Home / Romansa / Suami Kontrak CEO Cantik / Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

Share

Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

Author: Nanasshi
last update Last Updated: 2025-01-06 21:17:02

Kara Wihardjo terbangun pagi itu dengan kepala yang berat. Matanya terpejam, mencoba untuk mengabaikan rasa pening yang menggelayuti. Ia merasakan dampak buruk dari malam sebelumnya. Meski tidak ingat sepenuhnya apa yang terjadi, ada banyak gambar samar yang berputar di benaknya, seperti potongan-potongan puzzle yang saling bertabrakan. Satu hal yang ia tahu, ia merasa sangat terperangkap—terperangkap dalam tanggung jawab yang luar biasa, terperangkap dalam tekanan dari keluarganya, dan terperangkap dalam perasaan yang tidak ia mengerti.

Ponselnya berdering, menyentakkan dirinya keluar dari lamunannya. Itu adalah pesan dari ayahnya. Pesan yang mengingatkan untuk segera bertindak, untuk memenuhi harapan keluarga yang semakin membebani. Ia menarik napas dalam-dalam, menyesap secangkir kopi pahit, lalu berdiri untuk bersiap-siap ke kantor.

Seharian, pikirannya hanya berputar tentang hal itu. Tekanan pernikahan yang tak kunjung selesai, desakan untuk segera menikah, dan ayah yang tidak sabar menunggu jawabannya. Ia bahkan merasa seolah-olah hidupnya sedang dipaksakan berjalan di jalur yang tak diinginkan. Begitu banyak hal yang harus ia urus sebagai CEO perusahaan yang sedang berkembang, namun hari itu, ada satu hal yang membuatnya semakin tertekan.

^^^^

Pagi itu, rapat perusahaan berjalan seperti biasa—penuh diskusi yang strategis dan serangkaian keputusan penting yang harus diambil. Namun, bagi Kara, semuanya terasa seperti rutinitas yang berat. Beberapa kali, ia kehilangan konsentrasi, matanya lebih sering mengarah ke layar laptop tanpa benar-benar memproses apa yang sedang dibicarakan.

Ketika rapat itu hampir berakhir, dan ia hendak beranjak dari kursinya, matanya bertemu dengan sepasang mata yang familiar. Hasya Gaharu, anak magang yang beberapa kali ia temui di kantor, sedang duduk di kursi dekat meja rapat. Wajah Hasya tampak canggung, dan matanya menghindar dari tatapannya. Kara tidak bisa mengabaikan perasaan janggal yang muncul di dalam dirinya. Ingatannya tentang malam sebelumnya kembali menghantui. Setiap potongan gambar yang kabur dan samar-samar kembali muncul, termasuk perasaan yang dia alami saat itu—kecemasan, ketakutan, dan kenyataan bahwa dirinya merasa sangat rapuh.

Namun, Hasya juga terlihat gelisah, dan ekspresinya seperti menandakan bahwa dia pun sedang berusaha menghindari percakapan langsung dengannya. Kara tidak bisa mengabaikan keanehan itu, meski hatinya seolah menjerit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua malam itu.

^^^

Malam kemarin, Kara memohon pada Hasya. Ia tidak membiarkan laki-laki itu untuk beranjak dari sisinya. Ia menahan pinggang Hasya untuk terus merapat padanya. Rekat. Seperti tidak ingin ada jarak yang memisahkan. Padahal jelas, keduanya -sejak awal- adalah orang asing.

Hasya mencoba mengingatkan Kara betapa ia akan menyesali ini, namun sepertinya, efek obat yang masuk ke dalam minuman Kara -yang diberikan laki-laki bajingan itu- terlalu kuat. Hingga Kara bukan hanya tidak sadar tetapi juga bersikap agresif.

Kara mengecup rahang tegas Hasya. Mengecupinya dengan kuat hingga Hasya harus menahan napas. Ia sedang ebrada pada ujian terbesar dalam hidupnya.

Setelah puas mengecupi rahang Hasya, perempuan itu menyentuh ujung hidung Hasya -yang tidak berani menatapny dan memilih mengalihkan pandangan- lalu turun ke bibir Hasya.

"Lihat aku?" bisik Kara, dengan mata yang sayu. "Apakah aku tidak menarik di mata anak muda seperti kamu?"

Hasya mengernyit. "Kamu tahu aku?"

"Anak magang dari divisi keuangan, kan?"

Hasya bergeming.

"Apa aku tidak menarik di mata kamu?"

Hasya masih menimbang, bingung mengatakan apa.

"Benar, aku nggak menarik" jawab Kara sendiri, nampak sedih

Hasya dengan cepat menggeleng. "Kamu menarik," jawab Hasya. "Tapi bisa nggak kita ubah posisi kita? Ini agak ... mengkhawatirkan," ujar Hasya dengan senyuman serba salah.

Posisi mereka, masih saling memeluk di sofa. Atau lebih tepatnya, Kara yang memeluk laki-laki itu. Sedang Hasya, menahannya dengan kedua tangannya agar tidak menimpa tubuh sang atasan.

"Oke," jawab Kara, ia kemudian merubah posisinya. Keduanya sudah duduk di sofa. "Tapi aku serius soal ... aku butuh sesuatu yang mendistraksi isi kepalaku ... malam ini."

Here we go again!

Hasya mengumpat. Ia kira, perempuan itu sudah sadar. Nyatanya, tidak sama sekali. Terlebih saat ia melompat ke pangkuan Hasya dan duduk di sana lalu mencium Hasya dengan tiba-tiba.

Hasya tidak punya pilihan!

Dalihnya sih begitu.

Tapi memang demikian keadaannya. Kaa, mencegahnya pergi. Menyerang pertahanannya dengan ciuman-ciuman yang membuat gila. Juga sentuhan-sentuhan yang dibuat perempuan itu pada setiap inch tubuhnya.

Tidak.

Hasya jadi gila juga akhirnya.

Ia menyentuh tubuh Kara dengan sama gilanya. Sehingga bukan hanya dua kancing kemeja saja yang lepas, melainkan kemejanya yang teronggok di lantai. Membuat Hasya leluas, meninggalkn banyak tanda. Di leher, di tulang selangka, hingga di puncak dada Karana Wihardjo.

^^^

Kara mengingat apa yang terjadi malam kemarin hanya sampai di sana. Soal apakah hal tersebut berlanjut ke 'menu utama' atau tidak, Kara kehilangan kata. Ia benar-benar tidak bisa mengingatnya.

Setelah rapat selesai, Kara memutuskan untuk mengundang Hasya ke ruangannya. Ia merasa perlu berbicara dengan laki-laki itu, walaupun saat itu pikirannya terasa bingung dan kusut. Ketika Hasya masuk, ada ketegangan yang terasa sangat jelas di udara. Kara melihat bagaimana tubuh Hasya sedikit menegang saat ia duduk di hadapannya.

"Hasya," kata Kara dengan suara yang cukup rendah, mencoba menyembunyikan kegelisahan dalam dirinya, "Ada hal penting yang harus kita bicarakan."

Hasya menatapnya sebentar, sebelum akhirnya mengangguk. "Tentu, ada apa, Bu Karana?"

Kara merasakan sebuah kegugupan di dalam dirinya, namun ia menahan diri untuk tidak menunjukkan kelemahan di hadapan Hasya. Ia perlu menjelaskan hal ini, dan ia tahu bahwa dirinya tidak punya banyak pilihan.

"Ini mungkin terdengar aneh," Kara melanjutkan, "Tapi saya membutuhkan bantuanmu, Hasya. Mungkin ini keputusan yang sangat tidak biasa, tetapi aku benar-benar terdesak."

Hasya hanya memandangnya tanpa berkata-kata. Keheningan di ruangan itu semakin menambah ketegangan yang ada di antara mereka.

^^^^

Kara menarik napas dalam-dalam, menguatkan diri. "Saya butuh kamu untuk menikah denganku, Hasya. Kontrak pernikahan selama satu tahun," kata Kara, mengucapkan kata-kata itu seolah tanpa memikirkan dampaknya. Ia tahu itu mungkin terdengar gila, tapi pada saat itu, ia merasa itu satu-satunya jalan keluar yang bisa menyelamatkan dirinya dari tekanan yang terus menghantui.

Hasya terdiam sejenak. Matanya melebar, dan jelas terlihat bahwa ia tidak bisa langsung menerima tawaran itu begitu saja.

"Saya tidak mengerti, Bu Karana," jawabnya, terlihat ragu dan bingung. "Kenapa saya? Kenapa harus saya yang Anda ajak menikah?"

Kara menatapnya dalam-dalam, mencoba memberi penjelasan yang bisa dipahami oleh laki-laki itu. "Ayah saya menekan saya untuk segera menikah. Dia memberi saya waktu hanya sampai akhir minggu ini. Saya terjebak dalam situasi yang tidak saya inginkan, dan saya rasa ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan tekanan itu."

Hasya masih terlihat bingung, dan Kara bisa merasakan betapa beratnya hal ini bagi pria itu. Namun, ia tahu bahwa Hasya adalah orang yang tepat untuk tawaran ini. "Selain itu," lanjut Kara, "Ada imbalan yang bisa kamu dapatkan. Pengobatan mata kakakmu yang membutuhkan biaya besar, uang dalam jumlah yang sangat banyak, dan saham perusahaan ini, jika kamu setuju."

Sekali lagi, Hasya terdiam. Ada perasaan yang sulit dijelaskan di wajahnya, antara terkejut dan ragu. Kara bisa melihat bahwa Hasya, yang jarang berbicara banyak di kantor, kini tampak sangat terjaga, seolah mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya.

"Jadi... Anda menawarkan semua itu hanya untuk sebuah pernikahan kontrak?" tanya Hasya, suaranya terdengar serius dan penuh pertimbangan.

"Ya," jawab Kara tegas. "Ini bukan tentang cinta, Hasya. Ini hanya soal bisnis, dan aku ingin kamu membantu aku untuk keluar dari situasi ini."

Hasya memejamkan matanya sejenak, berusaha mencerna semua yang baru saja Kara katakan. Ia tahu betapa besar tekanan yang mungkin sedang dialami oleh Kara, tetapi juga merasa terjebak dalam tawaran yang sangat besar ini. Mengingat kondisi kakaknya yang butuh pengobatan mata dan kenyataan bahwa ia tak bisa membiayai semua itu sendirian, tawaran Kara begitu menggoda. Namun, ada sesuatu yang membuatnya ragu. Pernikahan, meskipun hanya kontrak, bukanlah hal yang sederhana.

"Apakah kamu yakin ini yang kamu inginkan, Kara?" tanya Hasya dengan suara lembut.

Kara menatapnya dengan tatapan tajam, menunjukkan tekad yang kuat meskipun hatinya terasa rapuh. "Ya, aku yakin. Aku tak punya banyak pilihan."

Setelah beberapa saat hening, Hasya akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah, saya setuju," jawabnya pelan.

Kara merasa seolah beban besar terangkat dari pundaknya. Meskipun ia tahu keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah bagi keduanya, setidaknya ia memiliki jalan keluar sementara. Namun, ia juga menyadari bahwa ini adalah awal dari sebuah permainan yang akan menguji lebih dari sekadar perjanjian bisnis.

"Terima kasih," kata Kara pelan. "Kamu telah membuat keputusan yang sangat besar."

Hasya hanya mengangguk, dan mereka berdua terdiam dalam keheningan yang penuh makna. Dunia mereka baru saja berubah, dan mereka tahu bahwa kehidupan mereka tidak akan pernah sama lagi setelah hari ini.

^^^^

Comments (1)
goodnovel comment avatar
king.safir11
Seruuuu ih berondong ini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 3 : Keputusan yang Membuka Jalan Baru

    Hasya Gaharu melangkah keluar dari ruang rumah sakit, matanya fokus pada jalan di depan. Sesekali, ia memeriksa ponselnya, mencari informasi terbaru tentang pengobatan mata kakaknya. Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk merawat kakaknya yang kehilangan penglihatan akibat penyakit degeneratif. Setiap harinya, ia mencoba sekuat tenaga untuk mencari cara agar kakaknya bisa melihat lagi. Namun, biaya pengobatan yang sangat mahal selalu menjadi penghalang utama. Ketika tawaran pernikahan kontrak dari Karana Wihardjo datang, ia merasa seolah-olah mendapat jalan keluar. Kakaknya, Ayu, yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut, kini tampak lebih cerah sejak Hasya menyampaikan berita gembira. “Ayu,” kata Hasya sambil tersenyum lebar, “aku akan membawa kamu ke Singapura untuk menjalani operasi mata. Aku sudah mencari cara, dan akhirnya, ada kesempatan untuk kamu bisa melihat lagi.” Ayu menatap adiknya dengan air mata yang mulai menetes di pelupuk matanya. Sungguh, Ayu tak tahu harus be

    Last Updated : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 4 : Pernikahan Yang Tidak Direncanakan

    Pernikahan Karana Wihardjo, putri tunggal dari keluarga Wihardjo, adalah topik yang tak pernah lepas dari pembicaraan di setiap sudut kota. Sebagai CEO sukses dan pewaris perusahaan besar milik ayahnya, Karana sudah lama menjadi sorotan publik. Kini, momen besar dalam hidupnya akan segera tiba—hari pernikahannya dengan Hasya Gaharu, seorang laki-laki muda yang sebelumnya hanya dikenal sebagai anak magang di perusahaannya. Hubungan mereka yang dimulai dengan perjanjian kontrak untuk setahun itu akhirnya berkembang menjadi kenyataan. Media, tentu saja, tidak melewatkan kesempatan untuk meliput setiap detil persiapan pernikahan ini. Tampilkan gaun yang dipilih Kara, riasan yang menakjubkan, hingga lokasi pesta yang mewah—semua menjadi sorotan. Di tengah sorotan publik yang begitu besar, Kara berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati, ada perasaan cemas yang sulit untuk ditutupi. Sementara itu, Hasya, yang lebih suka hidup di luar sorotan, merasa canggung dengan perhatian yang datang b

    Last Updated : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 5 : Si Rubah Alice

    Karana duduk di ruangannya yang luas dan modern. Dinding kaca di belakang mejanya memperlihatkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit di jantung kota. Namun, pikirannya sama sekali tidak bisa menikmati pemandangan itu. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut sejak pagi. Pernikahannya dengan Hasya baru berusia beberapa minggu, tapi sudah terlalu banyak hal yang harus ia urus. Bukan hanya soal Hasya yang masih kikuk menyesuaikan diri, tetapi juga bagaimana mempertahankan penampilan mereka di depan keluarga dan publik.Namun, hari ini, masalah baru datang mengetuk pintu. Lebih tepatnya, menghantamnya tanpa ampun.Alice.Sepupunya yang selalu menjadi duri dalam daging sejak mereka kecil. Dari semua orang di dunia ini, Alice adalah orang yang paling Karana harapkan tidak akan menyadari sesuatu yang aneh dalam pernikahannya. Tapi, Karana seharusnya tahu bahwa Alice tidak akan tinggal diam.Alice berjalan memasuki ruangan dengan langkah percaya diri, mengenakan gaun merah yang memeluk tubu

    Last Updated : 2025-01-08
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 6 : Masuk Ke Dunia Baru

    Hasya duduk di sudut sofa kulit hitam yang terasa terlalu empuk untuk tubuhnya yang kaku. Matanya menatap langit-langit apartemen Kara yang tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan di atasnya. Seluruh ruangan ini terasa seperti bagian dari majalah interior mewah—dengan dinding marmer putih, lukisan-lukisan mahal, dan perabotan yang tampak lebih mahal dari total biaya hidupnya selama setahun.Ia meneguk ludah, merasa kecil dan tidak pada tempatnya. Napasnya berat, seolah udara di ruangan ini terlalu tipis untuknya.“Kamu kenapa duduk di situ seperti tersesat?”Suara Kara mengagetkan Hasya. Wanita itu baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapi dan elegan. Sepatunya berbunyi pelan di atas lantai marmer saat ia mendekat.Hasya berusaha tersenyum, tapi yang keluar lebih seperti seringai canggung. “Aku nggak tahu harus ngapain,” jawabnya jujur.Kara memiringkan kepalanya, menatap Hasya seolah sedang menilai sesuatu yang penting. “Kamu kelihatan seperti anak kucing

    Last Updated : 2025-01-09
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 7 : Sekilas Kenangan Lama

    Hasya duduk di ujung meja makan yang panjang dan mewah, memandangi piring porselen yang tampak lebih mahal daripada seluruh perabotan di rumah lamanya. Di hadapannya, Kara sedang membaca sesuatu di ponselnya sambil sesekali menyeruput kopi pagi.Di antara mereka, terasa sunyi. Tidak ada satu yang berbicara. Hanya suara detak jarum jam dan robot penghisap debu yang bolak-balik di bawah meja yang terdengar. Lalu setelahnya, helaan napas Kara yang terdengar. Perempuanitu menatap Hasya sebentar dan kembali menekuri ponselnya.“Hasya,” Kara memanggilnya tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.“Ya?” Hasya menegakkan punggungnya.“Kamu bisa santai sedikit, tahu?” Kara akhirnya mendongak dan menatap Hasya dengan alis terangkat. “Kamu terlihat seperti tamu yang takut menyentuh barang di sini.”Hasya tersenyum kikuk. “Aku nggak terbiasa dengan semua ini.”Kara mendengus kecil. “Kamu tinggal di sini sekarang. Bukan tamu. Bersikaplah seperti itu." Perempuan itu meraih kembali cangkir kopinya.

    Last Updated : 2025-01-10
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 8: Desakan Yang Menyebalkan

    Langit-langit ruang makan keluarga Wihardjo dipenuhi ukiran-ukiran kayu yang rumit, seolah mencoba mencerminkan kekayaan dan keanggunan yang tak terbantahkan. Lampu gantung kristal di atas meja panjang berkilauan lembut, memantulkan cahaya ke piring-piring porselen yang berisi hidangan mahal. Namun, kemewahan itu tidak mampu menyamarkan atmosfer yang dingin dan penuh tekanan.Karana duduk tegak di kursinya, ekspresinya tak tergoyahkan seperti biasa. Di sampingnya, Hasya tampak tenang, meski dalam hatinya ia merasa seperti anak kecil yang tersesat di ladang duri. Ayah Kara, Tuan Aditya Wihardjo, duduk di ujung meja dengan tatapan tajam yang tak memberikan ruang untuk perbedaan pendapat.“Karana,” suara berat pemilik nama belakang Wihardjo memecah keheningan. “Aku harap kau sudah mulai memikirkan soal momongan. Usia tidak menunggu siapa pun.”Kara meneguk air putihnya perlahan, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang merayap di balik matanya. “Kami sudah memikirkan hal itu, Ayah,” jawa

    Last Updated : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 9: Jejak Masa Lalu yang Terendus

    Hari itu, langit cerah seolah mengundang siapa saja untuk keluar dan menikmati kehangatan mentari. Kara dan Hasya memutuskan untuk berjalan-jalan santai di sebuah pusat perbelanjaan setelah seminggu penuh dengan jadwal yang melelahkan. Kara, seperti biasa, mengenakan pakaian elegan yang mencerminkan statusnya. Sementara Hasya, dengan pakaian yang lebih kasual namun tetap rapi, mencoba menyesuaikan diri dengan dunia Kara yang jauh berbeda dari kehidupannya dulu.Hasya sempat menolak saat Kara menyuruhnya untuk mengenakan jas. Bagi Hasya, jas hanya cocok untuk dipertemuan penting. Ia lebih suka memakai t-shirt dan hoodie bila sekedar berjalan-jalan di mall. Tentu saja, itu mendapat tatapan tajam dari Kara.Alhasil, Hasya memakai t-shirt berkerah keluaran dari Ralph Lauren agar tetap santai namun terkesan rapi.Akhirnya.Sebab laki-laki itu akan mendapat celetukan sarkastik lagi andai tidak menurut.Mereka baru saja keluar dari sebuah butik ketika seorang pria tinggi dengan rambut tersis

    Last Updated : 2025-01-11
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 10: Jejak Sosok yang Mengusik

    Hasya duduk sendirian di ruang kerjanya. Malam telah larut, tapi pikirannya belum juga tenang. Setelah pertemuan mereka dengan Daniel beberapa hari lalu, nama Adrian terus menghantui benaknya. Sosok yang tak pernah ia kenal secara langsung itu tiba-tiba menjadi bayangan besar yang menekan dadanya.Hasya mencoba melawan rasa penasaran itu, tapi rasa ingin tahunya lebih kuat. Ia membuka laptop, mengetik nama "Adrian" di kolom pencarian media sosial. Tak butuh waktu lama untuk menemukan profilnya.Layar laptop menampilkan serangkaian foto seorang pria tampan dengan senyum penuh percaya diri. Foto-fotonya mencerminkan kehidupan glamor—pesta, perjalanan ke tempat-tempat mewah, dan potret bersama orang-orang penting. Adrian terlihat sempurna, seperti yang Daniel gambarkan.Hasya menelusuri setiap foto dengan hati-hati. Ia melihat Adrian mengenakan setelan jas yang pas, rambutnya tertata rapi, dan posenya yang selalu tampak berwibawa. Hasya diam-diam berpikir, “Apa ini tipe laki-laki yang se

    Last Updated : 2025-01-11

Latest chapter

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 35 : Ending Story About Kara-Hasya

    Hujan rintik-rintik turun dari langit kelabu, membasahi jendela kantor Kara yang menghadap kota. Perempuan itu duduk di kursinya, menatap layar komputer dengan mata yang tajam dan penuh amarah yang terpendam. Di sampingnya, Hasya berdiri dengan tangan terlipat, menunggu Kara berbicara."Aku sudah menyelidiki semua transaksi keuangan perusahaan selama setahun terakhir," suara Kara akhirnya terdengar, dingin seperti baja yang baru diasah. "Dan hasilnya?"Hasya mendekat, membaca dokumen yang tertera di layar. Matanya membulat. "Alice… dia benar-benar gila."Angka-angka dalam laporan itu berbicara sendiri. Puluhan miliar dana perusahaan telah dialirkan ke rekening-rekening asing, perusahaan fiktif, dan berbagai proyek yang ternyata tak pernah ada. Alice bukan hanya sekadar menyebarkan rahasia Kara ke media, tapi juga telah mengkhianati perusahaan dengan cara yang jauh lebih busuk.Kara mengepalkan tangannya, jemarinya gemetar karena emosi. "Dia pikir aku nggak bakal tahu? Dia pikir aku ak

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 34 : Alice Biang Kerok

    Malam itu, angin berembus pelan, tapi dinginnya menembus hingga ke tulang. Kara duduk di ruang kerja, matanya terpaku pada layar ponselnya. Jemarinya menggenggam ponsel erat, seolah benda itu adalah satu-satunya pegangan dalam kekacauan ini. Hasya berdiri di belakangnya, menunggu dengan sabar saat Kara menggulirkan layar, mencari tahu sumber berita yang telah menghancurkan segalanya.Lalu, di sanalah mereka menemukannya.Nomor ponsel Adrian.Kara mematung. Hatinya menolak percaya. Adrian? Teman lamanya? Orang yang dulu dia anggap sebagai rekan sekaligus seseorang yang pernah ia percayai?Hasya, yang sedari tadi memperhatikan ekspresi Kara, menarik napas dalam. "Kita harus memastikan ini," katanya, suaranya tenang tapi tegas. "Kita ke rumah sakit sekarang."Rumah sakit berbau khas antiseptik, bercampur dengan aroma samar kecemasan yang melayang di udara. Langkah Kara dan Hasya cepat, hampir berlari. Mereka bertanya pada perawat, lalu diarahkan ke kamar perawatan Adrian.Namun, sebelum

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 33 : Konferensi Pers

    Ruangan itu sunyi, sepi yang menusuk lebih dalam daripada kemarahan yang baru saja meledak. Hasya berdiri tegak, dadanya naik-turun menahan emosi. Matanya menatap lurus ke arah sang mertua, meski sorot mata lelaki tua itu lebih tajam daripada pisau yang baru diasah.Kara masih memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan tadi, tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak. Melainkan kenyataan bahwa ayahnya sendiri ingin menghancurkan sesuatu yang—walaupun dia enggan mengakuinya sebelumnya—sudah menjadi bagian dari hatinya.Hasya menelan ludah, lalu maju satu langkah."Ayah," suaranya tegas, tapi tetap penuh hormat. "Saya tahu Anda marah. Saya tahu berita itu mencoreng nama baik keluarga Wihardjo. Tapi sebelum Anda memutuskan sesuatu, biarkan saya bicara."Ayah Kara menatapnya dengan rahang mengeras, tapi tak berkata apa-apa."Kami memang memulai hubungan ini dengan sebuah perjanjian," Hasya melanjutkan, memastikan suaranya stabil. "Kami berdua tahu itu. Kami paham risiko dan konsekuensi

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 32 : Rahasia Terbongkar

    Suasana di kantor Wihardjo Group pagi itu terasa lebih tegang dari biasanya. Para karyawan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, membicarakan satu topik yang sama dengan suara berbisik-bisik—skandal pernikahan kontrak antara Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu. Berita itu muncul seperti petir di siang bolong, menyebar dengan cepat di berbagai portal berita dan media sosial. Foto-foto Kara dan Hasya terpampang di mana-mana dengan judul besar yang sensasional. "Pernikahan Kontrak CEO Wihardjo Group Terbongkar!" "Siapa Sebenarnya Hasya Gaharu? Suami Bayaran Karana Wihardjo?" Kara menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Sementara di sebelahnya, Hasya memijat pelipisnya dengan frustrasi. "Ini pasti ulah Alice," gumam Hasya akhirnya, setelah membaca beberapa artikel yang semuanya memuat sumber yang sama—seorang ‘narasumber terpercaya’ dari dalam perusahaan. Kara menutup ponselnya dengan kasar. "Alice tidak akan berani bertindak sejauh ini sendirian." Hasya mengangkat al

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 31 : Hasya Galau

    Malam itu udara dingin menelusup ke dalam jaket tipis Hasya. Angin berembus pelan, mengibarkan tirai di jendela rumah Ayu. Tapi bukan udara dingin yang membuat Hasya menggigil.Melainkan tatapan Dhea yang kini berdiri tepat di hadapannya."Aku nggak pernah bisa benci kamu, Hasya."Kalimat itu meluncur dari bibir Dhea dengan nada pelan tapi penuh ketegasan. Mata perempuan itu menatap lurus ke arah Hasya, membuat laki-laki itu merasa seperti ditelanjangi oleh kebenaran yang selama ini ia coba hindari."Aku pikir aku bisa," lanjut Dhea, tersenyum kecil. "Setelah kamu pergi tanpa sepatah kata pun. Setelah tiba-tiba kamu menikah sama Kara. Aku pikir, aku bisa membencimu. Tapi ternyata enggak."Hasya menelan ludah. Ia tidak tahu harus menjawab apa."Aku cuma mau bilang," Dhea melanjutkan, suaranya lebih lirih kali ini, "Sekarang aku tahu kalau pernikahan itu cuma kerja sama. Dan aku mau kamu tahu kalau aku masih di sini, Hasya. Aku bakal nunggu kamu."Jantung Hasya mencelos.Ia menatap Dhea

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 30 : Rahasia yang Diketahui Dhea

    Kara duduk di kursi rumah sakit dengan mata yang terasa berat. Bau khas antiseptik menyengat hidungnya, bercampur dengan udara dingin yang membuat suasana semakin sunyi. Sejak tadi, tatapannya tidak lepas dari Adrian yang masih terbaring tak sadarkan diri di ICU.Selama ini, ia menganggap Adrian sebagai ancaman—seorang pria yang selalu mencoba masuk ke dalam hidupnya tanpa izin. Tapi sekarang, melihat laki-laki itu terbaring dengan selang dan alat medis yang menopang hidupnya, Kara tidak bisa menyangkal ada perasaan simpati di hatinya.Namun, lebih dari itu, ada banyak pertanyaan yang terus berkecamuk di kepalanya.Kenapa Adrian melakukan ini?Kenapa dia harus menghancurkan proyek Wihardjo Group?Apa yang sebenarnya ia pikirkan?Saat itu, suara langkah kaki mendekat. Kara menoleh dan menemukan Hasya berdiri di dekatnya dengan ekspresi khawatir.“Kamu belum pulang?” tanya Hasya.Kara menggeleng. “Aku mau menunggu sampai Adrian sadar.”Hasya terdiam sesaat. “Aku temani, ya?”Namun, Kara

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 29 : Adrian Sakit

    Kara tidak pernah menyangka bahwa dunianya bisa berantakan dalam sekejap.Setelah panggilan dari dewan direksi malam itu, ia dan Hasya langsung bergegas ke kantor, mengumpulkan semua laporan, dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Investor utama mereka, yang seharusnya menjadi tulang punggung proyek terbesar Wihardjo Group, tiba-tiba menarik diri tanpa alasan jelas.Selama beberapa hari terakhir, Kara dan Hasya telah bekerja keras mencari jalan keluar. Tidur menjadi barang mewah yang tidak bisa mereka nikmati. Makan pun hanya sekadarnya, sekadar untuk bertahan.Hasya bahkan selalu menemaninya. Laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengeluh, meskipun wajahnya sudah terlihat jelas kelelahan.Saat Kara tengah menatap laporan dengan mata berat, Hasya mendekatinya sambil membawa secangkir kopi.“Minum ini dulu,” katanya, menyodorkan cangkir itu ke hadapan Kara.Perempuan itu menghela napas, lalu menerima kopi itu dengan lelah. “Terima kasih.”Hasya tersenyum. “Udah ada kabar

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 28 : Kejutan dari Adrian

    Pagi itu, kantor Wihardjo Group terasa lebih hidup dari biasanya. Para pegawai yang biasanya sibuk dengan rutinitas mereka, kini mencuri pandang ke arah pasangan yang baru saja memasuki gedung.Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu.Bukan karena keduanya datang bersama yang membuat para pegawai terkejut, tetapi karena ekspresi Kara yang tampak jauh lebih lembut dari biasanya. CEO mereka yang selalu berwibawa, tegas, dan kadang menakutkan itu kini tampak lebih tenang. Bahkan, ada semburat kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikannya.“Kok rasanya beda, ya?” bisik salah satu karyawan perempuan pada rekan di sebelahnya.“Iya. Biasanya Bu Kara masuk kantor dengan aura yang bikin kita enggak berani napas. Sekarang…”“Kayak lagi jatuh cinta, nggak, sih?”Desas-desus kecil mulai menyebar di antara pegawai, terutama ketika mereka melihat Hasya yang berjalan santai di samping Kara dengan senyum jahilnya.Alice yang duduk di meja kerjanya hanya mengangkat sebelah alis. Ada sesuatu yang tidak beres d

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 27 : Unboxing Time

    Kara membuka matanya perlahan. Cahaya matahari pagi menembus celah tirai kamar, menerangi ruangan dengan cahaya lembut. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan kenyataan.Namun, saat ia menyadari di mana dirinya berada, tubuhnya langsung menegang.Ia tidak sedang berada di kamarnya sendiri.Matanya menyapu sekeliling, menyadari bahwa ia masih terbaring di ranjang Hasya. Selimut tebal yang melilit tubuhnya menyisakan pundaknya yang terbuka. Tubuhnya terasa hangat, kulitnya bersentuhan langsung dengan kain sprei.Napas Kara tercekat ketika ia menyadari bahwa pakaiannya telah tanggal.Ingatan semalam kembali menyerangnya. 'Aku menyukai kamu, Hasya," ungkap Kara seraya memeluk Hasya. "Aku tahu, ternyata selama ini aku hanya bingung oleh perasaanku sendiri. Tapi sekarang, aku yakin sekali, aku menyukai kamu, aku ingin selalu di sisi kamu. Aku sayang sama kamu, Hasya."Tentu saja, Hasya yang lebih dulu menyukai Kara itu tak menyia-nyiakan waktu. Ia meraih tengkuk Kar

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status