Home / Romansa / Suami Kontrak CEO Cantik / Bab 1 : Pertemuan yang Mengejutkan

Share

Suami Kontrak CEO Cantik
Suami Kontrak CEO Cantik
Author: Nanasshi

Bab 1 : Pertemuan yang Mengejutkan

Author: Nanasshi
last update Last Updated: 2025-01-06 20:52:17

Karana Wihardjo duduk di bar dengan pandangan kosong. Gelas gin tonic di tangannya sudah hampir kosong, tetapi ia tidak memperhatikan betapa cepatnya ia meneguk minumannya. Ia merasa dunia berputar di sekelilingnya, tetapi semua itu seperti kabut yang tak bisa ia jernihkan. Keheningan hatinya berbanding terbalik dengan suara riuh yang memenuhi ruang klub malam tempat ia berada. Musik bass yang kuat, lampu neon yang berkedip-kedip, dan orang-orang yang menari dengan penuh semangat seakan hanya membuatnya merasa lebih terasing.

"Karana, kamu baik-baik saja?" suara sahabatnya, Clara, memecah kebisuan itu.

Karana hanya mengangguk lemah tanpa menatapnya. Wajahnya menunjukkan kelelahan, dan matanya terasa berat. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Ayahnya baru saja menelponnya siang tadi, kembali memaksanya untuk menikah cepat, memenuhi ekspektasi keluarga yang sudah terlalu lama ia hindari. Segala tuntutan itu membuatnya terjebak dalam kebingungannya.

"Ayo, Karana. Cobalah bersenang-senang sedikit. Minumlah lebih banyak, lupakan semuanya," Clara menggoda, tetapi Karana hanya diam.

Ia menatap gelas di tangannya, menginginkan pelarian. Tidak ada yang bisa memberi jawaban, kecuali minuman yang menenangkan kegelisahannya—meskipun ia tahu itu bukanlah solusi yang sehat. Tapi ketika tekanan datang begitu berat, siapa yang bisa menolaknya?

Tanpa berpikir panjang, Karana meminum gelasnya sekali lagi, kali ini lebih cepat dari sebelumnya.

Clara yang melihatnya tampak ragu, tetapi akhirnya dia menarik Karana ke lantai dansa. Mereka berjalan menuju area yang lebih ramai, di mana musik semakin keras dan lampu semakin menyilaukan. Namun, Karana hanya merasa semakin terisolasi, merasa seperti orang asing di tengah keramaian. Ia ingin melupakan semuanya, jika hanya untuk satu malam.

Di saat yang sama, di sudut bar, seorang pria menatapnya dengan minat yang tak terungkapkan. Pria itu adalah Hasya Gaharu, seorang magang di perusahaan tempat Karana bekerja. Hasya baru saja selesai dengan tugasnya, dan ketika melihat Karana, ia merasa penasaran. Meskipun tidak pernah berbicara banyak dengan wanita itu, Hasya tahu siapa Karana—CEO yang sangat dihormati, cerdas, dan tegas. Tapi malam ini, ia melihat Karana berbeda. Ia melihat wanita itu duduk sendirian di bar, tampak jauh lebih lelah dan tertekan dari yang biasa ia lihat.

Hasya mendekat, merasa sedikit ragu untuk mengganggu. Namun, saat melihat seorang pria mendekati Karana dan memberikan gelas minuman yang sepertinya tidak biasa, rasa curiga mulai tumbuh di dalam dirinya.

"Hei, kamu baik-baik saja?" tanya Hasya, akhirnya memutuskan untuk mendekati Karana.

Karana menoleh ke arahnya, matanya sudah mulai kabur. Senyumnya yang lemah dan pandangan kosong di matanya membuat Hasya merasa khawatir. Ia bisa melihat bahwa Karana sudah sangat mabuk, tetapi bukan hanya itu—ia juga merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"Apa ini?" tanya Hasya dengan nada tegas kepada pria yang memberikan minuman pada Karana. Laki-laki itu tampak sedikit terkejut, tetapi tidak mengubah sikapnya.

"Dia hanya ingin sedikit bersenang-senang," jawab pria itu dengan senyum licik, seolah tidak ada yang salah. "Kamu tahu, wanita seperti dia membutuhkan pelarian."

Namun, Hasya sudah tidak bisa diam lagi. Sesuatu dalam dirinya memberontak melihat Karana yang terjebak dalam keadaan seperti ini. Tanpa bicara lebih banyak, ia segera meraih pergelangan tangan pria tersebut dan menariknya menjauh dari Karana.

"Jangan sentuh dia," kata Hasya dengan tegas.

Pria itu menatapnya dengan mata penuh amarah, jelas tidak senang dengan intervensi tersebut. "Apa masalahmu? Ini urusan kami!" serunya.

Tapi Hasya sudah tidak peduli. Pria itu berusaha mendorongnya, dan keduanya terlibat dalam sebuah pertengkaran fisik yang cepat. Karana hanya duduk di sana, melihat dengan pandangan kabur, seakan tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya. Hasya berhasil mengalahkan pria itu dengan beberapa pukulan cepat, namun ia tidak membuang waktu untuk lebih lama di situ. Ia langsung menoleh kepada Karana yang tampak semakin terhuyung-huyung.

"Karana, ayo kita pergi dari sini," kata Hasya dengan suara yang lebih lembut.

Namun, Karana tidak bergerak. Matanya terpejam, dan dia tampaknya kesulitan untuk berdiri. Hasya dengan hati-hati membantunya untuk bangkit, mendukung tubuhnya agar tidak jatuh. Keadaan ini membuatnya merasa cemas, namun ia tahu bahwa ia harus segera membawanya ke tempat yang aman.

Mereka berjalan keluar dari klub, menuju mobil Karana yang terparkir di luar. Karana hampir tidak bisa berjalan dengan lurus, dan Hasya terpaksa membimbingnya sepanjang jalan. Setiap langkah yang mereka ambil, Karana semakin terbungkus dalam dunia yang kabur dan aneh. Semua yang ia inginkan hanya satu: melupakan segalanya, setidaknya untuk satu malam.

Setelah beberapa menit, mereka akhirnya sampai di mobil. Hasya membuka pintu penumpang dan membantunya masuk. Setelah memastikan Karana duduk dengan aman, ia bergegas masuk ke sisi pengemudi dan menyalakan mesin mobil.

Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa sangat sunyi. Hasya sesekali melirik ke arah Karana, yang tampak kelelahan dan bingung. Ia tahu wanita itu sedang mengalami tekanan yang luar biasa, meskipun mereka tidak pernah berbicara banyak sebelumnya.

Setibanya di apartemen Karana, Hasya keluar dari mobil dan membantunya keluar. Karana tampak tidak bisa menahan diri lagi, tubuhnya lemas dan goyah. Hasya menuntunnya masuk ke dalam gedung, dan ketika mereka sampai di depan pintu apartemennya, Karana tiba-tiba berhenti dan menatap Hasya dengan mata yang agak kosong.

"Tunggu," katanya, suaranya pelan dan sedikit gemetar.

Hasya berhenti, kebingungan. "Ada apa, Karana? Kamu butuh bantuan?"

Karana menatapnya dengan mata yang mulai menunjukkan keraguan. "Jangan pergi," katanya dengan suara lemah. "Tolong... jangan tinggalkan aku."

Hasya merasa terhimpit oleh kata-kata itu. Ia tahu bahwa Karana sedang berada dalam kondisi yang sangat rentan, dan perasaan kebingungannya semakin kuat. Ia tidak bisa meninggalkan wanita ini begitu saja, terutama setelah apa yang terjadi di klub. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus berhati-hati. Ini bukanlah keadaan yang baik untuk kedua belah pihak.

"Karana, kamu perlu tidur," katanya, berusaha meyakinkan. "Besok kamu akan merasa lebih baik."

Tapi Karana tidak melepaskan pegangan tangannya. "Aku... aku tidak bisa sendirian," katanya lagi, lebih memelas. "Aku... tidak tahu harus bagaimana."

Ada keheningan sesaat di antara mereka. Hasya bisa merasakan perasaan yang sangat dalam mengalir di dalam dirinya—perasaan ingin melindungi, namun juga kebingungannya tentang perasaan Karana. Karana bukan hanya wanita yang ia kenal sebagai atasan di kantor. Malam ini, ia melihat sisi lain dari dirinya—seorang wanita yang sangat rapuh, yang terperangkap dalam tekanan yang tak bisa ia lawan.

Dengan perlahan, Hasya merunduk, menatap mata Karana yang tampak begitu kosong dan penuh ketakutan. Ia tahu saat itu, ia harus memberi sedikit ketenangan, sedikit kenyamanan.

"Tetaplah di sini, malam ini," bisik Karana seraya meraih bibir Hasya cepat.

Hasya jelas terkejut buakn main. Ia tidak boleh hilang akal dan menyambut ciuman sang atasan. Bagaimana kalau keesokan harinya, Karana justru lupa dan bahkan menuduhnya melakukan pelecehan?

Bukankah karirnya akan tamat?

Hasya berusaha menghentikan ciuman Karana, namun perempuan itu, sepertinya sedang benar-benar tidak sadar. Ia nampak berbeda sekali dengan Karana si CEO super perfeksionis yang Hasya lihat di kantor.

Ciuman Karana semakin gila. Ia menarik tubuh Hasya hingga jatuh di tubuhnya yang terbaring di sofa. Meski begitu, ia bahkan tidak repot-repot melepaskan ciumannya.

"Kara ... stop, ini nggak benar," bisik Hasya sesaat setelah perempuan itu melepaskan pagutannya. "Aku nggak boleh bersikap kurang ajar beg-"

Siapa bilang Kara ingin mendengar ocehan Hasya saat ini?

Ia hanya ingin mengecup, dikecup, memagut dan dipagut. Sesuatu dalam dirinya terasa terbakar dan menimbulkan gelenyar aneh. Oleh karena itu, ocehan menjadi tidak penting. Perempuan itu ingin disentuh detik ini juga.

Sial!

Hasya hanya laki-laki biasa. Pertahanannya bisa lemah juga bila terus-terusan diserang semacam ini. Apalagi saat ini, dua kencing kemeja perempuan itu terbuka. Menampilkan bra berenda berwarna hitam yang nampak kontras dengan kulit putih milik Kara. Dan sesuatu yang nampak menyembul; mengintip di balik sana. Membuat dada Hasya berdesir, godaan perihal menyentuh 'benda' itu hilir mudik di kepalanya.

"Kara, please ... stop."

"Aku butuh kamu, saat ini." Kara berbicara dengan napas terengah. Lipstik merah yang selalu dipolesnya nampak berantakan. Habis tergerus oleh ciumannya bersama Hasya.

"Aku mohon," pinta Kara dengan mata memelas, pipi merona dan dada yang terengah-engah karena gelora yang membuncah.

^^^^

Related chapters

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

    Kara Wihardjo terbangun pagi itu dengan kepala yang berat. Matanya terpejam, mencoba untuk mengabaikan rasa pening yang menggelayuti. Ia merasakan dampak buruk dari malam sebelumnya. Meski tidak ingat sepenuhnya apa yang terjadi, ada banyak gambar samar yang berputar di benaknya, seperti potongan-potongan puzzle yang saling bertabrakan. Satu hal yang ia tahu, ia merasa sangat terperangkap—terperangkap dalam tanggung jawab yang luar biasa, terperangkap dalam tekanan dari keluarganya, dan terperangkap dalam perasaan yang tidak ia mengerti. Ponselnya berdering, menyentakkan dirinya keluar dari lamunannya. Itu adalah pesan dari ayahnya. Pesan yang mengingatkan untuk segera bertindak, untuk memenuhi harapan keluarga yang semakin membebani. Ia menarik napas dalam-dalam, menyesap secangkir kopi pahit, lalu berdiri untuk bersiap-siap ke kantor. Seharian, pikirannya hanya berputar tentang hal itu. Tekanan pernikahan yang tak kunjung selesai, desakan untuk segera menikah, dan ayah yang tidak

    Last Updated : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 3 : Keputusan yang Membuka Jalan Baru

    Hasya Gaharu melangkah keluar dari ruang rumah sakit, matanya fokus pada jalan di depan. Sesekali, ia memeriksa ponselnya, mencari informasi terbaru tentang pengobatan mata kakaknya. Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk merawat kakaknya yang kehilangan penglihatan akibat penyakit degeneratif. Setiap harinya, ia mencoba sekuat tenaga untuk mencari cara agar kakaknya bisa melihat lagi. Namun, biaya pengobatan yang sangat mahal selalu menjadi penghalang utama. Ketika tawaran pernikahan kontrak dari Karana Wihardjo datang, ia merasa seolah-olah mendapat jalan keluar. Kakaknya, Ayu, yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut, kini tampak lebih cerah sejak Hasya menyampaikan berita gembira. “Ayu,” kata Hasya sambil tersenyum lebar, “aku akan membawa kamu ke Singapura untuk menjalani operasi mata. Aku sudah mencari cara, dan akhirnya, ada kesempatan untuk kamu bisa melihat lagi.” Ayu menatap adiknya dengan air mata yang mulai menetes di pelupuk matanya. Sungguh, Ayu tak tahu harus be

    Last Updated : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 4 : Pernikahan Yang Tidak Direncanakan

    Pernikahan Karana Wihardjo, putri tunggal dari keluarga Wihardjo, adalah topik yang tak pernah lepas dari pembicaraan di setiap sudut kota. Sebagai CEO sukses dan pewaris perusahaan besar milik ayahnya, Karana sudah lama menjadi sorotan publik. Kini, momen besar dalam hidupnya akan segera tiba—hari pernikahannya dengan Hasya Gaharu, seorang laki-laki muda yang sebelumnya hanya dikenal sebagai anak magang di perusahaannya. Hubungan mereka yang dimulai dengan perjanjian kontrak untuk setahun itu akhirnya berkembang menjadi kenyataan. Media, tentu saja, tidak melewatkan kesempatan untuk meliput setiap detil persiapan pernikahan ini. Tampilkan gaun yang dipilih Kara, riasan yang menakjubkan, hingga lokasi pesta yang mewah—semua menjadi sorotan. Di tengah sorotan publik yang begitu besar, Kara berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati, ada perasaan cemas yang sulit untuk ditutupi. Sementara itu, Hasya, yang lebih suka hidup di luar sorotan, merasa canggung dengan perhatian yang datang b

    Last Updated : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 5 : Si Rubah Alice

    Karana duduk di ruangannya yang luas dan modern. Dinding kaca di belakang mejanya memperlihatkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit di jantung kota. Namun, pikirannya sama sekali tidak bisa menikmati pemandangan itu. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut sejak pagi. Pernikahannya dengan Hasya baru berusia beberapa minggu, tapi sudah terlalu banyak hal yang harus ia urus. Bukan hanya soal Hasya yang masih kikuk menyesuaikan diri, tetapi juga bagaimana mempertahankan penampilan mereka di depan keluarga dan publik.Namun, hari ini, masalah baru datang mengetuk pintu. Lebih tepatnya, menghantamnya tanpa ampun.Alice.Sepupunya yang selalu menjadi duri dalam daging sejak mereka kecil. Dari semua orang di dunia ini, Alice adalah orang yang paling Karana harapkan tidak akan menyadari sesuatu yang aneh dalam pernikahannya. Tapi, Karana seharusnya tahu bahwa Alice tidak akan tinggal diam.Alice berjalan memasuki ruangan dengan langkah percaya diri, mengenakan gaun merah yang memeluk tubu

    Last Updated : 2025-01-08
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 6 : Masuk Ke Dunia Baru

    Hasya duduk di sudut sofa kulit hitam yang terasa terlalu empuk untuk tubuhnya yang kaku. Matanya menatap langit-langit apartemen Kara yang tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan di atasnya. Seluruh ruangan ini terasa seperti bagian dari majalah interior mewah—dengan dinding marmer putih, lukisan-lukisan mahal, dan perabotan yang tampak lebih mahal dari total biaya hidupnya selama setahun.Ia meneguk ludah, merasa kecil dan tidak pada tempatnya. Napasnya berat, seolah udara di ruangan ini terlalu tipis untuknya.“Kamu kenapa duduk di situ seperti tersesat?”Suara Kara mengagetkan Hasya. Wanita itu baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapi dan elegan. Sepatunya berbunyi pelan di atas lantai marmer saat ia mendekat.Hasya berusaha tersenyum, tapi yang keluar lebih seperti seringai canggung. “Aku nggak tahu harus ngapain,” jawabnya jujur.Kara memiringkan kepalanya, menatap Hasya seolah sedang menilai sesuatu yang penting. “Kamu kelihatan seperti anak kucing

    Last Updated : 2025-01-09

Latest chapter

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 6 : Masuk Ke Dunia Baru

    Hasya duduk di sudut sofa kulit hitam yang terasa terlalu empuk untuk tubuhnya yang kaku. Matanya menatap langit-langit apartemen Kara yang tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan di atasnya. Seluruh ruangan ini terasa seperti bagian dari majalah interior mewah—dengan dinding marmer putih, lukisan-lukisan mahal, dan perabotan yang tampak lebih mahal dari total biaya hidupnya selama setahun.Ia meneguk ludah, merasa kecil dan tidak pada tempatnya. Napasnya berat, seolah udara di ruangan ini terlalu tipis untuknya.“Kamu kenapa duduk di situ seperti tersesat?”Suara Kara mengagetkan Hasya. Wanita itu baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapi dan elegan. Sepatunya berbunyi pelan di atas lantai marmer saat ia mendekat.Hasya berusaha tersenyum, tapi yang keluar lebih seperti seringai canggung. “Aku nggak tahu harus ngapain,” jawabnya jujur.Kara memiringkan kepalanya, menatap Hasya seolah sedang menilai sesuatu yang penting. “Kamu kelihatan seperti anak kucing

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 5 : Si Rubah Alice

    Karana duduk di ruangannya yang luas dan modern. Dinding kaca di belakang mejanya memperlihatkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit di jantung kota. Namun, pikirannya sama sekali tidak bisa menikmati pemandangan itu. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut sejak pagi. Pernikahannya dengan Hasya baru berusia beberapa minggu, tapi sudah terlalu banyak hal yang harus ia urus. Bukan hanya soal Hasya yang masih kikuk menyesuaikan diri, tetapi juga bagaimana mempertahankan penampilan mereka di depan keluarga dan publik.Namun, hari ini, masalah baru datang mengetuk pintu. Lebih tepatnya, menghantamnya tanpa ampun.Alice.Sepupunya yang selalu menjadi duri dalam daging sejak mereka kecil. Dari semua orang di dunia ini, Alice adalah orang yang paling Karana harapkan tidak akan menyadari sesuatu yang aneh dalam pernikahannya. Tapi, Karana seharusnya tahu bahwa Alice tidak akan tinggal diam.Alice berjalan memasuki ruangan dengan langkah percaya diri, mengenakan gaun merah yang memeluk tubu

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 4 : Pernikahan Yang Tidak Direncanakan

    Pernikahan Karana Wihardjo, putri tunggal dari keluarga Wihardjo, adalah topik yang tak pernah lepas dari pembicaraan di setiap sudut kota. Sebagai CEO sukses dan pewaris perusahaan besar milik ayahnya, Karana sudah lama menjadi sorotan publik. Kini, momen besar dalam hidupnya akan segera tiba—hari pernikahannya dengan Hasya Gaharu, seorang laki-laki muda yang sebelumnya hanya dikenal sebagai anak magang di perusahaannya. Hubungan mereka yang dimulai dengan perjanjian kontrak untuk setahun itu akhirnya berkembang menjadi kenyataan. Media, tentu saja, tidak melewatkan kesempatan untuk meliput setiap detil persiapan pernikahan ini. Tampilkan gaun yang dipilih Kara, riasan yang menakjubkan, hingga lokasi pesta yang mewah—semua menjadi sorotan. Di tengah sorotan publik yang begitu besar, Kara berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati, ada perasaan cemas yang sulit untuk ditutupi. Sementara itu, Hasya, yang lebih suka hidup di luar sorotan, merasa canggung dengan perhatian yang datang b

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 3 : Keputusan yang Membuka Jalan Baru

    Hasya Gaharu melangkah keluar dari ruang rumah sakit, matanya fokus pada jalan di depan. Sesekali, ia memeriksa ponselnya, mencari informasi terbaru tentang pengobatan mata kakaknya. Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk merawat kakaknya yang kehilangan penglihatan akibat penyakit degeneratif. Setiap harinya, ia mencoba sekuat tenaga untuk mencari cara agar kakaknya bisa melihat lagi. Namun, biaya pengobatan yang sangat mahal selalu menjadi penghalang utama. Ketika tawaran pernikahan kontrak dari Karana Wihardjo datang, ia merasa seolah-olah mendapat jalan keluar. Kakaknya, Ayu, yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut, kini tampak lebih cerah sejak Hasya menyampaikan berita gembira. “Ayu,” kata Hasya sambil tersenyum lebar, “aku akan membawa kamu ke Singapura untuk menjalani operasi mata. Aku sudah mencari cara, dan akhirnya, ada kesempatan untuk kamu bisa melihat lagi.” Ayu menatap adiknya dengan air mata yang mulai menetes di pelupuk matanya. Sungguh, Ayu tak tahu harus be

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

    Kara Wihardjo terbangun pagi itu dengan kepala yang berat. Matanya terpejam, mencoba untuk mengabaikan rasa pening yang menggelayuti. Ia merasakan dampak buruk dari malam sebelumnya. Meski tidak ingat sepenuhnya apa yang terjadi, ada banyak gambar samar yang berputar di benaknya, seperti potongan-potongan puzzle yang saling bertabrakan. Satu hal yang ia tahu, ia merasa sangat terperangkap—terperangkap dalam tanggung jawab yang luar biasa, terperangkap dalam tekanan dari keluarganya, dan terperangkap dalam perasaan yang tidak ia mengerti. Ponselnya berdering, menyentakkan dirinya keluar dari lamunannya. Itu adalah pesan dari ayahnya. Pesan yang mengingatkan untuk segera bertindak, untuk memenuhi harapan keluarga yang semakin membebani. Ia menarik napas dalam-dalam, menyesap secangkir kopi pahit, lalu berdiri untuk bersiap-siap ke kantor. Seharian, pikirannya hanya berputar tentang hal itu. Tekanan pernikahan yang tak kunjung selesai, desakan untuk segera menikah, dan ayah yang tidak

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 1 : Pertemuan yang Mengejutkan

    Karana Wihardjo duduk di bar dengan pandangan kosong. Gelas gin tonic di tangannya sudah hampir kosong, tetapi ia tidak memperhatikan betapa cepatnya ia meneguk minumannya. Ia merasa dunia berputar di sekelilingnya, tetapi semua itu seperti kabut yang tak bisa ia jernihkan. Keheningan hatinya berbanding terbalik dengan suara riuh yang memenuhi ruang klub malam tempat ia berada. Musik bass yang kuat, lampu neon yang berkedip-kedip, dan orang-orang yang menari dengan penuh semangat seakan hanya membuatnya merasa lebih terasing."Karana, kamu baik-baik saja?" suara sahabatnya, Clara, memecah kebisuan itu.Karana hanya mengangguk lemah tanpa menatapnya. Wajahnya menunjukkan kelelahan, dan matanya terasa berat. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Ayahnya baru saja menelponnya siang tadi, kembali memaksanya untuk menikah cepat, memenuhi ekspektasi keluarga yang sudah terlalu lama ia hindari. Segala tuntutan itu membuatnya terjebak dalam kebingungannya."Ayo, Karana. Cobalah bersenang

DMCA.com Protection Status