Beranda / Romansa / Suami Kontrak CEO Cantik / Bab 1 : Pertemuan yang Mengejutkan

Share

Suami Kontrak CEO Cantik
Suami Kontrak CEO Cantik
Penulis: Nanasshi

Bab 1 : Pertemuan yang Mengejutkan

Penulis: Nanasshi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-06 20:52:17

Karana Wihardjo duduk di bar dengan pandangan kosong. Gelas gin tonic di tangannya sudah hampir kosong, tetapi ia tidak memperhatikan betapa cepatnya ia meneguk minumannya. Ia merasa dunia berputar di sekelilingnya, tetapi semua itu seperti kabut yang tak bisa ia jernihkan. Keheningan hatinya berbanding terbalik dengan suara riuh yang memenuhi ruang klub malam tempat ia berada. Musik bass yang kuat, lampu neon yang berkedip-kedip, dan orang-orang yang menari dengan penuh semangat seakan hanya membuatnya merasa lebih terasing.

"Karana, kamu baik-baik saja?" suara sahabatnya, Clara, memecah kebisuan itu.

Karana hanya mengangguk lemah tanpa menatapnya. Wajahnya menunjukkan kelelahan, dan matanya terasa berat. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Ayahnya baru saja menelponnya siang tadi, kembali memaksanya untuk menikah cepat, memenuhi ekspektasi keluarga yang sudah terlalu lama ia hindari. Segala tuntutan itu membuatnya terjebak dalam kebingungannya.

"Ayo, Karana. Cobalah bersenang-senang sedikit. Minumlah lebih banyak, lupakan semuanya," Clara menggoda, tetapi Karana hanya diam.

Ia menatap gelas di tangannya, menginginkan pelarian. Tidak ada yang bisa memberi jawaban, kecuali minuman yang menenangkan kegelisahannya—meskipun ia tahu itu bukanlah solusi yang sehat. Tapi ketika tekanan datang begitu berat, siapa yang bisa menolaknya?

Tanpa berpikir panjang, Karana meminum gelasnya sekali lagi, kali ini lebih cepat dari sebelumnya.

Clara yang melihatnya tampak ragu, tetapi akhirnya dia menarik Karana ke lantai dansa. Mereka berjalan menuju area yang lebih ramai, di mana musik semakin keras dan lampu semakin menyilaukan. Namun, Karana hanya merasa semakin terisolasi, merasa seperti orang asing di tengah keramaian. Ia ingin melupakan semuanya, jika hanya untuk satu malam.

Di saat yang sama, di sudut bar, seorang pria menatapnya dengan minat yang tak terungkapkan. Pria itu adalah Hasya Gaharu, seorang magang di perusahaan tempat Karana bekerja. Hasya baru saja selesai dengan tugasnya, dan ketika melihat Karana, ia merasa penasaran. Meskipun tidak pernah berbicara banyak dengan wanita itu, Hasya tahu siapa Karana—CEO yang sangat dihormati, cerdas, dan tegas. Tapi malam ini, ia melihat Karana berbeda. Ia melihat wanita itu duduk sendirian di bar, tampak jauh lebih lelah dan tertekan dari yang biasa ia lihat.

Hasya mendekat, merasa sedikit ragu untuk mengganggu. Namun, saat melihat seorang pria mendekati Karana dan memberikan gelas minuman yang sepertinya tidak biasa, rasa curiga mulai tumbuh di dalam dirinya.

"Hei, kamu baik-baik saja?" tanya Hasya, akhirnya memutuskan untuk mendekati Karana.

Karana menoleh ke arahnya, matanya sudah mulai kabur. Senyumnya yang lemah dan pandangan kosong di matanya membuat Hasya merasa khawatir. Ia bisa melihat bahwa Karana sudah sangat mabuk, tetapi bukan hanya itu—ia juga merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"Apa ini?" tanya Hasya dengan nada tegas kepada pria yang memberikan minuman pada Karana. Laki-laki itu tampak sedikit terkejut, tetapi tidak mengubah sikapnya.

"Dia hanya ingin sedikit bersenang-senang," jawab pria itu dengan senyum licik, seolah tidak ada yang salah. "Kamu tahu, wanita seperti dia membutuhkan pelarian."

Namun, Hasya sudah tidak bisa diam lagi. Sesuatu dalam dirinya memberontak melihat Karana yang terjebak dalam keadaan seperti ini. Tanpa bicara lebih banyak, ia segera meraih pergelangan tangan pria tersebut dan menariknya menjauh dari Karana.

"Jangan sentuh dia," kata Hasya dengan tegas.

Pria itu menatapnya dengan mata penuh amarah, jelas tidak senang dengan intervensi tersebut. "Apa masalahmu? Ini urusan kami!" serunya.

Tapi Hasya sudah tidak peduli. Pria itu berusaha mendorongnya, dan keduanya terlibat dalam sebuah pertengkaran fisik yang cepat. Karana hanya duduk di sana, melihat dengan pandangan kabur, seakan tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya. Hasya berhasil mengalahkan pria itu dengan beberapa pukulan cepat, namun ia tidak membuang waktu untuk lebih lama di situ. Ia langsung menoleh kepada Karana yang tampak semakin terhuyung-huyung.

"Karana, ayo kita pergi dari sini," kata Hasya dengan suara yang lebih lembut.

Namun, Karana tidak bergerak. Matanya terpejam, dan dia tampaknya kesulitan untuk berdiri. Hasya dengan hati-hati membantunya untuk bangkit, mendukung tubuhnya agar tidak jatuh. Keadaan ini membuatnya merasa cemas, namun ia tahu bahwa ia harus segera membawanya ke tempat yang aman.

Mereka berjalan keluar dari klub, menuju mobil Karana yang terparkir di luar. Karana hampir tidak bisa berjalan dengan lurus, dan Hasya terpaksa membimbingnya sepanjang jalan. Setiap langkah yang mereka ambil, Karana semakin terbungkus dalam dunia yang kabur dan aneh. Semua yang ia inginkan hanya satu: melupakan segalanya, setidaknya untuk satu malam.

Setelah beberapa menit, mereka akhirnya sampai di mobil. Hasya membuka pintu penumpang dan membantunya masuk. Setelah memastikan Karana duduk dengan aman, ia bergegas masuk ke sisi pengemudi dan menyalakan mesin mobil.

Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa sangat sunyi. Hasya sesekali melirik ke arah Karana, yang tampak kelelahan dan bingung. Ia tahu wanita itu sedang mengalami tekanan yang luar biasa, meskipun mereka tidak pernah berbicara banyak sebelumnya.

Setibanya di apartemen Karana, Hasya keluar dari mobil dan membantunya keluar. Karana tampak tidak bisa menahan diri lagi, tubuhnya lemas dan goyah. Hasya menuntunnya masuk ke dalam gedung, dan ketika mereka sampai di depan pintu apartemennya, Karana tiba-tiba berhenti dan menatap Hasya dengan mata yang agak kosong.

"Tunggu," katanya, suaranya pelan dan sedikit gemetar.

Hasya berhenti, kebingungan. "Ada apa, Karana? Kamu butuh bantuan?"

Karana menatapnya dengan mata yang mulai menunjukkan keraguan. "Jangan pergi," katanya dengan suara lemah. "Tolong... jangan tinggalkan aku."

Hasya merasa terhimpit oleh kata-kata itu. Ia tahu bahwa Karana sedang berada dalam kondisi yang sangat rentan, dan perasaan kebingungannya semakin kuat. Ia tidak bisa meninggalkan wanita ini begitu saja, terutama setelah apa yang terjadi di klub. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus berhati-hati. Ini bukanlah keadaan yang baik untuk kedua belah pihak.

"Karana, kamu perlu tidur," katanya, berusaha meyakinkan. "Besok kamu akan merasa lebih baik."

Tapi Karana tidak melepaskan pegangan tangannya. "Aku... aku tidak bisa sendirian," katanya lagi, lebih memelas. "Aku... tidak tahu harus bagaimana."

Ada keheningan sesaat di antara mereka. Hasya bisa merasakan perasaan yang sangat dalam mengalir di dalam dirinya—perasaan ingin melindungi, namun juga kebingungannya tentang perasaan Karana. Karana bukan hanya wanita yang ia kenal sebagai atasan di kantor. Malam ini, ia melihat sisi lain dari dirinya—seorang wanita yang sangat rapuh, yang terperangkap dalam tekanan yang tak bisa ia lawan.

Dengan perlahan, Hasya merunduk, menatap mata Karana yang tampak begitu kosong dan penuh ketakutan. Ia tahu saat itu, ia harus memberi sedikit ketenangan, sedikit kenyamanan.

"Tetaplah di sini, malam ini," bisik Karana seraya meraih bibir Hasya cepat.

Hasya jelas terkejut buakn main. Ia tidak boleh hilang akal dan menyambut ciuman sang atasan. Bagaimana kalau keesokan harinya, Karana justru lupa dan bahkan menuduhnya melakukan pelecehan?

Bukankah karirnya akan tamat?

Hasya berusaha menghentikan ciuman Karana, namun perempuan itu, sepertinya sedang benar-benar tidak sadar. Ia nampak berbeda sekali dengan Karana si CEO super perfeksionis yang Hasya lihat di kantor.

Ciuman Karana semakin gila. Ia menarik tubuh Hasya hingga jatuh di tubuhnya yang terbaring di sofa. Meski begitu, ia bahkan tidak repot-repot melepaskan ciumannya.

"Kara ... stop, ini nggak benar," bisik Hasya sesaat setelah perempuan itu melepaskan pagutannya. "Aku nggak boleh bersikap kurang ajar beg-"

Siapa bilang Kara ingin mendengar ocehan Hasya saat ini?

Ia hanya ingin mengecup, dikecup, memagut dan dipagut. Sesuatu dalam dirinya terasa terbakar dan menimbulkan gelenyar aneh. Oleh karena itu, ocehan menjadi tidak penting. Perempuan itu ingin disentuh detik ini juga.

Sial!

Hasya hanya laki-laki biasa. Pertahanannya bisa lemah juga bila terus-terusan diserang semacam ini. Apalagi saat ini, dua kencing kemeja perempuan itu terbuka. Menampilkan bra berenda berwarna hitam yang nampak kontras dengan kulit putih milik Kara. Dan sesuatu yang nampak menyembul; mengintip di balik sana. Membuat dada Hasya berdesir, godaan perihal menyentuh 'benda' itu hilir mudik di kepalanya.

"Kara, please ... stop."

"Aku butuh kamu, saat ini." Kara berbicara dengan napas terengah. Lipstik merah yang selalu dipolesnya nampak berantakan. Habis tergerus oleh ciumannya bersama Hasya.

"Aku mohon," pinta Kara dengan mata memelas, pipi merona dan dada yang terengah-engah karena gelora yang membuncah.

^^^^

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

    Kara Wihardjo terbangun pagi itu dengan kepala yang berat. Matanya terpejam, mencoba untuk mengabaikan rasa pening yang menggelayuti. Ia merasakan dampak buruk dari malam sebelumnya. Meski tidak ingat sepenuhnya apa yang terjadi, ada banyak gambar samar yang berputar di benaknya, seperti potongan-potongan puzzle yang saling bertabrakan. Satu hal yang ia tahu, ia merasa sangat terperangkap—terperangkap dalam tanggung jawab yang luar biasa, terperangkap dalam tekanan dari keluarganya, dan terperangkap dalam perasaan yang tidak ia mengerti. Ponselnya berdering, menyentakkan dirinya keluar dari lamunannya. Itu adalah pesan dari ayahnya. Pesan yang mengingatkan untuk segera bertindak, untuk memenuhi harapan keluarga yang semakin membebani. Ia menarik napas dalam-dalam, menyesap secangkir kopi pahit, lalu berdiri untuk bersiap-siap ke kantor. Seharian, pikirannya hanya berputar tentang hal itu. Tekanan pernikahan yang tak kunjung selesai, desakan untuk segera menikah, dan ayah yang tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 3 : Keputusan yang Membuka Jalan Baru

    Hasya Gaharu melangkah keluar dari ruang rumah sakit, matanya fokus pada jalan di depan. Sesekali, ia memeriksa ponselnya, mencari informasi terbaru tentang pengobatan mata kakaknya. Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk merawat kakaknya yang kehilangan penglihatan akibat penyakit degeneratif. Setiap harinya, ia mencoba sekuat tenaga untuk mencari cara agar kakaknya bisa melihat lagi. Namun, biaya pengobatan yang sangat mahal selalu menjadi penghalang utama. Ketika tawaran pernikahan kontrak dari Karana Wihardjo datang, ia merasa seolah-olah mendapat jalan keluar. Kakaknya, Ayu, yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut, kini tampak lebih cerah sejak Hasya menyampaikan berita gembira. “Ayu,” kata Hasya sambil tersenyum lebar, “aku akan membawa kamu ke Singapura untuk menjalani operasi mata. Aku sudah mencari cara, dan akhirnya, ada kesempatan untuk kamu bisa melihat lagi.” Ayu menatap adiknya dengan air mata yang mulai menetes di pelupuk matanya. Sungguh, Ayu tak tahu harus be

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 4 : Pernikahan Yang Tidak Direncanakan

    Pernikahan Karana Wihardjo, putri tunggal dari keluarga Wihardjo, adalah topik yang tak pernah lepas dari pembicaraan di setiap sudut kota. Sebagai CEO sukses dan pewaris perusahaan besar milik ayahnya, Karana sudah lama menjadi sorotan publik. Kini, momen besar dalam hidupnya akan segera tiba—hari pernikahannya dengan Hasya Gaharu, seorang laki-laki muda yang sebelumnya hanya dikenal sebagai anak magang di perusahaannya. Hubungan mereka yang dimulai dengan perjanjian kontrak untuk setahun itu akhirnya berkembang menjadi kenyataan. Media, tentu saja, tidak melewatkan kesempatan untuk meliput setiap detil persiapan pernikahan ini. Tampilkan gaun yang dipilih Kara, riasan yang menakjubkan, hingga lokasi pesta yang mewah—semua menjadi sorotan. Di tengah sorotan publik yang begitu besar, Kara berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati, ada perasaan cemas yang sulit untuk ditutupi. Sementara itu, Hasya, yang lebih suka hidup di luar sorotan, merasa canggung dengan perhatian yang datang b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 5 : Si Rubah Alice

    Karana duduk di ruangannya yang luas dan modern. Dinding kaca di belakang mejanya memperlihatkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit di jantung kota. Namun, pikirannya sama sekali tidak bisa menikmati pemandangan itu. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut sejak pagi. Pernikahannya dengan Hasya baru berusia beberapa minggu, tapi sudah terlalu banyak hal yang harus ia urus. Bukan hanya soal Hasya yang masih kikuk menyesuaikan diri, tetapi juga bagaimana mempertahankan penampilan mereka di depan keluarga dan publik.Namun, hari ini, masalah baru datang mengetuk pintu. Lebih tepatnya, menghantamnya tanpa ampun.Alice.Sepupunya yang selalu menjadi duri dalam daging sejak mereka kecil. Dari semua orang di dunia ini, Alice adalah orang yang paling Karana harapkan tidak akan menyadari sesuatu yang aneh dalam pernikahannya. Tapi, Karana seharusnya tahu bahwa Alice tidak akan tinggal diam.Alice berjalan memasuki ruangan dengan langkah percaya diri, mengenakan gaun merah yang memeluk tubu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 6 : Masuk Ke Dunia Baru

    Hasya duduk di sudut sofa kulit hitam yang terasa terlalu empuk untuk tubuhnya yang kaku. Matanya menatap langit-langit apartemen Kara yang tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan di atasnya. Seluruh ruangan ini terasa seperti bagian dari majalah interior mewah—dengan dinding marmer putih, lukisan-lukisan mahal, dan perabotan yang tampak lebih mahal dari total biaya hidupnya selama setahun.Ia meneguk ludah, merasa kecil dan tidak pada tempatnya. Napasnya berat, seolah udara di ruangan ini terlalu tipis untuknya.“Kamu kenapa duduk di situ seperti tersesat?”Suara Kara mengagetkan Hasya. Wanita itu baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapi dan elegan. Sepatunya berbunyi pelan di atas lantai marmer saat ia mendekat.Hasya berusaha tersenyum, tapi yang keluar lebih seperti seringai canggung. “Aku nggak tahu harus ngapain,” jawabnya jujur.Kara memiringkan kepalanya, menatap Hasya seolah sedang menilai sesuatu yang penting. “Kamu kelihatan seperti anak kucing

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 7 : Sekilas Kenangan Lama

    Hasya duduk di ujung meja makan yang panjang dan mewah, memandangi piring porselen yang tampak lebih mahal daripada seluruh perabotan di rumah lamanya. Di hadapannya, Kara sedang membaca sesuatu di ponselnya sambil sesekali menyeruput kopi pagi.Di antara mereka, terasa sunyi. Tidak ada satu yang berbicara. Hanya suara detak jarum jam dan robot penghisap debu yang bolak-balik di bawah meja yang terdengar. Lalu setelahnya, helaan napas Kara yang terdengar. Perempuanitu menatap Hasya sebentar dan kembali menekuri ponselnya.“Hasya,” Kara memanggilnya tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.“Ya?” Hasya menegakkan punggungnya.“Kamu bisa santai sedikit, tahu?” Kara akhirnya mendongak dan menatap Hasya dengan alis terangkat. “Kamu terlihat seperti tamu yang takut menyentuh barang di sini.”Hasya tersenyum kikuk. “Aku nggak terbiasa dengan semua ini.”Kara mendengus kecil. “Kamu tinggal di sini sekarang. Bukan tamu. Bersikaplah seperti itu." Perempuan itu meraih kembali cangkir kopinya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 8: Desakan Yang Menyebalkan

    Langit-langit ruang makan keluarga Wihardjo dipenuhi ukiran-ukiran kayu yang rumit, seolah mencoba mencerminkan kekayaan dan keanggunan yang tak terbantahkan. Lampu gantung kristal di atas meja panjang berkilauan lembut, memantulkan cahaya ke piring-piring porselen yang berisi hidangan mahal. Namun, kemewahan itu tidak mampu menyamarkan atmosfer yang dingin dan penuh tekanan.Karana duduk tegak di kursinya, ekspresinya tak tergoyahkan seperti biasa. Di sampingnya, Hasya tampak tenang, meski dalam hatinya ia merasa seperti anak kecil yang tersesat di ladang duri. Ayah Kara, Tuan Aditya Wihardjo, duduk di ujung meja dengan tatapan tajam yang tak memberikan ruang untuk perbedaan pendapat.“Karana,” suara berat pemilik nama belakang Wihardjo memecah keheningan. “Aku harap kau sudah mulai memikirkan soal momongan. Usia tidak menunggu siapa pun.”Kara meneguk air putihnya perlahan, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang merayap di balik matanya. “Kami sudah memikirkan hal itu, Ayah,” jawa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 9: Jejak Masa Lalu yang Terendus

    Hari itu, langit cerah seolah mengundang siapa saja untuk keluar dan menikmati kehangatan mentari. Kara dan Hasya memutuskan untuk berjalan-jalan santai di sebuah pusat perbelanjaan setelah seminggu penuh dengan jadwal yang melelahkan. Kara, seperti biasa, mengenakan pakaian elegan yang mencerminkan statusnya. Sementara Hasya, dengan pakaian yang lebih kasual namun tetap rapi, mencoba menyesuaikan diri dengan dunia Kara yang jauh berbeda dari kehidupannya dulu.Hasya sempat menolak saat Kara menyuruhnya untuk mengenakan jas. Bagi Hasya, jas hanya cocok untuk dipertemuan penting. Ia lebih suka memakai t-shirt dan hoodie bila sekedar berjalan-jalan di mall. Tentu saja, itu mendapat tatapan tajam dari Kara.Alhasil, Hasya memakai t-shirt berkerah keluaran dari Ralph Lauren agar tetap santai namun terkesan rapi.Akhirnya.Sebab laki-laki itu akan mendapat celetukan sarkastik lagi andai tidak menurut.Mereka baru saja keluar dari sebuah butik ketika seorang pria tinggi dengan rambut tersis

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11

Bab terbaru

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 35 : Ending Story About Kara-Hasya

    Hujan rintik-rintik turun dari langit kelabu, membasahi jendela kantor Kara yang menghadap kota. Perempuan itu duduk di kursinya, menatap layar komputer dengan mata yang tajam dan penuh amarah yang terpendam. Di sampingnya, Hasya berdiri dengan tangan terlipat, menunggu Kara berbicara."Aku sudah menyelidiki semua transaksi keuangan perusahaan selama setahun terakhir," suara Kara akhirnya terdengar, dingin seperti baja yang baru diasah. "Dan hasilnya?"Hasya mendekat, membaca dokumen yang tertera di layar. Matanya membulat. "Alice… dia benar-benar gila."Angka-angka dalam laporan itu berbicara sendiri. Puluhan miliar dana perusahaan telah dialirkan ke rekening-rekening asing, perusahaan fiktif, dan berbagai proyek yang ternyata tak pernah ada. Alice bukan hanya sekadar menyebarkan rahasia Kara ke media, tapi juga telah mengkhianati perusahaan dengan cara yang jauh lebih busuk.Kara mengepalkan tangannya, jemarinya gemetar karena emosi. "Dia pikir aku nggak bakal tahu? Dia pikir aku ak

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 34 : Alice Biang Kerok

    Malam itu, angin berembus pelan, tapi dinginnya menembus hingga ke tulang. Kara duduk di ruang kerja, matanya terpaku pada layar ponselnya. Jemarinya menggenggam ponsel erat, seolah benda itu adalah satu-satunya pegangan dalam kekacauan ini. Hasya berdiri di belakangnya, menunggu dengan sabar saat Kara menggulirkan layar, mencari tahu sumber berita yang telah menghancurkan segalanya.Lalu, di sanalah mereka menemukannya.Nomor ponsel Adrian.Kara mematung. Hatinya menolak percaya. Adrian? Teman lamanya? Orang yang dulu dia anggap sebagai rekan sekaligus seseorang yang pernah ia percayai?Hasya, yang sedari tadi memperhatikan ekspresi Kara, menarik napas dalam. "Kita harus memastikan ini," katanya, suaranya tenang tapi tegas. "Kita ke rumah sakit sekarang."Rumah sakit berbau khas antiseptik, bercampur dengan aroma samar kecemasan yang melayang di udara. Langkah Kara dan Hasya cepat, hampir berlari. Mereka bertanya pada perawat, lalu diarahkan ke kamar perawatan Adrian.Namun, sebelum

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 33 : Konferensi Pers

    Ruangan itu sunyi, sepi yang menusuk lebih dalam daripada kemarahan yang baru saja meledak. Hasya berdiri tegak, dadanya naik-turun menahan emosi. Matanya menatap lurus ke arah sang mertua, meski sorot mata lelaki tua itu lebih tajam daripada pisau yang baru diasah.Kara masih memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan tadi, tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak. Melainkan kenyataan bahwa ayahnya sendiri ingin menghancurkan sesuatu yang—walaupun dia enggan mengakuinya sebelumnya—sudah menjadi bagian dari hatinya.Hasya menelan ludah, lalu maju satu langkah."Ayah," suaranya tegas, tapi tetap penuh hormat. "Saya tahu Anda marah. Saya tahu berita itu mencoreng nama baik keluarga Wihardjo. Tapi sebelum Anda memutuskan sesuatu, biarkan saya bicara."Ayah Kara menatapnya dengan rahang mengeras, tapi tak berkata apa-apa."Kami memang memulai hubungan ini dengan sebuah perjanjian," Hasya melanjutkan, memastikan suaranya stabil. "Kami berdua tahu itu. Kami paham risiko dan konsekuensi

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 32 : Rahasia Terbongkar

    Suasana di kantor Wihardjo Group pagi itu terasa lebih tegang dari biasanya. Para karyawan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, membicarakan satu topik yang sama dengan suara berbisik-bisik—skandal pernikahan kontrak antara Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu. Berita itu muncul seperti petir di siang bolong, menyebar dengan cepat di berbagai portal berita dan media sosial. Foto-foto Kara dan Hasya terpampang di mana-mana dengan judul besar yang sensasional. "Pernikahan Kontrak CEO Wihardjo Group Terbongkar!" "Siapa Sebenarnya Hasya Gaharu? Suami Bayaran Karana Wihardjo?" Kara menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Sementara di sebelahnya, Hasya memijat pelipisnya dengan frustrasi. "Ini pasti ulah Alice," gumam Hasya akhirnya, setelah membaca beberapa artikel yang semuanya memuat sumber yang sama—seorang ‘narasumber terpercaya’ dari dalam perusahaan. Kara menutup ponselnya dengan kasar. "Alice tidak akan berani bertindak sejauh ini sendirian." Hasya mengangkat al

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 31 : Hasya Galau

    Malam itu udara dingin menelusup ke dalam jaket tipis Hasya. Angin berembus pelan, mengibarkan tirai di jendela rumah Ayu. Tapi bukan udara dingin yang membuat Hasya menggigil.Melainkan tatapan Dhea yang kini berdiri tepat di hadapannya."Aku nggak pernah bisa benci kamu, Hasya."Kalimat itu meluncur dari bibir Dhea dengan nada pelan tapi penuh ketegasan. Mata perempuan itu menatap lurus ke arah Hasya, membuat laki-laki itu merasa seperti ditelanjangi oleh kebenaran yang selama ini ia coba hindari."Aku pikir aku bisa," lanjut Dhea, tersenyum kecil. "Setelah kamu pergi tanpa sepatah kata pun. Setelah tiba-tiba kamu menikah sama Kara. Aku pikir, aku bisa membencimu. Tapi ternyata enggak."Hasya menelan ludah. Ia tidak tahu harus menjawab apa."Aku cuma mau bilang," Dhea melanjutkan, suaranya lebih lirih kali ini, "Sekarang aku tahu kalau pernikahan itu cuma kerja sama. Dan aku mau kamu tahu kalau aku masih di sini, Hasya. Aku bakal nunggu kamu."Jantung Hasya mencelos.Ia menatap Dhea

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 30 : Rahasia yang Diketahui Dhea

    Kara duduk di kursi rumah sakit dengan mata yang terasa berat. Bau khas antiseptik menyengat hidungnya, bercampur dengan udara dingin yang membuat suasana semakin sunyi. Sejak tadi, tatapannya tidak lepas dari Adrian yang masih terbaring tak sadarkan diri di ICU.Selama ini, ia menganggap Adrian sebagai ancaman—seorang pria yang selalu mencoba masuk ke dalam hidupnya tanpa izin. Tapi sekarang, melihat laki-laki itu terbaring dengan selang dan alat medis yang menopang hidupnya, Kara tidak bisa menyangkal ada perasaan simpati di hatinya.Namun, lebih dari itu, ada banyak pertanyaan yang terus berkecamuk di kepalanya.Kenapa Adrian melakukan ini?Kenapa dia harus menghancurkan proyek Wihardjo Group?Apa yang sebenarnya ia pikirkan?Saat itu, suara langkah kaki mendekat. Kara menoleh dan menemukan Hasya berdiri di dekatnya dengan ekspresi khawatir.“Kamu belum pulang?” tanya Hasya.Kara menggeleng. “Aku mau menunggu sampai Adrian sadar.”Hasya terdiam sesaat. “Aku temani, ya?”Namun, Kara

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 29 : Adrian Sakit

    Kara tidak pernah menyangka bahwa dunianya bisa berantakan dalam sekejap.Setelah panggilan dari dewan direksi malam itu, ia dan Hasya langsung bergegas ke kantor, mengumpulkan semua laporan, dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Investor utama mereka, yang seharusnya menjadi tulang punggung proyek terbesar Wihardjo Group, tiba-tiba menarik diri tanpa alasan jelas.Selama beberapa hari terakhir, Kara dan Hasya telah bekerja keras mencari jalan keluar. Tidur menjadi barang mewah yang tidak bisa mereka nikmati. Makan pun hanya sekadarnya, sekadar untuk bertahan.Hasya bahkan selalu menemaninya. Laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluh, meskipun wajahnya sudah terlihat jelas kelelahan.Saat Kara tengah menatap laporan dengan mata berat, Hasya mendekatinya sambil membawa secangkir kopi.“Minum ini dulu,” katanya, menyodorkan cangkir itu ke hadapan Kara.Perempuan itu menghela napas, lalu menerima kopi itu dengan lelah. “Terima kasih.”Hasya tersenyum. “Udah ada kabar

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 28 : Kejutan dari Adrian

    Pagi itu, kantor Wihardjo Group terasa lebih hidup dari biasanya. Para pegawai yang biasanya sibuk dengan rutinitas mereka, kini mencuri pandang ke arah pasangan yang baru saja memasuki gedung.Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu.Bukan karena keduanya datang bersama yang membuat para pegawai terkejut, tetapi karena ekspresi Kara yang tampak jauh lebih lembut dari biasanya. CEO mereka yang selalu berwibawa, tegas, dan kadang menakutkan itu kini tampak lebih tenang. Bahkan, ada semburat kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikannya.“Kok rasanya beda, ya?” bisik salah satu karyawan perempuan pada rekan di sebelahnya.“Iya. Biasanya Bu Kara masuk kantor dengan aura yang bikin kita enggak berani napas. Sekarang…”“Kayak lagi jatuh cinta, nggak, sih?”Desas-desus kecil mulai menyebar di antara pegawai, terutama ketika mereka melihat Hasya yang berjalan santai di samping Kara dengan senyum jahilnya.Alice yang duduk di meja kerjanya hanya mengangkat sebelah alis. Ada sesuatu yang tidak beres d

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 27 : Unboxing Time

    Kara membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi menembus celah tirai kamar, menerangi ruangan dengan cahaya lembut. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan kenyataan.Namun, saat ia menyadari di mana dirinya berada, tubuhnya langsung menegang.Ia tidak sedang berada di kamarnya sendiri.Matanya menyapu sekeliling, menyadari bahwa ia masih terbaring di ranjang Hasya. Selimut tebal yang melilit tubuhnya menyisakan pundaknya yang terbuka. Tubuhnya terasa hangat, kulitnya bersentuhan langsung dengan kain sprei.Napas Kara tercekat ketika ia menyadari bahwa pakaiannya telah tanggal.Ingatan semalam kembali menyerangnya. 'Aku menyukai kamu, Hasya," ungkap Kara seraya memeluk Hasya. "Aku tahu, ternyata selama ini aku hanya bingung oleh perasaanku sendiri. Tapi sekarang, aku yakin sekali, aku menyukai kamu, aku ingin selalu di sisi kamu. Aku sayang sama kamu, Hasya."Tentu saja, Hasya yang lebih dulu menyukai Kara itu tak menyia-nyiakan waktu. Ia meraih tengkuk Kar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status