Share

Pt. 05 - Tsunderella

Pagi harinya, Catherine terbangun dengan banyak pelayan di sisinya. Ana yang ditugaskan sebagai pelayan pribadinya hadir bersama Madam Giselle. Mereka memperlakukan Catherine dengan baik.

Catherine yang tadinya adalah wanita mandiri dan terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendirian. Bahkan bingung saat dia tidak diizinkan melakukan apa pun.

Kenapa kehidupan di sini terasa menyenangkan? Dia tidak boleh terlena. Tapi itulah kenyataannya.

"Nyonya, biarkan kami saja. Bukankah tangan Anda masih sakit?" tegur Ana yang tidak mengizinkan Catherine menyisir rambutnya sendiri.

Wanita muda itu lantas mengambil sisir dari tangannya dan menyisir rambut Catalina yang berwarna putih perak itu. Jika dilihat-lihat, wajah Catalina begitu cantik. Mata merah rubynya bahkan terlihat seperti permata yang bersinar digundukan salju putih.

"Apa yang biasanya aku lakukan setelah mandi?" tanya Catalina pada Madam Giselle yang juga berdiri di sana memantau keadaan Nyonya rumahnya.

Saat ini, karena kakinya yang masih sakit. Catherine diurus oleh para pelayannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Walaupun awalnya canggung saat orang-orang itu ingin memandikannya.

Tapi Catherine akhirnya sadar kalau saat ini dia memang tidak bisa melakukan apa-apa.

"Untuk sekarang, karena Anda masih sakit. Anda diizinkan untuk kembali beristirahat Nyonya. Tidak ada yang perlu Anda lakukan setelah sarapan," jawab Madam Giselle.

"Bagaimana dengan Xavier? Maksudku, Tuan Duke?" tanya Catherine tanpa sadar menyebutkan nama Xavier tanpa embel-embel apa pun.

Tapi karena pertanyaannya itu, Madam Giselle terlihat tersenyum. "Anda bisa memanggil beliau dengan nama saja Nyonya. Beliau suami Anda apa Anda lupa?"

"Maafkan aku. Apa biasanya Catalina memanggil dia begitu?"

"Maaf?"

Sialan. Hampir saja dia keceplosan.

"Maksudku, apa aku biasa memanggilnya dengan nama saja?" tanya Catherine. Para pelayan di sana terdiam, termasuk madam Giselle.

Catherine tau, respons ini disebabkan oleh pertanyaannya barusan. Dalam cerita asli yang dia tulis, Catalina asli bahkan tak pernah memanggil Xavier atau berinteraksi dengannya. Jadi mungkin, Madam Giselle termasuk para pelayan di sini juga bingung.

"Anda biasa memanggil Tuan Duke dengan nama. Tidak apa-apa. Tuan Duke akan menyukainya Nyonya," kata Madam Giselle berbohong manis.

Entah kenapa wanita paruh baya itu merasa senang sendiri dengan perubahan Nyonya rumah mereka. Setelah bangun dari tidur panjangnya. Catalina seolah jadi orang baru yang lebih bisa menerima perhatian dari orang lain.

Dia bahkan memanggil nama Duke dengan akrab. Jika tidak ingat posisinya, Madam Giselle merasa dia akan menangis sekarang.

Catherine hanya bisa tersenyum. Dia sengaja mempertahankan perannya sebagai Catalina yang amnesia agar orang-orang tidak terlalu mempermasalahkan perubahan besar pada sikapnya nanti.

Karena setelah berpikir semalaman. Dia berusaha menyusun kembali ingatan tentang cerita ini. Dia bertekad untuk tidak mati bodoh di tangan Jayden dan tidak membuat kerusuhan apa pun. Untuk memulai perubahan itu, maka dia memutuskan untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Xavier.

Karena jika seandainya takdir bersikeras membuatnya ada diujung pedang Jayden. Hanya Xavier yang mampu menahan pedang itu untuknya.

"Nyonya, apa yang Anda inginkan untuk sarapan?"

"Aku tidak masalah dengan apa pun. Tapi apa aku akan sarapan dengan Xavier?" Pertanyaan lantang Catherine itu lagi-lagi membuat semua orang di sekitarnya tertegun.

Tapi Madam Giselle dengan cepat merespons. "Apa Anda ingin sarapan dengan Tuan Duke?" tanyanya tak ingin melewatkan kesempatan.

Catherine mengangguk. Dia tidak boleh menyianyiakan kesempatan untuk bertemu Xavier tentu saja. Karena jika mendengar dari Madam Giselle. Kemarin adalah waktu di mana Xavier baru saja pulang setelah menaklukkan kerajaan Albenian.

Itu berarti, plot ceritanya sudah dimulai. Ada kemungkinan kalau kepulangan Xavier kemarin bersamaan dengan kedatangan Isabella, pemeran utama wanita dalam cerita ini.

"Tuan biasa sarapan di ruang makan. Apa Anda ingin ke sana?" tanya Madam Giselle sekali lagi.

"Iya."

"Tapi kaki Anda ... " Ana, pelayan pribadi Catherine itu terlihat ragu. Barulah saat itu Madam Giselle sadar kalau Catherine sejatinya tidak boleh banyak bergerak dulu.

"Aku bisa meminta bantuan kalian untuk membawaku ke sana kan?"

"Nyonya Apa Anda yakin?"

"Iya. Kenapa tidak?"

Terharu. Madam Giselle benar-benar terharu.

"Baiklah. Saya akan memapah Anda."

Beberapa waktu kemudian, Catherine benar-benar pergi ke ruang makan yang letaknya cukup jauh dari kamarnya berada. Saat ini dia nyaris tak bisa merasakan kakinya lagi karena memaksakan untuk pergi ke sini.

Jika tau kalau ruang makannya begitu jauh. Maka dia akan memutuskan untuk sarapan di kamar saja dan akan mengunjungi Xavier lain kali.

"Tuan, Nyonya ada di sini. Beliau ingin sarapan bersama Anda," Nolan yang ada di samping Xavier melaporkan. Lelaki berambut hitam yang awalnya sibuk menatap makanannya dengan tidak minat kini menatap Catherine yang sudah ada di ambang pintu dengan terkejut.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Xavier tak bisa menahan keterkejutannya. Dia pikir wanita itu tidak akan mau menemuinya lagi setelah dia menangis di hadapannya kemarin.

Tapi wanita ini memang selalu berhasil mengejutkannya.

Pagi ini, dia malah datang dengan wajah tanpa dosanya. Xavier semakin yakin kalau kepala istri barunya itu bermasalah karena bahkan dia tersenyum kearahnya sekarang.

"Xavier ... bolehkah aku masuk dan sarapan bersamamu?" tanya Catherine lembut, nyaris seperti bisikan lagu anak-anak yang biasanya dinyanyikan sebelum tidur.

Xavier? Sejak kapan wanita itu sudi memanggilnya begitu? Apa perkataan Veronica kemarin benar?

"Tuan, Nyonya bertanya pada Anda," tegur Nolan yang tidak tega karena saat ini Catherine terlihat kesulitan berdiri dengan kakinya yang masih terluka.

Sebagai ksatria, Nolan sangat amat tahu kalau luka yang di derita oleh Nyonya rumah mereka bukanlah luka main-main. Dia yang menyaksikan sendiri bagaimana Catalina jatuh dari balko lantai tiga kekaisaran.

Walaupun saat ini perilaku Duchess Victoria itu memang terasa aneh. Tapi mendengar diagnosisnya kemarin tentang Duchess yang mungkin mengalami amnesia atau hilang ingatan. Dia jadi bisa memahami keadaannya.

Sementara itu mata elang Xavier memperhatikan Catherine dari atas sampai bawah. Dia berusaha menemukan sesuatu yang coba wanita ini sembunyikan darinya.

Apa amnesia benar-benar bisa membuat seseorang berubah seratus delapan puluh derajat seperti ini?

"Selama kau tidak menggangguku. Tidak ada larangan untukmu makan di sini." Xavier menjawab dengan dingin. Meskipun begitu, Nolan yang ada di sampingnya melirik.

Dia tahu, atasannya itu diam-diam mengasihani istrinya. Setidaknya dia tidak mau melihat istrinya yang sakit itu berdiri berlama-lama.

Setelah mendengar perkataan Xavier. Catherine yang sebenarnya kesal pada lelaki itu ingin sekali memukul kepala suaminya yang dingin.

Dia tahu Xavier masih membencinya, tapi setidaknya dia juga harus tahu kalau Catherine sudah berusaha sejauh ini.

Dasar laki-laki yang menyebalkan.

Berjalan kembali. Kali ini Catherine menolak bantuan Ana maupun Madam Giselle yang hendak membantunya berjalan. Sebenarnya, yang mengalami cedera parah adalah kaki kanannya, jadi secara teknis dia masih bisa berjalan sendiri walaupun itu menyulitkan.

Dan seperti dugaan semua orang, pada langkah ketiga, Catherine langsung terjatuh. Dia terjerembab ke lantai yang dingin membuat semua orang meringis membayangkan rasa sakitnya.

Xavier yang awalnya hanya akan membiarkan wanita itu makan dan pergi. Akhirnya tidak tahan. Lelaki itu kemudian berdiri, membuat semua orang menahan napas dan bersiap dengan kemarahannya.

Tapi tak seperti yang dipikirkan oleh Nolan, Madam Giselle dan banyak pelayan di sana. Setelah berdiri, Xavier malah pergi kearah Catherine dan langsung menggendongnya ala putri kerajaan.

Catherine yang mendapat perlakuan tiba-tiba itu bahkan syok dan tidak sempat berkata-kata.

"Madam, bawakan sarapan Duchess ke kamarnya."

Singkat. Padat. Namun perkataan Xavier tersebut membuat banyak pelayan menggigit jari mereka. Apakah pada akhirnya Duke es Victoria itu akan luluh?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status