapan lembut penuh cinta. Namun Akira tidak ingin mengecewakan Argi untuk kedua kalinya. Dulunya dia bersikap tidak enakan, namun kini dia sudah dewasa. Dia harus bersikap lebih tegas agar tidak menyakiti hati Argi. “Maafkan aku, Gi. Aku tidak bisa, kamu tahu aku sudah punya suami? Dan aku adalah seorang ibu.” Ucap Akira mencari alasan. Dia tidak ingin memberi harapan palsu pada pria itu. “Apa kau lupa, jika Anggara sudah pergi? Aku bahkan sudah siap untuk menggantikan posisi Anggara. Aku akan menjadi bagian hidupmu. Bayimu butuh seorang ayah, dan aku sanggup menyayanginya seperti anakku sendiri. Ketahuilah Akira, aku akan membalut lukamu. Ijinkanlah k
Malam itu Akira harus bisa melewati kesepiannya sendiri. Berada di ranjang dengan suasana hening, tanpa ada Argi yang dari kemarin malam selalu menemani.Tatapannya mengarah pada langit-langit kamar dengan warna putih yang mendominasi.‘Mas Anggara, apa kamu baik-baik saja di sana? Mengapa aku tidak percaya engkau telah tiada? Anak kita sudah lahir, bayi mungil kita. Aku akan menjaga dan menyayanginya seumur hidupku. Ashley, ya aku akan menamai putri kita Ashley Widjaja Anggara seperti yang engkau inginkan. Datanglah malam ini mas Aang. Aku begitu merindukanmu. Apakah kau tidak merindukanku? Aku berjanji akan mengunjungimu setelah aku pulih.’ batin Akira miris.Dia terus menangis sesenggukan sambil memeluk bantal putih. Akira begitu merindukan pelukan Anggara, kehangatan yang selalu Anggara berikan. Hingga tak lama dia pun tertidur karena lelah menangis, menyelam dalam mimpi.Hari sudah sangat malam, dia tengah berada di teras rumah, menunggu sosok suami yang begitu dirindukan. Tatapa
Dokter wanita menghembuskan nafas pelan, lalu kembali memandang Akira. “Jangan khawatir nyonya Akira, bayi-bayi anda tumbuh dengan baik. Kabar yang akan kalian dengar justru adalah kabar baik.” Dokter menjeda ucapannya. Anggara yang sedari tadi memperhatikan ucapan dokter dengan serius, kini bisa bernafas lega. Dokter mengalihkan pandangan ke Anggara lalu berkata, “pak Anggara, istri anda tengah mengandung bayi kembar.” Ucapan dokter sontak membuat Anggara terkejut hingga matanya membulat sempurna. Namun hanya sesaat, raut wajahnya berganti dengan kebahagiaan. “Benarkah?” tanyanya seakan ingin memastikan perkataan dokter. Dokter wanita itu segera menunjuk ke arah monitor, memperlihatkan rahim Akira yang memiliki dua kantong janin yang terpisah. Masing-masing kantong terlihat calon buah hati mereka yang terlihat sangat kecil. Rasa kebahagian Akira kini semakin lengkap. Kehilangan putra tercinta setahun yang lalu, namun kini Tuhan menggantinya dengan dua anak sekaligus. Tak henti
“Seperti dugaan saya, nyonya Akira hamil. Dan usia kandungannya masih lima Minggu,” ucap dokter Arya. “Nanti jika ingin mengetahui detailnya, anda bisa mengunjungi rumah sakit. Kami bisa melakukan USG untuk memastikan.” Orang-orang yang berdiri mengelilingi Akira sangat terkejut, terlebih Anggara yang sudah berbulan-bulan menantikan kabar baik ini. “Secepatnya kami akan mengunjungi rumah sakit. Lalu apa ada obat untuk mengurangi mual? Hari ini istri saya sering merasakan mual,” tanya Anggara sembari menggenggam erat tangan Akira. “Saya akan resepkan obat mual dan vitamin. Nanti tolong pak Anggara menebusnya di apotik terdekat.” Dokter pun segera menulis resep dan memberikannya pada Anggara. “Terima kasih, dok.” Anggara hendak mengantarkan dokter itu, namun Baskoro menahannya. “Temanilah istrimu! Biar papa yang mengantar dokter Arya,” ucap Baskoro terdengar seperti sebuah perintah. Anggara pun mengangguk, kembali menghampiri istrinya dan duduk di sisi ranjang. “Kau dengar? Anak k
Karena tamu undangan sudah hadir, maka acara segera dimulai. Anggara dan Akira berdiri di samping putri kesayangannya.Ashley tampak cantik dengan balutan dress putih. Rambut hitam lebatnya terurai berhiaskan sebuah mahkota di atas kepala.Lagu selamat ulang tahun berkumandang, mengiringi orang-orang yang bernyanyi. Setelah lagu selesai, Ashley meniup lilin angka tiga itu dengan antusias.Kini giliran Ashley menyuapkan kue pertama pada kedua orang tuanya. Ashley mengambil sesendok kue, hendak memberikan suapan pertama pada ibunya.Akira menerima suapan itu, lalu mencium kening Ashley dengan penuh kasih. Namun saat hendak menelan kue, mendadak perutnya bergejolak. Diapun segera menutup mulutnya dengan telapak tangan.“Ada apa sayang?” tanya Anggara dengan raut wajah panik. Namun Akira hanya menepuk bahu Anggara dan segera menuruni panggung dengan langkah terburu-buru.Anggara kehilangan konsentrasi, namun tak mungkin jika dirinya pergi dari sana meninggalkan putrinya sendiri. Maka dari
Dalam sepekan, Anggara dan keluarganya menghabiskan waktu liburnya di Pulau Dewata, tentu waktu yang membahagiakan dan banyak kenangan yang terukir.Janji Anggara dua tahun lalu sudah digenapi. Sebelum dia berangkat ke Jepang, Anggara telah berjanji akan mengajak istrinya untuk berlibur ke Bali. Namun karena kasus kematian palsunya, membuat janji itu tertunda.Namun takdir kembali mempertemukan dirinya dengan Akira dan keluarga kecilnya.Waktu berjalan sangat cepat, kehidupan rumah tangga Akira dan Anggara hanya dipenuhi oleh kebahagian.Pagi itu keluarga Anggara tengah menyiapkan sebuah pesta untuk ulang tahun Ashley yang ketiga.Pekarangan rumah telah ditata oleh tim pendekor yang sengaja disewa Anggara. Dekorasi layaknya pesta kebun. Dengan sebuah panggung kecil di tengah taman. Serta beberapa pernak pernik anak perempuan, dari bunga dan balon warna-warni.Anggara sengaja meliburkan seluruh karyawannya agar bisa datang memeriahkan acara. Juga tetangganya yang memiliki anak kecil ju
Malam semakin larut, ketika mereka tiba di tempat penginapan. Jarak yang tak terlalu jauh, namun karena kondisi macet membuat perjalanan terasa lambat.Kini Anggara dan Akira berada di kamar mereka yang berada di bangunan terpisah dengan bangunan utama, dimana kedua orangtuanya beristirahat.“Mas Aang, mau mandi duluan?” tanya Akira yang merasa tubuhnya terasa lengket karena perjalanan panjang.“Mandilah terlebih dulu, nanti aku menyusul,” jawab Anggara, lalu membimbing istrinya untuk memasuki kamar mandi terlebih dulu.Akira memutuskan untuk merendam tubuhnya dalam bathup yang telah terisi dengan air hangat. Mungkin dengan ini, bisa membuat tubuhnya rileks dan rasa lelahnya hilang.Akira segera mengikat rambut panjangnya dan menanggalkan seluruh kain yang melekat di tubuhnya, lalu melangkah memasuki bathup.Dan benar, tubuhnya terasa rileks ketika terendam dalam air hangat yang dipenuhi busa itu.Hingga beberapa menit berlalu, Akira menyadari jika suaminya tak kunjung datang. Bukanka
Anggara sudah merencanakan liburan keluarga. Selama satu pekan menghabiskan liburan di Pulau Dewata. Menyerahkan segala tugas kantornya pada Taufan dan Bayu.Meskipun awalnya Anggara hendak melakukan bulan madu berdua, namun hatinya tidak tenang jika tidak mengajak Ashley.Baskoro dan Ruth turut serta dalam perjalanan kali ini.“Ang, papa dan mama tinggal di rumah saja. Bukankah ini liburan untuk kalian berdua? Maksud mama, kamu dan istrimu?” “Justru itu ma, aku akan tenang jika putriku juga ikut. Maka dari itu, Aang meminta mama dan papa juga ikut. Kita bisa menghabiskan akhir tahun di sana,” jelas Anggara.Hingga akhirnya Ruth dan Baskoro pun menuruti permintaan putranya, karena Anggara sudah terlanjur memesan tiket untuk semua keluarganya.“Baiklah, anggap saja mama jadi pengasuh Ash nanti dan kalian cepatlah memiliki momongan lagi. Mama tidak sabar ingin menggendong cucu lagi,” balas Ruth mengerlingkan mata ke arah menantunya. Membuat Akira tersipu dengan pipi merona merah."Ini
“Lakukan, mas! Aku menginginkannya!” ujar Akira dengan nafas terengah-engah, menahan gejolak gairah yang mulai muncul.Anggara kembali memagut bibir Akira, sembari memasukkan miliknya dalam tubuh sang istri. Gerakan perlahan, hingga miliknya terbenam seluruhnya dalam rahim Akira.Menikmati sensasi yang membuat keduanya sama-sama tenggelam dalam lautan kenikmatan.“Mphhhhhh…” Akira mendesah tertahan, karena mulutnya yang terbungkam. Membiarkan lidah Anggara menjelajahi rongga mulutnya.Hingga tak lama, Anggara mengurai tautan bibirnya sebelum Akira kehabisan nafas. Lidahnya kembali menjelajahi daun telinga Akira hingga leher putihnya. Sensasi yang membuat milik Akira semakin basah. Namun Anggara masih dalam posisi diam, membiarkan miliknya terbenam dan terasa diurut.Akira sudah tidak tahan lagi, dia menginginkan lebih.“Mas Aang, bergeraklah! Aku tak tahan lagi!” rintih Akira dengan tatapan memohon. Keinginannya sudah tak bisa ditahan lagi, karena nafsunya yang sudah membumbung tinggi
Seharian ini, Akira menghabiskan waktu untuk bermain bersama putrinya di dalam kamar. Niatnya hanya untuk membayar waktu yang telah terbuang selama beberapa hari ini mengabaikan Ashley.“Mami mungkin bukan ibu yang terbaik, tapi mami akan selalu menyayangi Ash. Maafkan mami jika beberapa hari ini membuat Ash kesepian,” ucap Akira lirih sembari mencium pipi gembul putrinya yang sudah tertidur.“Tidak, kamu adalah ibu yang terbaik untuk anak-anak kita!” suara Anggara terdengar dari belakangnya. Membuat Akira seketika menoleh.“Mas?”Anggara tersenyum hangat, lalu melangkah menuju sisi ranjang.“Akira, aku selalu berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Berhentilah menyalahkan dirimu, dan yakinlah kita mampu melewati ini.”Anggara meraih tangan Akira lalu membawanya ke bibir. Sebuah ungkapan cinta yang selalu terdengar romantis di pendengaran Akira.Akira beranjak dari posisinya, duduk di samping Anggara.“Mas tidak perlu melakukan apapun, karena dicintai dengan cara sepert
Hari-hari berlalu terasa begitu menyesakkan bagi hati seorang ibu yang mengalami kehilangan buah hatinya.Semenjak putranya tiada, Akira selalu mengunjungi makam putranya. Bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di pusara sang putra.Meskipun kehadiran suami dan putri kecilnya menjadi pelipur lara, namun rasa sakit belum sepenuhnya hilang dari hati Akira.“Ikhlaskan kepergian putra kita, sayang. Apa kamu tahu, putra kita kini sudah bahagia di surga. Bisa bertemu dengan nenek dan kakeknya,” hibur Anggara yang kini duduk bersimpuh di samping istrinya.Tak henti-hentinya Anggara mencari cara untuk menghibur hati Akira. Kepergian putra Akira juga menjadi pukulan terberat untuknya.Akira memaksakan senyumnya. Dia tahu Anggara begitu cemas melihat kondisinya.“Mas, aku sudah ikhlas jika memang ini jalan yang terbaik untuk Odelio.”Akira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepergian putranya bukan berarti membuat hidupnya terpuruk. Ada Ashley yang masih ha