Home / Romansa / Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat / Bab 7. Harga Diri yang Kalah dengan Reaksi Tubuh yang Mengkhianati

Share

Bab 7. Harga Diri yang Kalah dengan Reaksi Tubuh yang Mengkhianati

Author: White Rose
last update Last Updated: 2025-04-09 18:03:56

Keduanya terhanyut dalam sentuhan satu sama lain. Sentuhan panas, dan menggelitik yang menuntut untuk merasakan lebih dan lebih lagi.

Desahan tertahan, napas memburu, dan ketegangan yang mengalir di antara keduanya menjadi irama malam yang tak terelakkan. Aroma tubuh yang bercampur dengan napas hangat menciptakan ruang penuh gairah, seolah waktu berhenti berdetak hanya untuk mereka berdua.

Hingga ketika tangan hangat itu menyentuh bagian sensitif Alea, tubuh Alea menegang. Mata Alea terbuka, dan ia langsung menahan tangan Kael dengan cengkeraman yang gemetar.

Tatapan matanya menunjukkan, kalau dia ingin mundur. Dia tidak ingin meneruskannya. Sayangnya, tangannya di tepis begitu saja oleh Kael, dan pria itu berkata.

"Sayang, jika kamu ingin mundur. Ini sudah terlambat!" kata Kael dengan napas yang sudah begitu memburu, suaranya berat dan serak, dipenuhi hasrat yang tak lagi bisa dikendalikan.

Kedua tangan Alea dikunci di atas kepalanya oleh tangan Kael. Wajah Alea memerah, bukan hanya karena malu, tetapi karena perasaan yang campur aduk, antara ragu dan rasa ingin tahu yang menjeratnya lebih dalam. Kael tahu, wanita itu masih belum bisa dia taklukkan sepenuhnya. Tapi tidak masalah. Dia masih punya banyak waktu, untuk membuat Alea terjerat semakin dalam padanya, hingga tak bisa berpaling lagi.

Dengan lihai, Kael mencium setiap inci tubuh Alea. Setiap gerakan bibirnya begitu terukur. Sedikit gigitan, dan jilatan membuat Alea bergerak tak menentu. Sensasi yang memang tak pernah Alea rasakan sebelumnya, membuatnya terus terbawa ke arah di mana dia tidak akan bisa lagi membedakan mana yang salah dan benar. Setiap sentuhan membuatnya terbang, dan setiap desahan membuatnya semakin jatuh.

Hingga Kael sampai di titik, di mana Alea kembali membuka lebar matanya.

"Hahh... "

'Oh tidak!' batin Alea malu.

Alea mengeluarkan suara yang terdengar begitu meresahkan, napasnya seolah tercekat, dan tubuhnya menegang dengan sensasi yang membakar.

'Sial! Pria ini sangat lihai. Bagaimana dia membuatku tak berdaya seperti ini!' batin Alea.

Alea merutuki dirinya yang benar-benar tak bisa menolak apa pun yang Kael lakukan padanya. Kepalanya mendongak, menahan sensasi yang terus merayap naik, dan bibirnya tak kuasa menahan erangan lembut.

Kael masih asyik di bawah sana. Dia benar-benar ingin memberikan pengalaman tak terlupakan untuk Alea. Mungkin saja, bukan hanya untuk menyenangkan wanita itu, tetapi ada kepuasan tersendiri saat melihat Alea menyerah satu per satu pada godaan yang ia bangun perlahan.

Atau sebenarnya, dia ingin mempermainkan Alea. Supaya wanita yang sedang menggeliat tak karuan itu meminta padanya. Meminta, supaya Kael segera memasukinya. Bukan hanya tubuh, tapi seluruh dirinya.

"Eghhh..."

Alea semakin tak terkendali, dan di bawah sana, dia memang sudah sangat basah. Rasa gatal, panas, dan menggelitik membuatnya meremas kuat seprai yang ada di bawahnya. Jemarinya mencengkeram kain dengan kekuatan yang tak sadar ia keluarkan, seolah itu satu-satunya pegangan di tengah gelombang kenikmatan yang mengombangnya.

"Kael!" rintihnya.

Pria itu tersenyum menyeringai. Tapi dia tidak berhenti. Dia menggunakan lidahnya dengan sangat efisien, di bawah sana. Setiap gerakan terasa seperti siksaan yang manis, menggoda sekaligus menyiksa.

Alea bahkan sudah menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Dia benar-benar tidak tahan. Rasa menggelitik dan gatal di bawah sana membuat tubuhnya semakin tak terkendali. Bahkan pikirannya pun mulai kabur, tak mampu membedakan apa yang seharusnya ia lakukan.

"Iya, sayang..." jawab Kael dengan nada rendah namun menggoda.

"Kael, tolong aku..." Alea sudah tak bisa mengendalikan pikirannya. Suaranya penuh dengan permohonan, tetapi juga diliputi ego yang masih enggan benar-benar menyerah.

Pria yang sejak sepuluh menit berada di antara dua pahanya itu sudah membuatnya sangat tersiksa. Kenikmatan itu bukan hanya fisik, tetapi juga menusuk ke dalam, mengguncang harga diri dan logika Alea.

Senyuman menyeringai Kael semakin lebar.

"Tolong kamu? Tolong apa, sayang?" tanya Kael masih mempermainkan Alea. Suaranya seperti bisikan yang mencabik-cabik keteguhan hati Alea.

Alea mengangkat kepalanya, dia melihat apa yang sedang Kael lakukan di bawah sana.

"Aku... aku..."

Namun, Alea tidak bisa meneruskan ucapannya. Ini masalah harga diri. Apa iya dia harus meminta Kael memasukinya? Itu benar-benar memalukan, bukan?

Alea kembali menurunkan kepalanya di atas kasur. Dia tidak mungkin mengatakan itu. Hatinya penuh gejolak. Antara gengsi yang menjerat dan hasrat yang menyiksa.

Kael tersenyum lagi. Sebenarnya, pria itu juga sudah sangat tidak sabar lagi. Seluruh tubuhnya bergetar oleh gairah yang menuntut pelampiasan. Tapi dia masih ingin sedikit bermain.

"Aku akan permudah. Panggil aku sayang, aku akan membantumu!" kata Kael dengan suara rendah menggoda.

"Sayang," ucap Alea dengan cepat, tanpa berpikir lebih jauh. Rasa malu tertelan oleh reaksi dan keinginan juga kebutuhan tubuh yang tak bisa dia abaikan.

Kael kembali mencium bibir Alea. Kata yang baru saja dikatakan Alea itu membuatnya terbakar. Dengan penuh gairah, Kael menyatukan dirinya dengan Alea. Gerakan mereka berpadu, seirama dan penuh ledakan emosi yang mengguncang.

Kael bukan pemain, dia juga hanya mengikuti alurnya saja. Mengikuti apa yang dia rasakan dalam tubuhnya, dalam dirinya. Alea bahkan wanita pertamanya.

Namun, meskipun begitu. Semua yang dilakukan oleh Kael, membuat wanita itu terbang melayang sampai lupa waktu.

Beberapa jam berlalu, Alea membuka matanya perlahan. Dia merasa seluruh tubuhnya sakit. Sungguh, aktivitas yang sangat menguras energi.

"Sayang."

Cup

Tiba-tiba Kael mengecup pipi Alea.

"Jam berapa sekarang?" tanya Alea sambil memunguti pakaiannya yang berserakan di bawah sofa. Matanya masih belum terbuka semua, dia juga sangat lelah.

"Jam 3 pagi!"

"Apa???" pekik Alea dengan wajah panik. Dan mata yang langsung melotot lebar.

Sepertinya dia berada dalam masalah. Bagaimana bisa dia tidak pulang sampai jam tiga pagi? Apa alasan yang akan dia katakan pada orang tuanya? Segalanya menjadi kacau di kepalanya.

Alea terburu-buru memakai pakaiannya. Tatapannya gelisah, tangannya gemetar.

"Aku harus pergi. Ingat untuk mengisi daya ponselmu. Kirimkan rekeningmu besok padaku!" kata Alea yang langsung pergi dari ruangan itu tanpa sempat menoleh ke belakang.

Kael tampak mendengus pelan. Wajahnya tetap santai, namun matanya tajam mengamati kepergian Alea.

"Itu tidak akan terjadi. Aku tidak akan membiarkanmu membayar lunas. Karena aku tidak ingin melepaskanmu, Alea. Tidak akan pernah!"

To be continued...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 8. Bahkan di Perusahaan pun Tidak Tenang

    Alea terus menerus memegang keningnya. Rasa sakit yang menusuk di pelipisnya seolah menjadi pengingat bahwa tubuhnya sedang memprotes kurangnya istirahat. Dia benar-benar kelelahan. Semalam, dia nyaris tidak tidur karena Kael. Dan pagi ini, dia harus menghadiri meeting yang dijadwalkan sangat pagi.Matanya yang sembab dan wajahnya yang pucat tidak bisa menipu siapa pun. Akan tetapi, dia harus tetap bekerja. Apalagi, ini adalah proyek penting yang sudah ditanganinya selama beberapa minggu terakhir."Ku kira siapa? Ternyata calon nyonya Adrian ya? Sayangnya, hanya nama saja!"Suara tinggi bernada sinis itu menusuk telinga Alea seperti paku berkarat yang ditancapkan paksa. Seorang wanita dengan blouse biru telur asin masuk ke dalam ruangan meeting dengan langkah percaya diri yang menyebalkan. Dia tidak datang sendirian, bibirnya melengkungkan senyum miring penuh provokasi.Alea melirik sekilas. Wajahnya langsung berubah. Rasa sakit kepala yang tadinya hanya berdenyut pelan, kini seperti

    Last Updated : 2025-04-10
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 9. Ini Masalah Harga Diri

    Belum juga Alea beranjak dari kursi di ruangan meeting itu. Aroma kopi sisa rapat masih mengambang samar di udara, dan suara detik jam di dinding seolah memaku suasana dalam keheningan yang menyesakkan. Pikirannya masih terbagi antara mencaritahu siapa pemilik Sunrise Resort dan juga permintaan Kael yang menginginkan sebuah apartemen. "Aku jadi berasa sugar mommy beneran kalau seperti ini" gumamnya. Layar ponsel menyala, menampilkan sebuah pesan masuk dari Kael. Sebuah foto terpampang jelas. Brosur apartemen mewah dengan desain minimalis modern yang elegan 'Gloria Garden', tertulis jelas di bagian atas dengan font emas mengilap.Mata Alea membulat sempurna. Mulutnya ikut ternganga tanpa sadar. Pandangannya terpaku pada gambar unit apartemen yang tampak lebih seperti istana kecil daripada hunian biasa. Kepala Alea yang sejak pagi berdenyut akibat tekanan pekerjaan kini terasa makin berat, seakan tak sanggup lagi dia tegakkan. Rasa pusing menjalar dari pelipis ke tengkuk, membuat tub

    Last Updated : 2025-04-11
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 10. Diskon Atau Sumbangan

    "Sayang…" panggil Kael begitu melihat sosok Alea melangkah masuk ke area lobi gedung agen properti yang mewah itu.Alea segera mengangkat satu tangannya, telunjuknya teracung ke depan bibirnya seperti seorang guru yang sedang memperingatkan muridnya. "Ssttt!" desisnya pelan tapi tegas, tatapannya tajam dan waspada. "Jangan panggil aku seperti itu! Panggil saja Alea," lanjutnya tanpa basa-basi.Nada suaranya datar, namun sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang lebih dalam. Ia tak ingin ada yang tahu hubungan mereka. Hubungan yang, bahkan untuk mereka sendiri, sulit untuk didefinisikan. Ya, hubungan yang seperti itu. Hubungan yang penuh kerumitan, diam-diam, dan tak seharusnya ada. Karena, Alea memang sudah bertunangan dengan Adrian.Pesta pertunangan mereka yang bukan sekadar selebrasi kecil-kecilan. Acara itu besar, meriah, dan dihadiri oleh ratusan tamu undangan. Bahkan masuk ke halaman depan media sosial dan surat kabar kota, menjadi buah bibir selama berhari-hari. Siapa yang ti

    Last Updated : 2025-04-11
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 11. Memangnya Apa yang Kamu Pikirkan?

    Di dalam ruangan Pak Martin, pria yang merupakan penanggung jawab penjualan dan pembayaran apartemen, yang kini hanya tersisa satu unit saja. Alea masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Pandangannya menyapu ruangan, berusaha menemukan jawaban atas apa yang sedang dia pikirkan. Saat ini, pak Martin sedang keluar dari ruangan itu, sedang mengurus surat-suratnya. Apartemen atas nama Alea dengan harga yang tidak masuk akal. Tadi, dia hanya mentransfer 170 juta rupiah. Ya, hanya sebanyak itu. Jumlah yang, kalau digunakan untuk menyewa unit apartemen, bahkan hanya untuk satu bulan saja. Tapi kenyataannya, kini dia menjadi pemilik sah unit tersebut dengan harga itu, harga yang bisa disamakan dengan harga sebuah unit mobil second? Rasanya seperti sesuatu yang mustahil. Tapi itu terjadi saat ini. Alea menggigit bibir bawahnya. Matanya melirik ke arah pria di sampingnya yang tampak santai. Dia juga heran, kenapa Kael terlihat santai sekali sejak tadi. Merasa ada yang jangg

    Last Updated : 2025-04-12
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 12. Sombongnya Adrian

    Sementara itu, di tempat yang sama. Tapi, di ruangan berbeda. Sebuah keributan terjadi antara manajer marketing developer apartemen Gloria Garden dengan Adrian dan juga Larissa.Masalahnya bukan sepele. Kedua orang itu sudah menunggu selama satu jam penuh. Wajar saja jika emosi mereka memuncak. Mungkin jika mereka hanya menunggu sepuluh atau lima belas menit, kemarahan sebesar ini tak akan muncul. Namun satu jam adalah waktu yang terlalu lama, terutama bagi seseorang seperti Adrian, yang terbiasa dilayani, bukan menunggu."Aku punya uang! Aku akan bayar apartemen itu berapa pun harganya!" seru Adrian dengan nada tinggi, penuh kesombongan.Nada suaranya saja sudah cukup menusuk, namun tidak hanya itu. Sikap tubuh Adrian juga menunjukkan arogansi. Ia menunjuk-nunjuk wajah manajer marketing itu dengan jari telunjuknya yang terangkat setinggi kepala. Setiap gerakan tubuhnya mengandung tekanan. Nada bicara dan gerakannya jelas menggambarkan bahwa ia tidak terbiasa ditolak.Pria paruh baya

    Last Updated : 2025-04-12
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 13. Ingin Mempermalukan malah Dipermalukan

    Larissa mendengus pelan, memandang Kael dari ujung kepala hingga kaki, seolah setiap helaian kain di tubuh pria itu adalah aib bagi estetika. Jaket polos berwarna abu-abu yang mulai tampak pudar, kaus hitam sederhana tanpa merek mencolok, dan sepatu kets yang sudah tampak usang, bukan hanya membuatnya kehilangan selera, tapi juga membuatnya merasa terhina karena harus berada dalam satu ruangan dengan pria semacam itu."Sayang," bisik Larissa sambil mencondongkan tubuh ke arah Adrian, "lihat dia. Jaketnya mungkin hanya ratusan ribu, dan sepatu itu? Mungkin beli di pinggir jalan. Bagaimana bisa orang seperti itu membeli apartemen? Aku yakin dia penipu."Suara bisikannya mungkin hanya bisa didengar Adrian, tapi tatapannya yang sinis dan senyum menyeringai itu cukup untuk menelanjangi Kael tanpa menyentuhnya. Ia merasa menjadi hakim yang baru saja menjatuhkan vonis.Dari balik salah satu pilar besar di dalam lobi gedung itu, Alea mengamati mereka. Matanya menyipit, penuh kekesalan yang di

    Last Updated : 2025-04-13
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 14. Siapa yang Memanfaatkan dan Dimanfaatkan?

    Beberapa saat setelah mereka sampai di apartemen yang sebenarnya cukup mengejutkan Alea juga. Bagaimana tidak? Dia pikir, dia hanya akan membeli sebuah apartemen yang hanya siap huni dengan rak televisi, sofa ruang tamu, dan tempat tidur. Biasanya memang itu saja, bukan? Juga dengan fasilitas kamar mandi, seperti shower dan bathtub. Di dapur, paling hanya ada kompor dan kabinet yang biasanya memang tersedia di apartemen mahal. Tapi, bukan hanya semua itu yang dia temukan saat Alea masuk untuk pertama kalinya. Di ruang tamu, bahkan semua perintilannya sudah lengkap dan tertata sedemikian rupa. Lampu hias kristal menggantung elegan di langit-langit, guci-guci antik berjajar di atas rak kayu jati yang mengilap. Sebuah rak buku berdiri megah di sudut ruangan, dipenuhi dengan deretan buku-buku bersampul keras. Ada lukisan besar bergaya impresionis tergantung di dinding, jam dinding antik berdenting pelan, dan segala pernak-pernik kecil seperti bantal dekorasi, lilin aromaterapi, bahkan ma

    Last Updated : 2025-04-14
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 15. Kelicikan Adrian

    Sementara itu di tempat berbeda, Larissa masih terlihat merengek pada Adrian. Wajahnya memelas, kedua matanya sedikit berkaca-kaca seolah baru saja menahan tangis. Semua itu karena dia tidak mendapatkan apartemen yang sudah dia pamerkan pada semua orang itu. Harga dirinya tercabik. Gengsi yang sudah terbangun rapi di depan teman-temannya kini seolah runtuh dalam sekejap. Sebenarnya dalam hati wanita itu, dia kesal sekali, kenapa Adrian tidak mampu membuat apartemen itu jadi miliknya. Bukankah Adrian selalu membanggakan kekayaannya? Tapi untuk satu permintaan ini saja dia tidak mampu? Namun, Larissa bukan wanita yang gegabah. Ia tahu betul bagaimana menghadapi Adrian. Ia memang pandai memanipulasi perasaan kekasihnya itu. Adrian bukan tipe pria yang suka diprotes atau dilawan. Adrian adalah tipe pria yang suka diagungkan, dipuja, dan dijadikan pusat perhatian. Ia menyukai wanita yang bergantung padanya, wanita yang tampak tak berdaya, seolah-olah dia adalah satu-satunya penyelamat. L

    Last Updated : 2025-04-14

Latest chapter

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 17. Negosiasi yang Menguntungkan

    Alea menghela napas panjang dan berat saat ia menginjakkan kakinya keluar dari pintu lift. Suara desingan mekanis pintu lift yang perlahan tertutup di belakangnya terdengar seperti gerbang yang menelan kebebasan terakhir yang ia miliki. Di lantai perusahaan ini, tempat kantor Adrian berada, atmosfer terasa lebih pekat daripada biasanya. Ini bukan kantor pusat dari Hartanto Company. Bangunan ini hanyalah salah satu cabang penting yang ditangani langsung oleh Adrian. Tapi entah kenapa, tempat ini selalu membuatnya merasa tidak nyaman. Bukan karena interiornya yang terlalu mewah, atau suhu ruangan yang terlalu dingin. Namun lebih kepada perasaan yang sulit dijelaskan, seolah-olah dinding-dindingnya menyimpan tatapan tajam dari Adrian, bahkan saat pria itu tidak ada di sana.Makanya, setiap kali Alea berada di kantor ini, napasnya seolah tercekat. Oksigen terasa semakin menipis, seakan-akan udara pun enggan menyapa keberadaannya. Ini adalah wilayah kekuasaan Adrian sepenuhnya, dan keberad

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 16. Adrian Menjadi Posesif?

    Saat ponselnya berdering, Alea tengah sibuk mencengkeram seprei yang ada di bawahnya. Jemarinya menggumpal erat, mencengkram kuat seolah itu satu-satunya pegangan yang bisa menyelamatkannya dari badai kenikmatan yang tengah melanda tubuhnya. Setelah makan siang, Kael langsung mengangkat tubuh Alea seperti tak ingin membuang waktu, lalu membaringkannya di ranjang dengan gerakan yang penuh nafsu namun tetap lembut. Tatapan matanya tajam, namun penuh dengan kelaparan. Bukan kelaparan akan makanan, tetapi akan sesuatu yang hanya bisa dipenuhi oleh tubuh Alea. "Aku juga lapar," katanya dengan suara rendah dan serak, nyaris seperti bisikan iblis yang memabukkan. Alea, yang saat itu belum mengerti maksud Kael, langsung menawarkan makanan yang ada di atas meja. "Makanan itu masih banyak..." Belum sempat kalimatnya selesai, Kael sudah menunduk dan menggigit lembut daun telinga Alea. Sebuah gigitan kecil yang memicu ledakan sensasi aneh di sekujur tubuhnya. Seolah saraf-sarafnya langsung b

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 15. Kelicikan Adrian

    Sementara itu di tempat berbeda, Larissa masih terlihat merengek pada Adrian. Wajahnya memelas, kedua matanya sedikit berkaca-kaca seolah baru saja menahan tangis. Semua itu karena dia tidak mendapatkan apartemen yang sudah dia pamerkan pada semua orang itu. Harga dirinya tercabik. Gengsi yang sudah terbangun rapi di depan teman-temannya kini seolah runtuh dalam sekejap. Sebenarnya dalam hati wanita itu, dia kesal sekali, kenapa Adrian tidak mampu membuat apartemen itu jadi miliknya. Bukankah Adrian selalu membanggakan kekayaannya? Tapi untuk satu permintaan ini saja dia tidak mampu? Namun, Larissa bukan wanita yang gegabah. Ia tahu betul bagaimana menghadapi Adrian. Ia memang pandai memanipulasi perasaan kekasihnya itu. Adrian bukan tipe pria yang suka diprotes atau dilawan. Adrian adalah tipe pria yang suka diagungkan, dipuja, dan dijadikan pusat perhatian. Ia menyukai wanita yang bergantung padanya, wanita yang tampak tak berdaya, seolah-olah dia adalah satu-satunya penyelamat. L

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 14. Siapa yang Memanfaatkan dan Dimanfaatkan?

    Beberapa saat setelah mereka sampai di apartemen yang sebenarnya cukup mengejutkan Alea juga. Bagaimana tidak? Dia pikir, dia hanya akan membeli sebuah apartemen yang hanya siap huni dengan rak televisi, sofa ruang tamu, dan tempat tidur. Biasanya memang itu saja, bukan? Juga dengan fasilitas kamar mandi, seperti shower dan bathtub. Di dapur, paling hanya ada kompor dan kabinet yang biasanya memang tersedia di apartemen mahal. Tapi, bukan hanya semua itu yang dia temukan saat Alea masuk untuk pertama kalinya. Di ruang tamu, bahkan semua perintilannya sudah lengkap dan tertata sedemikian rupa. Lampu hias kristal menggantung elegan di langit-langit, guci-guci antik berjajar di atas rak kayu jati yang mengilap. Sebuah rak buku berdiri megah di sudut ruangan, dipenuhi dengan deretan buku-buku bersampul keras. Ada lukisan besar bergaya impresionis tergantung di dinding, jam dinding antik berdenting pelan, dan segala pernak-pernik kecil seperti bantal dekorasi, lilin aromaterapi, bahkan ma

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 13. Ingin Mempermalukan malah Dipermalukan

    Larissa mendengus pelan, memandang Kael dari ujung kepala hingga kaki, seolah setiap helaian kain di tubuh pria itu adalah aib bagi estetika. Jaket polos berwarna abu-abu yang mulai tampak pudar, kaus hitam sederhana tanpa merek mencolok, dan sepatu kets yang sudah tampak usang, bukan hanya membuatnya kehilangan selera, tapi juga membuatnya merasa terhina karena harus berada dalam satu ruangan dengan pria semacam itu."Sayang," bisik Larissa sambil mencondongkan tubuh ke arah Adrian, "lihat dia. Jaketnya mungkin hanya ratusan ribu, dan sepatu itu? Mungkin beli di pinggir jalan. Bagaimana bisa orang seperti itu membeli apartemen? Aku yakin dia penipu."Suara bisikannya mungkin hanya bisa didengar Adrian, tapi tatapannya yang sinis dan senyum menyeringai itu cukup untuk menelanjangi Kael tanpa menyentuhnya. Ia merasa menjadi hakim yang baru saja menjatuhkan vonis.Dari balik salah satu pilar besar di dalam lobi gedung itu, Alea mengamati mereka. Matanya menyipit, penuh kekesalan yang di

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 12. Sombongnya Adrian

    Sementara itu, di tempat yang sama. Tapi, di ruangan berbeda. Sebuah keributan terjadi antara manajer marketing developer apartemen Gloria Garden dengan Adrian dan juga Larissa.Masalahnya bukan sepele. Kedua orang itu sudah menunggu selama satu jam penuh. Wajar saja jika emosi mereka memuncak. Mungkin jika mereka hanya menunggu sepuluh atau lima belas menit, kemarahan sebesar ini tak akan muncul. Namun satu jam adalah waktu yang terlalu lama, terutama bagi seseorang seperti Adrian, yang terbiasa dilayani, bukan menunggu."Aku punya uang! Aku akan bayar apartemen itu berapa pun harganya!" seru Adrian dengan nada tinggi, penuh kesombongan.Nada suaranya saja sudah cukup menusuk, namun tidak hanya itu. Sikap tubuh Adrian juga menunjukkan arogansi. Ia menunjuk-nunjuk wajah manajer marketing itu dengan jari telunjuknya yang terangkat setinggi kepala. Setiap gerakan tubuhnya mengandung tekanan. Nada bicara dan gerakannya jelas menggambarkan bahwa ia tidak terbiasa ditolak.Pria paruh baya

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 11. Memangnya Apa yang Kamu Pikirkan?

    Di dalam ruangan Pak Martin, pria yang merupakan penanggung jawab penjualan dan pembayaran apartemen, yang kini hanya tersisa satu unit saja. Alea masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Pandangannya menyapu ruangan, berusaha menemukan jawaban atas apa yang sedang dia pikirkan. Saat ini, pak Martin sedang keluar dari ruangan itu, sedang mengurus surat-suratnya. Apartemen atas nama Alea dengan harga yang tidak masuk akal. Tadi, dia hanya mentransfer 170 juta rupiah. Ya, hanya sebanyak itu. Jumlah yang, kalau digunakan untuk menyewa unit apartemen, bahkan hanya untuk satu bulan saja. Tapi kenyataannya, kini dia menjadi pemilik sah unit tersebut dengan harga itu, harga yang bisa disamakan dengan harga sebuah unit mobil second? Rasanya seperti sesuatu yang mustahil. Tapi itu terjadi saat ini. Alea menggigit bibir bawahnya. Matanya melirik ke arah pria di sampingnya yang tampak santai. Dia juga heran, kenapa Kael terlihat santai sekali sejak tadi. Merasa ada yang jangg

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 10. Diskon Atau Sumbangan

    "Sayang…" panggil Kael begitu melihat sosok Alea melangkah masuk ke area lobi gedung agen properti yang mewah itu.Alea segera mengangkat satu tangannya, telunjuknya teracung ke depan bibirnya seperti seorang guru yang sedang memperingatkan muridnya. "Ssttt!" desisnya pelan tapi tegas, tatapannya tajam dan waspada. "Jangan panggil aku seperti itu! Panggil saja Alea," lanjutnya tanpa basa-basi.Nada suaranya datar, namun sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang lebih dalam. Ia tak ingin ada yang tahu hubungan mereka. Hubungan yang, bahkan untuk mereka sendiri, sulit untuk didefinisikan. Ya, hubungan yang seperti itu. Hubungan yang penuh kerumitan, diam-diam, dan tak seharusnya ada. Karena, Alea memang sudah bertunangan dengan Adrian.Pesta pertunangan mereka yang bukan sekadar selebrasi kecil-kecilan. Acara itu besar, meriah, dan dihadiri oleh ratusan tamu undangan. Bahkan masuk ke halaman depan media sosial dan surat kabar kota, menjadi buah bibir selama berhari-hari. Siapa yang ti

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 9. Ini Masalah Harga Diri

    Belum juga Alea beranjak dari kursi di ruangan meeting itu. Aroma kopi sisa rapat masih mengambang samar di udara, dan suara detik jam di dinding seolah memaku suasana dalam keheningan yang menyesakkan. Pikirannya masih terbagi antara mencaritahu siapa pemilik Sunrise Resort dan juga permintaan Kael yang menginginkan sebuah apartemen. "Aku jadi berasa sugar mommy beneran kalau seperti ini" gumamnya. Layar ponsel menyala, menampilkan sebuah pesan masuk dari Kael. Sebuah foto terpampang jelas. Brosur apartemen mewah dengan desain minimalis modern yang elegan 'Gloria Garden', tertulis jelas di bagian atas dengan font emas mengilap.Mata Alea membulat sempurna. Mulutnya ikut ternganga tanpa sadar. Pandangannya terpaku pada gambar unit apartemen yang tampak lebih seperti istana kecil daripada hunian biasa. Kepala Alea yang sejak pagi berdenyut akibat tekanan pekerjaan kini terasa makin berat, seakan tak sanggup lagi dia tegakkan. Rasa pusing menjalar dari pelipis ke tengkuk, membuat tub

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status