Bau anyir menyerbak. Memenuhi gersangnya tanah yang tak lagi berwarna coklat. Cairan merah menggenang di mana-mana. Api berkobar di berbagai sudut. Menandakan kekacauan.
Di satu sisi, orang merayakan sorak sorai gembira. Di sisi lain, air mata menyelami lautan duka. Sesosok panglima perang dengan kudanya yang gagah berani melangkah. Menyalami satu persatu prajuritnya yang masih memiliki jatah untuk hidup esok hari.Sementara itu matanya menyelinap ke banyak jasad yang bergelimpangan kaku. Begitu saja, hatinya mencelos melihat para prajurit gagah itu tumbang di medan perang. Bertukar arah, dia melihat pedang di tangannya sendiri. Amis, anyir dan masih hangat dengan balutan darah.Meskipun begitu, wajahnya sudah dirancang dengan kaku. Dia biasa. Dia sudah terlalu terbiasa."Duke, pasukan Albenian telah menyatakan kekalahan. Sebentar lagi kami akan ke tenda mereka untuk menyatakan kedaulatan dan kemenangan Victoria." Seseorang melapor, menghentikan lamunan Xavier dan kekacauan di hatinya."Lakukan saja seperti biasa."Dingin.Perkataan lelaki dengan baju besi yang melekat di tubuhnya itu begitu dingin melebihi salju abadi di pegunungan utara. Mata biru saphirenya menyatakan ketidakpedulian. Dia terlihat biasa saja bahkan setelah kemenangan perang diraih olehnya secara mutlak.Tapi Nolan, pria yang tadi melaporkan padanya terlihat sudah biasa. Sejatinya Nolan tahu, meskipun mereka memenangkan perang. Tapi ada ribuan orang yang harus kehilangan nyawa karena itu, dan sejatinya mereka adalah orang-orang yang tidak bersalah."Kau memang harus begitu! Kau tidak boleh menunjukkan isi hatimu, Xavier!" Seorang wanita dengan rambutnya yang dicepol itu berteriak sendirian di dalam kamarnya. Dengan coklat di mulutnya, dia terus membaca sembari mengetik di laptop kesayangannya.Wanita itu, Catherine.Dia novelis terkenal yang mendedikasikan diri untuk menulis seumur hidup. Pada usia 22 tahun, dia memutuskan untuk berhenti bekerja di kantornya yang memuakkan dan mulai fokus menekuni hobi menulisnya.Setelah 5 tahun menekuni dunia tulis menulis, Catherine sudah menghasilkan 5 novel. Novel yang saat ini ditulisnya adalah novelnya yang keenam dan berjudulRoyal Scandal.Novel yang menceritakan soal skandal Putra Mahkota kerajaan Victoria dengan wanita bernama Catalina. Novel dengan genre kerajaan yang penuh intrik dan sangat menyebalkan ini akan membuat siapa pun kesal saat membacanya.Cerita dimulai saat kekaisaran Victoria menaklukkan satu kerajaan kecil bernama Albenian. Sebagai kerajaan yang ditaklukkan Albenian harus menyerahkan putri mereka sebagai sandera. Isabelle, putri kerajaan Albenian akhirnya terpaksa menyerahkan hidupnya dibawah kaki kekaisaran.Sampai di Victoria, Isabelle yang merupakan tokoh utama wanita mendapat segala macam siksaan dan kejadian buruk. Hingga pada puncaknya, dia harus menikah dengan putra mahkota kekaisaram Victoria yaitu Jayden.Seperti plot pernikahan novel pada umumnya, dua sejoli yang awalnya saling membenci itu lama-lama jatuh cinta. Jayden yang awalnya tidak tertarik dengan Isabelle perlahan mulai jatuh cinta dengan pesona putri kerajaan Albenian itu.Lalu, Catalina yang awalnya merupakan kekasih Jayden merasa dicampakkan.Tak terima dengan perasaan Jayden yang berubah dan tidak lagi mempedulikannya. Catalina akhirnya memutuskan untuk menggoda Jayden secara terang-terangan.Wanita itu berniat membuat reputasi Jayden hancur sehancur-hancurnya. Dia yang sudah menikah dengan Xavier karena suatu insiden, akhirnya menimbulkan huru-hara. Dia akhirnya dikenal sebagai wanita pembuat skandal terbesar di Victoria.Xavier, yang merupakan suami Catalina yang bergelar sebagai Duke di kekaisaran Victoria pun sering mendapat imbas dari kelakuan istrinya. Sampai-sampai Isabelle yang dulu sempat menjadi tawanan Xavier kasihan dengan nasib buruk Xavier karena menikahi Catalina.Puncaknya, Catalina yang sudah cinta mati pada Jayden akhirnya memilih jalan sesat. Dia berniat membunuh Isabelle. Tepat saat perayaan ulang tahun sang Putri Mahkota itu. Catalina datang dengan racun paling mematikan dan membuat Isabelle koma.Setelah kejadian itu. Dia diceraikan oleh Xavier lalu di hukum mati oleh Jayden, dan begitulah Novel berjudul Royal Scandal di akhiri."Gila! Plot novel seperti ini pasti laku keras kan!? Aku sudah tidak sabar menerbitkan kalian anak-anakku! Ayo berubah menjadi uang!" Catherine tertawa. Wanita berusia 27 tahun itu masih menatap laptopnya yang menyala.Tangannya sangat terampil. Dia bahkan sudah berkhayal untuk pergi liburan setelah dia berhasil mengirimkan novel ini ke penerbit. Karyanya tak mungkin gagal. Sejauh ini novel-novelnya selalu laku keras di pasaran. Karena entah kenapa, gaya menulis Catherine memang disukai.Dia juga pandai mengaduk-ngaduk emosi pembacanya dengan membuat tokoh antagonis yang disukai sekaligus dibenci dalam satu waktu bersamaan seperti Catalina. Intinya, kemampuan menulisnya tak perlu diragukan lagi."Satu kata lagi, dan aku akan bisa liburan!" Semangat Catherine. Dia menatap naskah novel di laptopnya.Naskahnya sudah jadi, dia juga sudah merevisinya, dan hanya tinggal menulis satu kalimat lagi. Maka novelnya akan resmi tamat dan akan segera dia kirimkan ke pihak penerbit yang sudah menunggunya.Tapi belum juga menulis satu huruf terakhir itu. Lampu di kamarnya tiba-tiba mati. Malam itu, kegelapan tiba-tiba menguasai seisi ruangannya. Catherine gelagapan. Sialan. Dia takut gelap.Meskipun terlihat normal. Tapi sejatinya Catherine manusia biasa yang punya kekurangan, dan kekurangannya adalah dia penderita Nyctophobia atau yang biasa dikenal orang-orang sebagai phobia pada kegelapan.Selama beberapa tahun ini Cahterine sudah datang ke psikolog untuk mengobati ketakutannya. Tapi nyatanya, fobianya itu belum sembuh sepenuhnya.Jika dihadapkan pada kegelapan, gejalanya masih sama. Takut, gemetar dan sesak. Catherine nyaris tak bisa bergerak. Dia tak bisa mengontrol dirinya sendiri, dan hal ini menyiksanya.Mengandalkan cahaya di laptopnya. Catherine berusaha meraih benda lain yang bisa dijadikan penerangan. Tapi malang, laptop yang menjadi satu-satunya sumber cahaya itu jatuh ke lantai membuatnya mati seketika, membuat Catherine terjebak dalam kegelapan.Setelah laptopnya jatuh. Catherine yang masih setengah berdiri di kasurnya mulai menatap sekitar. Keringat dingin mulai mengucur deras dari sekujur tubuhnya. Gemetar.Catherine merasakan dadanya yang tiba-tiba sesak. Dia berusaha mengontrol ketakutannya tapi sepertinya tidak bisa. Dia terlalu takut.Catherine akhirnya tumbang. Wanita itu jatuh tak sadarkan diri tanpa tahu menahu kalau laptopnya yang jatuh tadi kembali menyala dan memperlihatkan satu kalimat.R E S T A R T***"Bagaimana keadaannya?""Tidak ada tanda-tanda kesadaran. Sepertinya kita harus melaporkannya pada Tuan."Seorang lelaki melaporkan dengan cukup gugup pada seorang yang berdiri gagah di depan gerbang mansion keluarga Duke yang mewah itu."Baiklah. Biarkan aku yang melapor. Awasi saja perkembangannya.""Baik, Mr. Nolan."Nolan. Lelaki yang merupakan ksatria gagah itu terlihat cukup kebingungan. Pasalnya hari ini adalah hari kepulangan pemimpinnya, Xavier. Duke muda Victoria sekaligus panglima perang gagah kerajaan mereka.Hal yang membuat Nolan gugup adalah karena di hari pertama kepulangannya. Nolan harus memberikan berita buruk pada sang Duke.Tak lama dari Nolan berpikir. Iring-iringan Duke Xavier sudah terlihat dan terdengar dari kejauhan. Seorang lelaki dengan pakaian hitam dan kuda putihnya terlihat mencuri perhatian semua orang.Dia adalah Xavier. Naga putih kekaisaran yang dibicarakan semua orang.Xavier George Sanders.Dia adalah salah satu Duke termuda yang menjadi Duke Kekaisaran Victoria pada usia 10 tahun. Xavier adalah panglima perang berdarah dingin yang di takuti seluruh benua.Dia adalah yang tertampan, terkaya sekaligus lelaki paling berkharisma yang ada di seluruh daratan. Kali ini, dia baru saja selesai menuntaskan misinya di Utara yang berkaitan dengan pembebasan wilayah."Selamat datang, Cahaya Victoria. Kami semua menyambut kepulangan Anda." Semua pelayan, pegawai dan khususnya para ksatria menyambut Xavier di halaman.Mereka semua berjejer dengan rapi sampai ke pintu utama dan membungkuk begitu Xavier dengan kuda putih dan rombongannya melewati mereka.Xavier yang mengendarai kuda putih kesayangannya itu akhirnya turun. Setelah mengelus kudanya dengan pelan dan menyerahkannya pada salah satu pegawainya.Dia berjalan masuk. Langkahnya terlihat tegas. Setiap hentakkan kakinya menekankan kepemilikan dan kharisma yang luar biasa.Pada saat ini, nyaris tidak ada yang berani menegakkan kepala mereka untuk menatap ketampanan sang Duke. Bahkan, angin saja tak berani merusak gerakannya."Kami sudah menyiapkan ruangan pribadi Anda untuk istirahat, Tuan. Apa ada yang Anda perlukan? Akan segera saya siapkan." Nolan dengan cekatan menawarkan diri untuk melayani kebutuhan Xavier.Sejatinya dia adalah pengawal pribadi Xavier sekaligus tangan kanannya. Tak heran, diantara semua orang yang bekerja di bawahnya, hanya Nolan yang langsung berani berbicara pada Duke milik Victoria itu."Bagaimana cederamu?" tanya Xavier setenang ombak. Lelaki dengan rambut hitam dan bola mata biru sedalam lautan itu menepuk bahu Nolan pelan.Alasan Nolan tidak ikut dengan ekspedisi sang Duke kali ini adalah juga karena dia cedera setelah mengikuti ekspansi wilayah terakhir kali."Sudah jauh lebih membaik, Tuan." Jawab Nolan yakin. "Maaf karena membuat Anda berjuang sendirian kali ini.""Bukan salahmu," jawab Xavier.Nolan terlihat ragu. Dia bingung harus mengatakan berita buruk yang ada dari mana. Tapi menyembunyikannya pun dia tak berani.Xavier itu setenang lautan. Tapi tidak ada yang tahu ombak sebesar apa yang tersembunyi di belakangnya."Katakan. Apa terjadi sesuatu saat aku pergi?" tanya Xavier mencium keraguan di netra coklat milik asistennya.Nolan diam. Tapi tak lama. Dia memutuskan untuk membuka mulutnya. Jujur lebih baik, yakinnya. Karena cepat atau lambat, Xavier juga pasti akan mengetahuinya."Itu, Tuan. Saya rasa ... saya harus memberitahu Anda tentang keadaan Nyonya," lapor pria dengan rambut coklat itu ragu."Katakan. Apa yang dia lakukan kali ini?" jawab Xavier terlihat enggan menanggapi. Dia sudah sangat hapal dengan kelakuan istrinya. Jadi dia tidak perlu merasa terkejut, jika Nolan bahkan melaporkan kekacauan lain yang Catalina buat selama dia pergi."Itu ... Nyonya Catalina ... beliau tidak sadarkan diri. Dari satu minggu yang lalu setelah kepergian Anda."Xavier tak berkata apa-apa. Tapi netra birunya menggelap. Tangannya yang masih memegang pedang itu mengepal erat. "Apa penyebabnya? Apa dia melakukan hal bodoh untuk Jayden lagi kali ini?"Catherine membuka matanya secara perlahan-lahan. Dia mengerjap, merasakan kalau kepalanya sakit dan kelopak matanya sangat berat. Dia melihat chandelier menggantung di atas kepalanya. Aroma wangi-wangian segera memenuhi indera penciumannya yang mulai berfungsi kembali.Dia merasa asing."Apa aku sudah di surga?" gumam Catherine dalam hati. Ada begitu banyak pertanyaan dalam dirinya sekarang. Karena ruangan yang dia lihat di depan matanya sangat jauh dari ruangan yang selama ini dia selalu lihat. Jelas-jelas ini bukan kamarnya. Ini juga bukan kamar rumah sakit seperti yang sempat dia pikirkan saat pertama kali dia bisa membuka mata. Jadi satu-satunya kemungkinan yang saat ini hinggap di otaknya adalah kalau dia ada di surga. Karena kamar dengan penuh lampu dan hiasan cantik ini tak mungkin milik sebuah rumah sakit atau bangunan komersial apa pun. Mungkin dia mati karena fobianya terakhir kali.Sangat menyedihkan.Berusaha bangun, Catherine terduduk dengan susah payah. Entah kenapa,
Seminggu yang lalu. Undangan dengan kertas emas tersebar. Tapi tak seperti hujan yang menyinggahi hati setiap orang. Undangan mewah itu hanya mendarat ke setiap rumah dengan status tertentu. "Nyonya, ada undangan dari istana kekaisaran, apa saya perlu membawakannya ke sini?"Seorang wanita yang sedang merias dirinya itu terlihat berjingkat senang. Dia menatap pelayannya dengan wajah sumringah. "Apa itu dari Putra Mahkota?""Bukan, Nyonya. Tapi Permaisuri, beliau mengadakan ulang tahun untuk Tuan Putri Cessa dan mengundang Duke Xavier untuk hadir.""Baiklah. Bawakan ke sini dan bacakan."Undangan dengan wangi bunga mawar itu datang dan langsung membuat Catalina heboh sendiri memilih gaun. Xavier yang menjadi suaminya sedang tidak ada di tempat, jadi sebagai istri yang baik dia harus mendatangi undangan dari kekaisaran itu untuk mewakilinya, bukan?Istri yang sangat berbakti sekali. Berias dari siang, malam harinya Catalina datang dengan gaun terbaiknya. Dia bertingkah layaknya wanit
"Madam, Tuan Duke ada di depan. Beliau menginginkan pertemuan dengan Nyonya Catalina berdua saja."Catherine yang saat ini sedang berusaha mencerna situasi gila macam apa lagi yang akan dia hadapi, menoleh kaget dengan perkataan yang dibawa oleh salah satu pelayan wanita tersebut. Dia yang baru saja selesai diganti perban lukanya oleh Madam Giselle lantas tertegun mendengar nama seseorang yang rasa-rasanya pasti dia kenal.Duke? Apa orang yang dimaksud pelayan tadi adalah Duke? Apa dia Xavier? Salah satu karakter yang dia ciptakan?!"Nyonya, saya sudah selesai membalut luka Anda. Tolong kedepannya lebih berhati-hati. Saya tidak ingin melihat Anda terluka lagi, Nyonya." Tatapan Madam Giselle begitu tulus. Itu mengingatkan Catherine pada ibunya sendiri. Di dunia nyata, dia sudah lama tidak mengunjungi ibunya setelah memutuskan untuk tinggal sendirian.Saat mencoba kabur dengan kaki patahnya beberapa jam yang lalu. Dia ketahuan Madam Giselle dan kakinya kembali terluka karena dipakai b
Pagi harinya, Catherine terbangun dengan banyak pelayan di sisinya. Ana yang ditugaskan sebagai pelayan pribadinya hadir bersama Madam Giselle. Mereka memperlakukan Catherine dengan baik. Catherine yang tadinya adalah wanita mandiri dan terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendirian. Bahkan bingung saat dia tidak diizinkan melakukan apa pun.Kenapa kehidupan di sini terasa menyenangkan? Dia tidak boleh terlena. Tapi itulah kenyataannya."Nyonya, biarkan kami saja. Bukankah tangan Anda masih sakit?" tegur Ana yang tidak mengizinkan Catherine menyisir rambutnya sendiri. Wanita muda itu lantas mengambil sisir dari tangannya dan menyisir rambut Catalina yang berwarna putih perak itu. Jika dilihat-lihat, wajah Catalina begitu cantik. Mata merah rubynya bahkan terlihat seperti permata yang bersinar digundukan salju putih."Apa yang biasanya aku lakukan setelah mandi?" tanya Catalina pada Madam Giselle yang juga berdiri di sana memantau keadaan Nyonya rumahnya. Saat ini, karena kakinya yang
Catherine menatap Xavier yang masih menggendongnya melewati lorong untuk kembali ke kamarnya. Banyak pelayan yang mereka lalui tersentak heran karena Xavier yang menggendong Catherine tanpa bergeming. Bukan sebuah rahasia, jika pada awalnya hubungan sepasang suami istri memanglah buruk. Sebagai penulis, Catherine bahkan tidak pernah memberikan momen manis di rumah tangga Xavier dan Catalina. Tapi apa ini? Perlakuan macam apa ini? Apa ini tanda kalau Catherine bisa mengubah alur ceritanya?"Xavier ... " Catherine berusaha memanggil Xavier yang berjalan tegap dengan tatapan yang lurus ke depan. Dia seperti singa yang membawa harta karun di lengannya. "Xavier," panggil Catherine sekali lagi. Mereka saat ini sedang berjalan menuju kamarnya diikuti oleh Nolan dan juga Madam Giselle dan beberapa pelayan yang membawakan sarapan Catherine sesuai perintah Xavier. "Aku tidak tuli. Jadi katakan saja apa maumu." Xavier membalas dengan dingin. Duke muda Victoria itu bahkan tidak menoleh kearah
Semesta memang selalu punya kejutan. Tapi tak jarang, kejutan yang diberikan terlalu di luar nalar sampai rasanya bisa membuat gila. Catherine yang kini mencoret-coret kertas di ranjangnya merasa frustrasi dan pusing sendiri. Pasalnya, dilihat dari sudut pandang mana pun semua ini terlalu nyata. Pada awalnya, dia masih berpikir kalau dunia novel yang saat ini dimasukinya adalah mimpi. Dia berusaha yakin kalau setelah tertidur. Dunianya akan kembali seperti semula. Tapi setelah seminggu ada di dunia ini. Tertidur dan terbangun di ranjang sutera yang sama. Membuatnya sadar kalau dia tidak punya kesempatan kembali. Ini adalah dunia yang harus dihadapinya. "Apa di dunia ini tidak ada portal? Aku bisa gila jika begini." Catherine meracau sendiri. Dia saat ini tengah menuliskan alur cerita yang dia ingat di kertas yang selalu dia simpan di laci kamarnya. Sudah seminggu, dan luka-luka ditubuhnya sudah
"Bagaimana keadaannya?" tanya Xavier yang datang ke kamar Catherine dengan terburu-buru. Veronica yang baru saja mengecek kondisi Catherine mengisyaratkan pada Xavier untuk berbicara berdua saja. Xavier pun akhirnya memerintahkan semua orang untuk keluar dari kamar itu. Setelah memastikan kalau tidak ada orang. Veronica kemudian berbicara. "Catalina pingsan setelah aku menanyainya soal insiden kecelakaan yang menimpanya. Kepalanya tiba-tiba sakit. Aku yakin ini gejala trauma." Xavier tidak tahu harus merespons apa. Jadi dia hanya diam mendengarkan penjelasan Veronica dengan saksama. "Apa kau sempat menyelidiki penyebab Catalina jatuh di istana malam itu?" tanya Veronica yang berniat mewawancarai Xavier soal kronologi yang terjadi. Selama ini, dia tahu kalau Xavier berkepribadian acuh dan dingin. Tapi dia tidak akan mungkin membiarkan seseorang melukai istrinya. Xavier, dia adalah lelaki yang menjunjung tinggi martabatnya.
Catherine membuka matanya secara perlahan. Dia merasa kepalanya masih sakit saat ini. Wanita itu melirik, melihat sekitar. Sepertinya dia ingat, sebelum menutup matanya dan pingsan. Dia sedang berdialog dengan Veronica. Tapi sepertinya dia pingsan terlalu lama. Terbukti dengan hari yang sudah malam. Catherine bahkan tidak tahu kalau dia bisa tidur seharian penuh. "Kau sudah bangun?"Catherine menoleh. Jantungnya nyaris melompat mendengar suara familiar itu. Dia kemudian melihat jauh ke sofa. Sialan. Ternyata dia tidak sendirian. "Xavier?" panggil Catherine memastikan kalau saat ini dia tidak sedang berhalusinasi. "Xavier? Kau benar-benar Xavier kan?" tanya Catherine sekali lagi. Sosok panglima perang Victoria itu berdiri. Dia kemudian mendekati ranjang Catherine dan menyentuh keningnya. Catherine membeku. Apa yang lelaki ini lakukan?"Aku bisa menyentuhmu. Apa kau sekarang percaya aku nyata?" jawab Xavier enteng. Dia diam-diam bersyukur karena demam wanita ini sudah turun. Saat i
"Kenapa kalian ke sini?" Xavier terlihat menatap semua pelayan yang berjejer rapi memenuhi dapur. Dia yang saat ini masih menggendong Catherine dalam pelukannya terlihat tidak suka dengan banyaknya orang di ruangan itu. "Maafkan Saya Tuan. Saya dengar dari ksatria Nolan kalau Tuan dan Nyonya akan memasak." Madam Giselle mewakili semua pelayan untuk berbicara. Bahkan Ana yang sudah terbiasa ada di sisi Catherine saja tidak berani mengangkat kepala karena takut dengan aura intimidasi Xavier. "Iya. Tapi aku tidak meminta kalian ke sini," kata Xavier tegas. "Maafkan saya Tuan. Jika memang begitu, biarkan para pelayan dan koki saja yang memasak. Tuan dan Nyonya silakan beristirahat," kata Madam Giselle panik. "Bibi, jika aku ingin kalian memasak. Maka aku akan memanggil kalian dari tadi. Tapi sekarang istriku ingin memasak. Kalian semua kembalilah." Semua pelayan terlihat berpandangan satu sama lain. Mereka masih tidak menyangka kalau Xavier akan menyebut Catherine sebagai istrinya den
Catherine membuka matanya secara perlahan. Dia merasa kepalanya masih sakit saat ini. Wanita itu melirik, melihat sekitar. Sepertinya dia ingat, sebelum menutup matanya dan pingsan. Dia sedang berdialog dengan Veronica. Tapi sepertinya dia pingsan terlalu lama. Terbukti dengan hari yang sudah malam. Catherine bahkan tidak tahu kalau dia bisa tidur seharian penuh. "Kau sudah bangun?"Catherine menoleh. Jantungnya nyaris melompat mendengar suara familiar itu. Dia kemudian melihat jauh ke sofa. Sialan. Ternyata dia tidak sendirian. "Xavier?" panggil Catherine memastikan kalau saat ini dia tidak sedang berhalusinasi. "Xavier? Kau benar-benar Xavier kan?" tanya Catherine sekali lagi. Sosok panglima perang Victoria itu berdiri. Dia kemudian mendekati ranjang Catherine dan menyentuh keningnya. Catherine membeku. Apa yang lelaki ini lakukan?"Aku bisa menyentuhmu. Apa kau sekarang percaya aku nyata?" jawab Xavier enteng. Dia diam-diam bersyukur karena demam wanita ini sudah turun. Saat i
"Bagaimana keadaannya?" tanya Xavier yang datang ke kamar Catherine dengan terburu-buru. Veronica yang baru saja mengecek kondisi Catherine mengisyaratkan pada Xavier untuk berbicara berdua saja. Xavier pun akhirnya memerintahkan semua orang untuk keluar dari kamar itu. Setelah memastikan kalau tidak ada orang. Veronica kemudian berbicara. "Catalina pingsan setelah aku menanyainya soal insiden kecelakaan yang menimpanya. Kepalanya tiba-tiba sakit. Aku yakin ini gejala trauma." Xavier tidak tahu harus merespons apa. Jadi dia hanya diam mendengarkan penjelasan Veronica dengan saksama. "Apa kau sempat menyelidiki penyebab Catalina jatuh di istana malam itu?" tanya Veronica yang berniat mewawancarai Xavier soal kronologi yang terjadi. Selama ini, dia tahu kalau Xavier berkepribadian acuh dan dingin. Tapi dia tidak akan mungkin membiarkan seseorang melukai istrinya. Xavier, dia adalah lelaki yang menjunjung tinggi martabatnya.
Semesta memang selalu punya kejutan. Tapi tak jarang, kejutan yang diberikan terlalu di luar nalar sampai rasanya bisa membuat gila. Catherine yang kini mencoret-coret kertas di ranjangnya merasa frustrasi dan pusing sendiri. Pasalnya, dilihat dari sudut pandang mana pun semua ini terlalu nyata. Pada awalnya, dia masih berpikir kalau dunia novel yang saat ini dimasukinya adalah mimpi. Dia berusaha yakin kalau setelah tertidur. Dunianya akan kembali seperti semula. Tapi setelah seminggu ada di dunia ini. Tertidur dan terbangun di ranjang sutera yang sama. Membuatnya sadar kalau dia tidak punya kesempatan kembali. Ini adalah dunia yang harus dihadapinya. "Apa di dunia ini tidak ada portal? Aku bisa gila jika begini." Catherine meracau sendiri. Dia saat ini tengah menuliskan alur cerita yang dia ingat di kertas yang selalu dia simpan di laci kamarnya. Sudah seminggu, dan luka-luka ditubuhnya sudah
Catherine menatap Xavier yang masih menggendongnya melewati lorong untuk kembali ke kamarnya. Banyak pelayan yang mereka lalui tersentak heran karena Xavier yang menggendong Catherine tanpa bergeming. Bukan sebuah rahasia, jika pada awalnya hubungan sepasang suami istri memanglah buruk. Sebagai penulis, Catherine bahkan tidak pernah memberikan momen manis di rumah tangga Xavier dan Catalina. Tapi apa ini? Perlakuan macam apa ini? Apa ini tanda kalau Catherine bisa mengubah alur ceritanya?"Xavier ... " Catherine berusaha memanggil Xavier yang berjalan tegap dengan tatapan yang lurus ke depan. Dia seperti singa yang membawa harta karun di lengannya. "Xavier," panggil Catherine sekali lagi. Mereka saat ini sedang berjalan menuju kamarnya diikuti oleh Nolan dan juga Madam Giselle dan beberapa pelayan yang membawakan sarapan Catherine sesuai perintah Xavier. "Aku tidak tuli. Jadi katakan saja apa maumu." Xavier membalas dengan dingin. Duke muda Victoria itu bahkan tidak menoleh kearah
Pagi harinya, Catherine terbangun dengan banyak pelayan di sisinya. Ana yang ditugaskan sebagai pelayan pribadinya hadir bersama Madam Giselle. Mereka memperlakukan Catherine dengan baik. Catherine yang tadinya adalah wanita mandiri dan terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendirian. Bahkan bingung saat dia tidak diizinkan melakukan apa pun.Kenapa kehidupan di sini terasa menyenangkan? Dia tidak boleh terlena. Tapi itulah kenyataannya."Nyonya, biarkan kami saja. Bukankah tangan Anda masih sakit?" tegur Ana yang tidak mengizinkan Catherine menyisir rambutnya sendiri. Wanita muda itu lantas mengambil sisir dari tangannya dan menyisir rambut Catalina yang berwarna putih perak itu. Jika dilihat-lihat, wajah Catalina begitu cantik. Mata merah rubynya bahkan terlihat seperti permata yang bersinar digundukan salju putih."Apa yang biasanya aku lakukan setelah mandi?" tanya Catalina pada Madam Giselle yang juga berdiri di sana memantau keadaan Nyonya rumahnya. Saat ini, karena kakinya yang
"Madam, Tuan Duke ada di depan. Beliau menginginkan pertemuan dengan Nyonya Catalina berdua saja."Catherine yang saat ini sedang berusaha mencerna situasi gila macam apa lagi yang akan dia hadapi, menoleh kaget dengan perkataan yang dibawa oleh salah satu pelayan wanita tersebut. Dia yang baru saja selesai diganti perban lukanya oleh Madam Giselle lantas tertegun mendengar nama seseorang yang rasa-rasanya pasti dia kenal.Duke? Apa orang yang dimaksud pelayan tadi adalah Duke? Apa dia Xavier? Salah satu karakter yang dia ciptakan?!"Nyonya, saya sudah selesai membalut luka Anda. Tolong kedepannya lebih berhati-hati. Saya tidak ingin melihat Anda terluka lagi, Nyonya." Tatapan Madam Giselle begitu tulus. Itu mengingatkan Catherine pada ibunya sendiri. Di dunia nyata, dia sudah lama tidak mengunjungi ibunya setelah memutuskan untuk tinggal sendirian.Saat mencoba kabur dengan kaki patahnya beberapa jam yang lalu. Dia ketahuan Madam Giselle dan kakinya kembali terluka karena dipakai b
Seminggu yang lalu. Undangan dengan kertas emas tersebar. Tapi tak seperti hujan yang menyinggahi hati setiap orang. Undangan mewah itu hanya mendarat ke setiap rumah dengan status tertentu. "Nyonya, ada undangan dari istana kekaisaran, apa saya perlu membawakannya ke sini?"Seorang wanita yang sedang merias dirinya itu terlihat berjingkat senang. Dia menatap pelayannya dengan wajah sumringah. "Apa itu dari Putra Mahkota?""Bukan, Nyonya. Tapi Permaisuri, beliau mengadakan ulang tahun untuk Tuan Putri Cessa dan mengundang Duke Xavier untuk hadir.""Baiklah. Bawakan ke sini dan bacakan."Undangan dengan wangi bunga mawar itu datang dan langsung membuat Catalina heboh sendiri memilih gaun. Xavier yang menjadi suaminya sedang tidak ada di tempat, jadi sebagai istri yang baik dia harus mendatangi undangan dari kekaisaran itu untuk mewakilinya, bukan?Istri yang sangat berbakti sekali. Berias dari siang, malam harinya Catalina datang dengan gaun terbaiknya. Dia bertingkah layaknya wanit
Catherine membuka matanya secara perlahan-lahan. Dia mengerjap, merasakan kalau kepalanya sakit dan kelopak matanya sangat berat. Dia melihat chandelier menggantung di atas kepalanya. Aroma wangi-wangian segera memenuhi indera penciumannya yang mulai berfungsi kembali.Dia merasa asing."Apa aku sudah di surga?" gumam Catherine dalam hati. Ada begitu banyak pertanyaan dalam dirinya sekarang. Karena ruangan yang dia lihat di depan matanya sangat jauh dari ruangan yang selama ini dia selalu lihat. Jelas-jelas ini bukan kamarnya. Ini juga bukan kamar rumah sakit seperti yang sempat dia pikirkan saat pertama kali dia bisa membuka mata. Jadi satu-satunya kemungkinan yang saat ini hinggap di otaknya adalah kalau dia ada di surga. Karena kamar dengan penuh lampu dan hiasan cantik ini tak mungkin milik sebuah rumah sakit atau bangunan komersial apa pun. Mungkin dia mati karena fobianya terakhir kali.Sangat menyedihkan.Berusaha bangun, Catherine terduduk dengan susah payah. Entah kenapa,