Home / Rumah Tangga / Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya / Bab. 02. Disinggung Soal Rumah Warisan

Share

Bab. 02. Disinggung Soal Rumah Warisan

Author: Kurnia
last update Huling Na-update: 2024-07-10 14:57:38

Rasa amarah membara di dada Cani. Tatapannya tajam, menusuk ke arah Victory yang berdiri di hadapannya. Wajah Victory, yang biasanya memancarkan keceriaan, kini terlihat begitu menyebalkan di mata Cani.

"Aku ingin sekali menghancurkan wajahmu yang menyebalkan itu!" desis Cani, tangannya mengepal erat.

"Ngomong apa sih, Mbak? Orang miskin bisa apa? Ambil lagi nih uangmu!" Victory melempar amplop pemberian Cani tepat mengenai wajah Cani.

Cani berusaha keras untuk menahan diri, meski tingkah Victory sudah keterlaluan.

"Gayamu, Dek. Padahal dulu uang segitu sudah banyak buat kamu. Sekarang kamu sombong banget," ujar Cani.

Cani agak miris melihat kelakukan congkak keluarganya. Mereka seakan melupakan kehidupan mereka sebelumnya. Terutama untuk Ibu Tiri dan adiknya.

"Apaan sih, Mbak. Dulu ya dulu. Manusia itu mengalami peningkatan sosial. Bukan penurunan sosial kayak kamu!" ketus Victory.

"Sayang, ayo kita pulang saja," ajak Han menggenggam lengan Cani.

"Pulang sana! Aku udah eneg ngelihat muka kalian berdua! Bikin noda di pestaku aja!" usir Victory.

Dengan sedikit rasa kekesalan, Cani berlalu meninggalkan tempat pesta pernikahan.

Mereka berdua pulang, dengan mengendarai motor butut milik Han.

Selama perjalan menuju rumah. Cani tak bisa berhenti menggerutu. Tubuh Cani yang kecil dan pendek, berusaha mensejajarkan diri dengan tubuh besar sang suami.

"Mereka tuh apa-apaan sih? Jadi kayak gitu! Songong amat!" gerundel Cani mengerucutkan bibir.

Han tersenyum tipis, lalu berkata, "Keluargamu pasti kesal. Karena kamu menikah denganku yang bukan orang kaya ini."

Melihat suaminya merendahkan diri, hati Cani terasa sesak. Ia tak suka melihat suaminya seperti itu.

"Mereka aneh. Seharusnya mereka tidak boleh seperti itu. Toh, mereka juga bukan orang kaya. Ibuku terlalu sombong, setelah punya menantu kaya raya," terang Cani, suaranya terdengar lirih.

"Yeah, begitulah manusia," timpal Han.

Cani mengangguk pelan. Gelombang kekesalan yang menggelegak di dadanya tiba-tiba surut, tergantikan oleh ketenangan yang hanya suaminya yang bisa berikan.

Tangan Cani semakin erat memeluk perut Han yang berotot.

"Sayang banget sama Mas Han. Aku nggak bakal lepasin Mas Han."

***

Jantung Cani berdebar setiap kali membuka lapaknya. Keripik pisang, sumber penghidupannya. Ia bersyukur masih memiliki tempat kecil itu, tempat ia berjuang untuk bertahan hidup.

Mbak Fatin, kakak perempuan Cani yang jauh lebih tua, berjualan es campur di samping lapak adiknya. Perbedaan usia mereka terlihat jelas.

Cani dan Mbak Fatin berjualan di depan toko bekas milik orang tua mereka. Toko yang sudah tidak beroperasi lagi.

Dan di belakang toko, ada rumah kecil milik keluarga yang ditinggali oleh Cani, dan suaminya.

"Laris ya daganganmu," ucap Mbak Fatin.

"Iya, Mbak. Aku bersyukur banget. Akhir-akhir ini dikasih rezeki melimpah," jawab Cani senang.

Mbak Fatin terlihat tidak senang. Padahal es campur jualannya juga laris manis karena cuaca yang panas. Tapi masih saja merecoki Cani.

"Kamu pakek resep ibu buat bikin keripik pisang?" tanya Mbak Fatin.

Ibu yang dimaksud Mbak Fatin ialah ibu kandung mereka berdua. Ibu yang telah lama meninggal dunia.

"Iya, Mbak. Aku mau nerusin usaha ibu dulu. Resep yang aku pakai juga masih sama," jelas Cani.

Mbak Fatin langsung mengeluarkan ekspresi meremehkan.

"Ya iyalah! Kamu, kan anak kesayangan ibu. Anak yang tiap hari diajak jualan ya kamu. Heran banget! Padahal kamu waktu itu masih kecil." Mbak Fatin nyinyir.

Cani tersenyum tipis. Ia teringat dengan kenangannya bersama sang ibu, sebelum ibunya menghilang selamanya.

"Harusnya kamu berterima kasih sama Bu Helena yang sudah merawatmu. Padahal kamu bukan anak kandungnya. Bukannya jadi pembangkang kayak gini," berondong Mbak Fatin.

Cani menghembuskan napas lelah.

"Kapan sih, Mbak. Aku jadi pembangkang? Aku selalu nurut kok sama Bu Helena," tukas Cani.

"Buktinya, kamu nggak mau menikah sama pria pilihan Bu Helena. Kamu malah menikah sama si Han itu!" cela Mbak Fatin.

"Aku nggak mau menikah sama juragan buah. Orangnya suka main cewek. Terus mesum juga. Masak baru kenal sudah berani colek-colek. Aku yo takut," ungkap Cani.

Cani bergidik ngeri mengingat pengalaman tak mengenakkan yang pernah dia alami saat Bu Helena selalu menjodoh-jodohkannya dengan 'pria pilihan Bu Helena'.

Kalau dipikir-pikir kembali, Bu Helena selalu memperkenalkan Cani kepada pria yang tidak beres. Entah itu terlalu tua, atau lelaki mata keranjang. Mereka memang kaya, tapi seperti tidak layak untuk dijadikan imam.

"Yang penting kaya! Punya banyak duit. Biar kamu bisa hidup enak! Bukan malah nikah sama cowok kere yang nggak punya apa-apa." Mbak Fatin mencaci maki Cani.

Cani menatap datar kakaknya yang kini sikapnya sebelas dua belas persis dengan Bu Helena.

"Lah, Mbak sendiri menikah sama tukang parkir," batin Cani.

Ingin rasanya Cani membalas, mengomentari kehidupan Mbak Fatin yang juga serba kekurangan.

Mbak Fatin jelas ada dipihak Victory. Karena sekarang, Victory lah yang memiliki kuasa.

"Ngomong-ngomong, rumah yang kamu tinggali itu masih rumah keluarga. Kapan kamu bakal bayar ke saudara-saudaramu? Atau Mau diusir kah?"

Cani terkejut. Tiba-tiba Mbak Fatin menyinggung mengenai satu-satunya peninggalan ayah mereka.

Saat Cani hendak membalas ucapan Mbak Fatin, ada seseorang yang datang untuk membeli keripik pisang.

Tatapan tidak suka terpampang jelas di wajah kusut Mbak Fatin. Apalagi setelah tahu jika dagangan Cani diborong oleh ibu-ibu itu.

"Terima kasih, Bu."

Setelah menanggapi ucapan Cani dengan anggukan. Si Pembeli berlalu pergi.

"Syukurlah ... Stok hari ini habis," ucap Cani penuh kelegaan.

"Halah! Baru habis sekali aja, bangga. Itu sombong namanya," cibir Mbak Fatin.

"Sombong dari mana sih, Mbak?" Cani menggelengkan kepala, heran dengan kakaknya.

"Kamu harus nyiapin uang secepatannya. Kalau enggak, siap-siap aja hengkang dari rumah ini. Soalnya, suami Victory bakal beli tanah beserta bangunan peninggalan bapak," jelas Mbak Fatin memperingati.

Cani dibuat tercengang.

"Rumah keluarga harus dibagi ke seluruh ahli waris," kata Mbak Fatin.

"Loh?"

"Kalau kamu masih pengen tinggal di rumah keprabon. Kamu harus membeli bagian-bagian dari saudaramu. Ngerti 'kan? Masak nggak ngerti?"

Dalam istilah jawa, rumah keprabon berarti rumah warisan turun-temurun. Untuk memiliki rumah keprabon, salah satu ahli waris harus memberi uang kepada ahli waris lain, sesuai dengan kesepakatan bersama. Hal ini biasanya terjadi karena orang tua ahli waris meninggal sebelum sempat membuat surat warisan.

Cani terdiam sambil merenungi penjelasan Mbak Fatin.

"Mangkanya, disuruh nikah sama orang kaya, malah milih nikah sama cowok miskin. Gitu lah, akibatnya," imbuh Mbak Fatin.

"Ayah baru meninggal satu bulan lalu. Kok tega kalian ungkit warisan? Mbak Fatin butuh uang banget ta?"

Cani sedikit menyesal telah mengeluarkan pertanyaan yang mungkin menyakiti hati Mbak Fatin.

"Oh ... Kamu nggak butuh uang ta? Mau terbelenggu dalam kemiskinan terus? Iya!" cecar Mbak Fatin.

"Bukan begitu, Mbak. Aduh ... Maaf. Aku nggak maksud nyinggung. Sudahlah, Mbak. Jangan dibahas lagi. Puyeng kepalaku." Cani pusing sendiri.

Cani membereskan mejanya, bersiap untuk tutup.

"Padahal masih punya stok di dalam rumah. Belum waktunya tutup kok tutup?" sindir Mbak Fatin.

Cani memilih untuk tidak merespon. Ia memilih fokus membersihkan tempatnya.

Tak berselang lama, Han datang, pria itu memarkirkan motor bututnya, lalu menghampiri Cani.

"Tumben, Mas sudah pulang? Masih jam tiga sore, loh." Cani menyambut kedatangan Han dengan segera mencium punggung tangan sang suami.

"Suami nggak guna aja dilayani segala," hina Mbak Fatin.

"Mbak Fatin, mau aku bantuin beres-beres? Kayaknya, dagangan Mbak sudah habis," tawar Han.

Han tetap membalas kakak iparnya dengan tindakan baik. Cani sudah mengajarinya akan hal itu.

"Apanya yang habis? Sok tahu!" tolak Mbak Fatin.

"Aku pikir sudah habis," ucap Han seraya melempar senyuman tipis.

"Kamu mengejekku?" sungut Mbak Fatin.

"Mas Han, kok sudah pulang? Bukannya hari ini pulang jam delapan malam?" Cani kembali mempertanyakan pertanyaannya yang tidak terjawab sebelumnya.

"Dipecat kali," sahut Mbak Fatin.

"Mas Han dipecat?"

Bersambung...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 03. Niat Busuk Victory dan Bu Helena

    Dengan santai Han menjawab, “Aku tidak dipecat, Sayang. Hari ini atasan di pabrik datang. Sehingga karyawan tidak diperkenankan untuk lembur. Mangkanya aku bisa pulang lebih awal.” Cani menghela napas panjang, rasa lega membanjiri hatinya. Suaminya ternyata tidak dipecat. "Oh ... Kirain dipecat,” sahut Mbak Fatin. “Tapi, kalau enggak lembur bayarannya makin dikit. Mana ada duit buat beli rumah keprabon,” lanjutnya mencibir. “Membeli rumah Keprabon?” tanya Han mengernyitkan dahi. Cani enggan berdebat, dengan lembut meminta Han masuk rumah. Tanpa membantah, Han menurutinya. “Kita bisa bicarakan ini nanti, Mbak. Lagi pula, Mas Han nggak ada hubungannya dengan warisan keluarga kita. Aku harap, Mbak Fatin tidak menyudutkan Mas Han,” tegas Cani. Dengan langkah cepat, Cani bergegas menuju rumah, ia tak mau berlama-lama menunggu tanggapan kakaknya. Begitu masuk ke dalam rumah, Cani sudah disambut oleh Han yang ternyata menunggunya. “Maksud dari mbakmu apa, Sayang?” tanya Han bersuara l

    Huling Na-update : 2024-07-10
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 04. Mengukur Ulang Tanah Warisan

    Perdebatan sengit tak terhindarkan. Saudara Cani yang lain mulai ikut menyudutkan Cani. Menyalahkan Cani, dan menuduh Cani serakah. "Rumah keprabon harus dibagi!" bentak Mbak Fatin. “Sebelum ayah meninggal. Ayah sudah membagi tanah kosong samping rumah. Sedangkan rumah ini adalah hakku. Ayah sendiri yang mengatakannya,” tegas Cani. “Mana buktinya kalau ayah kasih rumah ini sama kamu? Jangan asal ngoceh kamu!” tuntut Mbak Fatin. Cani menatap kakak pertamanya, dan Bu Helena yang menjadi saksi waktu itu. Cani meminta dua orang itu mengungkapkan kebenaran. Namun, keduanya mengelak pernyataan Cani. Bu Helena malah menuduh jika Cani suka ngarang. “Kok tega kalian bohong?” Cani putus asa. Cani mencegah Han yang ingin membantu dirinya berbicara. Cani tidak ingin Han diserang oleh saudara-saudaranya yang beringas. Alhasil, Han pun tak bisa mengeluarkan pendapatnya. Padahal Han sudah geregetan. “Kamu yang bohong! Mana ada ayahmu ngasih rumah keluarga kepadamu! Dasar halu!” cela Bu Helena

    Huling Na-update : 2024-07-10
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 05. Rumah Keprabon Menjadi Milik Cani

    Dengan senyuman tipis, Han menjawab, “Uang ini milikku, Sayang.” Sontak Cani terkejut sekaligus tak percaya. Masa iya, suaminya memiliki uang sebanyak ini? Dari mana coba? “Mas Han jangan bohong ... Sekarang, Mas jawab jujur, dapat uang ini dari mana?” tanya Cani sedikit mendesak Han agar segera menjawab dengan benar. Han menatap Cani intens. Sebelum menjawab, Han sempat menghela napas terlebih dahulu. “Jangan mikir aneh-aneh. Uang ini dari hasil penjualan tanah,” terang Han. “Apa? Tanah yang di mana? Kamu menjual tanah siapa?” cecar Cani gelisah. Han menggelengkan kepala pelan. Tangannya meremat pundak Cani, meminta Cani untuk tetap tenang. Han dengan santai memberi tahu Cani, jika uang yang ia bawa, ia dapatkan dari penjualan tanah peninggalan neneknya yang telah diwariskan kepadanya. “Tanah peninggalan nenek? Kok, Mas nggak pernah kasih tahu aku sebelumnya? Mas mau main rahasia nih sama aku?” sungut Cani sedikit kesal dan merajuk. Han segera meminta maaf pada Cani, dan menj

    Huling Na-update : 2024-07-10
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 06. Mbak Fatin Diusir

    “Ngomong apa kamu, Han ... Han ....” ejek Indra. “Emang siapa, saksi yang mengeluarkan kesaksian palsu? Ada-ada saja. Dasar orang miskin,” hinanya terkekeh dengan tingkah norak Han. “Biasa ... Baru punya uang tiga ratus juta. Mangkanya sok sekali,” sahut Bu Helena. Han hanya menanggapi ocehan mereka dengan senyuman tipis. "Fiuh ... Akhirnya semua sudah beres. Sekarang, tanah beserta rumah ini telah resmi menjadi milikku,” ujar Cani bernapas lega. Victory langsung menatap sinis kakaknya. Ia terlihat tak senang dengan kehabagiaan Cani. "Aku pengen tanya sama kamu, Mas Han.” Victory beralih memandang Han. “Mau tanya apa? Silakan,” balas Han. “Kamu masih punya tabungan lain, kah? Laku berapa tanah milik nenekmu?” tanya Victory sambil mengangkat dagu, menunjukkan keangkuhannya. Victory pasti sangat penasaran akan hal itu, sampai-sampai dia tak mampu menahan diri untuk tidak bertanya. “Aku sudah tidak punya tabungan. Hasil dari jual tanah, sudah aku gunakan untuk membayar kalian,”

    Huling Na-update : 2024-07-11
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 07. Mbak Fatin Boleh Jualan Lagi

    “Jangan ngomong gitu, Mbak. Nggak baik,” tegur Cani. Mbak Fatin melihat meja dagangan Cani yang kosong. “Keripikmu terjual habis lagi?” tanya Mbak Fatin. Cani mengangguk kemudian menjawab, “Iya, Mbak. Tadi ada yang borong.” Mbak Fatin berdecap tidak suka. Ia menyuruh Cani untuk melanjutkan kegiatan berberes, karena Mbak Fatin enggan berlama-lama melihat sang adik. “Aku boleh bantuin kamu, Mbak?” tawar Cani berniat untuk membantu kakaknya membereskan barang. “Heh! Nggak usah nyentuh barangku!” bentak Mbak Fatin. “Sana kamu masuk ke rumahmu! Kamu sudah selesai beresin barangmu sendiri ‘kan!” tekannya. Cani terkejut. Pasalnya, ini pertama kalinya bagi Cani mendengar bentakan Mbak Fatin. “Mbak Fatin kasar sekali?” protes Cani. “Aku kasar juga semua gara-gara kamu! Coba kalau kamu mau menjual rumah ini ke suami Victory. Aku nggak mungkin tertekan seperti ini!” cerocos Mbak Fatin. “Loh? Kok nyalahin aku? Aku hanya menjalaninya sesuai dengan yang seharusnya,” timpal Cani tidak mau d

    Huling Na-update : 2024-07-12
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 08. Dagangan Cani Ditutup Sosok Hitam Besar

    Mbak Fatin menoleh ke arah Cani yang bersuara lantang. “Ya lumayan. Baru dapat dua ratus ribu doang,” jawab Mbak Fatin enteng. “Mbak Fatin mau makan siang? Kalau mau aku ambilkan.” Cani menawari Mbak Fatin. “Ogah! Palingan juga makanan nggak enak! Aku alergi makan makanan orang susah,” tolak Mbak Fatin congkak. Tingkah tidak tahu diri yang selalu ditampilkan Mbak Fatin, sukses membuat Han tergelitik. Namun Han terus berusaha menahan diri agar tidak tertawa. “Ya sudah, kalau Mbak Fatin nggak mau makan. Aku makan siang dulu. Tolong jagain warungku sebentar,” pesan Cani. “Ngapain aku jagain warungmu? Kalau mau makan, ya sudah makan saja! Lagian, nggak bakal ada yang beli daganganmu. Keripik pisangmu apek!” cakap Mbak Fatin asal. "Sebentar saja, Mbak." “Memangnya kamu siapa? Nyuruh aku jagain daganganmu? Bikin kesal saja,” gerutu Mbak Fatin tidak senang. Cani memilih untuk tak menghiraukan Mbak Fatin. Ia ingin makan bersama suami dan para tukang di ruang tamu rumah. Kedatangan Can

    Huling Na-update : 2024-07-12
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 09. Melabrak Mbak Fatin Yang Main Halus

    Sampainya di depan rumah. Cani turun dari atas motor. Tubuhnya berbalik menghadap Han yang masih di atas motor. “Tapi, kali ini aku nggak mau diam saja. Kayaknya mereka memang sengaja ingin membangunkan singa yang tertidur,” ujar Cani. Han tertawa mendengar ucapan Cani. Wajah Cani tak ada gahar-gaharnya. Justru terlihat makin imut di mata Han. “Singa? Daripada singa. Kamu lebih terlihat seperti kucing, Sayang,” kelakar Han. “Ih ... Aku singa! Bukan kucing!” sanggah Cani mengerucutkan bibir. Senyum Han makin lebar. Istrinya sangat menggemaskan. Cani yang merajuk, berjalan memasuki rumah dengan hentakan kaki. Bukannya takut istrinya marah, Han justru terus menggoda Cani. “Pelan-pelan jalannya. Awas nanti jatuh,” kata Han melihat istrinya seperti anak kecil. Setelah mengunci pintu rumah, Han menghampiri istrinya yang kini duduk santai di atas ranjang. “Jadi, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Han. Cani menengok ke samping, matanya menatap Han dengan intens. “Lihat saja besok,

    Huling Na-update : 2024-07-13
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 10. Mbak Fatin Menyambut Karma

    “Huh? Apa, Mas? Coba ulang, barusan ngomong apa? Tadi ada truk lewat. Jadi suara Mas Han tidak kedengeran!” Han tersenyum tipis. Dia menggelengkan kepala. “Lupakan saja, Sayang. Aku juga sudah lupa,” kata Han. “Iiihhh ... Apa sih? Baru juga bentar! Sudah lupa saja,” gerundel Cani. Cani tak mau ambil pusing. Dia lebih memilih untuk mengakhiri obrolan. Dan menyandarkan kepala pada punggung suaminya. *** Keesokan hari. Cani meminta sang suami untuk membereskan barang milik Mbak Fatin yang masih ada di depan rumahnya, seperti kursi dan meja kayu. Han menyewa sebuah tosa untuk mengembalikan barang tersebut. Setelah Han kembali dari mengantar barang Mbak Fatin. Mereka mulai membersihkan toko. Cani berniat menggunakan toko tersebut untuk berjualan. Daripada dianggurin. "Kenapa toko ini lama dibiarkan tak terpakai?” tanya Han masih penasaran. Sebenarnya, pertanyaan seperti itu pernah Han pertanyakan pada Cani. Namun, waktu itu Cani enggan menjawab. “Ibu tiriku tidak memperbolehkan t

    Huling Na-update : 2024-07-13

Pinakabagong kabanata

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 161. Awal Dari Kehidupan Baru

    Setelah menghancurkan tablet tersebut hingga tak berbentuk, tiba-tiba layar televisi di sampingnya menyala sendiri, menampilkan adegan di mana Hime mengakui segala kebohongannya mengenai kemandulan Han. Seketika tubuh Hime melorot dan terjatuh di atas lantai.Perhatian Hime kembali fokus pada layar televisi ketika sosok Han tampil di sana. Han menyatakan jika kini ia sudah tidak peduli kepada Hime. Han juga telah mengeluarkan Hime dari Black Ice. Han mencabut segala fasilitas yang ia berikan pada Hime.Di akhir ocehan Han, pria itu tersenyum dan berterima kasih pada Hime. Namun Han berjanji akan menjaga keselamatan Hime.“Sialan! Beraninya kamu membuangku setelah semua yang aku lakukan untukmu!” geram Hime melempar piring berisi makanan ke layar telivi yang masih menyala.Hime berteriak seperti orang kehilangan akal. Semua rencanya berantakan, dan sekarang justru rencana itu berbalik menusuknya. Dia sama sekali tak menyangka jika Han aka

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 160. Penjebakan Kejam

    Setelah makan malam romantis, Han mengajak Hime ke sebuah hotel bintang lima yang sangat terkenal di kota. Keduanya menikmati suasana nyaman yang tersaji dari balkon kamar, dengan Han yang memeluk Hime dari belakang.“Han ... Apa kamu benar-benar menyukaiku?” tanya Hime mamastikan.“Tak hanya menyukaimu, aku juga mencintaimu,” jawab Han cepat.Hime tertawa kecil. “Tapi ... Kita tidak bisa bersama.”“Kenapa?” Han membalik tubuh Hime agar menghadap dirinya.“Karena ada Cani,” bisik Hime menenggerkan kedua lengannya pada pundak lebar Han.Han tertawa renyah, ia berkata, “Itu bisa diatur.”“Jadi, kamu akan menceraikan wanita kampung itu?”Han tidak menjawab, ia justru menggendong Hime, dan membawa tubuh sexy Hime menuju ranjang. Han melempar tubuh Hime di atas kasur, lalu menindihnya.“Han? Kamu serius?” Hime melototkan kedua matanya. Apalagi saat Han merobek gaun indah yang dikenakan Hime.“Hime, apa kamu tahu? Cani sedang hami sekarang,” ucap Han bernada rendah.Sontak Hime terkejut, na

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 159. Rencana Han

    Jika memang benar Cani hamil sebelum diculik oleh Rio, maka bayi yang dikandung Cani merupakan darah daging Han. Demi membuktikan, dan meluruskan segalanya, hari ini juga Han mengunjungi klinik dokter kenalan Hime yang menyatakan bahwa ia mandul.Begitu sampai di klinik, Han langsung mengobrak-abrik tempat praktik dokter tersebut. bahkan Han juga menyandera para asisten dokter guna makin memberi tekanan.Han memaksa Dokter untuk mengatakan yang sebenarnya, jika tidak, Han akan melubangi kepala Dokter dengan peluru. Tak hanya itu, Han juga mengancam akan membuat kematian Dokter terasa sangat menyakitkan. Dalam kata lain, Han tak ‘kan begitu saja melenyapkan nyawa Sang Dokter.Dengan ekspresi penuh ketakutan, Dokter akhirnya mengaku jika ia dibayar Hime untuk membohongi Han mengenai kesuburan. Darah Han seketika mendidih ketika Dokter mengungkapkan segalanya.Han yang berada dalam kendali amarah, langsung memasukkan ujung pistol ke dalam mulut Dokter, dan melepas peluru yang membuat kep

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 158. Kebenaran Mulai Terbuka

    Hime tersenyum tipis. “Yang memintaku tinggal di sini adalah Han. Tapi, jika Kepala Keluarga Ditmer mengusirku, aku akan hengkang.”Albert mencengkeram pergelangan tangan Hime ketika wanita itu hendak beranjak meninggalkannya. Ia sangat ingin membahas mengenai dokter perkebunan yang meninggal mengenaskan, namun Albert menundanya. Entah mengapa, perasaannya tidak enak.“Kembalilah mengurus Kartel, aku membutuhkan bantuanmu,” pinta Albert.Hime melipat kedua tangan pada dada. Ia menghela napas sebelum berkata, “Kamu masih membutuhkan bantuanku untuk mengurus Kartel? Bukankah aku di sini untuk membantu Cani?” Hime mengernyitkan dahi.“Sudah banyak pelayan yang membantu Cani,” sahut Albert. “Biarkan Cani mengurus segala urusan di rumah ini sendirian,” tandasnya menatap lurus Hime.Dengan amat sangat terpaksa, Hime menyetujui permintaan Albert.“Aku menurutimu karenam neghomatimu sebagai Pemimpin Black Ice,” pungkas Hime berlalu meninggalkan Albert yang terdiam.Dari sekian banyak pria di

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 157. Tak Goyah Sedikitpun

    Beberapa hari berlalu, Han melangkah pelan ke sisi ranjang, tangannya terulur untuk meraih tangan Cani yang dingin. Han tahu istrinya masih bersedih, masih terombang-ambing dalam kenyataan pahit tentang siapa ayah dari bayi di perutnya.Tanpa berkata apa pun, Han menggenggam tangan Cani, memberikan ketenangan yang hanya bisa diberikan oleh sentuhan lembut seorang suami.Cani terisak, sesekali mengusap perutnya yang masih tampak rata. Kehamilannya, seharusnya menjadi kabar gembira, namun malah membuatnya hancur."Sayang ...." bisik Han lembut. "Percayalah, aku tak peduli siapa ayah bayi kita. Yang penting, bayi ini akan tumbuh dalam keluarga kita, dengan cinta dan kasih sayang kita berdua. Aku akan menjadi ayahnya, aku akan bertanggung jawab sepenuhnya."Air mata Cani kembali menetes, kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan haru. Han bersungguh-sungguh, Cani dapat melihatnya dari sorot mata Han yang penuh kasih sayang."Kenapa? Aku telah mengkhianatimu, Mas," lirih Cani mengalihka

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 156. Kenyataan Pahit Dari Hime

    Senja menyelimuti kediaman keluarga Albert. Di ruang kerjanya yang luas, Albert, kepala keluarga yang disegani, duduk termenung dengan ditemani secangkir kopi yang masih hangat di tangannya. Pikiran Albert dipenuhi oleh cerita Eila, pelayan pribadi sekaligus sahabat Nyonya Ditmer, tentang kecurigaan Eila terhadap sikap aneh Hime.Setelah beberapa saat berpikir, Albert mengambil keputusan. Ia bangkit dari kursinya, wajahnya dipenuhi dengan keraguan. Ia memanggil anak buahnya yang berada tak jauh darinya. "Ya, Tuan?"“Aku perlu kau melakukan sesuatu. Awasi Hime. Laporkan setiap gerak-geriknya kepadaku. Lakukan dengan hati-hati, jangan sampai ia menyadari hal ini.” Suara Albert terdengar tegas. Pria tinggi tegap itu mengangguk hormat, menerima perintah tanpa bantahan.***Di sisi lain, angin yang berhembus sepoi-sepoi, membawa aroma tanah basah dan sedikit bau anyir dari kandang buaya raksasa.Hime memandang Han yang berdiri sambil memperhatikan buaya peliharaannya, beberapa ekor buay

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 155. Kehamilan Yang Disembunyikan

    Cani terbangun dengan kepala yang terasa pusing. Cahaya redup menyinari wajahnya. Bau disinfektan klinik memenuhi hidungnya. Ia mengerjapkan mata, pandangannya masih kabur. Sebuah tangan hangat menggenggam tangan Cani. Ia menoleh dan melihat Hime duduk di sampingnya, wajah Hime tampak lelah namun dihiasi senyum lembut.“Cani ... Kamu sudah sadar,” bisik Hime, suaranya lembut seperti sutra.Cani mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mengingat kejadian sebelum ia pingsan. Kenangan samar-samar berkelebat, perkebunan yang luas, aroma tanah basah, lalu gelap.“Mbak Hime ... Aku dimana? Apa yang terjadi?” tanya Cani, suaranya masih lemah.“Kamu pingsan di perkebunan,” jawab Hime, “Untungnya, tidak terjadi apa-apa yang serius.”Hime meraih tangan Cani, matanya berkaca-kaca. Ia memiliki raut wajah yang serius."Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu, Cani,” lirih Hime, suaranya sedikit gemetar. Ia menggenggam tangan Cani lebih erat. “Dokter sudah memeriksakanmu tadi ....” Ia berhenti s

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 154. Kehamilan Cani

    Semakin Hime mendekati Han, semakin Hime tahu bahwa yang ada di otak dan pikiran Han hanyalah Cani seorang. Hime seperti tidak ada celah untuk merebut hati Han. "Jika aku tidak bisa merebut Han, maka akan aku buat hubungan mereka berdua berantakan." Janji telah meluncur dari bibir Hime. Membangkitkan gairah amarah pada diri Hime. Seiring berjalannya waktu, Hime berhasil mengambil hati Cani, dan menjadikannya sebagai orang paling dipercaya Cani, menggeser posisi Eila. Hime juga memutuskan untuk membantu Cani mengurus segala keperluan dan masalah di kediaman Keluarga Ditmer. Hal tersebut membuat Hime mengetahui seluk beluk kegiatan di rumah. Termasuk sektor perkebunan yang nilainya fantastis. Hime begitu takjub, selama ini ia hanya membantu pekerjaan Han tanpa mengetahui kegiatan sesungguhnya di rumah Keluarga Ditmer. "Hasil perkebunan langsung dijual ke pemerintah?" tanya Hime pada Cani. Cani yang sedang membawa catatan menoleh ke arah Hime. "Iya, Mbak. Katanya untuk membantu ra

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 153. Usaha Hime

    Rio menatap tajam Xander yang sudah ketakutan melihat Rio mengayunkan katana. "Tuan Rio! Tolong ampuni saya!" mohon Xander bersujud di kaki Rio. Rio mendesis, "Orang sepertomu, yang mengkhianati kartelmu."Xander mendongak guna melihat wajah Rio. "Terlebih kelakuanmu, yang membuat Kania bersedih, tak akan pernah termaafkan!" tandas Rio penuh penekanan di nada bicaranya. Ketika Rio hendak menebas leher Xander, kedatangan Mizu membuatnya berhenti. Mizu meminta agar Xander tak dilenyapkan, sebab, Xander masih bisa digunakan untuk kepentingan Kartel. Karena Rio sangat percaya pada Mizu, dan mempertimbangkan perkataan Mizu, akhirnya Rio lebih memilih menurut pada Mizu. Ia menyerahkan Xander pada Mizu.Rio juga menegaskan jika Xander melakukan hal-hal yang berhubungan dengan Cani, maka Mizu harus menyerahkan nyawa Xander padanya. "Baik, Tuan. Aku pastikan, Xander berada di bawah kendaliku," tegas Mizu mantap. Rio menyembunyikan katanya, lalu bergegas keluar dari ruang bawah tanah, m

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status