Seorang pelajar laki-laki high school yang memakai name tag Hikaru Kim terpojok di dinding belakang sekolah dengan kepala tertunduk. Bukan karena takut tapi ia berusaha untuk tidak membuat masalah apapun. Intinya ia tidak ingin menjadi pusat perhatian siapapun.
Meskipun ia berusaha semampunya agar orang tidak melihatnya dengan tubuhnya yang bongsor dan wajah yang sama sekali tidak bisa dikatakan jelek, Hikaru tetap menarik perhatian. Perhatian siapapun termasuk kaum adam yang membenci dan mencari-cari alasan seperti saat ini.
Di belakang halaman sekolah yang sepi karena jaramg dilewati apalagi karena bel pulang sekolah sudah berbunyi, remaja jangkung itu dihadapkan dengan tiga orang berandal sekolah. Alasannya karena siswi yang disukai ketua meteka mengatakan kalau ia lebih menyukai Hikaru yang pendiam.
What the hell, umpat Hikaru dalam hati.
"Heh! Gue ngajak lo ngomong dari tadi! Lo budek atau bisu?" geram Goo Byounggon yang dikenal sebagai kepala kelompok berandal di sekolah Hikaru. Pelajar yang lebih pendek dari Hikaru itu bahkan mencengkeram kerah seragam Hikaru dengan marah.
Sejak dari awal masuk sekolah, ia merasa Hikaru adalah seseorang yang harus dilenyapkan. Entah apa yang membuatnya begitu membenci Hikaru.
Mungkin karena ia terlalu pendiam atau karena tanpa peringatan, tingginya tiba-tiba melampauinya. Namun bisa saja karena Hikaru adalah siswa yang menrima dana bantuan karena tidak mampu dan tidak memiliki orang tua. Entahlah, intinya dia tidak suka. Ada aura aneh di sekitar Hikaru.
Namun, yang semakin membuatnya tidak suka adalah karena Taeri menolaknya dengan membandingkannya dengan orang yang paling dibencinya.
Karena itu, kini mereka berada di belakang sekolah. Dengan Hikaru yang terpojok di dinding dan ia yang memegang kendali. Namun melihat tatapan mata Hikaru yang seakan tidak takut dengan gertakannya Byounggon semakin gelap mata dan mulai memukuli Hikaru.
Hingga sebuah suara teriakan yang Byounggon sangat kenal. Oh iya, dia lupa. Selain Hikaru ada satu orang lain yang ia benci, melebihi kebenciannya dengan Hikaru.
Sean Yoon. Anak yang terlahir dengan sendok emas, pintar, bertalenta, ketua OSIS, disukai guru dan siswa. Tipikal anak tetangga yang selalu sempurna.
"Kita belum selesai!" desis Byounggon kepada Hikaru sambil menepuk-nepuk pipi Hikaru. "Ayo pergi!" perintahnya kepada kedua berandal lain.
"Hei! Kau tidak apa?" tanya Sean begitu tiba di hadapan Hikaru. "Mukamu? Kali ini kenapa lagi sih? Ke UKS dulu yuk, kuobati," ucap Sean tanpa henti.
Meskipun Hikaru hanya melengos dan berjalan menjauhi Sean. Mengambil ranselnya yang teronggok tak jauh darinya, menepuk-nepuk untuk menghilangkan debu yang menempel lalu menyampirkannya ke pundaknya. Tanpa sekalipun membalas pertanyaan Sean.
"Yak! Augh! Kau mau kemana sih Mukamu itu mesti diobatin dulu." Sean berlari menghampiri Hikaru. Ia kemudian menariknya berjalan masuk ke gedung sekolah menuju ruang UKS. Walaupun ia tahu Hikaru tidak menginginkannya.
Karena tidak ingin ribut dan menarik perhatian, Hikaru akhirnya menurut. Bagi Hikaru, Sean bukan teman. Kebetulan saja, sejak ia mulai bersekolah di sekolah Kolea Hema, Sean selalu sekelas dengannya.
Awalnya, Hikaru merasa terganggu dengan sikapnya yang sama sekali tidak pernah mau membiarkan Hikaru sendiri. Sampai akhirnya ia menyerah mengusir Sean dan membiarkan siswa kaya itu beredar disampingnya. Selama ia tidak membawa teman-temannya yang lain ke dekatnya.
Sean menganggap Hikaru sebagai temannya yang penting walaupun remaja itu irit bicara padanya. Tapi setidaknya ia tahu jauh lebih banyak tentang Hikaru dibanding teman lainnya. Seperti Hikaru memiliki dua orang kakak yang sudah bekerja dan mereka yatim piatu. Karenanya kini mereka diasuh oleh pamannya yang tidak menikah dan seorang dukun.
Sebenarnya hanya tahu sebatas itu. Tapi hanya ia yang tahu, jadi bolehkan Sean menganggap dirinya sebagai teman dekat Hikaru.
Berbeda dengan Hikaru. Sejak tragedi yang menimpanya tujuh tahun lalu, ia memutuskan untuk tidak dekat dengan siapapun. Terutama mereka yang tidak memiliki keistimewaan seperti dirinya dan kedua kakaknya. Ia takut kalau mereka akan meninggalkannya seperti tujuh tahun lalu.
Luka kehilangan semua anggota keluarga begitu membekas di dirinya yang saat itu masih sembilan tahun. Belum lagi kehidupannya setelah mereka terlunta-lunta tanpa keluarga.
Jadi, untuk membuka tangan menerima uluran pertemanan dari Sean adalah sesuatu yang sulit baginya. Walau tanpa ia sadari, dengan membiarkan Sean terus berada di sisinya dan mendengarkannya bercerita, Hikaru secara perlahan telah membuka hatinya.
¤¤¤
"Silakan menikmati pesanannya," Elisa tersenyum kepada tamu restoran tempatnya bekerja kemudian berjalan menuju meja lain yang baru saja ditinggalkan oleh tamu lainnya.
Dengan cepat ia mengangkat piring-piring kotor ke atas nampan lalu membersihkan mejanya. Lalu membawanya ke belakang dan mulai mencucinya.
Gadis berusia 23 tahun itu sudah terbiasa bekerja sejak tujuh tahun lalu, sejak tragedi yang menewaskan seluruh keluarganya. Awalnya tentu sulit. Bagaimanapun ia adalah orang asing. Ditambah lagi, mereka sama sekali tidak memiliki uang sedikitpun.
Sebagai yang tertua di antara Ethan dan Hikaru, Elisa merasa memiliki tanggung jawab besar pada keduanya. Ia melakukan apapun demi memberikan makanan kepada kedua adiknya. Ia bahkan rela mengemis, menjadi kuli panggul di pasar sampai mencopet hanya agar kedua adiknya bisa makan.
Ethan yang mengetahuinya, selalu marah padanya. Namun ia tidak mengindahkan kemarahan Ethan sampai Ethan menolak makanan darinya.
Elisa hanya bisa tertawa hambar saat itu. Ia merasa tidak dihargai. Bagaimanapun Elisa hanyalah seorang remaja ditambah lagi, ia adalah seorang perempuan. Demi keduanya ia bahkan menekan amarahnya saat ada preman-preman pasar yang menyentuhnya di tempat-tempat yang tidak semestinya. Tapi apa yang ia dapat? sebuah cemoohan dari Ethan.
Malam itu, seminggu setelah tragedi, untuk pertama kalinya, Elisa marah. Seorang remaja yang selalu ceria itu mengamuk sambil menangis. Kemudian dalam kemarahannya ia membuat keputusan yang tergesa-gesa, yakni meninggalkan Ethan dan Hikaru.
Dalam perjalanan perginya ia tanpa sengaja bertemu dengan Joshua Kim, seorang dukun muda yang sedang mengejar mempersiapkan ritual pengusiran setan. Elisa tidak terbiasa dengan ritual pengusiran setan di Kolea Hema, tapi ia masih mampu merasakan aura yang tidak pada tempatnya.
Dan benar saja, ritual yang dilakukan oleh dukun Kim bukan memperbaiki keadaan tapi memperparah. Sehingga menyebabkan Elisa yang ada disana merasa harus melakukan sesuatu. Ia tahu jika sesosok roh jahat dibiarkam lepas, tragedi yang menimpanya akan kembali terjadi ke keluarga lain.
Sebab itu, ia memilih mengutuk roh jahat dengan Kitsunenya di saat ia kelaparan dan memiliki sedikit energi. Kebodohan Elisa yang hampir merenggut nyawanya.
Elisa remaja pingsan selama dua hari penuh, dirawat di rumah sakit yang dibayar oleh Joshua Kim. Di saat ia sadar, orang yang pertama ia cari adalah Ethan dan Hikaru. Kedua orang yang berbagi kesedihan yang sama.
Ketika itu, sebelum ia pingsan akibat kehilangan banyak energi, kelebatan wajah keluarganya, keluarga Cha, dan Watai bermunculan. Lalu di detik-detik terakhir, ia menyadari mengapa Ethan begitu marah padanya atas apa yang ia lakukan hanya demi mendapatkan makan.
Ethan hanya merasa kalau Elisa berusaha terlalu keras untuk mereka sampai melupakan kesehatan dirinya sendiri. Padahal usianya dengan Ethan hanya berbeda empat hari. Remaja laki-laki itu hanya ingin Elisa juga bergantung pada mereka.
Atas dasar itu — dengan bantuan Joshua bahkan sebelum Elisa diperbolehkan keluar dari rumah sakit — Elisa berusaha mencari Ethan dan Hikaru. Hingga sekarang mereka menyandang nama keluarga Joshua.
Suara lonceng pintu masuk restoran kembali berbunyi, menyadarkannya dari lamunan memori masa lalu.
"Selamat data ... oh, kau sedang patroli di daerah sini?" tanya Elisa begitu menyadari siapa yang datang.
"Berikan aku nasi tim, cah daging sapi dan beer yah," kata Ethan yang langsung duduk di meja terdekat. Sedangkan Elisa dengan cepat mencatat pesanannya lalu memberikannya ke orang dapur.
Setelahnya ia kembali berjalan ke arah meja Ethan dan duduk di depannya.
"Iya Elisa. Kebetulan aku sedang patroli di sekitar sini," ujar Ethan meski tidak ditanya. Ia sudah terlalu mengenal Elisa, jadi meski gadis itu diam, ia tahu apa yang ada di pikirannya.
Elisa tersenyum menatap Ethan. Si remaja berwajah datar dan dingin itu kini sudah menjadi pemuda seusia dirinya. Banyak yang sudah mereka lalui bersama dan ia bersyukur karena melaluinya bersama Ethan dan Hikaru.
Elisa baru saja ingin bertanya ketika kepala dapur meneriakinya, memberitahu kalau pesanan Ethan sudah siap.
"Silakan menikmati ...," ucapnya pada Ethan seperti yang selalu ia ucapkan ke pelanggan lain. "Dan minum air mineral saja. Kau masih bekerja kan." Ethan mendengus sebal tapi tidak berminat membahasnya.
"Temani aku makan. Sekarang waktu istirahatmu kan?" pinta Ethan sambil mengaduk-aduk nasi timnya.
"Benar juga. Sebentar, aku mengambil makananku dulu." Restoran tempat Elisa bekerja bukan restoran berkelas namun pemiliknya cukup baik dengan memberikan gaji yang layak dan makan satu kali satu shift.
"Jadi, apa kau sudah menemukannya?"
"Tidak. Seperti biasa semua aman," jawab Ethan setelah menelan makanannya.
"Apa makhluk itu sudah mati? Tujuh tahun ini sama sekali tidak ada tanda keberadaannya."
"Tidak ada bukan berarti dia sudah mati. Kakekku tewas ketika ia merasukinya, jadi ia pasti merasuki tubuh lain atau masih mencari. Kita tidak bisa menurunkan kewaspadaan kita bukan?"
"Kau benar." Elisa termenung sambil mengunyah makanannya sampai ia tiba-tiba teringat. "Bukankah hari ini kita harus melakukan ritual untuk Hikaru?"
"Apa sekarang tanggal lima?"
"Hmm. Kau lupa? Polisi macam apa yang melupakan tanggal. Sudahlah, aku akan menghubungi paman Josh untuk mempersiapkan ritual. Jangan pulang terlalu malam ya. Kami membutuhkan otakmu," ucap Elisa meninggalkan Ethan dengan membawa piring kotor sisa makanannya.
"Selamat bekerja, Ethan Kim! Tinggalkan saja jika kau sudah selesai. Tagihannya biar aku yang bayar," katanya lagi sebelum benar-benar meninggalkan Ethan.
¤¤¤
"Aku pulang ...," teriak Hikaru tidak kepada siapapun karena ia tahu kalau di siang hari, apartemennya tidak akan ada orang.
Remaja 181 sentimeter itu kemudian membuka sepatu sekolahnya dan menaruhnya di rak sepatu yang terdapat di samping pintu masuk apartemen kecilnya.
Setelah mengenakan sandal rumah ia melangkah menuju kulkas yang terletak di dapur. Tepat di sebelah kanan lorong pendek setelah pintu masuk.
Ia mengeluarkan sebotol air mineral dingin dan meminumnya sambil melihat-lihat isi kulkasnya. Lalu mengambil dua kotak makan berisikan acar lobak dan tumis daging. Kemudian menaruhnya di meja makan sedang yang hanya cukup diduduki empat orang saat matanya menemukan secarik notes kecil di atas meja.
"Ada sup rumput laut di atas kompor. Panaskan dan makanlah. Aku akan membawakanmu pizza malam ini. Happy Birthday Hikaru Chan — Elisa & Ethan," baca Hikaru yang kemudian tersenyum lebar.
Ia sangat menyayangi Elisa dan Ethan. Kedua orang yang sama sekali tidak ada hubungan darah dengannya tapi berbagi kesedihan yang sama. Karenanya mereka jauh lebih dekat dibanding keluarga kandung yang sebenarnya.
Tujuh tahun lalu, setelah mereka berhasil kabur dari tragedi yang menewaskan seluruh keluarga mereka. Ketiganya harus mau hidup susah. Ia ingat betul ketika mereka harus tidur di kolong jembatan. Berdempetan mencari kehangatan.
Elisa dan Ethanlah yang bekerja keras demi memberinya makan. Hikaru yang masih kecil saat itu hanya bisa membantu mengumpulkan kardus bekas untuk dijual dan sebagian untuk membuat alas tidur.
Tidak ada waktu untuk bersedih walaupun Hikaru ingin menangis setiap mengingak kejadian itu. Ia ingat betul saat Elisa selalu memeluknya, membisikkan kata-kata yang membuatnya tenang. Hal yang membuatnya untuk tegar dan tidak menangis di hadapan mereka.
Hingga seminggu kemudian, saat Elisa Noonanya yang selalu ceria itu tiba-tiba mengamuk marah pada Ethan Hyungnya. Ia terlalu kecil untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Namun hari itu, ia kembali menangis, melanggar janjinya sendiri karena Elisa Noonanya meninggalkan ia dan Ethan.
Ia ingat saat ia merengek marah pada Ethan yang sama sekali tidak mengejar Elisa dan saat ia memberontak daru rengkuhan Ethan agar dibiarkan mengejarnya.
Kehilangan Elisa di antara mereka membuat segalanya berubah. Ethan menjadi semakin dingin dan Hikaru yang semakin pendiam. Keduanya sibuk dengan hati dan pikirannya masing-masing.
Hikaru bahkan tidak tahu bagaimana akhirnya mereka bisa melalui dua hari tanpa Elisa. Untungnya di hari ketiganya, ketika Hikaru sudah tidak lagi mampu membendung rasa marahnya. Saat ia ingin pergi meninggalkan Ethan untuk mencari Elisa. Noonanya datang, meminta maaf pada Ethan dan mengajak mereka tinggal bersamanya dan Paman Kim.
Ia tidak tahu secara rinci apa yang terjadi pada Elisa dan Paman Kim. Pemuda berusia duapuluhan itu hanya menceritakan kalau ia berhutang nyawa dengan Elisa. Karenanya ia memutuskan untuk membantu mereka. Sejak itu mereka tinggal di rumah Paman Kim.
Hingga saat Elisa dan Ethan sudah lulus sekolah, mereka bertiga memutuskan untuk mandiri dengan menyewa sebuah apartemen. Namun Paman Kim masih sering datang berkunjung untuk mengecek keadaan ketiganya.
Hikaru memakan makan siangnya dengan lahap sampai habis lalu mencuci peralatan makannya. Setelahnya ia berjalan ke ruang TV dan merebahkan tubuh tingginya di sofa yang berseberangan dengan TV lalu menyalakannya.
"Hikaru ... Hiiikaaaruuu ... Hikaaaruuuu ... Hikaru!"
Panggilan lirih membuat Hikaru yang ketiduran terbangun dengan terkejut. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali kemudian menatap sekelilingnya yang terlihat gelap.
Ia menatap TV yang sudah mati dengan bingung karena tidak merasa mematikannya. Tapi ia tidak mengacuhkannya. Mungkin ia mematikannya tapi melupakannya, pikirnya.
Remaja itu lalu bangun dari rebahannya, berjalan menuju saklar untuk menyalakannya. Namun belum juga sampai ke arah yang dimaksud, sebuah suara lirih membuatnya membeku.
"Hikaru .... Kau yang membunuh kamiii ~."
Dengan perlahan Hikaru menoleh ke arah sumber suara yang ia yakini berada di belakangnya.
"Ojisan?!" panggilnya pelan ketika ia sudah sepenuhnya berbalik dan melihat wajah pucat dihadapannya. "A-apakah kau tidak ba-bahagia?" tanyanya terbata menahan tangisnya.
"Kauuuu ... kau yang membunuhhh kamiiii ..!" teriak Kakek Watai melengking. Lalu bergerak celat memanjangkan tangan kurusnya yang pucat mencekik leher Hikaru.
"Ack ... le ... lepaskan aku, O ... Ojisan!" lirihnya di sela-sela napasnya yang mulai terputus-putus. "To ... tolong ...."
Perlahan-lahan, mata Hikaru yang tadinya membelalak terkejut karena perbuatan kakeknya mulai meredup. Kesadarannya juga semakin menipis akibat berhentinya asupan oksigen yang masuk. Dan remaja itu mulai terkulai lemas, tanpa mampu membebaskan diri dari cekikan hantu kakeknya sendiri.
"Arghh!" teriak Hikaru yang terduduk dengan napas ngos-ngosan dan keringat dingin yang membanjiri pelipisnya. Matanya menatap nanar keadaan sekitarnya. Kepalanya menoleh ke arah TV yang berada di sebelah kanannya, masih dalam keadaan menyala. Lalu melihat jendela yang berada di hadapannya yang memperlihatkan kalau langit sudah mulai gelap dan sepertinya hujan deras. Remaja itu lalu menarik napas dalam-dalam, berusaha menetralkan jantungnya yang masih berdegup kencang. Sampai kemudian suarapasswordpintu apartemennya berbunyi diiringi bunyibeepdan kemudian terbuka.
"Miss Kang, Sean Yoon tidak ada di sekolah. Satpam sekolah mengatakan kalau ia melihatnya pulang dengan teman sekolahnya sekitar jam 16.00." Chris Jung melaporkan melalui hubungan ponselnya ke Jessica Kangyang saat itu masih ada di TKP."Namanya Hikaru Kim, tapi satpam sekolah tidak mengetahui dimana alamatnya," lanjut Chris.
— Hari kedua setelah keluarga Yoon ditemukan tewas dan Sean menghilang —...."Loh?OpsirKim? Bukannyashifttugasmu nanti malam ya? Kau kan kemarin sudah bergadang?" tanya Kayden tidak putus-putus kepada Ethan.
Jessica Kang duduk di ujung meja yang sengaja ditata seperti huruf U sambil memperhatikan tampilan gambar yang ditembakkan oleh proyektor ke papan tulis putih. Di sisi kanannya Chris Jung duduk sambil memperhatikan obyek yang sama. Sedangkan Kayden Kim berada di sisi papan tulis sambil menjelaskan apa saja temuan yang sudah mereka dapatkan dari penyelidikan awal sampai hasil otopsi dari team forensik. "Seperti yang dilihat, keberadaan anak tertuka Yoon Dojin sama sekali tidak diketahui rimbanya sejak ia berpisah dengan temannya di perempatan sekolah kemarin. Menurut laporan Jayden Park — anggotateamforensik digital — tid
Baru saja Chris mau membuka pintu, tiba-tiba pintunya terbuka lebar dengan sendirinya dan Sean melesat cepat. Sangat cepat sehingga membuat keempat polisi yang berjaga terkejut.Entah bagaimana, Sean yang terlihat kotor itu mampu melewati mereka begitu saja dan melompat tanpa persiapan ke gedung sebelah yang padahal jaraknya sekitar satu setengah meter. Untungnya tinggi gedungnya lebih rendah jadi lebih memungkinkan."Kayden dan Ethan kau kejar dia. Jangan sampai lepas. Aku dan Samuel akan mengabarkan yang lain," ujar Chris yang langsung menginformasikan apa yang terjadi pada Jessica.
"Hei, kau tidak mau mampir ke rumahku?" tanya Sean sesaat sebum ia berpisah dengan Hikaru. "Yak! Setidaknya jawab pertanyaanku, jangan hanya melambai," dengus Sean kesal, ketika melihat punggung Hikaru yang menjauh sambil mengangkat tangannya yang melambai padanya. Sean baru saja akan duduk di salah satu kursi di depan mini market langganannya. Karena hampir setiap harinya ia jajan di tempat itu ketika menunggu supirnya menjemput. Dan begitu menyadari kalau supirnya hari ini berhalangan. Jadi ia terpaksa pulang sendiri hari itu.
"Jangan khawatir, Hikaru.Hyungdan Paman tidak akan membiarkan apapun terjadi padaNoonakeras kepalamu itu." Ethan mencoba menenangkan Hikaru yang gElisah karena mengetahui berita tentang Elisa dan Sean. "Tapi biasanya ramalanku selalu benar," lirih Hikaru. "Ramalanmu bisa diubah, Hikaru. Kan sudah kukatakan berkali-kali. Kepastian ramalanmu tergantung dari keputusan yang diambil sebelumnya. Dan karena Elisa menghubungiku sebelum masuk ke dalam gedung, setidaknya akan ada yang kejadian kecil yang berubah walau tidak besar," jelas Ethan tanpa melepaskan pandangannya dari jalan raya yang saat itu ramai. Bahkanstroboyang ia nyalakan tidak membantu terlalu banyak. ¤¤¤ Elisa menutup mulutnya erat-erat agar suaranya tidak keluar dalam persembunyiannya ketika melihat betapa mudahnya si laki-laki menghancurkan roh jahat yang merasuki Sean sebelumnya hanya menggunakan sebelah tangan. Untung ia tadi m
Dua hari berlalu sejak insiden di gedung sekolah yang tidak terpakai. Sean sudah sadar, tapi ia hanya mengingat sampai kejadian dimana ia melihat langsung keluarganya terbunuh. Setelahnya ia sama sekali tidak mengingat apapun. Dokter menganggap kehilangan ingatannya terjadi karenashock. Jessica Kang danteambelum menemukan pelaku pembunuhan yang terjadi di keluarga Yoon. Awalnya mereka mencurigai pria yang ditemukan di sekolah bersama Sean. Pria tuna wisma yang dirasuki roh jahat dan melukai Sean serta Elisa. Namun tidak ada bukti yang menandakan kalau pria tersebut berada di daerah lingkungan keluarga Sean. Jadi, pria itu akhirnya hanya bisa dituntut karena menculik Sean dan melakukan penyerangan pada Elisa dan Sean. Walaupun kenyataannya pria tuna wisma itu juga tidak melakukannya atas kemauannya, tetapi karena kerasukan roh jahat. Meskipun begitu, tidak ada yang bisa diperbuat oleh Ethan, Elisa, dan Hikaru. Dunia
Ucapan Elisa mengejutkan Ethan. Ia tidak menyangka kalau gadis yang telah bersamanya selama tujuh tahun ini akan membawa serta kakeknya dalam pembicaraan tentang teman masa remajanya.“Apa maksudmu, Elisa?” tanyanya.Suasana canggung tidak terelakkan, tapi itu hanya berlaku pada Ethan karena Elisa dengan tenang menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara.“Sesuai yang kukatakan, Ethan. Kau dari semua orang seharusnya tahu mengapa aku tidak ingin menyalahkan Kim Oppa bukan? Ia hanya korban. Sama seperti Kakek Cha. Ibunya mungkin bersalah karena melakukan ritual yang tidak seharusnya dengan kemampuan yang tidak mumpuni, tapi Kim Oppa dan kakekmu sama sekali tidak bersalah. Mereka hanya korban. Apa kau mengerti maksudku?”“Bukankah ini berbeda? Kim Oppamu itu masih melakukannya hingga seka —.”“Lalu? Apa menurutmu, orang normal mampu melepaskan diri dari roh yang merasukin
Setelah Hikaru keluar dari sekolahnya, L pamit karena ia harus melakukan pekerjaannya. Padahal Hikaru sempat mengajaknya untuk makan malam bersama, walaupun hanya berbasa-basi.“Jadi Noona memutuskan untuk berkencan dengannya?” tanya Hikaru di perjalanan pulang mereka. Keduanya memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Toh jarak antara sekolah Hikaru dan apartemen mereka tidak jauh. Lagipula karena Elisa pergi seharian, mereka harus membeli lauk untuk makan malam hari ini.Beberapa detik berlalu sampai Hikaru menoleh, menatap kakaknya yang lebih pendek darinya karena gadis yang lebih tua tujuh tahun darinya itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Dahinya mengernyit bingung saat melihat Elisa yang terlihat gugup. Gadis itu sepertinya benar-benar sedang banyak pikiran hingga tidak menyadari kalau Hikaru telah menghentikan kakinya dan memperhatikannya dari belakang. Menunggu apakah kakaknya akan sadar kalau dirinya sudah tidak berjalan di sisin
Setelah kembali dari toilet sambil memikirkan ucapan Kim Ahjumma, Elisa duduk kembali di tempat duduknya yang berada di sisi L. Sampai pertunjukan berakhir, gadis itu sama sekali tidak mengingat apa yang telah ia tonon, bahkan saat orang-orang dengan antusias melambaikan tangan membalas penyelam yang menyapa mereka pun, Elisa masih terlarut dalam ucapan hantu yang baru ditemui.Bahkan di perjalanan balik, dari sejak di mobil hingga berhenti di cafe depan sekolah Hikaru pun, Elisa masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sedangkan L, hanya diam, tidak mengganggu ataupun bertanya. Lelaki itu membiarkan Elisa terlarut.Elisa masih bengong ketika mereka duduk dimeja di luar cafe. Sampai minumannya sampai sekali pun, yang gadis itu lakukan hanya menatap wajah tampan L lamat-lamat. Membuat L salah tingkah karena tiba-tiba Elisa terus menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun begitu, L tetap menyukainya. Setidaknya dengan begitu, ia bisa ikut memperhatikan gerak
Di satu-satunya villa yang ada di daerah lembah, Yamato duduk di atas sebuah alas duduk. Di hadapannya terdapat sebuah meja pendek yang di atasnya dilapisi lembaran kertas tradisional Iapana. Di bagian sisi kanan meja, satu buah kuas besar dan baki tempat menggerus tinta."Apa kalian sudah membawa jenazahnya?" Yamato bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari baki tinta di atas meja kayu di hadapannya. Tangannya sedang sibuk menggerus tinta yang akan digunakannya untuk melukis."SudahSir. Sedang dalam perjalanan.""Good! Apa semua persiapan sudah selesai?"“Sudah, Sir,” sahut asistennya tanpa bergerak dari bagian sisi Yamato."Mr. Kim?""Beliau menolak untuk datang,Sir," jawabnya lagi. Kali ini dengan kepala tertunduk merasa bersalah."Benar-benar wadah yang menyusahkan. Kalau begitu awasi terus dia. Aku akan bersiap." Yamato beranjak menuju kamarnya yang berada di balik punggungnya
Hawa dingin langsung menyergap keduanya saat mereka masuk. Sambil mengenakan sarung tangan dan menuup setengah wajah mereka menggunakan masker medis, keduanya melangkah menuju rak aluminium yang memiliki banyak pintu seukuran tidak sampai satu kali satu meter persegi. Mirip seperti lemari untuk menyimpan file, bahkan hingga tempat menaruh label namanyanya.Yang berbeda adalah meskipun luasnya mirip, panjangnya tidak. Lemari yang setengahnya di tanam masuk ke dinding itu memiliki beberapa kali lipat lebih panjang dari lemari file biasa karena digunakan untuk menyimpan jenazah.Setelah menemukan laci yang mereka cari, Ethan membuka pintunya dan hawa yang lebih dingin kembali menerpa mereka. Lelaki berkulit putih itu lalu menarik keranda di dalamnya dan menyibak sedikit kain putih yang menutupi hanya untuk memeriksa kalau jenazah yang mereka cari benar."Minta Inugami melakukannya dengan cepat,okay."Elisa mengangguk kemudian memejamkan matany
"Mr. Kim,” panggil Mr. Ha kepada atasannya yang sedang duduk di meja kerjanya. Hari sudah malam, tapi Mr. Kim masih sibuk memantau website miliknya, TellUs. “Mr. Yamato baru saja menghubungi saya dan mengatakan kalau Miss Lee telah tewas,” lapornya tanpa menunggu jawabaan atas sapaannya.“Lalu?” tanya Mr. Kim tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.“Menurut Mr. Yamato, kematian Miss Lee jelas bukan pembunuhan biasa.”"Dan apa urusanku?" Mr. Kim mengangkat wajahnya, sepen
Ethan membuka pintu apartemennya setelah sibuk mengatur keamanan di tempat kejadian perkara. Untungnya hari ini dia bisa pulang. Tubuhnya benar-benar lelah mengatur sebegitu banyak orang."Astaga!" Ethan terkejut melihat keberadaan Elisa yang berdiri menjulang di hadapannya. Ia baru saja mengganti sepatunya dengan sandal rumah saat mendapati gadis itu bersender di dinding, menyilangkan tangan sambil menatapnya."Kau terkejut?" Elisa benar-benar terpana melihatnya, mengekori Ethan yang berjalan menuju kulkas untuk mengambil minum.
“Aku pulang!” teriak Hikaru sambil membuka sepatu sekolahnya dan menukarnya dengan sandal rumah. Kembali menenteng ransel hitamnya ia melangkah memasuki ruangan apartemennya yang tidak terlalu besar. “Noona, aku pulang!” teriaknya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari orang yang diharapkanya. Kepalanya menoleh ke arah kananya, tepatnya ke ruangan yang merupakan dapur sekaligus tempat makan. Dahinya mengernyt bingung karena hanya mendapati potongan sayur yang teronggok di atas meja dapur dan sebuah panci di atas kompor tanpa ada sosok yang mengerjakannya.Masih tidak berpikiran yang negatif, ia menaruh ranselnya ke
Elisa masih terus menunduk, meskipun secara naluri ia tahu kalau Miss Lee, orang yang telah membunuh keluarganya mulai mendekat. Ia merasa seperti sedang menggali kuburnya sendiri dan terus menyalahkan dirinya yang tidak mengikuti peringatan Hikaru sedikitpun. Inginnya sih cepat-cepat berdiri dan berusaha kabur dari gerbong itu. Ia cukup yakin dirinya bisa menyelinap di antara keramaian di dalam gerbong.Semua skema pelarian sudah dibayangkan olehnya. Dari buru-buru berdiri dan menembus orang-orang yang sedang berdiri hingga skema melarikan diri dengan melompat ke luar jendela., walau akhirnya ia batalkan karena teringat kalau ia menaiki kereta bawah tanah. Yang artinya jika ia melompat ke luar jendela, maka ia akan tetap tewas karena terbentur dinding rel kereta dalam kecepatan penuh pula.Entah beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan tangan dan kakinya yang gemetar ketakutan. Berharap ia sudah cukup tenang dan bisa bergerak sebelum Miss Lee tiba