Beranda / Romansa / Suami Kontrak CEO Cantik / Bab 7 : Sekilas Kenangan Lama

Share

Bab 7 : Sekilas Kenangan Lama

Penulis: Nanasshi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 21:21:18

Hasya duduk di ujung meja makan yang panjang dan mewah, memandangi piring porselen yang tampak lebih mahal daripada seluruh perabotan di rumah lamanya. Di hadapannya, Kara sedang membaca sesuatu di ponselnya sambil sesekali menyeruput kopi pagi.

Di antara mereka, terasa sunyi. Tidak ada satu yang berbicara. Hanya suara detak jarum jam dan robot penghisap debu yang bolak-balik di bawah meja yang terdengar. Lalu setelahnya, helaan napas Kara yang terdengar. Perempuanitu menatap Hasya sebentar dan kembali menekuri ponselnya.

“Hasya,” Kara memanggilnya tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

“Ya?” Hasya menegakkan punggungnya.

“Kamu bisa santai sedikit, tahu?” Kara akhirnya mendongak dan menatap Hasya dengan alis terangkat. “Kamu terlihat seperti tamu yang takut menyentuh barang di sini.”

Hasya tersenyum kikuk. “Aku nggak terbiasa dengan semua ini.”

Kara mendengus kecil. “Kamu tinggal di sini sekarang. Bukan tamu. Bersikaplah seperti itu." Perempuan itu meraih kembali cangkir kopinya. "Kamu cepat sekali akrab dengan bibir dan tubuhku, bahkan tidak ada kecanggungan sama sekali. Lantas kenapa kamu harus emrasa canggung dengan segala yang ada di rumah ini?"

Hasya memandang peremmpuan itu, telinganya tiba-tiba menjadi merah. Ia merona. Ia malu. Ucapan Kara sepertinya tepat sasaran.

"Kamu merona," ledek Kara. "Usia awal 20-an memang sedang menggebu-gebu ya soal skinsip."

Hasya mendengus. Ia tidak suka sekali sikap blak-blkan perempuan itu. Apalagi, mengingatkan ia pada bermalam-malam lalu -lebih tepatnya malam pertama mereka- yang terasa cukup panas namun berhenti di tengah-tengahnya.

"Maaf, lain kali aku akan lebih hati-hati," jawab Kara seraya bangkit. Ia hendak masuk ke dalam kamarnya. Kata ganti yang tepat, karrena setelah malam pertama yang hampir menanggalkan bathrobe Kara malam itu, perempun itu memutuskan untuk keduanya tidur terpisah.

Kara meletakkan ponselnya, memandang Hasya pekat. "Kamu memang harus berhati-hati soal skinship denganku. Kalau kamu lupa, pernikahan kita hanya hitam di atas putih." Kara turut bangkit, meraih tasnya dan mendekat pada Hasya yang berdiri di depan pintu kamar. "Tapi di luar, ketika banyak mata yang melihat, kamu harus bersikap seperti malam itu. Agresif tapi malu-malu." Kara terkekeh pelan. "Agar mereka percaya, pernikahan kita nyata, menyenangkan dan panas."

Kara lantas menepuk pundak Hasya ppelan sebelum akhirnya berlalu. Meninggalkan Hasya yang terkekeh pelan. Karena sejujurnya, ia tidak tahu mengapa sekarang di kepalanya, bersarang banyak ide untuk mempermainkan Kara ketika di hadapan publik.

Bukankah perempuan itu sudah memberikan izin dan sekaligus menyuruhnya berlaku demikian?

LIhat saja.

^^^^

17 tahun lalu, Kediaman Hasya

Hasya kecil berdiri di depan peti mati orang tuanya, menggenggam tangan kakaknya, Ayu, erat-erat. Air mata tidak menetes di pipinya, selayaknya memang ia tahan sekuat tenaga. Ia -sekalipun anak kecil- tetaplah anak laki-laki satu-satunya di keluarga ini. Ia yang melihat Ayu -sanng kakak- menangis hingga pingsan, menjadikannya bertekad.

Ia tidak akan menangis.

Ia anak laki-laki.

Ia yang akan menjaga Ayu.

Nyatanya, hidup pedih tidak pernaha berhenti menjelajah hidup Hasya. Saat peran orang tua diambil alih oleh Ayu, tepatnya ketika di pertengahan masa kuliahnya, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Ayu tiba-tiba tidak bisa melihat ketika bangun disuatu pagi. Matanya buram dan lama-kelmaan menjadi gelap seutuhnya.

Hasa yang panik terus berusaha membawa Ayu ke tempat-tempat yang katanya bisa menyembuhkan. Dokter, pengobatan alternatif, hingga pengobatan herbal. Ia lakukan segalanya, dengan modal seadanya, sebisanya, sebagai seorang anak muda.

Tapi dokter tetap bersikukuh, Ayu harus segera menjalani pengobatan. Tentu saja, ia butuh uang yang banyak dengan deretan nol yang membuat Hasya pusing melihatnya.

Dalam tertatih itu, setelah tahun-tahun dilewati Hasya dengan harapan yangs emakin menciut, nyatanya Tuhan berbaik hati juga. Ia bertemu dengan Kara dan terlibat perjanjian dengannya.

Hasya sedih?

Tidak juga.

Baginya, Ayu yang bisa melihat lagi, lebih dari apapun. Apalagi bila hanya dibandingkan dengan perasaannya. Itu tidak ada apa-apanya.

^^^^

Masa Sekarang, Setelah Pernikahan

Kara berdiri di depan pintu kamar Hasya, memandang pintu yang sedikit terbuka. Ia bisa melihat Hasya duduk di tempat tidur, membaca buku dengan ekspresi serius.

Ia teringat percakapannya dengan Hasya tadi pagi. Laki-laki itu benar-benar terlihat seperti anak kecil yang tersesat di dunia orang dewasa.

“Kenapa dia begitu kaku?” gumam Kara pada dirinya sendiri. Sebagai seseorang yang selalu mendominasi di ruang mana pun, Kara merasa aneh menghadapi seseorang seperti Hasya.

Tapi ada sesuatu yang membuatnya lucu—cara Hasya mencoba beradaptasi, cara ia menghindari tatapan matanya, bahkan cara ia selalu memanggilnya “Bu Kara” dengan nada formal.

Kara mengetuk pintu, membuat Hasya mendongak dengan kaget.

“Boleh masuk?” tanyanya sambil melipat tangannya di depan dada.

“Eh, tentu saja,” jawab Hasya, langsung bangkit dari tempat tidur.

Kara melangkah masuk, melihat buku yang sedang dibaca Hasya. “Apa itu?” tanyanya.

“Oh, ini... buku tentang strategi bisnis,” jawab Hasya sambil memperlihatkan sampulnya.

Kara mengangkat alis. “Kamu tertarik dengan bisnis?”

Hasya mengangguk. “Aku pikir, kalau aku mau bertahan di dunia ini, aku harus belajar.”

Kara terdiam sejenak, merasa kagum meskipun tidak mengatakannya. Lalu ia tersenyum tipis. “Bagus. Tapi jangan terlalu serius. Kadang kamu harus bersantai juga.”

Hasya hanya tersenyum kecil, tidak tahu bagaimana menanggapi saran itu.

"Kalau kamu serius ingin belajar soal perusahaan, besok ... aku akan meminta Pak Sultan untuk mengajari kamu seglanya. Dia orang hebat dan kepercayaan Wihardjo."

Mata Hasya berbinar. Ia senang tentu saja. Sekalipun menyenangkan menjadi istri Karana Wihardjo dan jadi menantu konglomerat, tetap saja ini semu. Hanya satu tahund an ia akan kembali ke rumah kumuh miliknya.

Andai sekalipun tidak ada uang yang bisa ia bawa, membawa bekal berupa pengetahuan dari orang yang kredibel juga tidak buruk. Dengan begitu, ia bisa memulai kariernya nanti dengan lebih baik. Dengan pengetahuan yang lebih mumpuni. Saat Kara menceraikannya.

Duh ... kenapa Hasya merasa sedikit sedih memikirkannya.

"Serius? Wah ..." Hasya mendekat, meraih tangan Kara dan terlonjak senang di depan perempuan itu. Ia lantas tiba-tiba sekali, memeluk Kara. "Terima kasih ya, Kara. Terima kasih."

Kara tidak menjawab. Ia tertegun sejenak namun jelas, dadanya sedikit aneh?

Ia berdebar-debar, ternyata.

^^^^

Dua Tahun Lalu, Takdir Tak Terduga

Sore yang hujan itu menyebalkan. Kara memukul kemudianya berulang-ulang. Tiba-tiba sekali, mobilnya mati. Padahal ia suah terlalu lelah setelah seharian sibuuk dengan meeting dan persiapan peluncuran produk baru. Ponselnya pun mati, jadi sangat tidak memungkinkan baginya untuk menelepon bengkel langganan apalagi memesan taksi online.

Kara mengambil payungnya, turun dan tergesa membuka kap mobil. a tidak tahu, mengapa ia melakukan hal tersebut. Padahal jelas sekali, ia but soal mesin.

"Mobilnya mati, ya?"

Kara sedikit terlonjak, kaget. Ia dengan cepat menoleh ke sisinya dan menemukan eksistensi seorang pemuda yang basah kuyup dalam balutan jas hujan. Ia tidak kenal dan tentu harus waspada.

Kara berjingit mundur. Tidak menjawab.

Si pemuda sepertinya tahu persepsi yanga da di kepala Kara. Oleh karena itu, ia tersenyum seraya sedikit mundur. "Aku bukan orang aeh, kok." Hasya sedikit berteriak karena suara hujan sore itu berisik sekali. "Aku juga tahu soal mesin."

Kara -meski ragu- akhirnya mempersilakan Hasya untuk melihat kap mobilnya. Pemuda itu lantas fokus menekuri mesin-mesin itu. Ia melakukannya di bawah naungan payung Kara.

"Sekarang, coba masuk dan hidupin," perintah Hasya.

Kara menurut meskipun pandangannya amsih terlihat curiga. Namun ajaibnya, mobil Kara akhirnya menyala.

Perempuan itu kmbali turun dan menghampiri Hasya dengan lembaran uang berwarna merah di tangannya.

"Sebagai ucapan terima kasih."

Hasya menggeleng. "Nggak, nggak usah."

Kara mengernyit. "Itu bayaran karena kamu sudah mebantu saya."

Pemuda tu tersenyum, kembali menolak uang tersebut. "Aku cuma berbuat baik, bukan untuk meminta imbalan."

Kara ... sebagai seseorang yang terlahir dari keluarga pebisnis, dimana segala sesuatu diukur atas untung dan rugi, jelas tidak mengerti. Ia tidak paham konsep menolak lembaran uang tersebut ketika pemuda itu nampak memakai motor biasa dengan jas hujan yang sduah usang.

Tapi, pemuda itu tersenyum.

Yang sialnya, terus berkutat di kepala Kara hingga malam sebelum terlelap.

^^^^

Sekarang, kehidupan Setelah Pernikahan

Kara sedang duduk di sofa, membaca laporan kerja, ketika Hasya datang dengan wajah sedikit bingung.

“Ada apa?” tanya Kara tanpa mengalihkan pandangan dari dokumennya.

“Eh, aku mau masak makan malam. Tapi… aku nggak tahu cara nyalain kompor di dapurmu.”

Kara menatap Hasya, lalu tertawa kecil. Ini pertama kalinya ia benar-benar tertawa di depan Hasya.

“Kamu serius?” tanyanya sambil bangkit dari sofa.

Hasya mengangguk malu-malu. “Serius. Kompornya terlalu canggih.”

Kara menggelengkan kepala sambil berjalan menuju dapur, diikuti oleh Hasya. Ia menunjukkan cara menggunakan kompor listrik itu, sambil sesekali mengolok-olok Hasya.

“Kamu ini benar-benar seperti anak kampung yang tersesat di kota besar,” katanya dengan nada menggoda.

Hasya hanya tersenyum kecil, tidak membantah. Dalam hatinya, ia tahu Kara benar.

Namun, meskipun Kara terlihat dingin dan perfeksionis, Hasya bisa merasakan bahwa wanita itu sebenarnya peduli, meski ia tidak pernah mengatakannya secara langsung.

Dan malam itu, Hasya dan Kara makan malam bersama di meja panjang yang biasanya terasa dingin dan sepi. Meskipun canggung, ada sesuatu yang hangat di antara mereka—sebuah perasaan yang sulit dijelaskan, tapi mulai tumbuh perlahan. Sekalipun percakapan, hanya bisa dihitung dengan jari.

Itu mungkin karena memang Karana Wihardjo bukan tipe perempuan yang suka bicara panjang lebar selain urusan pekerjaan.

Dan Hasya mafhum itu.

^^^^

Bab terkait

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 8: Desakan Yang Menyebalkan

    Langit-langit ruang makan keluarga Wihardjo dipenuhi ukiran-ukiran kayu yang rumit, seolah mencoba mencerminkan kekayaan dan keanggunan yang tak terbantahkan. Lampu gantung kristal di atas meja panjang berkilauan lembut, memantulkan cahaya ke piring-piring porselen yang berisi hidangan mahal. Namun, kemewahan itu tidak mampu menyamarkan atmosfer yang dingin dan penuh tekanan.Karana duduk tegak di kursinya, ekspresinya tak tergoyahkan seperti biasa. Di sampingnya, Hasya tampak tenang, meski dalam hatinya ia merasa seperti anak kecil yang tersesat di ladang duri. Ayah Kara, Tuan Aditya Wihardjo, duduk di ujung meja dengan tatapan tajam yang tak memberikan ruang untuk perbedaan pendapat.“Karana,” suara berat pemilik nama belakang Wihardjo memecah keheningan. “Aku harap kau sudah mulai memikirkan soal momongan. Usia tidak menunggu siapa pun.”Kara meneguk air putihnya perlahan, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang merayap di balik matanya. “Kami sudah memikirkan hal itu, Ayah,” jawa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 9: Jejak Masa Lalu yang Terendus

    Hari itu, langit cerah seolah mengundang siapa saja untuk keluar dan menikmati kehangatan mentari. Kara dan Hasya memutuskan untuk berjalan-jalan santai di sebuah pusat perbelanjaan setelah seminggu penuh dengan jadwal yang melelahkan. Kara, seperti biasa, mengenakan pakaian elegan yang mencerminkan statusnya. Sementara Hasya, dengan pakaian yang lebih kasual namun tetap rapi, mencoba menyesuaikan diri dengan dunia Kara yang jauh berbeda dari kehidupannya dulu.Hasya sempat menolak saat Kara menyuruhnya untuk mengenakan jas. Bagi Hasya, jas hanya cocok untuk dipertemuan penting. Ia lebih suka memakai t-shirt dan hoodie bila sekedar berjalan-jalan di mall. Tentu saja, itu mendapat tatapan tajam dari Kara.Alhasil, Hasya memakai t-shirt berkerah keluaran dari Ralph Lauren agar tetap santai namun terkesan rapi.Akhirnya.Sebab laki-laki itu akan mendapat celetukan sarkastik lagi andai tidak menurut.Mereka baru saja keluar dari sebuah butik ketika seorang pria tinggi dengan rambut tersis

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 10: Jejak Sosok yang Mengusik

    Hasya duduk sendirian di ruang kerjanya. Malam telah larut, tapi pikirannya belum juga tenang. Setelah pertemuan mereka dengan Daniel beberapa hari lalu, nama Adrian terus menghantui benaknya. Sosok yang tak pernah ia kenal secara langsung itu tiba-tiba menjadi bayangan besar yang menekan dadanya.Hasya mencoba melawan rasa penasaran itu, tapi rasa ingin tahunya lebih kuat. Ia membuka laptop, mengetik nama "Adrian" di kolom pencarian media sosial. Tak butuh waktu lama untuk menemukan profilnya.Layar laptop menampilkan serangkaian foto seorang pria tampan dengan senyum penuh percaya diri. Foto-fotonya mencerminkan kehidupan glamor—pesta, perjalanan ke tempat-tempat mewah, dan potret bersama orang-orang penting. Adrian terlihat sempurna, seperti yang Daniel gambarkan.Hasya menelusuri setiap foto dengan hati-hati. Ia melihat Adrian mengenakan setelan jas yang pas, rambutnya tertata rapi, dan posenya yang selalu tampak berwibawa. Hasya diam-diam berpikir, “Apa ini tipe laki-laki yang se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 11: Krisis dan Ciuman di Mobil

    Pagi itu di ruang rapat utama Wihardjo Corp, suasana begitu tegang. Para eksekutif duduk dengan wajah cemas, sementara suara Kara yang tegas memenuhi ruangan. Ia membahas laporan terbaru yang menunjukkan masalah besar: sebuah proyek besar yang melibatkan banyak investor telah mengalami keterlambatan yang signifikan.“Apa penjelasan kalian? Bagaimana ini bisa terjadi?” Kara bertanya, nadanya dingin namun penuh tekanan.Salah satu manajer proyek memberanikan diri untuk berbicara. “Ada kendala teknis di lapangan, Bu Kara. Juga, beberapa bahan yang dipesan dari luar negeri terlambat dikirim karena masalah logistik.”Kara menghela napas panjang, mencoba menenangkan emosinya. “Kendala seperti ini seharusnya sudah diantisipasi sejak awal. Kita tidak bisa memberi alasan yang sama kepada para investor.”Para eksekutif saling berpandangan, tak ada yang berani menanggapi lebih lanjut. Kara menutup rapat dengan keputusan untuk memanggil seluruh pemegang saham dan investor utama untuk pertemuan da

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 12 : Sisa Ciuman dan Langkah Alice

    Hasya mendekat, meraih dagu kara untuk ia bawa mendekat pada bibirnya. Ia hinggap di sana, mencecap bibir perempuan itu yang rasanya seperti kue red velvet. Dan Hasya senang, karena ketika ia memperdalam ciumannya, membiarkan lidahnya menerobos masuk mulut Kara, perempuan itu ... tidak mendorong tubuhnya sekaligus menamparnya.Kara -awalnya- diam saja, namun setelah Hasya menyentuh tengkuk Kara untuk memperdalam ciuman mereka, perempuan itu terhanyut juga.Ia mulai membalas ciuman demi ciuman itu. Beradu bibir atas dan bawah keduanya dengan hisapan-hisapan yang membuat waras terbang entah kemana. Lalu saat tangan Hasya hendak membuka kancing kemeja yang digunakan Kara, perempuan itu menahannya.Dan dengan mata yang sama gelapnya, kara berbisik setengah menahan gelora."Jangan di sini, sebaiknya kita ... pulang?"Tentu saja, Hasya menurut. Ia mulai kembali sibuk dengan kemudinya mempercepat laju kendaraan dan menahan sesuatu yang terasa mendesak di bawah sana. Hasya yang biasanya selal

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 13: Percikan Cemburu

    Hari itu, Kara merasa gelisah sejak pagi. Ia duduk di ruangannya, mencoba fokus pada layar laptop, tetapi pikirannya terus melayang pada pemandangan yang ia lihat kemarin: Alice dan Hasya, bercakap-cakap akrab di kubikel Hasya. Ia tidak suka perasaan ini, tetapi ia tidak bisa mengabaikannya.“Kenapa aku harus peduli?” Kara bergumam sambil mengetuk-ngetuk meja dengan pena. Namun, suara ketukan pintu membuatnya tersentak.“Kara, kamu ada waktu?” Hasya masuk dengan senyum canggung, memegang beberapa dokumen.Kara memandangnya sekilas. Meski raut wajahnya biasa saja, ada sedikit ketegangan dalam nadanya. “Ada apa?”“Saya butuh tanda tanganmu untuk dokumen ini. Selain itu, saya ingin diskusi sedikit soal laporan,” jawab Hasya sambil meletakkan berkas di meja.Kara mengangguk kecil dan mulai membaca dokumen. Hasya berdiri di depannya dengan gelisah, sesekali melirik Kara yang terlihat begitu serius. Setelah beberapa menit, Kara akhirnya menandatangani dokumen tersebut.“Kamu bisa langsung t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 14: Perempuan di Masa Lalu Hasya

    Pagi itu, Kara menatap kosong jendela besar ruangannya. Hatinya gelisah, pikirannya terhanyut oleh kebiasaan Hasya yang mulai ia sadari akhir-akhir ini. Setiap minggu, tanpa absen, Hasya selalu pergi ke rumah sakit setelah pulang kerja, dengan alasan menjenguk kakaknya yang dirawat. Namun, anehnya, ia tak pernah sekalipun mengajak Kara.Kara menyesap kopi yang mulai dingin, mencoba menenangkan pikirannya yang dirundung kecurigaan. "Kenapa dia menyembunyikan ini dariku?" gumamnya pelan. Penasaran yang menggerogoti membuat Kara akhirnya memutuskan untuk menyusul Hasya ke rumah sakit sore itu.Kara diam-diam mengendarai mobilnya, menjaga jarak agar Hasya tidak menyadari keberadaannya. Setelah tiba di rumah sakit, ia melihat Hasya berjalan masuk dengan langkah tergesa. Kara menunggu beberapa saat sebelum mengikuti, matanya terus mengawasi Hasya yang akhirnya berhenti di sebuah ruangan.Dari celah pintu, Kara melihat Hasya berbicara dengan seorang perempuan muda berseragam perawat. Wajah p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 15: Jangan Menjadi Curang

    Langit sore itu memayungi kota dengan warna jingga yang nyaris terbakar, seakan menggemakan gejolak di hati Kara. Duduk di ruang kerjanya, Kara menatap layar laptop yang menyala, tetapi pikirannya melayang jauh ke rumah sakit, tempat Hasya sering menghabiskan waktunya belakangan ini.Hasya mungkin telah menjelaskannya kemarin, namun tetap saja, Kara masih diliputi perasaan yang tidak nyaman. Kenyataan bahwa Dhea—mantan kekasih Hasya—juga ada di sana, seperti menyalakan bara yang selama ini tertahan dalam hatinya.Kara menghembuskan napas panjang, mencoba mengusir kekalutan yang menggantung di udara. Namun, kilatan-kilatan masa lalunya justru menyeruak, membawa rasa sakit yang selama ini ia coba pendam.Masa lalu yang membentuknya menjadi sosok skeptis, sulit percaya pada siapapun.Itu saat ia masih kecil.Sangat kecil.Saat itu Kara percaya bahwa kepercayaan adalah dasar dari setiap hubungan. Namun, kepercayaan itu hancur berkeping-keping pada saat yang paling tidak ia duga. Tente Ga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16

Bab terbaru

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 32 : Rahasia Terbongkar

    Suasana di kantor Wihardjo Group pagi itu terasa lebih tegang dari biasanya. Para karyawan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, membicarakan satu topik yang sama dengan suara berbisik-bisik—skandal pernikahan kontrak antara Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu. Berita itu muncul seperti petir di siang bolong, menyebar dengan cepat di berbagai portal berita dan media sosial. Foto-foto Kara dan Hasya terpampang di mana-mana dengan judul besar yang sensasional. "Pernikahan Kontrak CEO Wihardjo Group Terbongkar!" "Siapa Sebenarnya Hasya Gaharu? Suami Bayaran Karana Wihardjo?" Kara menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Sementara di sebelahnya, Hasya memijat pelipisnya dengan frustrasi. "Ini pasti ulah Alice," gumam Hasya akhirnya, setelah membaca beberapa artikel yang semuanya memuat sumber yang sama—seorang ‘narasumber terpercaya’ dari dalam perusahaan. Kara menutup ponselnya dengan kasar. "Alice tidak akan berani bertindak sejauh ini sendirian." Hasya mengangkat al

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 31 : Hasya Galau

    Malam itu udara dingin menelusup ke dalam jaket tipis Hasya. Angin berembus pelan, mengibarkan tirai di jendela rumah Ayu. Tapi bukan udara dingin yang membuat Hasya menggigil.Melainkan tatapan Dhea yang kini berdiri tepat di hadapannya."Aku nggak pernah bisa benci kamu, Hasya."Kalimat itu meluncur dari bibir Dhea dengan nada pelan tapi penuh ketegasan. Mata perempuan itu menatap lurus ke arah Hasya, membuat laki-laki itu merasa seperti ditelanjangi oleh kebenaran yang selama ini ia coba hindari."Aku pikir aku bisa," lanjut Dhea, tersenyum kecil. "Setelah kamu pergi tanpa sepatah kata pun. Setelah tiba-tiba kamu menikah sama Kara. Aku pikir, aku bisa membencimu. Tapi ternyata enggak."Hasya menelan ludah. Ia tidak tahu harus menjawab apa."Aku cuma mau bilang," Dhea melanjutkan, suaranya lebih lirih kali ini, "Sekarang aku tahu kalau pernikahan itu cuma kerja sama. Dan aku mau kamu tahu kalau aku masih di sini, Hasya. Aku bakal nunggu kamu."Jantung Hasya mencelos.Ia menatap Dhea

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 30 : Rahasia yang Diketahui Dhea

    Kara duduk di kursi rumah sakit dengan mata yang terasa berat. Bau khas antiseptik menyengat hidungnya, bercampur dengan udara dingin yang membuat suasana semakin sunyi. Sejak tadi, tatapannya tidak lepas dari Adrian yang masih terbaring tak sadarkan diri di ICU.Selama ini, ia menganggap Adrian sebagai ancaman—seorang pria yang selalu mencoba masuk ke dalam hidupnya tanpa izin. Tapi sekarang, melihat laki-laki itu terbaring dengan selang dan alat medis yang menopang hidupnya, Kara tidak bisa menyangkal ada perasaan simpati di hatinya.Namun, lebih dari itu, ada banyak pertanyaan yang terus berkecamuk di kepalanya.Kenapa Adrian melakukan ini?Kenapa dia harus menghancurkan proyek Wihardjo Group?Apa yang sebenarnya ia pikirkan?Saat itu, suara langkah kaki mendekat. Kara menoleh dan menemukan Hasya berdiri di dekatnya dengan ekspresi khawatir.“Kamu belum pulang?” tanya Hasya.Kara menggeleng. “Aku mau menunggu sampai Adrian sadar.”Hasya terdiam sesaat. “Aku temani, ya?”Namun, Kara

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 29 : Adrian Sakit

    Kara tidak pernah menyangka bahwa dunianya bisa berantakan dalam sekejap.Setelah panggilan dari dewan direksi malam itu, ia dan Hasya langsung bergegas ke kantor, mengumpulkan semua laporan, dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Investor utama mereka, yang seharusnya menjadi tulang punggung proyek terbesar Wihardjo Group, tiba-tiba menarik diri tanpa alasan jelas.Selama beberapa hari terakhir, Kara dan Hasya telah bekerja keras mencari jalan keluar. Tidur menjadi barang mewah yang tidak bisa mereka nikmati. Makan pun hanya sekadarnya, sekadar untuk bertahan.Hasya bahkan selalu menemaninya. Laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluh, meskipun wajahnya sudah terlihat jelas kelelahan.Saat Kara tengah menatap laporan dengan mata berat, Hasya mendekatinya sambil membawa secangkir kopi.“Minum ini dulu,” katanya, menyodorkan cangkir itu ke hadapan Kara.Perempuan itu menghela napas, lalu menerima kopi itu dengan lelah. “Terima kasih.”Hasya tersenyum. “Udah ada kabar

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 28 : Kejutan dari Adrian

    Pagi itu, kantor Wihardjo Group terasa lebih hidup dari biasanya. Para pegawai yang biasanya sibuk dengan rutinitas mereka, kini mencuri pandang ke arah pasangan yang baru saja memasuki gedung.Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu.Bukan karena keduanya datang bersama yang membuat para pegawai terkejut, tetapi karena ekspresi Kara yang tampak jauh lebih lembut dari biasanya. CEO mereka yang selalu berwibawa, tegas, dan kadang menakutkan itu kini tampak lebih tenang. Bahkan, ada semburat kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikannya.“Kok rasanya beda, ya?” bisik salah satu karyawan perempuan pada rekan di sebelahnya.“Iya. Biasanya Bu Kara masuk kantor dengan aura yang bikin kita enggak berani napas. Sekarang…”“Kayak lagi jatuh cinta, nggak, sih?”Desas-desus kecil mulai menyebar di antara pegawai, terutama ketika mereka melihat Hasya yang berjalan santai di samping Kara dengan senyum jahilnya.Alice yang duduk di meja kerjanya hanya mengangkat sebelah alis. Ada sesuatu yang tidak beres d

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 27 : Unboxing Time

    Kara membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi menembus celah tirai kamar, menerangi ruangan dengan cahaya lembut. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan kenyataan.Namun, saat ia menyadari di mana dirinya berada, tubuhnya langsung menegang.Ia tidak sedang berada di kamarnya sendiri.Matanya menyapu sekeliling, menyadari bahwa ia masih terbaring di ranjang Hasya. Selimut tebal yang melilit tubuhnya menyisakan pundaknya yang terbuka. Tubuhnya terasa hangat, kulitnya bersentuhan langsung dengan kain sprei.Napas Kara tercekat ketika ia menyadari bahwa pakaiannya telah tanggal.Ingatan semalam kembali menyerangnya. 'Aku menyukai kamu, Hasya," ungkap Kara seraya memeluk Hasya. "Aku tahu, ternyata selama ini aku hanya bingung oleh perasaanku sendiri. Tapi sekarang, aku yakin sekali, aku menyukai kamu, aku ingin selalu di sisi kamu. Aku sayang sama kamu, Hasya."Tentu saja, Hasya yang lebih dulu menyukai Kara itu tak menyia-nyiakan waktu. Ia meraih tengkuk Kar

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 26 : Kara Jatuh Cinta

    Malam itu, suasana di apartemen terasa sunyi. Hanya suara jam dinding yang berdetak pelan menemani keheningan. Kara duduk di sofa ruang tamu, matanya menatap kosong ke arah cangkir teh di tangannya yang mulai mendingin.Pikirannya dipenuhi bayangan Hasya—laki-laki yang selama beberapa bulan terakhir menjadi bagian hidupnya, meskipun hanya karena sebuah pernikahan kontrak.Namun, entah kapan, semuanya mulai terasa berbeda. Hubungan yang awalnya hanyalah kerja sama profesional kini meninggalkan jejak yang lebih dalam. Hasya bukan sekadar rekan atau suami palsu, tapi seseorang yang telah mengisi sudut hatinya yang paling rapuh.Dan sekarang, saat Hasya bersikap dingin dan menjauh, Kara merasa kosong. Ada sesuatu yang hilang.“Kenapa aku seperti ini?” bisik Kara pada dirinya sendiri.Ia tahu bahwa hubungan mereka semestinya tidak melibatkan perasaan. Tapi, perasaannya telah melampaui batas. Kara menyadari bahwa ia tidak bisa terus membohongi dirinya sendiri.Dengan napas yang berat, ia me

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 25 : Perasaan Apa Ini?

    Kara duduk di kursi ruang kerjanya, menatap layar laptop yang penuh dengan dokumen proyek, tetapi pikirannya tidak berada di sana. Ia menghela napas panjang, mencoba memfokuskan diri, tetapi bayangan Hasya terus muncul dalam benaknya.Sikap Hasya yang ceria, lucu, dan selalu tengil seakan telah lenyap. Sekarang, laki-laki itu bersikap formal dan dingin. Sapaan Hasya yang dulu terasa hangat kini hanya sekadar formalitas. Hal itu membuat Kara risau dan... entah kenapa, juga merasa kehilangan.Ia melirik ponselnya, tergoda untuk mengirim pesan pada Hasya, tetapi kemudian mengurungkannya. Ia takut tidak mendapat balasan.“Fokus, Kara,” gumamnya pada diri sendiri.Namun, itu tidak membantu. Bahkan ketika Adrian masuk ke ruangannya untuk membahas proyek mereka, Kara tidak bisa memusatkan perhatian.“Kara, kamu baik-baik saja?” tanya Adrian, menyadari bahwa Kara terlihat tidak fokus.Kara tersentak dari lamunannya. “Ya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah.”Adrian mengangguk, meskipun ra

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 24 : Segalanya Demi Kara

    Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya bagi Hasya. Ancaman Adrian terus terngiang di benaknya, seperti bayangan gelap yang tidak mau pergi. Ia tahu bahwa Adrian tidak main-main dengan ancamannya. Jika pria itu benar-benar membongkar rahasia pernikahannya dengan Kara, semuanya akan hancur.Bagi Kara, Wihardjo Group bukan sekadar perusahaan keluarga. Itu adalah warisan, kebanggaan, dan hidupnya. Hasya tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi jika orang tua Kara mengetahui bahwa pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Kara akan kehilangan segalanya, dan itu adalah hal terakhir yang Hasya inginkan.Meski hatinya berat, Hasya memutuskan. Ia harus menjaga jarak dari Kara.^^^Kara menyadari ada yang berbeda dari Hasya. Laki-laki itu tidak lagi mendekatinya seperti biasa. Jika sebelumnya Hasya selalu mengajak bicara, mencari alasan untuk berada di dekatnya, atau bahkan menyuapi sarapan, kini semua itu hilang.Setiap kali Kara mencoba memulai percakapan, Hasya hanya menjawab seadan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status