Beranda / Romansa / Suami Kontrak CEO Cantik / Bab 6 : Masuk Ke Dunia Baru

Share

Bab 6 : Masuk Ke Dunia Baru

Penulis: Nanasshi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-09 21:13:29

Hasya duduk di sudut sofa kulit hitam yang terasa terlalu empuk untuk tubuhnya yang kaku. Matanya menatap langit-langit apartemen Kara yang tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan di atasnya. Seluruh ruangan ini terasa seperti bagian dari majalah interior mewah—dengan dinding marmer putih, lukisan-lukisan mahal, dan perabotan yang tampak lebih mahal dari total biaya hidupnya selama setahun.

Ia meneguk ludah, merasa kecil dan tidak pada tempatnya. Napasnya berat, seolah udara di ruangan ini terlalu tipis untuknya.

“Kamu kenapa duduk di situ seperti tersesat?”

Suara Kara mengagetkan Hasya. Wanita itu baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapi dan elegan. Sepatunya berbunyi pelan di atas lantai marmer saat ia mendekat.

Hasya berusaha tersenyum, tapi yang keluar lebih seperti seringai canggung. “Aku nggak tahu harus ngapain,” jawabnya jujur.

Kara memiringkan kepalanya, menatap Hasya seolah sedang menilai sesuatu yang penting. “Kamu kelihatan seperti anak kucing yang dibuang ke rumah besar. Jangan seperti itu.”

“Aku memang nggak biasa dengan tempat seperti ini.” Hasya menggaruk belakang kepalanya. “Jujur saja, aku bahkan takut menyentuh sesuatu di sini. Kayak semuanya bakal pecah kalau aku salah gerak.”

Kara terkekeh kecil. “Well, kalau pecah, kita beli lagi. Tapi yang lebih penting dari itu…” Kara duduk di seberangnya, menatap Hasya lekat-lekat. “Penampilanmu harus berubah.”

Hasya mengernyit. “Penampilanku?”

Kara melirik pakaian yang dikenakan Hasya—kaus polos abu-abu yang sudah agak pudar dan celana jeans lusuh. Sandalnya pun sudah terlihat usang. “Ya, penampilanmu. Kamu adalah suami seorang CEO sekarang. Orang-orang akan menilai kita dari apa yang mereka lihat. Dan aku tidak bisa membiarkanmu terlihat seperti ini.”

Hasya merasa telinganya memanas. “Apa maksudmu? Aku nggak punya baju mahal, kalau itu yang kamu pikirkan.”

“Justru itu masalahnya.” Kara berdiri dan mengambil tas tangannya. “Ayo, kita pergi belanja.”

^^^^

Hasya menatap pantulan dirinya di cermin besar di dalam ruang ganti. Ia mengenakan setelan jas hitam yang sangat pas di tubuhnya, dengan kemeja putih bersih dan dasi sutra yang rapi. Rambutnya yang biasanya berantakan kini disisir rapi oleh salah satu pegawai butik.

Ia hampir tidak mengenali dirinya sendiri.

Kara berdiri di sampingnya dengan senyum puas. “Nah, ini baru kelihatan seperti suami seorang CEO.”

Hasya memandangi dirinya sendiri lagi. “Aku kelihatan… aneh.”

Kara mengangkat alisnya. “Aneh? Tidak, Hasya. Kamu kelihatan elegan.” Ia berjalan mengitari Hasya, menilai setiap detail dari penampilannya. “Kamu hanya belum terbiasa. Tapi percayalah, orang-orang akan memperlakukanmu dengan lebih hormat kalau kamu terlihat seperti ini.”

Hasya meremas telapak tangannya, merasa tidak nyaman dengan perhatian yang diberikan para pegawai butik padanya. Sejak ia masuk ke toko ini, semua mata seolah tertuju padanya. Ia bisa merasakan tatapan penilaian, meski mereka berusaha menyembunyikannya dengan senyum ramah.

“Kalau begini, aku nggak bisa jadi diri sendiri.”

Kara menatapnya tajam. “Diri sendiri? Dengarkan aku, Hasya.” Ia mendekat, suaranya menurun namun penuh tekanan. “Aku mempekerjakanmu untuk memainkan peran ini. Aku membutuhkan seseorang yang bisa berdiri di sampingku tanpa membuatku terlihat lemah. Jadi, kalau kamu mau melakukan ini dengan benar, maka kamu harus mulai bersikap seperti seorang pria yang pantas berada di dunia ini.”

Hasya membuka mulutnya untuk membalas, tapi kemudian menutupnya lagi. Kata-kata Kara terasa menusuk, tapi ia tahu wanita itu benar. Ini bukan tentang Hasya sebagai pribadi. Ini tentang peran yang harus ia jalankan.

Hasya mengangguk pelan. “Baiklah.”

Kara tersenyum kecil. “Bagus.”

^^^^

Setelah tiga jam berpindah dari satu butik ke butik lain, Hasya merasa kelelahan. Ia tidak pernah membayangkan bahwa berbelanja bisa jadi sangat melelahkan. Tas-tas belanja dari merek-merek terkenal menumpuk di tangan para asisten toko, siap dikirimkan ke apartemen Kara.

Setelah membeli jas, kemeja, sepatu kulit mahal, dan jam tangan yang harganya bisa membayar biaya hidupnya selama berbulan-bulan, Hasya merasa tercekik.

Ketika mereka akhirnya duduk di kafe mewah di pusat perbelanjaan itu, Hasya memandangi Kara dengan canggung.

“Kamu yakin semua ini perlu?” tanyanya sambil menunjuk ke tas-tas belanja di sekitar mereka.

Kara menyesap kopinya dan mengangguk. “Lebih dari perlu. Ini investasi.”

“Investasi?”

“Ya. Penampilan itu aset.” Kara meletakkan cangkirnya dan menatap Hasya serius. “Kita tidak bisa menghindari sorotan. Akan ada orang yang memandang kita dan berusaha mencari celah untuk menjatuhkan kita. Aku sudah cukup berpengalaman dengan itu. Jadi, kita harus selalu satu langkah di depan.”

Hasya terdiam. Ia tidak pernah memikirkan hidup dari sudut pandang seperti itu. Baginya, selama ini hidup adalah soal bertahan—makan, tidur, dan menjaga agar kakaknya tetap hidup. Ia tidak pernah memikirkan bagaimana orang lain memandangnya.

Namun, di dunia Kara, segalanya tampak seperti permainan catur yang rumit.

“Aku cuma takut nggak bisa menyesuaikan diri,” ucap Hasya akhirnya.

Kara tersenyum tipis. “Kamu akan terbiasa. Tapi jangan lupa satu hal.”

“Apa?”

“Jangan biarkan dirimu terlalu nyaman.”

Hasya menatap Kara bingung.

“Kita di sini bukan karena cinta, Hasya. Ingat tujuanmu dan aku. Begitu semua ini selesai, kamu bebas kembali ke hidupmu. Jadi, jangan sampai kamu lupa siapa dirimu sebenarnya.”

Saat mereka kembali ke apartemen, para staf langsung mengantarkan semua barang belanjaan mereka. Hasya duduk di sofa sambil menatap kotak-kotak berisi pakaian dan aksesori yang kini menjadi miliknya.

Ia merasa terjebak di antara dua dunia—dunia lamanya yang sederhana dan penuh perjuangan, dan dunia baru ini yang dipenuhi kemewahan, tapi terasa kosong dan dingin.

Kara memerhatikan Hasya dari kejauhan. Ia tahu Hasya merasa canggung, tapi Kara juga tahu bahwa ini perlu.

“Kamu akan terbiasa,” ucap Kara sambil berjalan mendekat. “Dan ingat, ini hanya sementara.”

Hasya menatap Kara, lalu mengangguk pelan.

Namun, jauh di dalam hatinya, Hasya mulai bertanya-tanya apakah ia benar-benar bisa menjalani peran ini tanpa kehilangan dirinya sendiri.

^^^^

Bab terkait

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 7 : Sekilas Kenangan Lama

    Hasya duduk di ujung meja makan yang panjang dan mewah, memandangi piring porselen yang tampak lebih mahal daripada seluruh perabotan di rumah lamanya. Di hadapannya, Kara sedang membaca sesuatu di ponselnya sambil sesekali menyeruput kopi pagi.Di antara mereka, terasa sunyi. Tidak ada satu yang berbicara. Hanya suara detak jarum jam dan robot penghisap debu yang bolak-balik di bawah meja yang terdengar. Lalu setelahnya, helaan napas Kara yang terdengar. Perempuanitu menatap Hasya sebentar dan kembali menekuri ponselnya.“Hasya,” Kara memanggilnya tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.“Ya?” Hasya menegakkan punggungnya.“Kamu bisa santai sedikit, tahu?” Kara akhirnya mendongak dan menatap Hasya dengan alis terangkat. “Kamu terlihat seperti tamu yang takut menyentuh barang di sini.”Hasya tersenyum kikuk. “Aku nggak terbiasa dengan semua ini.”Kara mendengus kecil. “Kamu tinggal di sini sekarang. Bukan tamu. Bersikaplah seperti itu." Perempuan itu meraih kembali cangkir kopinya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 8: Desakan Yang Menyebalkan

    Langit-langit ruang makan keluarga Wihardjo dipenuhi ukiran-ukiran kayu yang rumit, seolah mencoba mencerminkan kekayaan dan keanggunan yang tak terbantahkan. Lampu gantung kristal di atas meja panjang berkilauan lembut, memantulkan cahaya ke piring-piring porselen yang berisi hidangan mahal. Namun, kemewahan itu tidak mampu menyamarkan atmosfer yang dingin dan penuh tekanan.Karana duduk tegak di kursinya, ekspresinya tak tergoyahkan seperti biasa. Di sampingnya, Hasya tampak tenang, meski dalam hatinya ia merasa seperti anak kecil yang tersesat di ladang duri. Ayah Kara, Tuan Aditya Wihardjo, duduk di ujung meja dengan tatapan tajam yang tak memberikan ruang untuk perbedaan pendapat.“Karana,” suara berat pemilik nama belakang Wihardjo memecah keheningan. “Aku harap kau sudah mulai memikirkan soal momongan. Usia tidak menunggu siapa pun.”Kara meneguk air putihnya perlahan, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang merayap di balik matanya. “Kami sudah memikirkan hal itu, Ayah,” jawa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 9: Jejak Masa Lalu yang Terendus

    Hari itu, langit cerah seolah mengundang siapa saja untuk keluar dan menikmati kehangatan mentari. Kara dan Hasya memutuskan untuk berjalan-jalan santai di sebuah pusat perbelanjaan setelah seminggu penuh dengan jadwal yang melelahkan. Kara, seperti biasa, mengenakan pakaian elegan yang mencerminkan statusnya. Sementara Hasya, dengan pakaian yang lebih kasual namun tetap rapi, mencoba menyesuaikan diri dengan dunia Kara yang jauh berbeda dari kehidupannya dulu.Hasya sempat menolak saat Kara menyuruhnya untuk mengenakan jas. Bagi Hasya, jas hanya cocok untuk dipertemuan penting. Ia lebih suka memakai t-shirt dan hoodie bila sekedar berjalan-jalan di mall. Tentu saja, itu mendapat tatapan tajam dari Kara.Alhasil, Hasya memakai t-shirt berkerah keluaran dari Ralph Lauren agar tetap santai namun terkesan rapi.Akhirnya.Sebab laki-laki itu akan mendapat celetukan sarkastik lagi andai tidak menurut.Mereka baru saja keluar dari sebuah butik ketika seorang pria tinggi dengan rambut tersis

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 10: Jejak Sosok yang Mengusik

    Hasya duduk sendirian di ruang kerjanya. Malam telah larut, tapi pikirannya belum juga tenang. Setelah pertemuan mereka dengan Daniel beberapa hari lalu, nama Adrian terus menghantui benaknya. Sosok yang tak pernah ia kenal secara langsung itu tiba-tiba menjadi bayangan besar yang menekan dadanya.Hasya mencoba melawan rasa penasaran itu, tapi rasa ingin tahunya lebih kuat. Ia membuka laptop, mengetik nama "Adrian" di kolom pencarian media sosial. Tak butuh waktu lama untuk menemukan profilnya.Layar laptop menampilkan serangkaian foto seorang pria tampan dengan senyum penuh percaya diri. Foto-fotonya mencerminkan kehidupan glamor—pesta, perjalanan ke tempat-tempat mewah, dan potret bersama orang-orang penting. Adrian terlihat sempurna, seperti yang Daniel gambarkan.Hasya menelusuri setiap foto dengan hati-hati. Ia melihat Adrian mengenakan setelan jas yang pas, rambutnya tertata rapi, dan posenya yang selalu tampak berwibawa. Hasya diam-diam berpikir, “Apa ini tipe laki-laki yang se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 11: Krisis dan Ciuman di Mobil

    Pagi itu di ruang rapat utama Wihardjo Corp, suasana begitu tegang. Para eksekutif duduk dengan wajah cemas, sementara suara Kara yang tegas memenuhi ruangan. Ia membahas laporan terbaru yang menunjukkan masalah besar: sebuah proyek besar yang melibatkan banyak investor telah mengalami keterlambatan yang signifikan.“Apa penjelasan kalian? Bagaimana ini bisa terjadi?” Kara bertanya, nadanya dingin namun penuh tekanan.Salah satu manajer proyek memberanikan diri untuk berbicara. “Ada kendala teknis di lapangan, Bu Kara. Juga, beberapa bahan yang dipesan dari luar negeri terlambat dikirim karena masalah logistik.”Kara menghela napas panjang, mencoba menenangkan emosinya. “Kendala seperti ini seharusnya sudah diantisipasi sejak awal. Kita tidak bisa memberi alasan yang sama kepada para investor.”Para eksekutif saling berpandangan, tak ada yang berani menanggapi lebih lanjut. Kara menutup rapat dengan keputusan untuk memanggil seluruh pemegang saham dan investor utama untuk pertemuan da

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 12 : Sisa Ciuman dan Langkah Alice

    Hasya mendekat, meraih dagu kara untuk ia bawa mendekat pada bibirnya. Ia hinggap di sana, mencecap bibir perempuan itu yang rasanya seperti kue red velvet. Dan Hasya senang, karena ketika ia memperdalam ciumannya, membiarkan lidahnya menerobos masuk mulut Kara, perempuan itu ... tidak mendorong tubuhnya sekaligus menamparnya.Kara -awalnya- diam saja, namun setelah Hasya menyentuh tengkuk Kara untuk memperdalam ciuman mereka, perempuan itu terhanyut juga.Ia mulai membalas ciuman demi ciuman itu. Beradu bibir atas dan bawah keduanya dengan hisapan-hisapan yang membuat waras terbang entah kemana. Lalu saat tangan Hasya hendak membuka kancing kemeja yang digunakan Kara, perempuan itu menahannya.Dan dengan mata yang sama gelapnya, kara berbisik setengah menahan gelora."Jangan di sini, sebaiknya kita ... pulang?"Tentu saja, Hasya menurut. Ia mulai kembali sibuk dengan kemudinya mempercepat laju kendaraan dan menahan sesuatu yang terasa mendesak di bawah sana. Hasya yang biasanya selal

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 13: Percikan Cemburu

    Hari itu, Kara merasa gelisah sejak pagi. Ia duduk di ruangannya, mencoba fokus pada layar laptop, tetapi pikirannya terus melayang pada pemandangan yang ia lihat kemarin: Alice dan Hasya, bercakap-cakap akrab di kubikel Hasya. Ia tidak suka perasaan ini, tetapi ia tidak bisa mengabaikannya.“Kenapa aku harus peduli?” Kara bergumam sambil mengetuk-ngetuk meja dengan pena. Namun, suara ketukan pintu membuatnya tersentak.“Kara, kamu ada waktu?” Hasya masuk dengan senyum canggung, memegang beberapa dokumen.Kara memandangnya sekilas. Meski raut wajahnya biasa saja, ada sedikit ketegangan dalam nadanya. “Ada apa?”“Saya butuh tanda tanganmu untuk dokumen ini. Selain itu, saya ingin diskusi sedikit soal laporan,” jawab Hasya sambil meletakkan berkas di meja.Kara mengangguk kecil dan mulai membaca dokumen. Hasya berdiri di depannya dengan gelisah, sesekali melirik Kara yang terlihat begitu serius. Setelah beberapa menit, Kara akhirnya menandatangani dokumen tersebut.“Kamu bisa langsung t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 14: Perempuan di Masa Lalu Hasya

    Pagi itu, Kara menatap kosong jendela besar ruangannya. Hatinya gelisah, pikirannya terhanyut oleh kebiasaan Hasya yang mulai ia sadari akhir-akhir ini. Setiap minggu, tanpa absen, Hasya selalu pergi ke rumah sakit setelah pulang kerja, dengan alasan menjenguk kakaknya yang dirawat. Namun, anehnya, ia tak pernah sekalipun mengajak Kara.Kara menyesap kopi yang mulai dingin, mencoba menenangkan pikirannya yang dirundung kecurigaan. "Kenapa dia menyembunyikan ini dariku?" gumamnya pelan. Penasaran yang menggerogoti membuat Kara akhirnya memutuskan untuk menyusul Hasya ke rumah sakit sore itu.Kara diam-diam mengendarai mobilnya, menjaga jarak agar Hasya tidak menyadari keberadaannya. Setelah tiba di rumah sakit, ia melihat Hasya berjalan masuk dengan langkah tergesa. Kara menunggu beberapa saat sebelum mengikuti, matanya terus mengawasi Hasya yang akhirnya berhenti di sebuah ruangan.Dari celah pintu, Kara melihat Hasya berbicara dengan seorang perempuan muda berseragam perawat. Wajah p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15

Bab terbaru

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 35 : Ending Story About Kara-Hasya

    Hujan rintik-rintik turun dari langit kelabu, membasahi jendela kantor Kara yang menghadap kota. Perempuan itu duduk di kursinya, menatap layar komputer dengan mata yang tajam dan penuh amarah yang terpendam. Di sampingnya, Hasya berdiri dengan tangan terlipat, menunggu Kara berbicara."Aku sudah menyelidiki semua transaksi keuangan perusahaan selama setahun terakhir," suara Kara akhirnya terdengar, dingin seperti baja yang baru diasah. "Dan hasilnya?"Hasya mendekat, membaca dokumen yang tertera di layar. Matanya membulat. "Alice… dia benar-benar gila."Angka-angka dalam laporan itu berbicara sendiri. Puluhan miliar dana perusahaan telah dialirkan ke rekening-rekening asing, perusahaan fiktif, dan berbagai proyek yang ternyata tak pernah ada. Alice bukan hanya sekadar menyebarkan rahasia Kara ke media, tapi juga telah mengkhianati perusahaan dengan cara yang jauh lebih busuk.Kara mengepalkan tangannya, jemarinya gemetar karena emosi. "Dia pikir aku nggak bakal tahu? Dia pikir aku ak

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 34 : Alice Biang Kerok

    Malam itu, angin berembus pelan, tapi dinginnya menembus hingga ke tulang. Kara duduk di ruang kerja, matanya terpaku pada layar ponselnya. Jemarinya menggenggam ponsel erat, seolah benda itu adalah satu-satunya pegangan dalam kekacauan ini. Hasya berdiri di belakangnya, menunggu dengan sabar saat Kara menggulirkan layar, mencari tahu sumber berita yang telah menghancurkan segalanya.Lalu, di sanalah mereka menemukannya.Nomor ponsel Adrian.Kara mematung. Hatinya menolak percaya. Adrian? Teman lamanya? Orang yang dulu dia anggap sebagai rekan sekaligus seseorang yang pernah ia percayai?Hasya, yang sedari tadi memperhatikan ekspresi Kara, menarik napas dalam. "Kita harus memastikan ini," katanya, suaranya tenang tapi tegas. "Kita ke rumah sakit sekarang."Rumah sakit berbau khas antiseptik, bercampur dengan aroma samar kecemasan yang melayang di udara. Langkah Kara dan Hasya cepat, hampir berlari. Mereka bertanya pada perawat, lalu diarahkan ke kamar perawatan Adrian.Namun, sebelum

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 33 : Konferensi Pers

    Ruangan itu sunyi, sepi yang menusuk lebih dalam daripada kemarahan yang baru saja meledak. Hasya berdiri tegak, dadanya naik-turun menahan emosi. Matanya menatap lurus ke arah sang mertua, meski sorot mata lelaki tua itu lebih tajam daripada pisau yang baru diasah.Kara masih memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan tadi, tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak. Melainkan kenyataan bahwa ayahnya sendiri ingin menghancurkan sesuatu yang—walaupun dia enggan mengakuinya sebelumnya—sudah menjadi bagian dari hatinya.Hasya menelan ludah, lalu maju satu langkah."Ayah," suaranya tegas, tapi tetap penuh hormat. "Saya tahu Anda marah. Saya tahu berita itu mencoreng nama baik keluarga Wihardjo. Tapi sebelum Anda memutuskan sesuatu, biarkan saya bicara."Ayah Kara menatapnya dengan rahang mengeras, tapi tak berkata apa-apa."Kami memang memulai hubungan ini dengan sebuah perjanjian," Hasya melanjutkan, memastikan suaranya stabil. "Kami berdua tahu itu. Kami paham risiko dan konsekuensi

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 32 : Rahasia Terbongkar

    Suasana di kantor Wihardjo Group pagi itu terasa lebih tegang dari biasanya. Para karyawan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, membicarakan satu topik yang sama dengan suara berbisik-bisik—skandal pernikahan kontrak antara Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu. Berita itu muncul seperti petir di siang bolong, menyebar dengan cepat di berbagai portal berita dan media sosial. Foto-foto Kara dan Hasya terpampang di mana-mana dengan judul besar yang sensasional. "Pernikahan Kontrak CEO Wihardjo Group Terbongkar!" "Siapa Sebenarnya Hasya Gaharu? Suami Bayaran Karana Wihardjo?" Kara menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Sementara di sebelahnya, Hasya memijat pelipisnya dengan frustrasi. "Ini pasti ulah Alice," gumam Hasya akhirnya, setelah membaca beberapa artikel yang semuanya memuat sumber yang sama—seorang ‘narasumber terpercaya’ dari dalam perusahaan. Kara menutup ponselnya dengan kasar. "Alice tidak akan berani bertindak sejauh ini sendirian." Hasya mengangkat al

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 31 : Hasya Galau

    Malam itu udara dingin menelusup ke dalam jaket tipis Hasya. Angin berembus pelan, mengibarkan tirai di jendela rumah Ayu. Tapi bukan udara dingin yang membuat Hasya menggigil.Melainkan tatapan Dhea yang kini berdiri tepat di hadapannya."Aku nggak pernah bisa benci kamu, Hasya."Kalimat itu meluncur dari bibir Dhea dengan nada pelan tapi penuh ketegasan. Mata perempuan itu menatap lurus ke arah Hasya, membuat laki-laki itu merasa seperti ditelanjangi oleh kebenaran yang selama ini ia coba hindari."Aku pikir aku bisa," lanjut Dhea, tersenyum kecil. "Setelah kamu pergi tanpa sepatah kata pun. Setelah tiba-tiba kamu menikah sama Kara. Aku pikir, aku bisa membencimu. Tapi ternyata enggak."Hasya menelan ludah. Ia tidak tahu harus menjawab apa."Aku cuma mau bilang," Dhea melanjutkan, suaranya lebih lirih kali ini, "Sekarang aku tahu kalau pernikahan itu cuma kerja sama. Dan aku mau kamu tahu kalau aku masih di sini, Hasya. Aku bakal nunggu kamu."Jantung Hasya mencelos.Ia menatap Dhea

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 30 : Rahasia yang Diketahui Dhea

    Kara duduk di kursi rumah sakit dengan mata yang terasa berat. Bau khas antiseptik menyengat hidungnya, bercampur dengan udara dingin yang membuat suasana semakin sunyi. Sejak tadi, tatapannya tidak lepas dari Adrian yang masih terbaring tak sadarkan diri di ICU.Selama ini, ia menganggap Adrian sebagai ancaman—seorang pria yang selalu mencoba masuk ke dalam hidupnya tanpa izin. Tapi sekarang, melihat laki-laki itu terbaring dengan selang dan alat medis yang menopang hidupnya, Kara tidak bisa menyangkal ada perasaan simpati di hatinya.Namun, lebih dari itu, ada banyak pertanyaan yang terus berkecamuk di kepalanya.Kenapa Adrian melakukan ini?Kenapa dia harus menghancurkan proyek Wihardjo Group?Apa yang sebenarnya ia pikirkan?Saat itu, suara langkah kaki mendekat. Kara menoleh dan menemukan Hasya berdiri di dekatnya dengan ekspresi khawatir.“Kamu belum pulang?” tanya Hasya.Kara menggeleng. “Aku mau menunggu sampai Adrian sadar.”Hasya terdiam sesaat. “Aku temani, ya?”Namun, Kara

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 29 : Adrian Sakit

    Kara tidak pernah menyangka bahwa dunianya bisa berantakan dalam sekejap.Setelah panggilan dari dewan direksi malam itu, ia dan Hasya langsung bergegas ke kantor, mengumpulkan semua laporan, dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Investor utama mereka, yang seharusnya menjadi tulang punggung proyek terbesar Wihardjo Group, tiba-tiba menarik diri tanpa alasan jelas.Selama beberapa hari terakhir, Kara dan Hasya telah bekerja keras mencari jalan keluar. Tidur menjadi barang mewah yang tidak bisa mereka nikmati. Makan pun hanya sekadarnya, sekadar untuk bertahan.Hasya bahkan selalu menemaninya. Laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluh, meskipun wajahnya sudah terlihat jelas kelelahan.Saat Kara tengah menatap laporan dengan mata berat, Hasya mendekatinya sambil membawa secangkir kopi.“Minum ini dulu,” katanya, menyodorkan cangkir itu ke hadapan Kara.Perempuan itu menghela napas, lalu menerima kopi itu dengan lelah. “Terima kasih.”Hasya tersenyum. “Udah ada kabar

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 28 : Kejutan dari Adrian

    Pagi itu, kantor Wihardjo Group terasa lebih hidup dari biasanya. Para pegawai yang biasanya sibuk dengan rutinitas mereka, kini mencuri pandang ke arah pasangan yang baru saja memasuki gedung.Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu.Bukan karena keduanya datang bersama yang membuat para pegawai terkejut, tetapi karena ekspresi Kara yang tampak jauh lebih lembut dari biasanya. CEO mereka yang selalu berwibawa, tegas, dan kadang menakutkan itu kini tampak lebih tenang. Bahkan, ada semburat kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikannya.“Kok rasanya beda, ya?” bisik salah satu karyawan perempuan pada rekan di sebelahnya.“Iya. Biasanya Bu Kara masuk kantor dengan aura yang bikin kita enggak berani napas. Sekarang…”“Kayak lagi jatuh cinta, nggak, sih?”Desas-desus kecil mulai menyebar di antara pegawai, terutama ketika mereka melihat Hasya yang berjalan santai di samping Kara dengan senyum jahilnya.Alice yang duduk di meja kerjanya hanya mengangkat sebelah alis. Ada sesuatu yang tidak beres d

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 27 : Unboxing Time

    Kara membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi menembus celah tirai kamar, menerangi ruangan dengan cahaya lembut. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan kenyataan.Namun, saat ia menyadari di mana dirinya berada, tubuhnya langsung menegang.Ia tidak sedang berada di kamarnya sendiri.Matanya menyapu sekeliling, menyadari bahwa ia masih terbaring di ranjang Hasya. Selimut tebal yang melilit tubuhnya menyisakan pundaknya yang terbuka. Tubuhnya terasa hangat, kulitnya bersentuhan langsung dengan kain sprei.Napas Kara tercekat ketika ia menyadari bahwa pakaiannya telah tanggal.Ingatan semalam kembali menyerangnya. 'Aku menyukai kamu, Hasya," ungkap Kara seraya memeluk Hasya. "Aku tahu, ternyata selama ini aku hanya bingung oleh perasaanku sendiri. Tapi sekarang, aku yakin sekali, aku menyukai kamu, aku ingin selalu di sisi kamu. Aku sayang sama kamu, Hasya."Tentu saja, Hasya yang lebih dulu menyukai Kara itu tak menyia-nyiakan waktu. Ia meraih tengkuk Kar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status