Sebenarnya, apa yang terjadi dengan Ayu Wulan? Sebaiknya kita tengok dulu kejadian beberapa hari yang lalu. Setelah Manggala meninggalkannya untuk mencari pengisi perut, murid Dewa Pemarah ini menarik napas dalam-dalam. Lamat-lamat dihembuskan napasnya hingga terasa sedemikian segar.
"Aku tak tahu apakah yang kulakukan tadi salah atau tidak," katanya bagai bisikan. "Tak seharusnya aku menolak larangan Kang Manggala. Kemungkinan yang dikatakannya memang benar. Urusan yang sedang dihadapinya begitu panjang membentang dan belum ada kepastian. Tetapi bersama-sama dengannya, tak ada yang perlu kutakutkan. Menyeberangi lautan api sekalipun asalkan bersamanya, tetap akan kulakoni. Tadi kelihatannya Kang Manggala agak sedikit gelisah. Mungkin pula kecewa karena aku tetap bersikeras mengikutinya. Biar bagaimanapun juga, aku sangat mencintainya dan ingin selalu bersamanya."
Lalu perlahan-lahan gadis jelita berhidung mancung ini duduk di atas rumput. Kedua kakinya ditekuk ke dada
Kembali dibuat wajahnya meringis menahan sakit. Sementara itu, Ayu Wulan telah selesai bersemadi. Keringat yang mengalir tadi telah lenyap dan dirasakan tubuhnya mulai segar kembali. Begitu kedua matanya dibuka, yang pertama kali dilihatnya adalah sosok pemuda berpakaian hitam.Buru-buru murid Dewa Pemarah ini mendekat. Sambil berlutut dia berkata, "Bagaimana keadaanmu?"Dengan berlagak masih kesakitan, Pangeran Pencabut Nyawa membuka kedua matanya. Sejenak dipandanginya wajah si gadis yang sedang tersenyum."Luar biasa! Kecantikannya sungguh luar biasa! Aku ingin menikmatinya sekarang, tetapi tidak dengan cara memaksa!" kata Handaka dalam hati. Lalu dengan suara dibuat parau dia berkata, "Terima kasih atas bantuanmu....""Ayu Wulan.""Ayu Wulan.""Sudahlah. Tak perlu berbasa-basi seperti itu. Lebih baik kau bersandar saja di bawah pohon itu. Ayo, kubantu kau...."Gairah Pangeran Pencabut Nyawa semakin naik, tatkala mencium aroma alam
Pangeran Pencabut Nyawa memasang wajah bimbang. Diam-diam dia berkata dalam hati, "Ternyata begitu mudah mengelabuinya. Ada dua keuntungan yang kudapatkan. Pertama, aku akan mendapatkan gadis ini tanpa susah payah. Kedua, gadis ini akan menjadi barang berharga untuk barter dengan Kitab Pembangkit Mayat, sebagai petunjuk untuk menemukan Kitab Pamungkas. Dan aku tak percaya kalau Kitab Pembangkit Mayat berada di tangan perempuan berjuluk Dewi Topeng Perak dan Buang Totang Samudero, seperti yang dikatakan Dayang-dayang Dasar Neraka."Lalu katanya, "Baiklah. Mengingat kau telah menolongku, aku akan membalas semuanya.""Aku tidak mengharapkan balasan apa-apa! Tetapi kali ini aku butuh bantuanmu agar aku dapat menyelamatkan Kang Manggala!"Pangeran Pencabut Nyawa mengangguk dan perlahan-lahan berdiri, "Kita berangkat sekarang!"Dengan kecemasan yang menggayuti dadanya, Ayu Wulan mengangguk dan mendahului. Di belakang, Pangeran Pencabut Nyawa menyeringai lebar.
Sri Kunting berkata, "Kakang Wulung... apakah kita ikuti Kakek itu atau tidak?"Wulung Seta menggelengkan kepalanya."Kurasa jangan, karena sepertinya tak ada tanda-tanda agar kita mengikutinya. Kakek itu penuh keterusterangan, tetapi mengapa sepertinya masih ada yang tak diberitahukannya kepada kita?""Dan bagaimana menurutmu dengan misteri di Bulak Batu Bulan?""Aku tidak tahu sama sekali. Tetapi, aku cukup dibuat kaget tadi karena lelaki sakti itu tahu jalan pikiran kita. Dan kuharap, apa yang dikatakannya tadi kalau kita juga akan tiba di Bulak Batu Bulan, akan menjadi kenyataan. Saat ini, entah mengapa dendamku pada Raja Setan Seruling Maut yang membunuh guruku telah lenyap....""Hei!" Sri Kunting terkejut. "Begitu pula denganku, Kakang Wulung. Aku seolah sudah melupakan segala dendam yang ada di hatiku."Pemuda berpakaian abu-abu yang terbuka di bagian dada dan memperlihatkan dadanya yang bidang mengangguk-anggukkan kepalanya."
Sambil terus berkelebat melewati jalan setapak, Manggala berkata dalam hati, "Mudah-mudahan Garaga sudah bertemu dengan Guru dan mendapatkan keterangan lebih lanjut mengenai persoalan yang membentang ini."Masih terus berkelebat, Manggala menghentikan kata batinnya. Lamat-lamat dia menyambung, "Tetapi... bisa jadi kalau ternyata dia belum bertemu dengan Guru."Karena memikirkan yang kedua itulah Manggala belum memutuskan untuk memanggil Garaga. Pemuda ini terus berkelebat. Baginya, dia harus melawan waktu. Kendati seluruh ilmu peringan tubuhnya dipergunakan, tetap saja tak ada keringat yang mengalir. Ini disebabkan karena kekuatan Tenaga Inti ‘Geledek’ pada tubuhnya. Benaknya dipenuhi bermacam pikiran yang coba dirangkaikan. Semuanya seperti tumpang tindih. Sambil berkelebat, kali ini Manggala coba mengosongkan diri. Namun, begitu dia hampir mencapai penghujung jalan setapak itu, mendadak saja dihentikan kelebatannya.Sekarang kedua kakinya berdiri t
Iblis Tanpa Jiwa merapatkan mulutnya. Matanya berputar liar dengan kegusaran tinggi. Rahangnya mengembung mengempis. Dadanya yang kurus turun naik dengan kemarahan. Sampai kemudian dia menghardik keras tatkala sadar kalau dia tengah dipermainkan pemuda di hadapannya. "Keparat! Terimalah kematianmu!"Habis kata-katanya, serta-merta digerakkan kedua tangannya. Serangan angin deras menggebrak dahsyat ke arah Si Buta dari Sungai Ular. Saking cepatnya serangan angin itu menderu, membuat Manggala sejenak terkesiap. Dan seperti baru disadarinya, kalau dia tak mungkin menghindari karena gelombang angin itu sudah begitu dekat dengannya. Berarti, jalan satu-satunya hanya memapaki!Segera ditahan napas dan Tenaga Inti ‘Geledek’ yang berpusat di dada. Langsung diangkat kedua tangannya dan didorong ke depan pula.Blarrr!Terdengar suara ledakan dahsyat begitu kedua pukulan yang sama-sama dialiri tenaga dalam itu bertemu. Tanah di mana bertemunya dua pukula
Si Buta dari Sungai Ular benar-benar terkapar. Tangan kanannya yang memegang Tulang Ekor Naga Emas bergetar. Dari mulut dan hidungnya mengalir darah segar. Tetapi sikap gagah yang dimilikinya tetap ada. Dia Cuma menyeringai menyahuti kata-kata Iblis Tanpa Jiwa. Bahkan meleletkan lidah!Makin meledak kemarahan Iblis Tanpa Jiwa. Dengan rahang mengembung dia berteriak mengguntur, "Kau harus kubuat lumpuh dulu rupanya!"Habis kata-katanya segera saja kakek ini mengangkat tangan kanannya yang berubah jadi sangat hitam. Lalu segera diayunkannya ke arah kedua kaki Manggala yang berusaha untuk menggerakkan Tulang Ekor Naga Emas!Bersamaan dengan gerakan tangan kanan si kakek sesat yang hendak menghantam kedua kaki Manggala, mendadak dua bongkah awan warna hijau menderu dengan suara bergemuruh. Memapak serangan Iblis Tanpa Jiwa!Blaaarrrr!Dua bongkah asap hijau itu bukan hanya memukul pecah jotosan yang akan diterima Manggala, tetapi membuat si pemilik jot
Sebagai sahutan, terasa sekali perubahan arah angin yang kini menderu cukup kencang, seperti melingkari tempat itu. Menyusul suara cukup keras, "Lumbang Pandidi! Rupanya kau masih mengenaliku!"Menggeram Iblis Tanpa Jiwa mengenali suara orang yang memang dikenalnya, "Siapa orangnya yang memiliki pukulan 'Bejana Kabut Hijau' selain dirimu, hah!""Ah! Tak enak hatiku sekarang! Rupanya kau masih mengenali pukulan yang tak seberapa itu? Tetapi, siapa lagi orangnya yang mengenali pukulan itu kalau bukan kau?""Sekarang, ada urusan apa kau lancang mencampuri urusanku ini!""Aku hanya merasa tidak enak melihat ada orang yang hendak menghabisi orang yang tak mampu melawan!"Kendati agak ngeri, Iblis Tanpa Jiwa membentak geram, "Itu urusanku!""Ya, ya... kau benar! Jadi aku salah, bukan? Tetapi... kau tak pernah berubah rupanya! Kau hanya terus mengikuti nafsumu belaka untuk mendapatkan apa yang kau inginkan!""Jangan pancing kemarahanku! Tind
Manggala yang memang merasakan nyeri di dadanya makin menjadi, tak banyak bicara kendati heran melihat si kakek tertawa yang seolah merasa lucu dengan guyonannya sendiri. Setelah pandangi sejenak si kakek, tanpa sadar Manggala menganggukkan kepala. Karena, kendati si kakek akhirnya tertawa-tawa, dirasakan nada penuh wibawa dalam suara itu. Menyusul didengarnya kata-kata si kakek yang di tangan kanannya terpegang rotan sepanjang lengan manusia dewasa setelah memutus tawanya sendiri, "Bersilalah!"Kembali pemuda dari Sungai ular ini mengangguk dan segera dilakukan perintah Wong Hadiguna sembari memasukkan kembali Tulang Ekor Naga Emas ke balik punggungnya."Pejamkan kedua matamu! Ingat, selagi aku mencoba membantumu untuk menyembuhkan luka dalam yang kau derita, jangan sekali-sekali mengalirkan Tenaga Inti ‘Geledek’! Bahkan boleh dikatakan, bila kau merasa Tenaga Inti ‘Geledek’ dalam tubuhmu hendak mengalir, kau harus menahannya sekuat tenaga."Bukan masalah dia h
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana