Home / Romansa / Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat / Bab 8. Bahkan di Perusahaan pun Tidak Tenang

Share

Bab 8. Bahkan di Perusahaan pun Tidak Tenang

Author: White Rose
last update Huling Na-update: 2025-04-10 21:25:21

Alea terus menerus memegang keningnya. Rasa sakit yang menusuk di pelipisnya seolah menjadi pengingat bahwa tubuhnya sedang memprotes kurangnya istirahat. Dia benar-benar kelelahan. Semalam, dia nyaris tidak tidur karena Kael. Dan pagi ini, dia harus menghadiri meeting yang dijadwalkan sangat pagi.

Matanya yang sembab dan wajahnya yang pucat tidak bisa menipu siapa pun. Akan tetapi, dia harus tetap bekerja. Apalagi, ini adalah proyek penting yang sudah ditanganinya selama beberapa minggu terakhir.

"Ku kira siapa? Ternyata calon nyonya Adrian ya? Sayangnya, hanya nama saja!"

Suara tinggi bernada sinis itu menusuk telinga Alea seperti paku berkarat yang ditancapkan paksa. Seorang wanita dengan blouse biru telur asin masuk ke dalam ruangan meeting dengan langkah percaya diri yang menyebalkan. Dia tidak datang sendirian, bibirnya melengkungkan senyum miring penuh provokasi.

Alea melirik sekilas. Wajahnya langsung berubah. Rasa sakit kepala yang tadinya hanya berdenyut pelan, kini seperti ditaburi lada panas.

‘Livia,’ pikirnya dalam hati, menahan geram.

Alea sama sekali tidak ingin meladeni wanita itu. Dia menarik napas panjang, berusaha menekan emosinya. Pandangannya kembali tertuju pada meja di hadapannya, seolah kehadiran Livia hanyalah debu yang tak pantas dilihat.

'Dasar Adrian brengsek!' rutuknya dalam hati. 'Dia bahkan mempekerjakan sepupu Larissa di perusahaan ayahku. Jika bukan karena perusahaan sedang membutuhkan bantuan paman Nicholas, aku pasti sudah menyiram kopi panas ini ke wajah Livia!'

Livia tampaknya tahu benar cara menyulut amarah seseorang. Dia berjalan dengan santai dan penuh percaya diri, lalu dengan sengaja memilih duduk berhadapan langsung dengan Alea. Seolah ingin memperjelas bahwa kehadirannya adalah bentuk tantangan.

Tak hanya itu, Livia bahkan menyuruh sekretaris pribadinya, Fiona, untuk duduk di sebelahnya. Wajah Fiona tampak kikuk, tapi dia menuruti perintah atasannya tanpa protes.

"Fiona, apa kamu mencium bau-bau orang yang akan makan hati setiap hari? Sungguh kasihan, panggilannya sih nggak salah-salah ya, nyonya. Sayangnya, bahkan dia tidak akan tinggal satu kamar dengan suaminya, ha ha ha. Kasihan sekali, kan?"

Tawa Livia terdengar nyaring dan menusuk. Sekretarisnya hanya tertawa kecil, lebih karena terpaksa daripada benar-benar lucu.

Alea masih diam. Dia tidak mengangkat wajah, tidak mengubah ekspresi. Dia terlalu lelah untuk membuang energi meladeni provokasi murahan seperti itu.

Namun, ketenangan bukan berarti kelemahan. Sesekali Alea mengalihkan pandangan ke cangkir kopi di hadapannya, menahan godaan untuk melemparkannya ke wajah Livia yang penuh ejekan.

"Teruslah berkicau, pasti tadi pagi kamu sarapan kroto kan?" balas Alea dengan nada datar tapi dingin, membuat tawa Livia langsung terhenti.

Wajah wanita itu seketika memerah karena marah. Tangannya menghantam meja dengan keras.

Brakk!

"Kamu..."

Suasana yang semula sunyi mendadak tegang, tapi sebelum Livia bisa melanjutkan, suara lain terdengar dari arah pintu.

"Selamat pagi! Kalian sudah datang rupanya!" sapa Pak Arman, wakil presiden direktur perusahaan dan juga orang kepercayaan ayah Alea.

Livia sontak berubah. Seperti pemain drama yang piawai, dia segera menghapus kemarahan dari wajahnya. Senyum ramah terpulas begitu lembut, seolah tadi dia tidak berteriak di ruangan ini.

"Selamat pagi, Pak Arman," ucap Livia dengan suara halus dan sangat sopan.

Alea hanya bisa menahan rasa ingin muntah yang tiba-tiba muncul di kerongkongannya.

'Uekk! Menjijikkan. Barusan dia nyaris mengamuk seperti nenek lampir. Kenapa sekarang dia berubah jadi putri salju. Dih!' gerutunya dalam hati.

Pak Arman berjalan ke arah mereka, lalu menatap Alea yang masih tampak memegang kepalanya.

"Alea, kamu baik-baik saja?" tanyanya penuh perhatian.

Alea mencoba tersenyum, meski senyumnya terasa kaku.

"Baik, Pak Arman," jawabnya pelan.

"Baiklah kalau begitu," ujar Pak Arman sambil duduk. "Kalian dipanggil kemari karena aku ingin membicarakan masalah lokakarya yang akan diselenggarakan perusahaan kita. Acara ini sangat berpengaruh bagi citra perusahaan. Tadinya proyek ini akan diserahkan pada Alea. Namun, atas permintaan Tuan Adrian, proyek ini harus diberikan pada Livia."

Perkataan itu menghentak Alea seperti pukulan keras di dada.

"Pak Arman, kenapa begitu?" tanyanya dengan alis terangkat.

Livia langsung menyambar, tak membuang kesempatan untuk menusuk lebih dalam.

"Apalagi? Tentu karena kamu dianggap tidak mampu!" katanya sinis. Wajahnya dipenuhi rasa puas.

Alea mengepalkan tangannya di bawah meja. Rasanya dia benar-benar ingin menjambak rambut keriting Livia yang menjuntai seperti sosis gantung itu. Tapi dia menahan diri. Matanya hanya menatap lurus, tajam.

Pak Arman mengangkat tangannya, menenangkan suasana.

"Tenang dulu, Alea. Aku juga bilang begitu pada Pak Adrian. Kamu sudah memegang proyek ini setengah bulan, tentu sudah banyak yang kamu persiapkan. Makanya, atas perundingan beberapa petinggi perusahaan, diputuskan, siapapun di antara kalian yang bisa mendapatkan izin untuk memakai Sunrise Resort sebagai lokasi lokakarya, maka proyek itu akan jatuh ke tangannya."

Alea mengerutkan kening. Nama Sunrise Resort terdengar asing di telinganya. Dia bahkan belum pernah menginjakkan kaki di sana.

Berbeda dengan Alea, Livia tampak sangat yakin.

"Baik, Pak Arman. Aku pasti dapatkan kerja sama dengan pemilik Sunrise Resort itu."

"Memangnya kamu tahu siapa pemiliknya?" tanya Alea menyela, nadanya datar namun penuh sindiran.

Livia menatapnya dengan remeh, sangat remeh.

"Memangnya kenapa kalau belum tahu. Aku akan berusaha. Memangnya kamu yang hanya mengandalkan koneksi untuk sampai ke posisimu sekarang?"

Sindirannya jelas, dan kali ini benar-benar mengenai sasaran. Alea menunduk sejenak. Tak bisa dipungkiri, dia memang berada di perusahaan ini karena nama belakangnya.

Namun, dia juga tahu betapa keras usahanya untuk membuktikan bahwa dirinya bukan hanya anak bos.

"Bagaimana denganmu, Alea?" tanya Pak Arman.

Alea mengangguk pelan.

"Baik, Pak. Aku setuju."

"Baiklah, kalian punya waktu tiga hari ya..."

"Hah?"

"Apa?"

Keduanya serempak bersuara. Ekspresi wajah mereka seolah tak percaya.

Pak Arman terkekeh melihat reaksi mereka.

"Jangan kaget begitu! Aku percaya kalian bisa. Semangat ya!" ujarnya sebelum pergi dari ruangan, meninggalkan dua wanita dengan wajah berbeda. Yang satu bingung, dan yang satu penuh ambisi.

Alea kembali memegang kepalanya. Kali ini lebih keras. Tiga hari? Bahkan dia belum tahu siapa pemilik Sunrise Resort. Apa yang harus dia lakukan?

Livia pun terlihat gelisah. Tapi kemudian wajahnya menegang dan seolah menemukan ide.

'Aku harus cari bantuan... ah, aku tahu. Aku akan minta bantuan Larissa. Dia bisa membujuk Adrian untuk mencari tahu siapa pemilik Sunrise Resort dan membantuku mendapatkan kerja sama dengannya,' pikir Livia penuh keyakinan. Dia langsung berdiri dan buru-buru keluar ruangan.

Alea masih terduduk di kursinya, pijatan di keningnya semakin kuat. Ia memejamkan mata, berusaha menjernihkan pikiran. Tapi sulit, dengan kepala yang berat dan perut yang belum sempat terisi sejak pagi.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nada dering yang tidak asing. Dia melirik layar ponselnya dan mendengus pelan.

"Kenapa dia menelpon saat seperti ini sih?" gumamnya, kesal.

Nada dering terus berbunyi. Dengan malas, Alea akhirnya menjawab panggilan itu.

"Halo."

[Sayang..]

"Jangan panggil aku seperti itu!" sela Alea, nada suaranya naik satu oktaf.

[Lalu aku harus panggil apa? Honey?]

Alea kembali mendecak kesal.

"Panggil saja Alea, namaku sangat bagus. Ada apa?"

Kael terkekeh di seberang sana.

[Alea, aku mau beli apartemen]

"Apa?" balas Alea cepat, kali ini dengan alis yang terangkat tinggi dan perasaan yang makin kusut.

To be continued...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 9. Ini Masalah Harga Diri

    Belum juga Alea beranjak dari kursi di ruangan meeting itu. Aroma kopi sisa rapat masih mengambang samar di udara, dan suara detik jam di dinding seolah memaku suasana dalam keheningan yang menyesakkan. Pikirannya masih terbagi antara mencaritahu siapa pemilik Sunrise Resort dan juga permintaan Kael yang menginginkan sebuah apartemen. "Aku jadi berasa sugar mommy beneran kalau seperti ini" gumamnya. Layar ponsel menyala, menampilkan sebuah pesan masuk dari Kael. Sebuah foto terpampang jelas. Brosur apartemen mewah dengan desain minimalis modern yang elegan 'Gloria Garden', tertulis jelas di bagian atas dengan font emas mengilap.Mata Alea membulat sempurna. Mulutnya ikut ternganga tanpa sadar. Pandangannya terpaku pada gambar unit apartemen yang tampak lebih seperti istana kecil daripada hunian biasa. Kepala Alea yang sejak pagi berdenyut akibat tekanan pekerjaan kini terasa makin berat, seakan tak sanggup lagi dia tegakkan. Rasa pusing menjalar dari pelipis ke tengkuk, membuat tub

    Huling Na-update : 2025-04-11
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 10. Diskon Atau Sumbangan

    "Sayang…" panggil Kael begitu melihat sosok Alea melangkah masuk ke area lobi gedung agen properti yang mewah itu.Alea segera mengangkat satu tangannya, telunjuknya teracung ke depan bibirnya seperti seorang guru yang sedang memperingatkan muridnya. "Ssttt!" desisnya pelan tapi tegas, tatapannya tajam dan waspada. "Jangan panggil aku seperti itu! Panggil saja Alea," lanjutnya tanpa basa-basi.Nada suaranya datar, namun sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang lebih dalam. Ia tak ingin ada yang tahu hubungan mereka. Hubungan yang, bahkan untuk mereka sendiri, sulit untuk didefinisikan. Ya, hubungan yang seperti itu. Hubungan yang penuh kerumitan, diam-diam, dan tak seharusnya ada. Karena, Alea memang sudah bertunangan dengan Adrian.Pesta pertunangan mereka yang bukan sekadar selebrasi kecil-kecilan. Acara itu besar, meriah, dan dihadiri oleh ratusan tamu undangan. Bahkan masuk ke halaman depan media sosial dan surat kabar kota, menjadi buah bibir selama berhari-hari. Siapa yang ti

    Huling Na-update : 2025-04-11
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 11. Memangnya Apa yang Kamu Pikirkan?

    Di dalam ruangan Pak Martin, pria yang merupakan penanggung jawab penjualan dan pembayaran apartemen, yang kini hanya tersisa satu unit saja. Alea masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Pandangannya menyapu ruangan, berusaha menemukan jawaban atas apa yang sedang dia pikirkan. Saat ini, pak Martin sedang keluar dari ruangan itu, sedang mengurus surat-suratnya. Apartemen atas nama Alea dengan harga yang tidak masuk akal. Tadi, dia hanya mentransfer 170 juta rupiah. Ya, hanya sebanyak itu. Jumlah yang, kalau digunakan untuk menyewa unit apartemen, bahkan hanya untuk satu bulan saja. Tapi kenyataannya, kini dia menjadi pemilik sah unit tersebut dengan harga itu, harga yang bisa disamakan dengan harga sebuah unit mobil second? Rasanya seperti sesuatu yang mustahil. Tapi itu terjadi saat ini. Alea menggigit bibir bawahnya. Matanya melirik ke arah pria di sampingnya yang tampak santai. Dia juga heran, kenapa Kael terlihat santai sekali sejak tadi. Merasa ada yang jangg

    Huling Na-update : 2025-04-12
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 12. Sombongnya Adrian

    Sementara itu, di tempat yang sama. Tapi, di ruangan berbeda. Sebuah keributan terjadi antara manajer marketing developer apartemen Gloria Garden dengan Adrian dan juga Larissa.Masalahnya bukan sepele. Kedua orang itu sudah menunggu selama satu jam penuh. Wajar saja jika emosi mereka memuncak. Mungkin jika mereka hanya menunggu sepuluh atau lima belas menit, kemarahan sebesar ini tak akan muncul. Namun satu jam adalah waktu yang terlalu lama, terutama bagi seseorang seperti Adrian, yang terbiasa dilayani, bukan menunggu."Aku punya uang! Aku akan bayar apartemen itu berapa pun harganya!" seru Adrian dengan nada tinggi, penuh kesombongan.Nada suaranya saja sudah cukup menusuk, namun tidak hanya itu. Sikap tubuh Adrian juga menunjukkan arogansi. Ia menunjuk-nunjuk wajah manajer marketing itu dengan jari telunjuknya yang terangkat setinggi kepala. Setiap gerakan tubuhnya mengandung tekanan. Nada bicara dan gerakannya jelas menggambarkan bahwa ia tidak terbiasa ditolak.Pria paruh baya

    Huling Na-update : 2025-04-12
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 13. Ingin Mempermalukan malah Dipermalukan

    Larissa mendengus pelan, memandang Kael dari ujung kepala hingga kaki, seolah setiap helaian kain di tubuh pria itu adalah aib bagi estetika. Jaket polos berwarna abu-abu yang mulai tampak pudar, kaus hitam sederhana tanpa merek mencolok, dan sepatu kets yang sudah tampak usang, bukan hanya membuatnya kehilangan selera, tapi juga membuatnya merasa terhina karena harus berada dalam satu ruangan dengan pria semacam itu."Sayang," bisik Larissa sambil mencondongkan tubuh ke arah Adrian, "lihat dia. Jaketnya mungkin hanya ratusan ribu, dan sepatu itu? Mungkin beli di pinggir jalan. Bagaimana bisa orang seperti itu membeli apartemen? Aku yakin dia penipu."Suara bisikannya mungkin hanya bisa didengar Adrian, tapi tatapannya yang sinis dan senyum menyeringai itu cukup untuk menelanjangi Kael tanpa menyentuhnya. Ia merasa menjadi hakim yang baru saja menjatuhkan vonis.Dari balik salah satu pilar besar di dalam lobi gedung itu, Alea mengamati mereka. Matanya menyipit, penuh kekesalan yang di

    Huling Na-update : 2025-04-13
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 14. Siapa yang Memanfaatkan dan Dimanfaatkan?

    Beberapa saat setelah mereka sampai di apartemen yang sebenarnya cukup mengejutkan Alea juga. Bagaimana tidak? Dia pikir, dia hanya akan membeli sebuah apartemen yang hanya siap huni dengan rak televisi, sofa ruang tamu, dan tempat tidur. Biasanya memang itu saja, bukan? Juga dengan fasilitas kamar mandi, seperti shower dan bathtub. Di dapur, paling hanya ada kompor dan kabinet yang biasanya memang tersedia di apartemen mahal. Tapi, bukan hanya semua itu yang dia temukan saat Alea masuk untuk pertama kalinya. Di ruang tamu, bahkan semua perintilannya sudah lengkap dan tertata sedemikian rupa. Lampu hias kristal menggantung elegan di langit-langit, guci-guci antik berjajar di atas rak kayu jati yang mengilap. Sebuah rak buku berdiri megah di sudut ruangan, dipenuhi dengan deretan buku-buku bersampul keras. Ada lukisan besar bergaya impresionis tergantung di dinding, jam dinding antik berdenting pelan, dan segala pernak-pernik kecil seperti bantal dekorasi, lilin aromaterapi, bahkan ma

    Huling Na-update : 2025-04-14
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 15. Kelicikan Adrian

    Sementara itu di tempat berbeda, Larissa masih terlihat merengek pada Adrian. Wajahnya memelas, kedua matanya sedikit berkaca-kaca seolah baru saja menahan tangis. Semua itu karena dia tidak mendapatkan apartemen yang sudah dia pamerkan pada semua orang itu. Harga dirinya tercabik. Gengsi yang sudah terbangun rapi di depan teman-temannya kini seolah runtuh dalam sekejap. Sebenarnya dalam hati wanita itu, dia kesal sekali, kenapa Adrian tidak mampu membuat apartemen itu jadi miliknya. Bukankah Adrian selalu membanggakan kekayaannya? Tapi untuk satu permintaan ini saja dia tidak mampu? Namun, Larissa bukan wanita yang gegabah. Ia tahu betul bagaimana menghadapi Adrian. Ia memang pandai memanipulasi perasaan kekasihnya itu. Adrian bukan tipe pria yang suka diprotes atau dilawan. Adrian adalah tipe pria yang suka diagungkan, dipuja, dan dijadikan pusat perhatian. Ia menyukai wanita yang bergantung padanya, wanita yang tampak tak berdaya, seolah-olah dia adalah satu-satunya penyelamat. L

    Huling Na-update : 2025-04-14
  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 16. Adrian Menjadi Posesif?

    Saat ponselnya berdering, Alea tengah sibuk mencengkeram seprei yang ada di bawahnya. Jemarinya menggumpal erat, mencengkram kuat seolah itu satu-satunya pegangan yang bisa menyelamatkannya dari badai kenikmatan yang tengah melanda tubuhnya. Setelah makan siang, Kael langsung mengangkat tubuh Alea seperti tak ingin membuang waktu, lalu membaringkannya di ranjang dengan gerakan yang penuh nafsu namun tetap lembut. Tatapan matanya tajam, namun penuh dengan kelaparan. Bukan kelaparan akan makanan, tetapi akan sesuatu yang hanya bisa dipenuhi oleh tubuh Alea. "Aku juga lapar," katanya dengan suara rendah dan serak, nyaris seperti bisikan iblis yang memabukkan. Alea, yang saat itu belum mengerti maksud Kael, langsung menawarkan makanan yang ada di atas meja. "Makanan itu masih banyak..." Belum sempat kalimatnya selesai, Kael sudah menunduk dan menggigit lembut daun telinga Alea. Sebuah gigitan kecil yang memicu ledakan sensasi aneh di sekujur tubuhnya. Seolah saraf-sarafnya langsung b

    Huling Na-update : 2025-04-14

Pinakabagong kabanata

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 17. Negosiasi yang Menguntungkan

    Alea menghela napas panjang dan berat saat ia menginjakkan kakinya keluar dari pintu lift. Suara desingan mekanis pintu lift yang perlahan tertutup di belakangnya terdengar seperti gerbang yang menelan kebebasan terakhir yang ia miliki. Di lantai perusahaan ini, tempat kantor Adrian berada, atmosfer terasa lebih pekat daripada biasanya. Ini bukan kantor pusat dari Hartanto Company. Bangunan ini hanyalah salah satu cabang penting yang ditangani langsung oleh Adrian. Tapi entah kenapa, tempat ini selalu membuatnya merasa tidak nyaman. Bukan karena interiornya yang terlalu mewah, atau suhu ruangan yang terlalu dingin. Namun lebih kepada perasaan yang sulit dijelaskan, seolah-olah dinding-dindingnya menyimpan tatapan tajam dari Adrian, bahkan saat pria itu tidak ada di sana.Makanya, setiap kali Alea berada di kantor ini, napasnya seolah tercekat. Oksigen terasa semakin menipis, seakan-akan udara pun enggan menyapa keberadaannya. Ini adalah wilayah kekuasaan Adrian sepenuhnya, dan keberad

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 16. Adrian Menjadi Posesif?

    Saat ponselnya berdering, Alea tengah sibuk mencengkeram seprei yang ada di bawahnya. Jemarinya menggumpal erat, mencengkram kuat seolah itu satu-satunya pegangan yang bisa menyelamatkannya dari badai kenikmatan yang tengah melanda tubuhnya. Setelah makan siang, Kael langsung mengangkat tubuh Alea seperti tak ingin membuang waktu, lalu membaringkannya di ranjang dengan gerakan yang penuh nafsu namun tetap lembut. Tatapan matanya tajam, namun penuh dengan kelaparan. Bukan kelaparan akan makanan, tetapi akan sesuatu yang hanya bisa dipenuhi oleh tubuh Alea. "Aku juga lapar," katanya dengan suara rendah dan serak, nyaris seperti bisikan iblis yang memabukkan. Alea, yang saat itu belum mengerti maksud Kael, langsung menawarkan makanan yang ada di atas meja. "Makanan itu masih banyak..." Belum sempat kalimatnya selesai, Kael sudah menunduk dan menggigit lembut daun telinga Alea. Sebuah gigitan kecil yang memicu ledakan sensasi aneh di sekujur tubuhnya. Seolah saraf-sarafnya langsung b

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 15. Kelicikan Adrian

    Sementara itu di tempat berbeda, Larissa masih terlihat merengek pada Adrian. Wajahnya memelas, kedua matanya sedikit berkaca-kaca seolah baru saja menahan tangis. Semua itu karena dia tidak mendapatkan apartemen yang sudah dia pamerkan pada semua orang itu. Harga dirinya tercabik. Gengsi yang sudah terbangun rapi di depan teman-temannya kini seolah runtuh dalam sekejap. Sebenarnya dalam hati wanita itu, dia kesal sekali, kenapa Adrian tidak mampu membuat apartemen itu jadi miliknya. Bukankah Adrian selalu membanggakan kekayaannya? Tapi untuk satu permintaan ini saja dia tidak mampu? Namun, Larissa bukan wanita yang gegabah. Ia tahu betul bagaimana menghadapi Adrian. Ia memang pandai memanipulasi perasaan kekasihnya itu. Adrian bukan tipe pria yang suka diprotes atau dilawan. Adrian adalah tipe pria yang suka diagungkan, dipuja, dan dijadikan pusat perhatian. Ia menyukai wanita yang bergantung padanya, wanita yang tampak tak berdaya, seolah-olah dia adalah satu-satunya penyelamat. L

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 14. Siapa yang Memanfaatkan dan Dimanfaatkan?

    Beberapa saat setelah mereka sampai di apartemen yang sebenarnya cukup mengejutkan Alea juga. Bagaimana tidak? Dia pikir, dia hanya akan membeli sebuah apartemen yang hanya siap huni dengan rak televisi, sofa ruang tamu, dan tempat tidur. Biasanya memang itu saja, bukan? Juga dengan fasilitas kamar mandi, seperti shower dan bathtub. Di dapur, paling hanya ada kompor dan kabinet yang biasanya memang tersedia di apartemen mahal. Tapi, bukan hanya semua itu yang dia temukan saat Alea masuk untuk pertama kalinya. Di ruang tamu, bahkan semua perintilannya sudah lengkap dan tertata sedemikian rupa. Lampu hias kristal menggantung elegan di langit-langit, guci-guci antik berjajar di atas rak kayu jati yang mengilap. Sebuah rak buku berdiri megah di sudut ruangan, dipenuhi dengan deretan buku-buku bersampul keras. Ada lukisan besar bergaya impresionis tergantung di dinding, jam dinding antik berdenting pelan, dan segala pernak-pernik kecil seperti bantal dekorasi, lilin aromaterapi, bahkan ma

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 13. Ingin Mempermalukan malah Dipermalukan

    Larissa mendengus pelan, memandang Kael dari ujung kepala hingga kaki, seolah setiap helaian kain di tubuh pria itu adalah aib bagi estetika. Jaket polos berwarna abu-abu yang mulai tampak pudar, kaus hitam sederhana tanpa merek mencolok, dan sepatu kets yang sudah tampak usang, bukan hanya membuatnya kehilangan selera, tapi juga membuatnya merasa terhina karena harus berada dalam satu ruangan dengan pria semacam itu."Sayang," bisik Larissa sambil mencondongkan tubuh ke arah Adrian, "lihat dia. Jaketnya mungkin hanya ratusan ribu, dan sepatu itu? Mungkin beli di pinggir jalan. Bagaimana bisa orang seperti itu membeli apartemen? Aku yakin dia penipu."Suara bisikannya mungkin hanya bisa didengar Adrian, tapi tatapannya yang sinis dan senyum menyeringai itu cukup untuk menelanjangi Kael tanpa menyentuhnya. Ia merasa menjadi hakim yang baru saja menjatuhkan vonis.Dari balik salah satu pilar besar di dalam lobi gedung itu, Alea mengamati mereka. Matanya menyipit, penuh kekesalan yang di

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 12. Sombongnya Adrian

    Sementara itu, di tempat yang sama. Tapi, di ruangan berbeda. Sebuah keributan terjadi antara manajer marketing developer apartemen Gloria Garden dengan Adrian dan juga Larissa.Masalahnya bukan sepele. Kedua orang itu sudah menunggu selama satu jam penuh. Wajar saja jika emosi mereka memuncak. Mungkin jika mereka hanya menunggu sepuluh atau lima belas menit, kemarahan sebesar ini tak akan muncul. Namun satu jam adalah waktu yang terlalu lama, terutama bagi seseorang seperti Adrian, yang terbiasa dilayani, bukan menunggu."Aku punya uang! Aku akan bayar apartemen itu berapa pun harganya!" seru Adrian dengan nada tinggi, penuh kesombongan.Nada suaranya saja sudah cukup menusuk, namun tidak hanya itu. Sikap tubuh Adrian juga menunjukkan arogansi. Ia menunjuk-nunjuk wajah manajer marketing itu dengan jari telunjuknya yang terangkat setinggi kepala. Setiap gerakan tubuhnya mengandung tekanan. Nada bicara dan gerakannya jelas menggambarkan bahwa ia tidak terbiasa ditolak.Pria paruh baya

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 11. Memangnya Apa yang Kamu Pikirkan?

    Di dalam ruangan Pak Martin, pria yang merupakan penanggung jawab penjualan dan pembayaran apartemen, yang kini hanya tersisa satu unit saja. Alea masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Pandangannya menyapu ruangan, berusaha menemukan jawaban atas apa yang sedang dia pikirkan. Saat ini, pak Martin sedang keluar dari ruangan itu, sedang mengurus surat-suratnya. Apartemen atas nama Alea dengan harga yang tidak masuk akal. Tadi, dia hanya mentransfer 170 juta rupiah. Ya, hanya sebanyak itu. Jumlah yang, kalau digunakan untuk menyewa unit apartemen, bahkan hanya untuk satu bulan saja. Tapi kenyataannya, kini dia menjadi pemilik sah unit tersebut dengan harga itu, harga yang bisa disamakan dengan harga sebuah unit mobil second? Rasanya seperti sesuatu yang mustahil. Tapi itu terjadi saat ini. Alea menggigit bibir bawahnya. Matanya melirik ke arah pria di sampingnya yang tampak santai. Dia juga heran, kenapa Kael terlihat santai sekali sejak tadi. Merasa ada yang jangg

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 10. Diskon Atau Sumbangan

    "Sayang…" panggil Kael begitu melihat sosok Alea melangkah masuk ke area lobi gedung agen properti yang mewah itu.Alea segera mengangkat satu tangannya, telunjuknya teracung ke depan bibirnya seperti seorang guru yang sedang memperingatkan muridnya. "Ssttt!" desisnya pelan tapi tegas, tatapannya tajam dan waspada. "Jangan panggil aku seperti itu! Panggil saja Alea," lanjutnya tanpa basa-basi.Nada suaranya datar, namun sorot matanya menyiratkan kekhawatiran yang lebih dalam. Ia tak ingin ada yang tahu hubungan mereka. Hubungan yang, bahkan untuk mereka sendiri, sulit untuk didefinisikan. Ya, hubungan yang seperti itu. Hubungan yang penuh kerumitan, diam-diam, dan tak seharusnya ada. Karena, Alea memang sudah bertunangan dengan Adrian.Pesta pertunangan mereka yang bukan sekadar selebrasi kecil-kecilan. Acara itu besar, meriah, dan dihadiri oleh ratusan tamu undangan. Bahkan masuk ke halaman depan media sosial dan surat kabar kota, menjadi buah bibir selama berhari-hari. Siapa yang ti

  • Simpananku itu Ternyata Tuan Terhormat    Bab 9. Ini Masalah Harga Diri

    Belum juga Alea beranjak dari kursi di ruangan meeting itu. Aroma kopi sisa rapat masih mengambang samar di udara, dan suara detik jam di dinding seolah memaku suasana dalam keheningan yang menyesakkan. Pikirannya masih terbagi antara mencaritahu siapa pemilik Sunrise Resort dan juga permintaan Kael yang menginginkan sebuah apartemen. "Aku jadi berasa sugar mommy beneran kalau seperti ini" gumamnya. Layar ponsel menyala, menampilkan sebuah pesan masuk dari Kael. Sebuah foto terpampang jelas. Brosur apartemen mewah dengan desain minimalis modern yang elegan 'Gloria Garden', tertulis jelas di bagian atas dengan font emas mengilap.Mata Alea membulat sempurna. Mulutnya ikut ternganga tanpa sadar. Pandangannya terpaku pada gambar unit apartemen yang tampak lebih seperti istana kecil daripada hunian biasa. Kepala Alea yang sejak pagi berdenyut akibat tekanan pekerjaan kini terasa makin berat, seakan tak sanggup lagi dia tegakkan. Rasa pusing menjalar dari pelipis ke tengkuk, membuat tub

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status