Sinopsis : Axel Dandion adalah seorang CEO yang berwajah rupawan, bersifat kejam, serta memiliki kecerdasan yang luar biasa. Karena kecerdasannya inilah dia terkenal di kalangan para pengusaha dan sangat ditakuti oleh musuhnya. Namun, siapa sangka dibalik kesempurnaannya itu, ternyata ia hanyalah seorang laki-laki yang gagal move on terhadap cinta pertamanya. Suatu hari Axel sedang menyetir mobil, tiba-tiba di tengah perjalanan, Eleanor melintas tanpa melihat rambu-rambu lalu lintas. Kejadian ini, membuat Axel dan Eleanor saling membenci di pertemuan pertama mereka. Eleanor Freedy adalah seorang gadis mungil yang tidak takut akan apapun dan memiliki prinsip yang kuat. Ia merupakan anak dari seorang mafia. Suatu hari takdir mempertemukan mereka kembali dengan Eleanor sebagai mahasiswa magang di kantor Axel. Sejak itu, mereka berdua dipaksa untuk terus bertemu dan saling menyapa. Tetapi ketika mereka mulai mengenal satu sama lain dengan lebih baik, benih-benih cinta mulai muncul. Malangnya, mereka selalu mengalami hal buruk setelah cinta pertama Axel muncul. Tak hanya itu, ternyata mereka berdua dihubungkan dengan takdir yang rumit. Bisakah mereka berdua bersatu?
View MoreEle dan Alvia duduk saling berhadapan di kantin perusahaan. Di saat Ele menikmati makanan yang ada di depan matanya, Alvia justru melamun sambil memuji seseorang. Ia menopangkan tangannya di dagu."Gila! Gue nggak nyangka. Bukan hanya bosnya aja yang ganteng, ternyata manajernya juga. KIra-kira bisa nggak ya? Kalo dia jadi pacar gue?"Bukan Ele namanya jika menanggapi perkataan Alvia dengan antusias. Ele memberikan penilaian dari kacamatanya dengan berbeda."Terus aja muji orang. Emang ganteng bisa bikin perut kenyang. Tampang pas-pasan juga," cibir Ele sambil memasukan mie ke dalam mulutnya."Perlu periksa mata deh kayanya. Cuma lo doang yang bilang cowok idaman itu pas-pasan," ucap Alvia sambil menggeser mangkuk bakso mendekat padanya."Lebih baik lo diem deh. Bisa hilang nafsu makan gue, dengerin lo terus muji-muji cowok yang lo anggap ganteng itu."Setelah mengatakan itu, Ele bangkit dari tempat duduknya meninggalkan Alvia yang masih bel
Hari demi hari pun berlalu. Hari ini adalah hari di mana Ele dan Alvia akan magang di perusahaan DAND Group sebagai sekretaris. Ele tengah bersiap di depan meja riasnya. Ia membenahi ikatan rambutnya yang melonggar dan memakai dasi di kerahnya dengan rapi. Tak lupa Ele juga memberikan polesan make-up ringan di wajahnya.Ele turun dari kamarnya dan duduk di meja makan. Ia meminum segelas susu putih dan roti tawar dengan selai stawberry di dalamnya. Selesai makan ia langsung berangkat magang menggunakan mobilnya. Butuh waktu 15 menit untuk sampai di DAND Group.Sesampainya di DAND Group, Ele menuju ke basement perusahaan untuk memberhentikan mobilnya. Sialnya, saat mobil Ele akan terparkir dengan sempurna, datang mobil lain yang tiba-tiba menyerobot tempat parkir mobil Ele. Ele pun keluar dari mobilnya dengan menutup pintu mobil dengan keras. Kemudian ia mengetuk kaca mobil yang membuatnya geram."Heh! Keluar nggak lo!" kesal Ele.
Ele berjalan ke taman depan rumahnya. Ia duduk di kursi panjang kemudian menatap ke arah langit. Banyak sekali bintang yang besinar terang disana."Ma, apa kabar? Ele rindu."Ele berbicara seolah-olah mamanya sedang melihatnya dan mendengarkan kerinduannya. Ia bersikap tegar dari luar dan rapuh di dalam. Tak terasa air mata pun mengalir ke pelupuk pipinya."Lihat ma, Ele nangis bahagia. Semoga mama tenang disana. Kita semua disini baik-baik aja."Ele teringat lagi bagaimana mamanya meninggal. Saat itu usia Ele masih terbilang kecil yaitu 10 tahun. Ele melihat mamanya ditembak secara brutal oleh orang yang tidak dikenalnya. Semenjak itu, Mr. Freedy papa dari Ele dan Dilan membawa mereka pergi jauh dari Jerman. Semata-mata untuk melindungi anaknya. Terlebih lagi untuk melindungi Ele yang wajahnya sudah pernah terlihat oleh musuh Mr. Freedy.Kematian mamanya menjadi luka terberat bagi Ele. Bahkan Ele tak mampu mengeluarkan air mata ketika mamanya diny
Axel merasa takjub dengan apa yang dilihatnya. Dalam beberapa menit saja, Ele berhasil membuat para preman tersebut kalah. Seketika ia teringat perutnya yang dipukul oleh preman tersebut. "Heh! Cewek galak! Lo kan jago berantem. Kenapa dari tadi nggak lo lawan aja?" "Males!" ucap Ele sambil mengambil tasnya yang tergeletak di aspal. Ia kemudian berjalan menjauh dari Axel. "Tanggung jawab woy! Lo udah buat perut gue dipukul." Ele tak menoleh sama sekali, ia hanya melambaikan tangannya seolah mengucapkan selamat tinggal. "Dasar cewek setan!" **** Axel berjalan masuk ke kantornya dengan tertatih-tatih sambil memegang perutnya. Rasa nyeri dari pukulan preman tadi masih terasa hingga ke tulang-tulang Axel. Sebelum memasuki ruangannya, di depan pintu ia berpapasan dengan Gavin. "Kenapa lo?" "Nggak usah banyak tanya." Axel membuka pintu ruangannya. "Baru sekali ini gue tanya, belu
Di sebuah kantor megah dan mewah duduklah seorang CEO yang bernama Axel Dandion. Tatapan matanya tertuju pada sebuah foto yang tergeletak di meja kerjanya. Tak sekalipun ia berpaling melihat ke arah lain. Hingga seseorang masuk ke dalam ruangannya. "Inilah definisi laki-laki yang gagal move on dari mantannya." Kalimat tersebut muncul dari sahabat sekaligus sekretaris dari Axel. Gavin Scarlett namanya. "Berisik!" timpal Axel dengan tatapan tajam ke arah Gavin. "Santai, nggak usah mendelik gitu matanya. Ngeri gue liatnya," ucap Gavin yang berjalan ke depan meja Axel dan duduk di hadapannya. "Bisa nggak kalo masuk ke ruangan orang ketuk pintu dulu? Lo mau gue pecat?" Mendengar ucapan Axel yang sedikit kesal, Gavin malah bereaksi biasa saja. Padahal ancaman tersebut bisa membuatnya kehilangan pekerjaan. "Yakin mau pecat gue? Gue sih nggak yakin ya, hahaha." Gavin berbicara dengan diakhiri tawa renyahnya sambil mengambil foto yang dilihat oleh Axel. "Masalahnya kalo lo pecat gue. Ng
Di sebuah kantor megah dan mewah duduklah seorang CEO yang bernama Axel Dandion. Tatapan matanya tertuju pada sebuah foto yang tergeletak di meja kerjanya. Tak sekalipun ia berpaling melihat ke arah lain. Hingga seseorang masuk ke dalam ruangannya. "Inilah definisi laki-laki yang gagal move on dari mantannya." Kalimat tersebut muncul dari sahabat sekaligus sekretaris dari Axel. Gavin Scarlett namanya. "Berisik!" timpal Axel dengan tatapan tajam ke arah Gavin. "Santai, nggak usah mendelik gitu matanya. Ngeri gue liatnya," ucap Gavin yang berjalan ke depan meja Axel dan duduk di hadapannya. "Bisa nggak kalo masuk ke ruangan orang ketuk pintu dulu? Lo mau gue pecat?" Mendengar ucapan Axel yang sedikit kesal, Gavin malah bereaksi biasa saja. Padahal ancaman tersebut bisa membuatnya kehilangan pekerjaan. "Yakin mau pecat gue? Gue sih nggak yakin ya, hahaha." Gavin berbicara dengan diakhiri tawa renyahnya sambil mengambil foto yang dilihat oleh Axel. "Masalahnya kalo lo pecat gue. Ng
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments