Catherine membuka matanya secara perlahan-lahan. Dia mengerjap, merasakan kalau kepalanya sakit dan kelopak matanya sangat berat.
Dia melihat chandelier menggantung di atas kepalanya. Aroma wangi-wangian segera memenuhi indera penciumannya yang mulai berfungsi kembali.Dia merasa asing."Apa aku sudah di surga?" gumam Catherine dalam hati. Ada begitu banyak pertanyaan dalam dirinya sekarang. Karena ruangan yang dia lihat di depan matanya sangat jauh dari ruangan yang selama ini dia selalu lihat.Jelas-jelas ini bukan kamarnya. Ini juga bukan kamar rumah sakit seperti yang sempat dia pikirkan saat pertama kali dia bisa membuka mata. Jadi satu-satunya kemungkinan yang saat ini hinggap di otaknya adalah kalau dia ada di surga.Karena kamar dengan penuh lampu dan hiasan cantik ini tak mungkin milik sebuah rumah sakit atau bangunan komersial apa pun. Mungkin dia mati karena fobianya terakhir kali.Sangat menyedihkan.Berusaha bangun, Catherine terduduk dengan susah payah. Entah kenapa, tubuhnya pegal dan tulangnya terasa remuk seolah dia baru saja jatuh dari ketinggian.Tapi begitu kakinya keluar dari selimut, Catherine melihat perban yang membalut salah satu kaki mulusnya.Apa dia benar-benar patah tulang? Apa jatuh dari kursi bisa membuat keadaannya separah ini? Atau ini mimpi?Catherine bingung.Di tengah ketidakpahamannya, Catherine mencoba berdiri. Tapi seperti dugaannya, kakinya nyaris seperti jeli yang tidak punya kekuatan untuk berdiri. Alhasil dia terjatuh ke lantai dengan karpet bercorak mewah itu.Sakit. Berarti ini bukan mimpi."MADAM GISELLE! NYONYA SUDAH BANGUN!"Catherine menoleh. Dia mendapati seorang pelayan wanita mendekat dan berteriak heboh. Setelah itu, sekumpulan pelayan mulai datang dan langsung membantunya untuk kembali naik ke ranjang dan bahkan memaksanya untuk berbaring."Nyonya, Anda membuat saya khawatir. Harusnya Anda bilang kalau Anda sudah bangun Nyonya. Kami semua mengkhawatirkan Anda." Seorang wanita dengan pakaian pelayannya terlihat terharu.Wanita dengan pakaian hitam putih itu menatap Catherine dengan tatapan seolah dia baru saja menemukan keajaiban. Catherine yang bingung dengan situasinya sekarang akhirnya mulai membuka mulut."Kalian ... kalian ... siapa?" tanya Catherine yang kaget karena suaranya terdengar serak seolah dia baru saja bangun setelah sekian lama.Semua orang yang ada di sana tidak ada yang tidak terkejut. Mereka semua saling menatap. Bahkan wanita paruh baya yang baru saja datang itu terlihat sangat terkejut."Nyonya, apa Anda sedang bercanda dengan kami semua sekarang?" tanya wanita dengan pakaian serba hitam itu syok.Catherine menggeleng. Tatapan meruncing, dia kini mencurigai semua orang. "Apa aku mengenal kalian? Di mana ini? Rumah sakit? Apa orang tuaku ada di sini?" tanya Catherine menuntut.Madam Giselle termundur. Wanita paruh baya itu tak bisa menahan rasa keterkejutannya lagi. "Saya Madam Giselle Nyonya. Kepala pelayan di sini, apa Anda lupa?" tanya wanita itu sekali lagi. Wanita dengan rambut hitamnya yang di ikat dengan rapi itu menatap Catherine serius.Madam Giselle?Catherine merasa dia pernah mendengar nama itu di suatu tempat. Tapi dia merasa tidak yakin. Karena satu-satunya Madam Giselle yang dia kenal adalah salah satu tokoh wanita paruh baya di novelnya.Dia adalah kepala pelayan di kediaman Xavier, duke muda kekaisaran Victoria. Wanita yang merupakan pengasuh Xavier sejak kecil tapi dia akhirnya mati demi melindungi Catalina--istri Xavier yang bodoh dan hanya mementingkan rasa cintanya pada Sang putra mahkota.Catherine pasti sudah gila jika menyamakan wanita di depannya dengan tokoh novelnya sendiri.Tidak. Tentu saja hal itu tidak mungkin.Lama Madam Giselle menunggu. Tapi raut wajah kebingungan itu tidak hilang dari raut wajah Catherine. Dia tetap terlihat kebingungan dan linglung.Madam Giselle akhirnya mengisyaratkan pada pelayan lain untuk segera memanggilkan Dokter. Dia rasa, kondisi Catalina lebih serius dari yang dia kira dan dia tak bisa mengabaikannya.Selagi pelayan lain memanggilkan Dokter keluarga Duke. Madam Giselle kembali mendekati Catherine dan mengajukan beberapa pertanyaan pada Nonanya itu. "Nyonya, apa Anda ingat nama Anda?" tanya Madam Giselle tak ingin menyerah."Tentu saja. Aku Catherine. Siapa lagi?" Madam Giselle tersenyum rapuh. Baru kali ini dia berharap kalau wanita di depannya berbohong. "Nyonya bagaimana dengan suami Anda?""Suami? Apa aku punya suami? Jangan gila! Aku belum menikah! Apa bibi ini sudah tidak waras!" Catherine mengelak dan jawabannya itu sudah cukup membuat hati Madam Giselle mencelos begitu saja. Nyonya rumahnya sedang tidak baik-baik saja.Tidak lama Dokter keluarga Duke datang. Tak diduga, Dokter itu datang bersama dengan Nolan. Asisten pribadi Duke Xavier yang merupakan pemilik dari mansion ini. "Ada apa?" tanya Nolan tanpa basa-basi pada Madam Giselle."Sepertinya Duke mendapatkan keinginannya," jawab Madam Giselle penuh makna.***Setelah satu jam lamanya diperiksa. Catherine mendapatkan satu kesimpulan. Kalau saat ini dia tidak berada di dunianya. Bahkan tubuhnya yang sekarang bukanlah miliknya, dia masuk ke tubuh orang lain.Sialnya, ini adalah tubuh yang saat ini dimasukinya adalah tubuh milik salah satu tokoh antagonis di novelnya, Catalina Spencer. Tokoh penuh masalah dengan akhir hidup yang tragis.Sialan. Benar-benar sialan."Jadi bagaimana keadaan Nyonya?" tanya Madam Giselle memburu Dokter wajuta bernama Veronica yang baru saja keluar dari kamar sang Duchess. Sang Dokter terlihat muram, hal itu justru menambah kekhawatiran pada raut wajah semua orang."Mr. Nolan, apa aku bisa menemui Xavier?" tanya Veronica tak bermaksud basa-basi. Situasi Catherine tidak sederhana. Jadi dia harus menemui Xavier untuk menjelaskan kondisinya secara langsung."Saya tidak yakin, tapi jika Anda ingin bertemu dengan Duke, saya akan--""Katakan saja di mana dia sekarang. Aku akan menemuinya." Potong Veronica tanpa rasa takut. Dia sudah akrab dengan Xavier. Mereka adalah teman sejak kecil. Keduanya bahkan sempat di rumorkan akan menikah.Karena dari seluruh perempuan Victoria, hanya Veronica De Lancaster yang dekat dengannya. Tidak ada perempuan lain. Siapa pun akan setuju jika nama mereka berdua disandingkan.Tapi takdir memang ajaib. Pada akhirnya, lelaki yang paling diinginkan seluruh perempuan Victoria itu menikah dengan Catherine. Perempuan yang dikenal sebagai penggoda anggota keluarga kerajaan.Gagak hitam yang dihindari semua orang.Tak ada alasan menolak. Nolan akhirnya terpaksa memberitahu keberadaan sang Duke pada teman kecilnya itu. Keduanya langsung bergegas pergi meninggalkan kamar Catherine yang masih dijaga oleh beberapa pelayan dan Madam Giselle yang sedari tadi menunggu.Di dalam kamar, Catherine yang masih syok terdiam dan menatap pantulan dirinya di cermin yang Veronica bawakan. Dia menatap wajah cantik nan menawan itu. Dengan rambut putih halus yang tergerai dan mata merah ruby yang cantik, membuat Catherine seolah melihat boneka hidup yang luar biasa indah menakjubkan.Cantik tapi mematikan. Inilah kesan pertama yang dia dapatkan saat melihat wajah barunya. "Apa ini aku?" tanya Catherine pada dirinya sendiri.Catherine menepuk pipinya dan sakit. Setelah mengobrol dengan Veronica selama kurang lebih satu jam dan ditusuk dengan beberapa jarum akupuntur, dia yakin kalau ini bukan mimpi.Tapi apa ini? Apa transmigrasi jiwa itu nyata!? Sungguh! Catherine masih tak bisa memahaminya."Jangan terbuai Catherine! Wanita ini memang cantik. Tapi apa kau lupa dia iblis yang kau ciptakan!" Catherine berbicara pada dirinya sendiri. Wanita itu lantas menyimpan kaca yang semula berada di tangannya. Dia terdiam dan mulai berpikir.Catherine? Tidak. Sekarang dia adalah Catalina.Tapi, Catalina dalam kehidupan ini adalah wanita paling menyebalkan di seluruh antero kekaisaran Victoria. Dia pembuat onar, biang masalah, bahkan pembuat skandal yang membuat pria mana pun enggan mendekatinya.Walaupun begitu, reputasinya naik begitu menikahi Duke Xavier. Tapi, karena obsesi gilanya, dia juga mati mengenaskan di tangan pemeran pria utama.Tidak.Catherine tidak ingin mati.Tentu saja. Siapa yang ingin mati sia-sia apalagi dengan cara yang mengenaskan seperti itu?Berpikir dengan keras. Catherine memutuskan untuk pergi. Sebelum terlambat, dia harus lari dari kamar ini. Sungguh demi apa pun dia ingin pulang.Dia tak sanggup membayangkan hidup sebagai Catalina si pembuat skandal dan diolok-olok sepanjang hidupnya.Berbekal rasa ketakutan yang berubah menjadi keberanian. Catherine berusaha turun dari tempat tidur. Seperti yang sudah dia duga, kaki kanannya tak bisa berfungsi dengan baik.Tapi wanita itu tidak peduli. Dia memilih menyeret kakinya daripada harus hidup di neraka penderitaan ini."Nyonya! Apa yang Anda lakukan!?"Catherine menoleh.Sialan! Dia ketahuan.Seminggu yang lalu. Undangan dengan kertas emas tersebar. Tapi tak seperti hujan yang menyinggahi hati setiap orang. Undangan mewah itu hanya mendarat ke setiap rumah dengan status tertentu. "Nyonya, ada undangan dari istana kekaisaran, apa saya perlu membawakannya ke sini?"Seorang wanita yang sedang merias dirinya itu terlihat berjingkat senang. Dia menatap pelayannya dengan wajah sumringah. "Apa itu dari Putra Mahkota?""Bukan, Nyonya. Tapi Permaisuri, beliau mengadakan ulang tahun untuk Tuan Putri Cessa dan mengundang Duke Xavier untuk hadir.""Baiklah. Bawakan ke sini dan bacakan."Undangan dengan wangi bunga mawar itu datang dan langsung membuat Catalina heboh sendiri memilih gaun. Xavier yang menjadi suaminya sedang tidak ada di tempat, jadi sebagai istri yang baik dia harus mendatangi undangan dari kekaisaran itu untuk mewakilinya, bukan?Istri yang sangat berbakti sekali. Berias dari siang, malam harinya Catalina datang dengan gaun terbaiknya. Dia bertingkah layaknya wanit
"Madam, Tuan Duke ada di depan. Beliau menginginkan pertemuan dengan Nyonya Catalina berdua saja."Catherine yang saat ini sedang berusaha mencerna situasi gila macam apa lagi yang akan dia hadapi, menoleh kaget dengan perkataan yang dibawa oleh salah satu pelayan wanita tersebut. Dia yang baru saja selesai diganti perban lukanya oleh Madam Giselle lantas tertegun mendengar nama seseorang yang rasa-rasanya pasti dia kenal.Duke? Apa orang yang dimaksud pelayan tadi adalah Duke? Apa dia Xavier? Salah satu karakter yang dia ciptakan?!"Nyonya, saya sudah selesai membalut luka Anda. Tolong kedepannya lebih berhati-hati. Saya tidak ingin melihat Anda terluka lagi, Nyonya." Tatapan Madam Giselle begitu tulus. Itu mengingatkan Catherine pada ibunya sendiri. Di dunia nyata, dia sudah lama tidak mengunjungi ibunya setelah memutuskan untuk tinggal sendirian.Saat mencoba kabur dengan kaki patahnya beberapa jam yang lalu. Dia ketahuan Madam Giselle dan kakinya kembali terluka karena dipakai b
Pagi harinya, Catherine terbangun dengan banyak pelayan di sisinya. Ana yang ditugaskan sebagai pelayan pribadinya hadir bersama Madam Giselle. Mereka memperlakukan Catherine dengan baik. Catherine yang tadinya adalah wanita mandiri dan terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendirian. Bahkan bingung saat dia tidak diizinkan melakukan apa pun.Kenapa kehidupan di sini terasa menyenangkan? Dia tidak boleh terlena. Tapi itulah kenyataannya."Nyonya, biarkan kami saja. Bukankah tangan Anda masih sakit?" tegur Ana yang tidak mengizinkan Catherine menyisir rambutnya sendiri. Wanita muda itu lantas mengambil sisir dari tangannya dan menyisir rambut Catalina yang berwarna putih perak itu. Jika dilihat-lihat, wajah Catalina begitu cantik. Mata merah rubynya bahkan terlihat seperti permata yang bersinar digundukan salju putih."Apa yang biasanya aku lakukan setelah mandi?" tanya Catalina pada Madam Giselle yang juga berdiri di sana memantau keadaan Nyonya rumahnya. Saat ini, karena kakinya yang
Catherine menatap Xavier yang masih menggendongnya melewati lorong untuk kembali ke kamarnya. Banyak pelayan yang mereka lalui tersentak heran karena Xavier yang menggendong Catherine tanpa bergeming. Bukan sebuah rahasia, jika pada awalnya hubungan sepasang suami istri memanglah buruk. Sebagai penulis, Catherine bahkan tidak pernah memberikan momen manis di rumah tangga Xavier dan Catalina. Tapi apa ini? Perlakuan macam apa ini? Apa ini tanda kalau Catherine bisa mengubah alur ceritanya?"Xavier ... " Catherine berusaha memanggil Xavier yang berjalan tegap dengan tatapan yang lurus ke depan. Dia seperti singa yang membawa harta karun di lengannya. "Xavier," panggil Catherine sekali lagi. Mereka saat ini sedang berjalan menuju kamarnya diikuti oleh Nolan dan juga Madam Giselle dan beberapa pelayan yang membawakan sarapan Catherine sesuai perintah Xavier. "Aku tidak tuli. Jadi katakan saja apa maumu." Xavier membalas dengan dingin. Duke muda Victoria itu bahkan tidak menoleh kearah
Semesta memang selalu punya kejutan. Tapi tak jarang, kejutan yang diberikan terlalu di luar nalar sampai rasanya bisa membuat gila. Catherine yang kini mencoret-coret kertas di ranjangnya merasa frustrasi dan pusing sendiri. Pasalnya, dilihat dari sudut pandang mana pun semua ini terlalu nyata. Pada awalnya, dia masih berpikir kalau dunia novel yang saat ini dimasukinya adalah mimpi. Dia berusaha yakin kalau setelah tertidur. Dunianya akan kembali seperti semula. Tapi setelah seminggu ada di dunia ini. Tertidur dan terbangun di ranjang sutera yang sama. Membuatnya sadar kalau dia tidak punya kesempatan kembali. Ini adalah dunia yang harus dihadapinya. "Apa di dunia ini tidak ada portal? Aku bisa gila jika begini." Catherine meracau sendiri. Dia saat ini tengah menuliskan alur cerita yang dia ingat di kertas yang selalu dia simpan di laci kamarnya. Sudah seminggu, dan luka-luka ditubuhnya sudah
"Bagaimana keadaannya?" tanya Xavier yang datang ke kamar Catherine dengan terburu-buru. Veronica yang baru saja mengecek kondisi Catherine mengisyaratkan pada Xavier untuk berbicara berdua saja. Xavier pun akhirnya memerintahkan semua orang untuk keluar dari kamar itu. Setelah memastikan kalau tidak ada orang. Veronica kemudian berbicara. "Catalina pingsan setelah aku menanyainya soal insiden kecelakaan yang menimpanya. Kepalanya tiba-tiba sakit. Aku yakin ini gejala trauma." Xavier tidak tahu harus merespons apa. Jadi dia hanya diam mendengarkan penjelasan Veronica dengan saksama. "Apa kau sempat menyelidiki penyebab Catalina jatuh di istana malam itu?" tanya Veronica yang berniat mewawancarai Xavier soal kronologi yang terjadi. Selama ini, dia tahu kalau Xavier berkepribadian acuh dan dingin. Tapi dia tidak akan mungkin membiarkan seseorang melukai istrinya. Xavier, dia adalah lelaki yang menjunjung tinggi martabatnya.
Catherine membuka matanya secara perlahan. Dia merasa kepalanya masih sakit saat ini. Wanita itu melirik, melihat sekitar. Sepertinya dia ingat, sebelum menutup matanya dan pingsan. Dia sedang berdialog dengan Veronica. Tapi sepertinya dia pingsan terlalu lama. Terbukti dengan hari yang sudah malam. Catherine bahkan tidak tahu kalau dia bisa tidur seharian penuh. "Kau sudah bangun?"Catherine menoleh. Jantungnya nyaris melompat mendengar suara familiar itu. Dia kemudian melihat jauh ke sofa. Sialan. Ternyata dia tidak sendirian. "Xavier?" panggil Catherine memastikan kalau saat ini dia tidak sedang berhalusinasi. "Xavier? Kau benar-benar Xavier kan?" tanya Catherine sekali lagi. Sosok panglima perang Victoria itu berdiri. Dia kemudian mendekati ranjang Catherine dan menyentuh keningnya. Catherine membeku. Apa yang lelaki ini lakukan?"Aku bisa menyentuhmu. Apa kau sekarang percaya aku nyata?" jawab Xavier enteng. Dia diam-diam bersyukur karena demam wanita ini sudah turun. Saat i
"Kenapa kalian ke sini?" Xavier terlihat menatap semua pelayan yang berjejer rapi memenuhi dapur. Dia yang saat ini masih menggendong Catherine dalam pelukannya terlihat tidak suka dengan banyaknya orang di ruangan itu. "Maafkan Saya Tuan. Saya dengar dari ksatria Nolan kalau Tuan dan Nyonya akan memasak." Madam Giselle mewakili semua pelayan untuk berbicara. Bahkan Ana yang sudah terbiasa ada di sisi Catherine saja tidak berani mengangkat kepala karena takut dengan aura intimidasi Xavier. "Iya. Tapi aku tidak meminta kalian ke sini," kata Xavier tegas. "Maafkan saya Tuan. Jika memang begitu, biarkan para pelayan dan koki saja yang memasak. Tuan dan Nyonya silakan beristirahat," kata Madam Giselle panik. "Bibi, jika aku ingin kalian memasak. Maka aku akan memanggil kalian dari tadi. Tapi sekarang istriku ingin memasak. Kalian semua kembalilah." Semua pelayan terlihat berpandangan satu sama lain. Mereka masih tidak menyangka kalau Xavier akan menyebut Catherine sebagai istrinya den