Alea tiba-tiba menghadapi kenyataan pahit saat perusahaan ayahnya dinyatalan berada di ambang kebangkrutan. Untuk menyelamatkan keluarganya, ia pun menerima perjodohan dengan Adrian, seorang pria dari keluarga konglomerat yang ternyata menyelingkuhinya! Diliputi amarah dan kekecewaan, Alea melarikan diri ke sebuah bar dan tak sengaja menghabiskan malam dengan seorang pria tampan yang ia kira hanya seorang pria penghibur. Namun siapa sangka pria itu sebenarnya aelan Evander Sinclair, seorang bangsawan terpandang yang namanya dihormati di kalangan elite?!
Lihat lebih banyakSaat ponselnya berdering, Alea tengah sibuk mencengkeram seprei yang ada di bawahnya. Jemarinya menggumpal erat, mencengkram kuat seolah itu satu-satunya pegangan yang bisa menyelamatkannya dari badai kenikmatan yang tengah melanda tubuhnya. Setelah makan siang, Kael langsung mengangkat tubuh Alea seperti tak ingin membuang waktu, lalu membaringkannya di ranjang dengan gerakan yang penuh nafsu namun tetap lembut. Tatapan matanya tajam, namun penuh dengan kelaparan. Bukan kelaparan akan makanan, tetapi akan sesuatu yang hanya bisa dipenuhi oleh tubuh Alea. "Aku juga lapar," katanya dengan suara rendah dan serak, nyaris seperti bisikan iblis yang memabukkan. Alea, yang saat itu belum mengerti maksud Kael, langsung menawarkan makanan yang ada di atas meja. "Makanan itu masih banyak..." Belum sempat kalimatnya selesai, Kael sudah menunduk dan menggigit lembut daun telinga Alea. Sebuah gigitan kecil yang memicu ledakan sensasi aneh di sekujur tubuhnya. Seolah saraf-sarafnya langsung b
Sementara itu di tempat berbeda, Larissa masih terlihat merengek pada Adrian. Wajahnya memelas, kedua matanya sedikit berkaca-kaca seolah baru saja menahan tangis. Semua itu karena dia tidak mendapatkan apartemen yang sudah dia pamerkan pada semua orang itu. Harga dirinya tercabik. Gengsi yang sudah terbangun rapi di depan teman-temannya kini seolah runtuh dalam sekejap. Sebenarnya dalam hati wanita itu, dia kesal sekali, kenapa Adrian tidak mampu membuat apartemen itu jadi miliknya. Bukankah Adrian selalu membanggakan kekayaannya? Tapi untuk satu permintaan ini saja dia tidak mampu? Namun, Larissa bukan wanita yang gegabah. Ia tahu betul bagaimana menghadapi Adrian. Ia memang pandai memanipulasi perasaan kekasihnya itu. Adrian bukan tipe pria yang suka diprotes atau dilawan. Adrian adalah tipe pria yang suka diagungkan, dipuja, dan dijadikan pusat perhatian. Ia menyukai wanita yang bergantung padanya, wanita yang tampak tak berdaya, seolah-olah dia adalah satu-satunya penyelamat. L
Saat ponselnya berdering, Alea tengah sibuk mencengkeram seprei yang ada di bawahnya. Jemarinya menggumpal erat, mencengkram kuat seolah itu satu-satunya pegangan yang bisa menyelamatkannya dari badai kenikmatan yang tengah melanda tubuhnya. Setelah makan siang, Kael langsung mengangkat tubuh Alea seperti tak ingin membuang waktu, lalu membaringkannya di ranjang dengan gerakan yang penuh nafsu namun tetap lembut. Tatapan matanya tajam, namun penuh dengan kelaparan. Bukan kelaparan akan makanan, tetapi akan sesuatu yang hanya bisa dipenuhi oleh tubuh Alea."Aku juga lapar," katanya dengan suara rendah dan serak, nyaris seperti bisikan iblis yang memabukkan.Alea, yang saat itu belum mengerti maksud Kael, langsung menawarkan makanan yang ada di atas meja. "Makanan itu masih banyak..."Belum sempat kalimatnya selesai, Kael sudah menunduk dan menggigit lembut daun telinga Alea. Sebuah gigitan kecil yang memicu ledakan sensasi aneh di sekujur tubuhnya. Seolah saraf-sarafnya langsung berea
Larissa mendengus pelan, memandang Kael dari ujung kepala hingga kaki, seolah setiap helaian kain di tubuh pria itu adalah aib bagi estetika. Jaket polos berwarna abu-abu yang mulai tampak pudar, kaus hitam sederhana tanpa merek mencolok, dan sepatu kets yang sudah tampak usang, bukan hanya membuatnya kehilangan selera, tapi juga membuatnya merasa terhina karena harus berada dalam satu ruangan dengan pria semacam itu."Sayang," bisik Larissa sambil mencondongkan tubuh ke arah Adrian, "lihat dia. Jaketnya mungkin hanya ratusan ribu, dan sepatu itu? Mungkin beli di pinggir jalan. Bagaimana bisa orang seperti itu membeli apartemen? Aku yakin dia penipu."Suara bisikannya mungkin hanya bisa didengar Adrian, tapi tatapannya yang sinis dan senyum menyeringai itu cukup untuk menelanjangi Kael tanpa menyentuhnya. Ia merasa menjadi hakim yang baru saja menjatuhkan vonis.Dari balik salah satu pilar besar di dalam lobi gedung itu, Alea mengamati mereka. Matanya menyipit, penuh kekesalan yang di
Sementara itu, di tempat yang sama. Tapi, di ruangan berbeda. Sebuah keributan terjadi antara manajer marketing developer apartemen Gloria Garden dengan Adrian dan juga Larissa.Masalahnya bukan sepele. Kedua orang itu sudah menunggu selama satu jam penuh. Wajar saja jika emosi mereka memuncak. Mungkin jika mereka hanya menunggu sepuluh atau lima belas menit, kemarahan sebesar ini tak akan muncul. Namun satu jam adalah waktu yang terlalu lama, terutama bagi seseorang seperti Adrian, yang terbiasa dilayani, bukan menunggu."Aku punya uang! Aku akan bayar apartemen itu berapa pun harganya!" seru Adrian dengan nada tinggi, penuh kesombongan.Nada suaranya saja sudah cukup menusuk, namun tidak hanya itu. Sikap tubuh Adrian juga menunjukkan arogansi. Ia menunjuk-nunjuk wajah manajer marketing itu dengan jari telunjuknya yang terangkat setinggi kepala. Setiap gerakan tubuhnya mengandung tekanan. Nada bicara dan gerakannya jelas menggambarkan bahwa ia tidak terbiasa ditolak.Pria paruh baya
Di dalam ruangan Pak Martin, pria yang merupakan penanggung jawab penjualan dan pembayaran apartemen, yang kini hanya tersisa satu unit saja. Alea masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Pandangannya menyapu ruangan, berusaha menemukan jawaban atas apa yang sedang dia pikirkan. Saat ini, pak Martin sedang keluar dari ruangan itu, sedang mengurus surat-suratnya. Apartemen atas nama Alea dengan harga yang tidak masuk akal. Tadi, dia hanya mentransfer 170 juta rupiah. Ya, hanya sebanyak itu. Jumlah yang, kalau digunakan untuk menyewa unit apartemen, bahkan hanya untuk satu bulan saja. Tapi kenyataannya, kini dia menjadi pemilik sah unit tersebut dengan harga itu, harga yang bisa disamakan dengan harga sebuah unit mobil second? Rasanya seperti sesuatu yang mustahil. Tapi itu terjadi saat ini. Alea menggigit bibir bawahnya. Matanya melirik ke arah pria di sampingnya yang tampak santai. Dia juga heran, kenapa Kael terlihat santai sekali sejak tadi. Merasa ada yang jangg
"Sayang…" panggil Kael begitu melihat sosok Alea melangkah masuk ke area lobi gedung agen properti yang mewah itu.Alea segera mengangkat satu tangannya, telunjuknya teracung ke depan bibirnya seperti seorang guru yang sedang memperingatkan muridnya. "Ssttt!" desisnya pelan tapi tegas, tatapannya tajam dan waspada. "Jangan panggil aku seperti itu! Panggil saja Alea," lanjutnya tanpa basa-basi.Nada suaranya datar, namun sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang lebih dalam. Ia tak ingin ada yang tahu hubungan mereka. Hubungan yang, bahkan untuk mereka sendiri, sulit untuk didefinisikan. Ya, hubungan yang seperti itu. Hubungan yang penuh kerumitan, diam-diam, dan tak seharusnya ada. Karena, Alea memang sudah bertunangan dengan Adrian.Pesta pertunangan mereka yang bukan sekadar selebrasi kecil-kecilan. Acara itu besar, meriah, dan dihadiri oleh ratusan tamu undangan. Bahkan masuk ke halaman depan media sosial dan surat kabar kota, menjadi buah bibir selama berhari-hari. Siapa yang ti
Belum juga Alea beranjak dari kursi di ruangan meeting itu. Aroma kopi sisa rapat masih mengambang samar di udara, dan suara detik jam di dinding seolah memaku suasana dalam keheningan yang menyesakkan. Pikirannya masih terbagi antara mencaritahu siapa pemilik Sunrise Resort dan juga permintaan Kael yang menginginkan sebuah apartemen. "Aku jadi berasa sugar mommy beneran kalau seperti ini" gumamnya. Layar ponsel menyala, menampilkan sebuah pesan masuk dari Kael. Sebuah foto terpampang jelas. Brosur apartemen mewah dengan desain minimalis modern yang elegan 'Gloria Garden', tertulis jelas di bagian atas dengan font emas mengilap.Mata Alea membulat sempurna. Mulutnya ikut ternganga tanpa sadar. Pandangannya terpaku pada gambar unit apartemen yang tampak lebih seperti istana kecil daripada hunian biasa. Kepala Alea yang sejak pagi berdenyut akibat tekanan pekerjaan kini terasa makin berat, seakan tak sanggup lagi dia tegakkan. Rasa pusing menjalar dari pelipis ke tengkuk, membuat tub
Alea terus menerus memegang keningnya. Rasa sakit yang menusuk di pelipisnya seolah menjadi pengingat bahwa tubuhnya sedang memprotes kurangnya istirahat. Dia benar-benar kelelahan. Semalam, dia nyaris tidak tidur karena Kael. Dan pagi ini, dia harus menghadiri meeting yang dijadwalkan sangat pagi.Matanya yang sembab dan wajahnya yang pucat tidak bisa menipu siapa pun. Akan tetapi, dia harus tetap bekerja. Apalagi, ini adalah proyek penting yang sudah ditanganinya selama beberapa minggu terakhir."Ku kira siapa? Ternyata calon nyonya Adrian ya? Sayangnya, hanya nama saja!"Suara tinggi bernada sinis itu menusuk telinga Alea seperti paku berkarat yang ditancapkan paksa. Seorang wanita dengan blouse biru telur asin masuk ke dalam ruangan meeting dengan langkah percaya diri yang menyebalkan. Dia tidak datang sendirian, bibirnya melengkungkan senyum miring penuh provokasi.Alea melirik sekilas. Wajahnya langsung berubah. Rasa sakit kepala yang tadinya hanya berdenyut pelan, kini seperti
"Ayah menjualku?" tanya seorang wanita cantik sambil melemparkan sebuah undangan ke atas meja.Wajahnya tampak tidak senang. Di atas kertas undangan itu tertera namanya dan nama seorang pria yang selama ini dekat dengannya, pria yang dulu sempat menjadi kekasihnya saat kuliah, tetapi hubungan mereka berakhir karena pria itu mengkhianatinya.Mendengar putrinya berkata seperti itu, pria paruh baya yang merupakan ayah kandungnya menghela napas berat."Kamu ini bicara apa, Alea? Kenapa berkata seperti itu kepada Ayah? Memangnya orang tua mana yang mau menjual anaknya?" tanya pria bernama Martin Adijaya itu.Alea mengernyitkan kening."Orang tua mana, tanya Ayah? Ya Ayahlah!" balasnya dengan suara penuh emosi. "Jelas-jelas aku sudah bilang, Adrian itu playboy, tukang selingkuh! Masih mau Ayah menjodohkanku dengannya? Apa namanya kalau bukan menjual anak demi uang?" "Alea..." sela Mira, ibu kandung Alea.Wajah wanita paruh baya itu tampak sedih. Bagaimana bisa putrinya berkata seperti itu ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen