Catherine menatap Xavier yang masih menggendongnya melewati lorong untuk kembali ke kamarnya. Banyak pelayan yang mereka lalui tersentak heran karena Xavier yang menggendong Catherine tanpa bergeming.
Bukan sebuah rahasia, jika pada awalnya hubungan sepasang suami istri memanglah buruk. Sebagai penulis, Catherine bahkan tidak pernah memberikan momen manis di rumah tangga Xavier dan Catalina.Tapi apa ini? Perlakuan macam apa ini? Apa ini tanda kalau Catherine bisa mengubah alur ceritanya?"Xavier ... " Catherine berusaha memanggil Xavier yang berjalan tegap dengan tatapan yang lurus ke depan. Dia seperti singa yang membawa harta karun di lengannya."Xavier," panggil Catherine sekali lagi. Mereka saat ini sedang berjalan menuju kamarnya diikuti oleh Nolan dan juga Madam Giselle dan beberapa pelayan yang membawakan sarapan Catherine sesuai perintah Xavier."Aku tidak tuli. Jadi katakan saja apa maumu." Xavier membalas dengan dingin. Duke muda Victoria itu bahkan tidak menoleh kearah Catherine yang sedang ada dalam gendongannya."Aku minta maaf,"Tertegun.Xavier yang tadinya berjalan tanpa mempedulikan siapa pun, kini menghentikan langkahnya. Lelaki itu nampak tertegun dan tidak menyangka kalau Catherine akan mengucapkan kata-kata maaf untuknya.Jika itu Catalina yang dulu. Wanita itu mungkin tak akan sudi mengatakan kalimat sakral itu. Kata-kata maaf adalah sesuatu yang sama sekali tidak cocok dikatakan oleh wanita yang sangat menjunjung tinggi harga dirinya."Maafkan aku, Xavier. Aku dengar aku banyak melakukan kesalahan di masa lalu padamu. Aku minta maaf."Xavier tidak membalas apa pun. Lelaki itu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. "Aku ingin jadi istri yang baik untukmu." Catherine berkata lagi. Dia berusaha membangun koneksi yang baik dengan Duke tampan milik Victoria itu.Tapi sekali lagi, Xavier tidak bergeming. Perasaannya terlalu campur aduk sekarang.Sampai di kamar Catherine. Lelaki itu menurunkan istrinya di kasur, disusul kedatangan Nolan dan para pelayannya yang lain."Jangan biarkan Duchess keluar kamar ini sebelum dia sembuh apa pun alasannya." Semua orang terkejut. Apa maksudnya itu?Madam Giselle dan Ana bahkan menatap Catherine secara bersamaan. Tapi Catherine tidak berkata apa pun. Dia hanya tersenyum, menenangkan keributan di wajah semua orang.Setelah itu, Xavier keluar bersama Nolan yang cukup terkejut dengan keputusan atasannya itu."Tuan, maaf jika saya terkesan lancang. Tapi apa Anda ingin mengurung Nyonya?" tanya Nolan yang masih tidak mengerti pengumuman mendadak dari Xavier itu."Apa menurutmu itu masih bisa disebut kurungan? Kau tidak lihat kondisinya tadi? Panggil Veronica dan suruh dia tinggal sementara waktu di sini untuk merawat Catalina.""Ah, Anda melakukan semua ini karena tidak ingin melihat Nyonya Catalina terluka?" tanya Nolan retoris. Dia seakan baru menyadari tentang apa yang Xavier maksud. Lelaki itu melarang Catherine keluar kamar karena tidak ingin melihatnya terjatuh dan terluka seperti tadi.Kenapa Panglima perang itu tidak mengatakannya secara langsung?Sementara itu di dalam kamar Catherine."Nyonya, apa Anda baik-baik saja?" tanya Madam Giselle yang langsung mendekati Catherine begitu Xavier dan Nolan keluar.Catherine tersenyum. "Aku baik-baik saja Madam. Memangnya aku harus kenapa?" kata wanita itu ceria.Madam Giselle dan Ana saling berpandangan. Mereka sudah menemani Catalina dari hari pertama wanita itu memasuki mansion Duke ini. Jika itu dulu, Catalina mungkin akan langsung mengamuk mendengar keputusan Xavier barusan.Catalina pasti akan mengatakan kalau Xavier merenggut hak atau kebebasannya. Dia juga akan semakin membenci lelaki itu karena mengambil keputusan seenaknya.Tapi apa reaksi baru ini? Wanita ini sekarang begitu tenang. Bahkan dia tampak tersenyum dan biasa saja menerima keputusan dan Xavier."Nyonya, saya senang Anda mengerti maksud Duke. Tapi apa Anda tidak keberatan dengan keputusan beliau. Jika Anda keberatan, saya bisa berbicara pada beliau agar mengizinkan Anda keluar sesekali dari kamar ini." kata Madam Giselle kasihan.Dia senang kalau saat ini Catalina berubah menjadi sosok yang lebih tenang dari sebelumnya. Tapi jika hal itu hanya karena amnesianya, Madam Giselle juga merasa kasihan. Dari dulu, Catalina sering bilang kalau dia tidak suka dikurung."Aku baik-baik saja Madam. Aku yakin Xavier melakukannya demi kebaikanku." Catherine berusaha mempertahankan wajah indahnya untuk tersenyum. Walaupun dalam hati dia sedikit dongkol. Tapi keputusan Xavier untuk tidak membiarkannya keluar dari kamar sebelum sembuh cukup baik dan masuk akal juga.Lagi pula, dia juga tidak mau buru-buru bertemu banyak tokoh di ceritanya. Dia sejujurnya masih perlu memcerna situasi gila yang sedang dia hadapi sekarang."Aku baik-baik saja. Kalian tidak perlu khawatir. Justru itu bagus kan? Aku jadi bisa beristirahat lebih lama." Catherine tersenyum lagi. Mata merah rubynya terlihat bersinar indah seolah dia memang tidak memiliki masalah apa pun.Tapi sedetik kemudian. Catherine cukup terkejut karena Madam Giselle tiba-tiba memeluknya dengan sangat erat. Tubuhnya bergetar, sepertinya wanita paruh baya ini menangis."Saya mungkin akan dikutuk karena senang mengetahui kalau Nyonya mengalami hilang ingatan. Tapi saya mohon Nyonya, semoga Anda akan tetap bersikap begini saat ingatan Anda pulih. Tolong jangan berubah."Catherine tidak menjawab. Lagi pula, dia sudah tahu semua kelakuan Catalina asli. Mungkin Madam Giselle yang justru akan terkejut jika tahu kalau dia adalah penulis novel yang menciptakan dunia ini. Dia tidak berniat berubah ataupun menceritakan rahasianya."Aku mengerti, Madam. Tenang saja, aku adalah Catalina baru. Catalina yang akan kalian ingat selamanya."Di sisi lain, Xavier sedang bersiap untuk berangkat ke istana karena dipanggil oleh Kaisar. Lelaki yang mengenakan jubah resminya kini sedang berjalan di halaman mansion mewahnya."Apa kau sudah mengatur segalanya?" tanya Xavier pada Nolan di sisinya. Saat ini, Xavier sudah bersama kuda kesayangannya. Kuda hitam yang dia beri nama Heron."Iya Tuan. Saya sudah menyiapkannya. Tapi bagaimana jika pihak kekaisaran meminta menyerahkan sanderanya?" kata Nolan yang kali ini juga akan menemani Xavier untuk pergi menghadap kaisar mereka."Apalagi, kita harus menyerahkannya.""Tapi Tuan, sandera kali ini ... ""Aku tahu sandera kali ini berbeda. Kau bilang dia Putri kerajaan Albenian kan?" tanya Xavier memastikan. Saat ekspedisi bersama Nolan terakhir kali. Mereka memang menaklukan kerajaan Albenian dan membawa sandera seorang Putri kerajaan.Sayangnya, hal itu belum dibahas lanjut karena Xavier harus kembali melanjutkan ekspedisi penaklukan lain setelahnya."Iya, Tuan. Saat ini sandera kita masih ada di ruang tahanan bawah tanah. Saya juga sudah memisahkannya dengan sandera lain. Sejauh ini tidak ada masalah.""Kalau begitu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawab Xander percaya diri. Lelaki itu kemudian menaiki Heron dengan gagah disusul Nolan yang ikut menaiki kudanya sendiri.Meskipun biasanya para bangsawan menaiki kereta kuda mewah mereka. Tapi Xander memang terbiasa menaiki kudanya secara langsung. Dia dibesarkan di medan perang. Jadi sebenarnya kemewahan bukan bagian dari dirinya.Sementara itu di sebuah gubuk kumuh yang tersembunyi dibalik kemegahan ibu kota. "Apa maksudnya kalau wanita itu kembali bangun?""Dari mata-mata yang kita selundupkan di kediaman Duke. Katanya Catalina berhasil bangun. Aku pikir tadinya dia juga akan mati.""Cih, merepotkan.""Apa kali ini kita harus menghabisinya secara langsung?""Ide bagus. Tapi ada baiknya jangan pernah gegabah.""Baiklah. Kita harus segera menyusun rencana secepatnya. Kita tidak boleh membiarkan wanita iblis itu hidup lebih lama."Semesta memang selalu punya kejutan. Tapi tak jarang, kejutan yang diberikan terlalu di luar nalar sampai rasanya bisa membuat gila. Catherine yang kini mencoret-coret kertas di ranjangnya merasa frustrasi dan pusing sendiri. Pasalnya, dilihat dari sudut pandang mana pun semua ini terlalu nyata. Pada awalnya, dia masih berpikir kalau dunia novel yang saat ini dimasukinya adalah mimpi. Dia berusaha yakin kalau setelah tertidur. Dunianya akan kembali seperti semula. Tapi setelah seminggu ada di dunia ini. Tertidur dan terbangun di ranjang sutera yang sama. Membuatnya sadar kalau dia tidak punya kesempatan kembali. Ini adalah dunia yang harus dihadapinya. "Apa di dunia ini tidak ada portal? Aku bisa gila jika begini." Catherine meracau sendiri. Dia saat ini tengah menuliskan alur cerita yang dia ingat di kertas yang selalu dia simpan di laci kamarnya. Sudah seminggu, dan luka-luka ditubuhnya sudah
"Bagaimana keadaannya?" tanya Xavier yang datang ke kamar Catherine dengan terburu-buru. Veronica yang baru saja mengecek kondisi Catherine mengisyaratkan pada Xavier untuk berbicara berdua saja. Xavier pun akhirnya memerintahkan semua orang untuk keluar dari kamar itu. Setelah memastikan kalau tidak ada orang. Veronica kemudian berbicara. "Catalina pingsan setelah aku menanyainya soal insiden kecelakaan yang menimpanya. Kepalanya tiba-tiba sakit. Aku yakin ini gejala trauma." Xavier tidak tahu harus merespons apa. Jadi dia hanya diam mendengarkan penjelasan Veronica dengan saksama. "Apa kau sempat menyelidiki penyebab Catalina jatuh di istana malam itu?" tanya Veronica yang berniat mewawancarai Xavier soal kronologi yang terjadi. Selama ini, dia tahu kalau Xavier berkepribadian acuh dan dingin. Tapi dia tidak akan mungkin membiarkan seseorang melukai istrinya. Xavier, dia adalah lelaki yang menjunjung tinggi martabatnya.
Catherine membuka matanya secara perlahan. Dia merasa kepalanya masih sakit saat ini. Wanita itu melirik, melihat sekitar. Sepertinya dia ingat, sebelum menutup matanya dan pingsan. Dia sedang berdialog dengan Veronica. Tapi sepertinya dia pingsan terlalu lama. Terbukti dengan hari yang sudah malam. Catherine bahkan tidak tahu kalau dia bisa tidur seharian penuh. "Kau sudah bangun?"Catherine menoleh. Jantungnya nyaris melompat mendengar suara familiar itu. Dia kemudian melihat jauh ke sofa. Sialan. Ternyata dia tidak sendirian. "Xavier?" panggil Catherine memastikan kalau saat ini dia tidak sedang berhalusinasi. "Xavier? Kau benar-benar Xavier kan?" tanya Catherine sekali lagi. Sosok panglima perang Victoria itu berdiri. Dia kemudian mendekati ranjang Catherine dan menyentuh keningnya. Catherine membeku. Apa yang lelaki ini lakukan?"Aku bisa menyentuhmu. Apa kau sekarang percaya aku nyata?" jawab Xavier enteng. Dia diam-diam bersyukur karena demam wanita ini sudah turun. Saat i
"Kenapa kalian ke sini?" Xavier terlihat menatap semua pelayan yang berjejer rapi memenuhi dapur. Dia yang saat ini masih menggendong Catherine dalam pelukannya terlihat tidak suka dengan banyaknya orang di ruangan itu. "Maafkan Saya Tuan. Saya dengar dari ksatria Nolan kalau Tuan dan Nyonya akan memasak." Madam Giselle mewakili semua pelayan untuk berbicara. Bahkan Ana yang sudah terbiasa ada di sisi Catherine saja tidak berani mengangkat kepala karena takut dengan aura intimidasi Xavier. "Iya. Tapi aku tidak meminta kalian ke sini," kata Xavier tegas. "Maafkan saya Tuan. Jika memang begitu, biarkan para pelayan dan koki saja yang memasak. Tuan dan Nyonya silakan beristirahat," kata Madam Giselle panik. "Bibi, jika aku ingin kalian memasak. Maka aku akan memanggil kalian dari tadi. Tapi sekarang istriku ingin memasak. Kalian semua kembalilah." Semua pelayan terlihat berpandangan satu sama lain. Mereka masih tidak menyangka kalau Xavier akan menyebut Catherine sebagai istrinya den
Bau anyir menyerbak. Memenuhi gersangnya tanah yang tak lagi berwarna coklat. Cairan merah menggenang di mana-mana. Api berkobar di berbagai sudut. Menandakan kekacauan. Di satu sisi, orang merayakan sorak sorai gembira. Di sisi lain, air mata menyelami lautan duka. Sesosok panglima perang dengan kudanya yang gagah berani melangkah. Menyalami satu persatu prajuritnya yang masih memiliki jatah untuk hidup esok hari. Sementara itu matanya menyelinap ke banyak jasad yang bergelimpangan kaku. Begitu saja, hatinya mencelos melihat para prajurit gagah itu tumbang di medan perang. Bertukar arah, dia melihat pedang di tangannya sendiri. Amis, anyir dan masih hangat dengan balutan darah. Meskipun begitu, wajahnya sudah dirancang dengan kaku. Dia biasa. Dia sudah terlalu terbiasa. "Duke, pasukan Albenian telah menyatakan kekalahan. Sebentar lagi kami akan ke tenda mereka untuk menyatakan kedaulatan dan kemenangan Victoria." Seseorang melapor, menghentikan lamunan Xavier dan kekacauan di hat
Catherine membuka matanya secara perlahan-lahan. Dia mengerjap, merasakan kalau kepalanya sakit dan kelopak matanya sangat berat. Dia melihat chandelier menggantung di atas kepalanya. Aroma wangi-wangian segera memenuhi indera penciumannya yang mulai berfungsi kembali.Dia merasa asing."Apa aku sudah di surga?" gumam Catherine dalam hati. Ada begitu banyak pertanyaan dalam dirinya sekarang. Karena ruangan yang dia lihat di depan matanya sangat jauh dari ruangan yang selama ini dia selalu lihat. Jelas-jelas ini bukan kamarnya. Ini juga bukan kamar rumah sakit seperti yang sempat dia pikirkan saat pertama kali dia bisa membuka mata. Jadi satu-satunya kemungkinan yang saat ini hinggap di otaknya adalah kalau dia ada di surga. Karena kamar dengan penuh lampu dan hiasan cantik ini tak mungkin milik sebuah rumah sakit atau bangunan komersial apa pun. Mungkin dia mati karena fobianya terakhir kali.Sangat menyedihkan.Berusaha bangun, Catherine terduduk dengan susah payah. Entah kenapa,
Seminggu yang lalu. Undangan dengan kertas emas tersebar. Tapi tak seperti hujan yang menyinggahi hati setiap orang. Undangan mewah itu hanya mendarat ke setiap rumah dengan status tertentu. "Nyonya, ada undangan dari istana kekaisaran, apa saya perlu membawakannya ke sini?"Seorang wanita yang sedang merias dirinya itu terlihat berjingkat senang. Dia menatap pelayannya dengan wajah sumringah. "Apa itu dari Putra Mahkota?""Bukan, Nyonya. Tapi Permaisuri, beliau mengadakan ulang tahun untuk Tuan Putri Cessa dan mengundang Duke Xavier untuk hadir.""Baiklah. Bawakan ke sini dan bacakan."Undangan dengan wangi bunga mawar itu datang dan langsung membuat Catalina heboh sendiri memilih gaun. Xavier yang menjadi suaminya sedang tidak ada di tempat, jadi sebagai istri yang baik dia harus mendatangi undangan dari kekaisaran itu untuk mewakilinya, bukan?Istri yang sangat berbakti sekali. Berias dari siang, malam harinya Catalina datang dengan gaun terbaiknya. Dia bertingkah layaknya wanit
"Madam, Tuan Duke ada di depan. Beliau menginginkan pertemuan dengan Nyonya Catalina berdua saja."Catherine yang saat ini sedang berusaha mencerna situasi gila macam apa lagi yang akan dia hadapi, menoleh kaget dengan perkataan yang dibawa oleh salah satu pelayan wanita tersebut. Dia yang baru saja selesai diganti perban lukanya oleh Madam Giselle lantas tertegun mendengar nama seseorang yang rasa-rasanya pasti dia kenal.Duke? Apa orang yang dimaksud pelayan tadi adalah Duke? Apa dia Xavier? Salah satu karakter yang dia ciptakan?!"Nyonya, saya sudah selesai membalut luka Anda. Tolong kedepannya lebih berhati-hati. Saya tidak ingin melihat Anda terluka lagi, Nyonya." Tatapan Madam Giselle begitu tulus. Itu mengingatkan Catherine pada ibunya sendiri. Di dunia nyata, dia sudah lama tidak mengunjungi ibunya setelah memutuskan untuk tinggal sendirian.Saat mencoba kabur dengan kaki patahnya beberapa jam yang lalu. Dia ketahuan Madam Giselle dan kakinya kembali terluka karena dipakai b