Beranda / Romansa / Suami Kontrak CEO Cantik / Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

Share

Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

Penulis: Nanasshi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-06 21:17:02

Kara Wihardjo terbangun pagi itu dengan kepala yang berat. Matanya terpejam, mencoba untuk mengabaikan rasa pening yang menggelayuti. Ia merasakan dampak buruk dari malam sebelumnya. Meski tidak ingat sepenuhnya apa yang terjadi, ada banyak gambar samar yang berputar di benaknya, seperti potongan-potongan puzzle yang saling bertabrakan. Satu hal yang ia tahu, ia merasa sangat terperangkap—terperangkap dalam tanggung jawab yang luar biasa, terperangkap dalam tekanan dari keluarganya, dan terperangkap dalam perasaan yang tidak ia mengerti.

Ponselnya berdering, menyentakkan dirinya keluar dari lamunannya. Itu adalah pesan dari ayahnya. Pesan yang mengingatkan untuk segera bertindak, untuk memenuhi harapan keluarga yang semakin membebani. Ia menarik napas dalam-dalam, menyesap secangkir kopi pahit, lalu berdiri untuk bersiap-siap ke kantor.

Seharian, pikirannya hanya berputar tentang hal itu. Tekanan pernikahan yang tak kunjung selesai, desakan untuk segera menikah, dan ayah yang tidak sabar menunggu jawabannya. Ia bahkan merasa seolah-olah hidupnya sedang dipaksakan berjalan di jalur yang tak diinginkan. Begitu banyak hal yang harus ia urus sebagai CEO perusahaan yang sedang berkembang, namun hari itu, ada satu hal yang membuatnya semakin tertekan.

^^^^

Pagi itu, rapat perusahaan berjalan seperti biasa—penuh diskusi yang strategis dan serangkaian keputusan penting yang harus diambil. Namun, bagi Kara, semuanya terasa seperti rutinitas yang berat. Beberapa kali, ia kehilangan konsentrasi, matanya lebih sering mengarah ke layar laptop tanpa benar-benar memproses apa yang sedang dibicarakan.

Ketika rapat itu hampir berakhir, dan ia hendak beranjak dari kursinya, matanya bertemu dengan sepasang mata yang familiar. Hasya Gaharu, anak magang yang beberapa kali ia temui di kantor, sedang duduk di kursi dekat meja rapat. Wajah Hasya tampak canggung, dan matanya menghindar dari tatapannya. Kara tidak bisa mengabaikan perasaan janggal yang muncul di dalam dirinya. Ingatannya tentang malam sebelumnya kembali menghantui. Setiap potongan gambar yang kabur dan samar-samar kembali muncul, termasuk perasaan yang dia alami saat itu—kecemasan, ketakutan, dan kenyataan bahwa dirinya merasa sangat rapuh.

Namun, Hasya juga terlihat gelisah, dan ekspresinya seperti menandakan bahwa dia pun sedang berusaha menghindari percakapan langsung dengannya. Kara tidak bisa mengabaikan keanehan itu, meski hatinya seolah menjerit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua malam itu.

^^^

Malam kemarin, Kara memohon pada Hasya. Ia tidak membiarkan laki-laki itu untuk beranjak dari sisinya. Ia menahan pinggang Hasya untuk terus merapat padanya. Rekat. Seperti tidak ingin ada jarak yang memisahkan. Padahal jelas, keduanya -sejak awal- adalah orang asing.

Hasya mencoba mengingatkan Kara betapa ia akan menyesali ini, namun sepertinya, efek obat yang masuk ke dalam minuman Kara -yang diberikan laki-laki bajingan itu- terlalu kuat. Hingga Kara bukan hanya tidak sadar tetapi juga bersikap agresif.

Kara mengecup rahang tegas Hasya. Mengecupinya dengan kuat hingga Hasya harus menahan napas. Ia sedang ebrada pada ujian terbesar dalam hidupnya.

Setelah puas mengecupi rahang Hasya, perempuan itu menyentuh ujung hidung Hasya -yang tidak berani menatapny dan memilih mengalihkan pandangan- lalu turun ke bibir Hasya.

"Lihat aku?" bisik Kara, dengan mata yang sayu. "Apakah aku tidak menarik di mata anak muda seperti kamu?"

Hasya mengernyit. "Kamu tahu aku?"

"Anak magang dari divisi keuangan, kan?"

Hasya bergeming.

"Apa aku tidak menarik di mata kamu?"

Hasya masih menimbang, bingung mengatakan apa.

"Benar, aku nggak menarik" jawab Kara sendiri, nampak sedih

Hasya dengan cepat menggeleng. "Kamu menarik," jawab Hasya. "Tapi bisa nggak kita ubah posisi kita? Ini agak ... mengkhawatirkan," ujar Hasya dengan senyuman serba salah.

Posisi mereka, masih saling memeluk di sofa. Atau lebih tepatnya, Kara yang memeluk laki-laki itu. Sedang Hasya, menahannya dengan kedua tangannya agar tidak menimpa tubuh sang atasan.

"Oke," jawab Kara, ia kemudian merubah posisinya. Keduanya sudah duduk di sofa. "Tapi aku serius soal ... aku butuh sesuatu yang mendistraksi isi kepalaku ... malam ini."

Here we go again!

Hasya mengumpat. Ia kira, perempuan itu sudah sadar. Nyatanya, tidak sama sekali. Terlebih saat ia melompat ke pangkuan Hasya dan duduk di sana lalu mencium Hasya dengan tiba-tiba.

Hasya tidak punya pilihan!

Dalihnya sih begitu.

Tapi memang demikian keadaannya. Kaa, mencegahnya pergi. Menyerang pertahanannya dengan ciuman-ciuman yang membuat gila. Juga sentuhan-sentuhan yang dibuat perempuan itu pada setiap inch tubuhnya.

Tidak.

Hasya jadi gila juga akhirnya.

Ia menyentuh tubuh Kara dengan sama gilanya. Sehingga bukan hanya dua kancing kemeja saja yang lepas, melainkan kemejanya yang teronggok di lantai. Membuat Hasya leluas, meninggalkn banyak tanda. Di leher, di tulang selangka, hingga di puncak dada Karana Wihardjo.

^^^

Kara mengingat apa yang terjadi malam kemarin hanya sampai di sana. Soal apakah hal tersebut berlanjut ke 'menu utama' atau tidak, Kara kehilangan kata. Ia benar-benar tidak bisa mengingatnya.

Setelah rapat selesai, Kara memutuskan untuk mengundang Hasya ke ruangannya. Ia merasa perlu berbicara dengan laki-laki itu, walaupun saat itu pikirannya terasa bingung dan kusut. Ketika Hasya masuk, ada ketegangan yang terasa sangat jelas di udara. Kara melihat bagaimana tubuh Hasya sedikit menegang saat ia duduk di hadapannya.

"Hasya," kata Kara dengan suara yang cukup rendah, mencoba menyembunyikan kegelisahan dalam dirinya, "Ada hal penting yang harus kita bicarakan."

Hasya menatapnya sebentar, sebelum akhirnya mengangguk. "Tentu, ada apa, Bu Karana?"

Kara merasakan sebuah kegugupan di dalam dirinya, namun ia menahan diri untuk tidak menunjukkan kelemahan di hadapan Hasya. Ia perlu menjelaskan hal ini, dan ia tahu bahwa dirinya tidak punya banyak pilihan.

"Ini mungkin terdengar aneh," Kara melanjutkan, "Tapi saya membutuhkan bantuanmu, Hasya. Mungkin ini keputusan yang sangat tidak biasa, tetapi aku benar-benar terdesak."

Hasya hanya memandangnya tanpa berkata-kata. Keheningan di ruangan itu semakin menambah ketegangan yang ada di antara mereka.

^^^^

Kara menarik napas dalam-dalam, menguatkan diri. "Saya butuh kamu untuk menikah denganku, Hasya. Kontrak pernikahan selama satu tahun," kata Kara, mengucapkan kata-kata itu seolah tanpa memikirkan dampaknya. Ia tahu itu mungkin terdengar gila, tapi pada saat itu, ia merasa itu satu-satunya jalan keluar yang bisa menyelamatkan dirinya dari tekanan yang terus menghantui.

Hasya terdiam sejenak. Matanya melebar, dan jelas terlihat bahwa ia tidak bisa langsung menerima tawaran itu begitu saja.

"Saya tidak mengerti, Bu Karana," jawabnya, terlihat ragu dan bingung. "Kenapa saya? Kenapa harus saya yang Anda ajak menikah?"

Kara menatapnya dalam-dalam, mencoba memberi penjelasan yang bisa dipahami oleh laki-laki itu. "Ayah saya menekan saya untuk segera menikah. Dia memberi saya waktu hanya sampai akhir minggu ini. Saya terjebak dalam situasi yang tidak saya inginkan, dan saya rasa ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan tekanan itu."

Hasya masih terlihat bingung, dan Kara bisa merasakan betapa beratnya hal ini bagi pria itu. Namun, ia tahu bahwa Hasya adalah orang yang tepat untuk tawaran ini. "Selain itu," lanjut Kara, "Ada imbalan yang bisa kamu dapatkan. Pengobatan mata kakakmu yang membutuhkan biaya besar, uang dalam jumlah yang sangat banyak, dan saham perusahaan ini, jika kamu setuju."

Sekali lagi, Hasya terdiam. Ada perasaan yang sulit dijelaskan di wajahnya, antara terkejut dan ragu. Kara bisa melihat bahwa Hasya, yang jarang berbicara banyak di kantor, kini tampak sangat terjaga, seolah mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya.

"Jadi... Anda menawarkan semua itu hanya untuk sebuah pernikahan kontrak?" tanya Hasya, suaranya terdengar serius dan penuh pertimbangan.

"Ya," jawab Kara tegas. "Ini bukan tentang cinta, Hasya. Ini hanya soal bisnis, dan aku ingin kamu membantu aku untuk keluar dari situasi ini."

Hasya memejamkan matanya sejenak, berusaha mencerna semua yang baru saja Kara katakan. Ia tahu betapa besar tekanan yang mungkin sedang dialami oleh Kara, tetapi juga merasa terjebak dalam tawaran yang sangat besar ini. Mengingat kondisi kakaknya yang butuh pengobatan mata dan kenyataan bahwa ia tak bisa membiayai semua itu sendirian, tawaran Kara begitu menggoda. Namun, ada sesuatu yang membuatnya ragu. Pernikahan, meskipun hanya kontrak, bukanlah hal yang sederhana.

"Apakah kamu yakin ini yang kamu inginkan, Kara?" tanya Hasya dengan suara lembut.

Kara menatapnya dengan tatapan tajam, menunjukkan tekad yang kuat meskipun hatinya terasa rapuh. "Ya, aku yakin. Aku tak punya banyak pilihan."

Setelah beberapa saat hening, Hasya akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah, saya setuju," jawabnya pelan.

Kara merasa seolah beban besar terangkat dari pundaknya. Meskipun ia tahu keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah bagi keduanya, setidaknya ia memiliki jalan keluar sementara. Namun, ia juga menyadari bahwa ini adalah awal dari sebuah permainan yang akan menguji lebih dari sekadar perjanjian bisnis.

"Terima kasih," kata Kara pelan. "Kamu telah membuat keputusan yang sangat besar."

Hasya hanya mengangguk, dan mereka berdua terdiam dalam keheningan yang penuh makna. Dunia mereka baru saja berubah, dan mereka tahu bahwa kehidupan mereka tidak akan pernah sama lagi setelah hari ini.

^^^^

Komen (1)
goodnovel comment avatar
king.safir11
Seruuuu ih berondong ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 3 : Keputusan yang Membuka Jalan Baru

    Hasya Gaharu melangkah keluar dari ruang rumah sakit, matanya fokus pada jalan di depan. Sesekali, ia memeriksa ponselnya, mencari informasi terbaru tentang pengobatan mata kakaknya. Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk merawat kakaknya yang kehilangan penglihatan akibat penyakit degeneratif. Setiap harinya, ia mencoba sekuat tenaga untuk mencari cara agar kakaknya bisa melihat lagi. Namun, biaya pengobatan yang sangat mahal selalu menjadi penghalang utama. Ketika tawaran pernikahan kontrak dari Karana Wihardjo datang, ia merasa seolah-olah mendapat jalan keluar. Kakaknya, Ayu, yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut, kini tampak lebih cerah sejak Hasya menyampaikan berita gembira. “Ayu,” kata Hasya sambil tersenyum lebar, “aku akan membawa kamu ke Singapura untuk menjalani operasi mata. Aku sudah mencari cara, dan akhirnya, ada kesempatan untuk kamu bisa melihat lagi.” Ayu menatap adiknya dengan air mata yang mulai menetes di pelupuk matanya. Sungguh, Ayu tak tahu harus be

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 4 : Pernikahan Yang Tidak Direncanakan

    Pernikahan Karana Wihardjo, putri tunggal dari keluarga Wihardjo, adalah topik yang tak pernah lepas dari pembicaraan di setiap sudut kota. Sebagai CEO sukses dan pewaris perusahaan besar milik ayahnya, Karana sudah lama menjadi sorotan publik. Kini, momen besar dalam hidupnya akan segera tiba—hari pernikahannya dengan Hasya Gaharu, seorang laki-laki muda yang sebelumnya hanya dikenal sebagai anak magang di perusahaannya. Hubungan mereka yang dimulai dengan perjanjian kontrak untuk setahun itu akhirnya berkembang menjadi kenyataan. Media, tentu saja, tidak melewatkan kesempatan untuk meliput setiap detil persiapan pernikahan ini. Tampilkan gaun yang dipilih Kara, riasan yang menakjubkan, hingga lokasi pesta yang mewah—semua menjadi sorotan. Di tengah sorotan publik yang begitu besar, Kara berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati, ada perasaan cemas yang sulit untuk ditutupi. Sementara itu, Hasya, yang lebih suka hidup di luar sorotan, merasa canggung dengan perhatian yang datang b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 5 : Si Rubah Alice

    Karana duduk di ruangannya yang luas dan modern. Dinding kaca di belakang mejanya memperlihatkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit di jantung kota. Namun, pikirannya sama sekali tidak bisa menikmati pemandangan itu. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut sejak pagi. Pernikahannya dengan Hasya baru berusia beberapa minggu, tapi sudah terlalu banyak hal yang harus ia urus. Bukan hanya soal Hasya yang masih kikuk menyesuaikan diri, tetapi juga bagaimana mempertahankan penampilan mereka di depan keluarga dan publik.Namun, hari ini, masalah baru datang mengetuk pintu. Lebih tepatnya, menghantamnya tanpa ampun.Alice.Sepupunya yang selalu menjadi duri dalam daging sejak mereka kecil. Dari semua orang di dunia ini, Alice adalah orang yang paling Karana harapkan tidak akan menyadari sesuatu yang aneh dalam pernikahannya. Tapi, Karana seharusnya tahu bahwa Alice tidak akan tinggal diam.Alice berjalan memasuki ruangan dengan langkah percaya diri, mengenakan gaun merah yang memeluk tubu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 6 : Masuk Ke Dunia Baru

    Hasya duduk di sudut sofa kulit hitam yang terasa terlalu empuk untuk tubuhnya yang kaku. Matanya menatap langit-langit apartemen Kara yang tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan di atasnya. Seluruh ruangan ini terasa seperti bagian dari majalah interior mewah—dengan dinding marmer putih, lukisan-lukisan mahal, dan perabotan yang tampak lebih mahal dari total biaya hidupnya selama setahun.Ia meneguk ludah, merasa kecil dan tidak pada tempatnya. Napasnya berat, seolah udara di ruangan ini terlalu tipis untuknya.“Kamu kenapa duduk di situ seperti tersesat?”Suara Kara mengagetkan Hasya. Wanita itu baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapi dan elegan. Sepatunya berbunyi pelan di atas lantai marmer saat ia mendekat.Hasya berusaha tersenyum, tapi yang keluar lebih seperti seringai canggung. “Aku nggak tahu harus ngapain,” jawabnya jujur.Kara memiringkan kepalanya, menatap Hasya seolah sedang menilai sesuatu yang penting. “Kamu kelihatan seperti anak kucing

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 1 : Pertemuan yang Mengejutkan

    Karana Wihardjo duduk di bar dengan pandangan kosong. Gelas gin tonic di tangannya sudah hampir kosong, tetapi ia tidak memperhatikan betapa cepatnya ia meneguk minumannya. Ia merasa dunia berputar di sekelilingnya, tetapi semua itu seperti kabut yang tak bisa ia jernihkan. Keheningan hatinya berbanding terbalik dengan suara riuh yang memenuhi ruang klub malam tempat ia berada. Musik bass yang kuat, lampu neon yang berkedip-kedip, dan orang-orang yang menari dengan penuh semangat seakan hanya membuatnya merasa lebih terasing."Karana, kamu baik-baik saja?" suara sahabatnya, Clara, memecah kebisuan itu.Karana hanya mengangguk lemah tanpa menatapnya. Wajahnya menunjukkan kelelahan, dan matanya terasa berat. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Ayahnya baru saja menelponnya siang tadi, kembali memaksanya untuk menikah cepat, memenuhi ekspektasi keluarga yang sudah terlalu lama ia hindari. Segala tuntutan itu membuatnya terjebak dalam kebingungannya."Ayo, Karana. Cobalah bersenang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 6 : Masuk Ke Dunia Baru

    Hasya duduk di sudut sofa kulit hitam yang terasa terlalu empuk untuk tubuhnya yang kaku. Matanya menatap langit-langit apartemen Kara yang tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan di atasnya. Seluruh ruangan ini terasa seperti bagian dari majalah interior mewah—dengan dinding marmer putih, lukisan-lukisan mahal, dan perabotan yang tampak lebih mahal dari total biaya hidupnya selama setahun.Ia meneguk ludah, merasa kecil dan tidak pada tempatnya. Napasnya berat, seolah udara di ruangan ini terlalu tipis untuknya.“Kamu kenapa duduk di situ seperti tersesat?”Suara Kara mengagetkan Hasya. Wanita itu baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapi dan elegan. Sepatunya berbunyi pelan di atas lantai marmer saat ia mendekat.Hasya berusaha tersenyum, tapi yang keluar lebih seperti seringai canggung. “Aku nggak tahu harus ngapain,” jawabnya jujur.Kara memiringkan kepalanya, menatap Hasya seolah sedang menilai sesuatu yang penting. “Kamu kelihatan seperti anak kucing

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 5 : Si Rubah Alice

    Karana duduk di ruangannya yang luas dan modern. Dinding kaca di belakang mejanya memperlihatkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit di jantung kota. Namun, pikirannya sama sekali tidak bisa menikmati pemandangan itu. Ia memijat pelipisnya yang berdenyut sejak pagi. Pernikahannya dengan Hasya baru berusia beberapa minggu, tapi sudah terlalu banyak hal yang harus ia urus. Bukan hanya soal Hasya yang masih kikuk menyesuaikan diri, tetapi juga bagaimana mempertahankan penampilan mereka di depan keluarga dan publik.Namun, hari ini, masalah baru datang mengetuk pintu. Lebih tepatnya, menghantamnya tanpa ampun.Alice.Sepupunya yang selalu menjadi duri dalam daging sejak mereka kecil. Dari semua orang di dunia ini, Alice adalah orang yang paling Karana harapkan tidak akan menyadari sesuatu yang aneh dalam pernikahannya. Tapi, Karana seharusnya tahu bahwa Alice tidak akan tinggal diam.Alice berjalan memasuki ruangan dengan langkah percaya diri, mengenakan gaun merah yang memeluk tubu

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 4 : Pernikahan Yang Tidak Direncanakan

    Pernikahan Karana Wihardjo, putri tunggal dari keluarga Wihardjo, adalah topik yang tak pernah lepas dari pembicaraan di setiap sudut kota. Sebagai CEO sukses dan pewaris perusahaan besar milik ayahnya, Karana sudah lama menjadi sorotan publik. Kini, momen besar dalam hidupnya akan segera tiba—hari pernikahannya dengan Hasya Gaharu, seorang laki-laki muda yang sebelumnya hanya dikenal sebagai anak magang di perusahaannya. Hubungan mereka yang dimulai dengan perjanjian kontrak untuk setahun itu akhirnya berkembang menjadi kenyataan. Media, tentu saja, tidak melewatkan kesempatan untuk meliput setiap detil persiapan pernikahan ini. Tampilkan gaun yang dipilih Kara, riasan yang menakjubkan, hingga lokasi pesta yang mewah—semua menjadi sorotan. Di tengah sorotan publik yang begitu besar, Kara berusaha tetap tenang, meskipun dalam hati, ada perasaan cemas yang sulit untuk ditutupi. Sementara itu, Hasya, yang lebih suka hidup di luar sorotan, merasa canggung dengan perhatian yang datang b

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 3 : Keputusan yang Membuka Jalan Baru

    Hasya Gaharu melangkah keluar dari ruang rumah sakit, matanya fokus pada jalan di depan. Sesekali, ia memeriksa ponselnya, mencari informasi terbaru tentang pengobatan mata kakaknya. Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk merawat kakaknya yang kehilangan penglihatan akibat penyakit degeneratif. Setiap harinya, ia mencoba sekuat tenaga untuk mencari cara agar kakaknya bisa melihat lagi. Namun, biaya pengobatan yang sangat mahal selalu menjadi penghalang utama. Ketika tawaran pernikahan kontrak dari Karana Wihardjo datang, ia merasa seolah-olah mendapat jalan keluar. Kakaknya, Ayu, yang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut, kini tampak lebih cerah sejak Hasya menyampaikan berita gembira. “Ayu,” kata Hasya sambil tersenyum lebar, “aku akan membawa kamu ke Singapura untuk menjalani operasi mata. Aku sudah mencari cara, dan akhirnya, ada kesempatan untuk kamu bisa melihat lagi.” Ayu menatap adiknya dengan air mata yang mulai menetes di pelupuk matanya. Sungguh, Ayu tak tahu harus be

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

    Kara Wihardjo terbangun pagi itu dengan kepala yang berat. Matanya terpejam, mencoba untuk mengabaikan rasa pening yang menggelayuti. Ia merasakan dampak buruk dari malam sebelumnya. Meski tidak ingat sepenuhnya apa yang terjadi, ada banyak gambar samar yang berputar di benaknya, seperti potongan-potongan puzzle yang saling bertabrakan. Satu hal yang ia tahu, ia merasa sangat terperangkap—terperangkap dalam tanggung jawab yang luar biasa, terperangkap dalam tekanan dari keluarganya, dan terperangkap dalam perasaan yang tidak ia mengerti. Ponselnya berdering, menyentakkan dirinya keluar dari lamunannya. Itu adalah pesan dari ayahnya. Pesan yang mengingatkan untuk segera bertindak, untuk memenuhi harapan keluarga yang semakin membebani. Ia menarik napas dalam-dalam, menyesap secangkir kopi pahit, lalu berdiri untuk bersiap-siap ke kantor. Seharian, pikirannya hanya berputar tentang hal itu. Tekanan pernikahan yang tak kunjung selesai, desakan untuk segera menikah, dan ayah yang tidak

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 1 : Pertemuan yang Mengejutkan

    Karana Wihardjo duduk di bar dengan pandangan kosong. Gelas gin tonic di tangannya sudah hampir kosong, tetapi ia tidak memperhatikan betapa cepatnya ia meneguk minumannya. Ia merasa dunia berputar di sekelilingnya, tetapi semua itu seperti kabut yang tak bisa ia jernihkan. Keheningan hatinya berbanding terbalik dengan suara riuh yang memenuhi ruang klub malam tempat ia berada. Musik bass yang kuat, lampu neon yang berkedip-kedip, dan orang-orang yang menari dengan penuh semangat seakan hanya membuatnya merasa lebih terasing."Karana, kamu baik-baik saja?" suara sahabatnya, Clara, memecah kebisuan itu.Karana hanya mengangguk lemah tanpa menatapnya. Wajahnya menunjukkan kelelahan, dan matanya terasa berat. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Ayahnya baru saja menelponnya siang tadi, kembali memaksanya untuk menikah cepat, memenuhi ekspektasi keluarga yang sudah terlalu lama ia hindari. Segala tuntutan itu membuatnya terjebak dalam kebingungannya."Ayo, Karana. Cobalah bersenang

DMCA.com Protection Status