Beranda / Pernikahan / Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya / Bab. 01. Bawa Gembel Ke Pesta? Jangan Asal Bicara!

Share

Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya
Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya
Penulis: Kurnia

Bab. 01. Bawa Gembel Ke Pesta? Jangan Asal Bicara!

"Lihat! Siapa yang datang?" seru Bu Helena.

Cani dan suaminya berjalan mendekati Bu Helena. Seperti biasa, Cani langsung mencium punggung tangan sang ibu.

Namun, ketika suami Cani ingin menyentuh jari Bu Helena. Wanita itu langsung menarik tangannya, sambil melempar tatapan jijik ke arah sang menantu.

"Aduh! Ngapain sih, Mbak! Kamu pakek datang segala? 'Kan sudah kubilang, enggak usah datang! Sebenarnya kamu baca pesan grup WA atau enggak sih?" cerocos Victory.

Bu Helena merupakan ibu tiri Cani. Sedangkan Victory adalah adik kandung tunggal bapak. Maksudnya, Victory dan Cani beda ibu. Namun satu bapak. Bu Helena menikah dengan ayah Cani, lalu melahirkan Victory.

"Ya … Nggak masalah dong, kalau aku hadir. Aku pengen lihat adikku menikah," terang Cani tetap tersenyum.

Victory berdecap. Dia mengalihkan pandangannya kepada Han, suami Cani.

"Lagian ngapain, Mbak ke sini bawa gembel? Bikin malu saja," ucap Victory sambil menatap rendah Han.

Meskipun Cani sudah tahu julukan itu untuk suaminya. Tapi dia tetap bertanya, "Siapa yang bawa gembel?"

"Kamu bawa gembel! Suamimu itu gembel. Pengacara, pengangguran banyak acara," hina Victory.

"Berapa kali harus aku katakan? Suamiku bukan pengangguran. Dia bekerja. Jadi, jangan memanggilnya begitu." Dengan sabar Cani memberi pengertian.

Namun Victory tetap saja tidak suka dengan kakak iparnya yang miskin.

"Kamu pasti iri, melihat pernikahan adikmu yang mewah. Sedangkan kamu hanya menikah di KUA tanpa menggelar pesta resepsi." Salah satu kakak Cani ikut berkomentar.

"Aku sama sekali enggak iri. Waktu itu Bapak lagi sakit, dan gak punya biaya buat gelar pesta pernikahanku," jelas Cani.

"Halah! Alasan! Mangkanya, kalau dibilangin itu nurut. Coba kamu mau menikah sama lelaki pilihan ibu. Pasti nasibmu gak bakal gini, Mbak," timpal Victory.

"Adikmu benar. Tapi sayangnya, kamu lebih milih menikah sama pemuda miskin, tidak berguna. Ketimbang sama juragan buah," sambung Bu Helena.

"Aku percaya sama Bapak. Mangkanya aku enggak ragu menikahi Mas Han," tandas Cani.

"Batu banget kalau dibilangin. Padahal bukti nyata itu ada. Lihat hidupmu. Engak kaya-kaya 'kan? Buat makan aja susah," cibir Bu Helena.

“Sabar, Sayang,” bisik Han tepat di telinga Cani.

Han sesekali mengelus punggung tangan Cani. Seolah meminta Cani untuk tetap sabar, dengan segala hinaan dari keluarga besar Cani yang ditujukan kepada Han.

"Gimana kalau kamu bercerai saja?" cetus Bu Helena.

Cani menghembuskan napas. Kalimat itu lagi yang keluar dari bibir Bu Helena.

Ibu tirinya benar-benar tidak berkenan untuk menjaga perasaan Han.

"Maaf ya, Ibu. Aku nggak bisa bercerai. Aku sayang banget sama Mas Han," tutur Cani berusaha membela sang suami.

"Idih, mau muntah," ucap Victory memandang jijik kemesraan Han, dan Cani.

"Cari suami itu kayak aku, Mbak. Seorang pengusaha kelapa sawit yang sukses," ujar Victory membanggakan suaminya.

"Iya, percaya. Tapi 'kan suamimu tua," celetuk Cani.

Jelas Victory tidak terima suaminya dibilang tua.

"Heh! Suamiku itu masih berusia tiga puluh tahun! Dari mananya tua?" bentak Victory.

"Dibandingkan denganmu yang masih berusia sembilan belas tahun." Cani tak mau kalah.

Karena Victory kesal. Wanita itu meminta ibunya untuk mengusir sang kakak.

"Aku baru sampai kok disuruh pulang?" Cani enggan untuk pergi.

"Mending kamu minggat. Daripada bikin onar," usir Bu Helena.

"Aku gak bikin onar. Aku datang baik-baik," kata Cani.

"Ada apa sih? Kok kalian berisik banget? Sampai kedengeran dari jauh."

Seseorang yang datang bernama Indra. Pria yang baru sah jadi suami Victory. Pria yang katanya hidup bergelimang harta sejak lahir.

"Aduh, malu. Ini loh, Mas. Mbak Cani datang bersama suaminya yang kere," terang Victory pada Indra.

"Oh ... Pantesan bikin heboh. Saudaramu norak semua ya, Dek?" cibir Indra.

"Sifat dan sikap mereka berdua tak jauh beda. Pantas saja berjodoh," batin Cani menggerutu.

Indra beralih pada Han. Mereka pernah bertemu sebelumnya. Dan pandangan Indra terhadap Han tetap sama. Merendahkan.

"Datang ke acara mewah kayak gini. Tapi penampilanmu busuk banget, Han. Mikir lah pakek otak kecilmu." Indra mencela Han.

"Katanya berkelas. Tapi omongannya kayak gak pernah sekolah," batin Cani kesal.

Berbeda dengan Cani yang geregetan pengen nampol wajah tua Indra. Han justru bersikap santai. Orang seperti Indra memang senang jika lawannya melawan.

"Yang aku pakai hari ini adalah baju terbaik yang aku miliki. Maaf jika tidak sesuai keinginanmu." Untuk pertama kalinya Han membalas perkataan seseorang di pesta ini.

"Sikapmu kayak orang berpendidikan. Padahal cuma tamatan SMP." Bu Helena berkomentar.

"Biasanya orang seperti itu, suka berlagak layaknya old money," timpal Indra.

"Kalau dilihat-lihat, Mas Han emang sok cool selama ini. Padahal enggak punya duit," ledek Victory.

Cani bermuka kecut saat saudara-saudaranya menanggapi ocehan Victory dengan suara tawa.

"Han, kamu sekarang bekerja di mana?" Pertanyaan Indra pada Han menghentikan tawa mereka.

"Masih di tempat yang sama. Menjadi satpam di pabrik sepatu," jawab Han tenang.

"Bukannya satpam gajinya dikit ya? UMR 'kan? Mending kamu kerja jadi buruh di perkebunanku."

Ajakan itu terdengar bagus. Namun, Indra mengucapkannya dengan nada mengejek. Sudah jelas jika Indra tak bersungguh-sungguh. Dan hanya ingin mempermainkan Han.

"Makasih atas tawarannya, wahai adik ipar tajir. Tapi sayang sekali. Kontrak kerja Mas Han masih panjang. Jadi nggak mungkin keluar, terus pindah ke tempat lain," sosor Cani.

Akhirnya atensi Indra teralihkan oleh Cani.

"Mas, dia ini Mbak Cani. Mbakku yang nikah sama cowok homeless," terang Victory.

"Sayang sekali. Padahal Mbakmu ini punya paras yang cantik. Tapi kelihatan jelek. Mungkin karena gak dimodalin sama suaminya," ujar Indra seenaknya.

"Ya gak mungkin dimodalin," sahut Bu Helena membenarkan tuduhan Indra.

"Mbak Cani menyia-nyiakan kecantikannya demi menikahi Mas Han," ledek Victory.

"Nanti aku kenalin temanku yang punya kebun jeruk. Kalau beruntung, Mbakmu bisa jadi istri kedua temanku," tutur Indra.

Lama-kelamaan Cani merasa jengah dengan segala ocehan tidak bermutu keluarganya. Dia yang tidak betah pun memutuskan untuk undur diri.

Sebelum pergi, Cani memberi amplop pada adiknya. Begitu pun dengan Han yang memberi amplop pada Indra.

Akan tetapi, tindakan Indra yang membuang lalu menginjak amplop tersebut membuat hati Cani sakit.

Indra pasti sengaja menghancurkan harga diri Han.

Cani melirik sang suami yang menatap datar kelakuan tak terpuji Indra.

"Loh? Kok diinjak amplopnya, Mas?" tanya Victory pada suaminya.

Cani berhenti berjalan saat mendengar suara Victory yang sepertinya sengaja dibuat lantang.

"Halah, isinya paling cuma uang lima puluh ribu. Uang sekecil itu tidak berarti," jawab Indra.

Cani membalikkan badan. Dia kembali mendekati sang pengantin.

Sekuat tenaga Cani menahan kesedihan yang bercampur dengan amarah.

"Jangan lihat dari nominalnya. Uang lima puluh ribu sangat berarti bagi kami," tegas Cani.

"Mbak Cani bisa ambil kembali. Silahkan. Aku ndak butuh."

Bersambung…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status