Si Buta dari Sungai Ular benar-benar terkapar. Tangan kanannya yang memegang Tulang Ekor Naga Emas bergetar. Dari mulut dan hidungnya mengalir darah segar. Tetapi sikap gagah yang dimilikinya tetap ada. Dia Cuma menyeringai menyahuti kata-kata Iblis Tanpa Jiwa. Bahkan meleletkan lidah!
Makin meledak kemarahan Iblis Tanpa Jiwa. Dengan rahang mengembung dia berteriak mengguntur, "Kau harus kubuat lumpuh dulu rupanya!"
Habis kata-katanya segera saja kakek ini mengangkat tangan kanannya yang berubah jadi sangat hitam. Lalu segera diayunkannya ke arah kedua kaki Manggala yang berusaha untuk menggerakkan Tulang Ekor Naga Emas!
Bersamaan dengan gerakan tangan kanan si kakek sesat yang hendak menghantam kedua kaki Manggala, mendadak dua bongkah awan warna hijau menderu dengan suara bergemuruh. Memapak serangan Iblis Tanpa Jiwa!
Blaaarrrr!
Dua bongkah asap hijau itu bukan hanya memukul pecah jotosan yang akan diterima Manggala, tetapi membuat si pemilik jot
Sebagai sahutan, terasa sekali perubahan arah angin yang kini menderu cukup kencang, seperti melingkari tempat itu. Menyusul suara cukup keras, "Lumbang Pandidi! Rupanya kau masih mengenaliku!"Menggeram Iblis Tanpa Jiwa mengenali suara orang yang memang dikenalnya, "Siapa orangnya yang memiliki pukulan 'Bejana Kabut Hijau' selain dirimu, hah!""Ah! Tak enak hatiku sekarang! Rupanya kau masih mengenali pukulan yang tak seberapa itu? Tetapi, siapa lagi orangnya yang mengenali pukulan itu kalau bukan kau?""Sekarang, ada urusan apa kau lancang mencampuri urusanku ini!""Aku hanya merasa tidak enak melihat ada orang yang hendak menghabisi orang yang tak mampu melawan!"Kendati agak ngeri, Iblis Tanpa Jiwa membentak geram, "Itu urusanku!""Ya, ya... kau benar! Jadi aku salah, bukan? Tetapi... kau tak pernah berubah rupanya! Kau hanya terus mengikuti nafsumu belaka untuk mendapatkan apa yang kau inginkan!""Jangan pancing kemarahanku! Tind
Manggala yang memang merasakan nyeri di dadanya makin menjadi, tak banyak bicara kendati heran melihat si kakek tertawa yang seolah merasa lucu dengan guyonannya sendiri. Setelah pandangi sejenak si kakek, tanpa sadar Manggala menganggukkan kepala. Karena, kendati si kakek akhirnya tertawa-tawa, dirasakan nada penuh wibawa dalam suara itu. Menyusul didengarnya kata-kata si kakek yang di tangan kanannya terpegang rotan sepanjang lengan manusia dewasa setelah memutus tawanya sendiri, "Bersilalah!"Kembali pemuda dari Sungai ular ini mengangguk dan segera dilakukan perintah Wong Hadiguna sembari memasukkan kembali Tulang Ekor Naga Emas ke balik punggungnya."Pejamkan kedua matamu! Ingat, selagi aku mencoba membantumu untuk menyembuhkan luka dalam yang kau derita, jangan sekali-sekali mengalirkan Tenaga Inti ‘Geledek’! Bahkan boleh dikatakan, bila kau merasa Tenaga Inti ‘Geledek’ dalam tubuhmu hendak mengalir, kau harus menahannya sekuat tenaga."Bukan masalah dia h
"Mungkin kau belum pernah mendengar nama Rantak Ganggang. Baiknya, kuceritakan dulu tentang dia. Rantak Ganggang seorang manusia kejam yang memiliki ilmu tinggi, ini dikarenakan dia memiliki atau gemar mengumpulkan bermacam senjata atau benda pusaka. Bahkan ada beberapa benda pusaka kecil yang ditelannya hingga dia memiliki kesaktian tinggi. Hanya beberapa orang yang dapat menandingi nya. Tetapi bukan masalah itu pula yang hendak kusampaikan kepadamu. Melainkan, tentang rahasia yang ada pada ular peliharaanmu itu.""Rahasia apa, Kek?" tanya Manggala tak mengerti.Kalau sebelumnya dia masih dibingungkan dengan rahasia terpendam dari Tulang Ekor Naga Emas dan diyakininya kalau dia belum menemukan seluruh rahasia yang ada pada Tulang Ekor Naga Emas, kini telah ada rahasia lain dari Garaga."Taring-taring di ular peliharaanmu itu dapat menjadi senjata sakti tiada banding."Untuk sesaat Manggala tak segera berkata. Dia memandang si kakek berpakaian compang-cam
"Pada pokoknya, kita harus tetap mencari Si Buta dari Sungai Ular! Dialah satu-satunya orang yang memegang Kitab Pembangkit Mayat sesuai petunjuk Guru!" kata yang mengenakan jubah warna putih. Lalu melanjutkan dengan pandangan ke kanan pada gadis yang mengenakan jubah warna biru pekat, yang pertama berbicara tadi, "Mudah-mudahan saja pemuda berjuluk Pangeran Pencabut Nyawa yang menggagalkan niat kita untuk membuntuti termakan ucapanmu, Dayang Harum. Ingin kulihat bagaimana bila dia bentrok dengan perempuan keparat berjuluk Dewi Topeng Perak yang bersama-sama dengan kakek cacat bernama Buang Totang Samudero.""Aku pun tak sabar untuk melihat keadaan itu!" sahut Dayang Harum. Kepalanya digerakkan sedikit, hingga rambutnya yang diikat pita warna biru bergerak.Untuk sesaat ketiga gadis itu tersenyum, sebelum akhirnya terdengar kata-kata Dayang Pandan yang mengejutkan kedua saudaranya, "Tetapi... yang menjadi pikiranku sekarang ini adalah, bila Guru muncul di saat kita bel
Kendati masih cemas, Dayang-dayang Dasar Neraka berdiri tegak tetap dengan kepala tertunduk."Jangan menjadi gadis-gadis dungu di hadapanku," kata si nenek yang berjuluk Ratu Jagat Raya pada ketiga muridnya. "Tadi kukatakan, kuampuni setiap kesalahan, yang berhubungan dengan pelacakan kalian pada Si Buta dari Sungai Ular. Malah kalian akan kuberi petunjuk yang berarti."Setelah ragu untuk beberapa saat, perlahan-lahan ketiga gadis itu baru berani mengangkat kepala. Tetapi tak berani menatap sepasang mata kelabu milik si nenek."Buka mulut kalian! Jangan membisu seperti arca!" mendadak menggelegar bentakan Ratu Jagat Raya yang membuat ketiga gadis itu berjingkat.Kejap lain mereka segera memperbaiki sikap. Dayang Kemilau mencoba berkata, "Maafkan kami, Guru....""Bagus! Kau dapat mewakili kedua saudaramu itu sebelum kuturunkan tangan! Dengar baik-baik sekarang! Tanpa sepengetahuan kalian, aku juga turun untuk mencari Si Buta dari Sungai Ular guna me
Orang yang barusan bicara tadi seorang gadis berwajah bulat telur dengan dagu agak menjuntai. Berkali-kali gadis berbulu mata lentik dengan rambut sebahu yang tak lain Ayu Wulan ini mendesah. Hatinya tak tenang memikirkan Si Buta dari Sungai Ular yang menurut pemuda berpakaian hitam yang duduk di hadapannya ini diseret oleh Dayang-dayang Dasar Neraka.Sementara itu, pemuda berpakaian hitam yang tak lain Handaka atau yang menjuluki dirinya Pangeran Pencabut Nyawa, hanya menganggukkan kepala. Sesungguhnya, di dalam hati pemuda ini, dia terbahak-bahak keras dengan pandangan penuh gairah bila melihat gadis bertubuh sintal di hadapannya."Aku sendiri jadi tidak enak, Ayu...," sahut murid Iblis Tanpa Jiwa ini dengan suara dibuat prihatin padahal hatinya menyeringai menikmati permainan yang diciptakannya ini. "Seharusnya, aku tak melarikan diri. Seharusnya, aku menolong Si Buta dari Sungai Ular. Seharusnya...."Ayu Wulan mengangkat kepalanya. "Kau tidak perlu berkata d
"Jalan satu-satunya memang harus melakukan hal itu. Karena Dayang-dayang Dasar Neraka akan merasa sia-sia belaka menangkap dan memaksa Si Buta dari Sungai Ular untuk mengatakan di mana Kitab Pamungkas berada. Ayu Wulan... apakah sebelumnya Si Buta dari Sungai Ular pernah menceritakan tentang Kitab Pamungkas?""Hanya sedikit. Dan aku sendiri tidak begitu mengerti sebenarnya.""Sayang, padahal kalau dia bisa memberi jawaban yang pasti, segera kulacak kitab itu," kata Handaka dalam hati. Lalu katanya, "Bagaimana dengan gagasan tadi?""Gagasan itu memang menarik. Tetapi aku khawatir, kalau Dayang-dayang Dasar Neraka akan membunuh Kang Manggala karena mereka merasa sia-sia saja. Bukankah Kang Manggala bisa menjadi sasaran kemarahan mereka?""Cerdik. Sungguh cerdik. Padahal bila isu itu sudah ditebarkan, tak mustahil Si Buta dari Sungai Ular akan muncul di hadapan," batin Pangeran Pencabut Nyawa. Kemudian katanya, "Aku tak punya gagasan lain sekarang."T
Pemuda berpakaian dari kulit ular ini segera keluarkan dengusan begitu mengenali siapa perempuan berpakaian kuning cemerlang yang muncul. "Berabe! Kali ini aku benar-benar tak mengharapkan bertemu dengan orang-orang semacam Dewi Topeng Perak. Tetapi kalau sudah begini, tak mungkin aku menghindar lagi."Habis membatin begitu, pemuda dari sungai ular ini berkata jemu, "Apa lagi yang harus diselesaikan? Apakah ini masih urusan Mata Dewa? Wah! Bagaimana sih kau ini? Kakek yang selalu memejamkan kedua matanya itu kan jelas-jelas menolakmu karena dia tetap mencintai Dewi Segala Impian? Kau seharusnya sadar akan hal itu, bukan? Jadi lebih baik kau lupakan segala persoalan...."“Pemuda jahanam! Semua ini gara-gara ulahmu hingga aku gagal membunuhnya!" sengat Dewi Topeng Perak dengan sorot mata tajam dari balik topeng perak yang dikenakannya."Mengapa harus menyalahkan aku? Kalau nyawa Mata Dewa belum putus juga, ya dia memang belum ditakdirkan untuk mati. Tetapi,