"Mr. Kim,” panggil Mr. Ha kepada atasannya yang sedang duduk di meja kerjanya. Hari sudah malam, tapi Mr. Kim masih sibuk memantau website miliknya, TellUs. “Mr. Yamato baru saja menghubungi saya dan mengatakan kalau Miss Lee telah tewas,” lapornya tanpa menunggu jawabaan atas sapaannya.
“Lalu?” tanya Mr. Kim tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.
“Menurut Mr. Yamato, kematian Miss Lee jelas bukan pembunuhan biasa.”
"Dan apa urusanku?" Mr. Kim mengangkat wajahnya, sepen
Hawa dingin langsung menyergap keduanya saat mereka masuk. Sambil mengenakan sarung tangan dan menuup setengah wajah mereka menggunakan masker medis, keduanya melangkah menuju rak aluminium yang memiliki banyak pintu seukuran tidak sampai satu kali satu meter persegi. Mirip seperti lemari untuk menyimpan file, bahkan hingga tempat menaruh label namanyanya.Yang berbeda adalah meskipun luasnya mirip, panjangnya tidak. Lemari yang setengahnya di tanam masuk ke dinding itu memiliki beberapa kali lipat lebih panjang dari lemari file biasa karena digunakan untuk menyimpan jenazah.Setelah menemukan laci yang mereka cari, Ethan membuka pintunya dan hawa yang lebih dingin kembali menerpa mereka. Lelaki berkulit putih itu lalu menarik keranda di dalamnya dan menyibak sedikit kain putih yang menutupi hanya untuk memeriksa kalau jenazah yang mereka cari benar."Minta Inugami melakukannya dengan cepat,okay."Elisa mengangguk kemudian memejamkan matany
Di satu-satunya villa yang ada di daerah lembah, Yamato duduk di atas sebuah alas duduk. Di hadapannya terdapat sebuah meja pendek yang di atasnya dilapisi lembaran kertas tradisional Iapana. Di bagian sisi kanan meja, satu buah kuas besar dan baki tempat menggerus tinta."Apa kalian sudah membawa jenazahnya?" Yamato bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari baki tinta di atas meja kayu di hadapannya. Tangannya sedang sibuk menggerus tinta yang akan digunakannya untuk melukis."SudahSir. Sedang dalam perjalanan.""Good! Apa semua persiapan sudah selesai?"“Sudah, Sir,” sahut asistennya tanpa bergerak dari bagian sisi Yamato."Mr. Kim?""Beliau menolak untuk datang,Sir," jawabnya lagi. Kali ini dengan kepala tertunduk merasa bersalah."Benar-benar wadah yang menyusahkan. Kalau begitu awasi terus dia. Aku akan bersiap." Yamato beranjak menuju kamarnya yang berada di balik punggungnya
Setelah kembali dari toilet sambil memikirkan ucapan Kim Ahjumma, Elisa duduk kembali di tempat duduknya yang berada di sisi L. Sampai pertunjukan berakhir, gadis itu sama sekali tidak mengingat apa yang telah ia tonon, bahkan saat orang-orang dengan antusias melambaikan tangan membalas penyelam yang menyapa mereka pun, Elisa masih terlarut dalam ucapan hantu yang baru ditemui.Bahkan di perjalanan balik, dari sejak di mobil hingga berhenti di cafe depan sekolah Hikaru pun, Elisa masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sedangkan L, hanya diam, tidak mengganggu ataupun bertanya. Lelaki itu membiarkan Elisa terlarut.Elisa masih bengong ketika mereka duduk dimeja di luar cafe. Sampai minumannya sampai sekali pun, yang gadis itu lakukan hanya menatap wajah tampan L lamat-lamat. Membuat L salah tingkah karena tiba-tiba Elisa terus menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun begitu, L tetap menyukainya. Setidaknya dengan begitu, ia bisa ikut memperhatikan gerak
Setelah Hikaru keluar dari sekolahnya, L pamit karena ia harus melakukan pekerjaannya. Padahal Hikaru sempat mengajaknya untuk makan malam bersama, walaupun hanya berbasa-basi.“Jadi Noona memutuskan untuk berkencan dengannya?” tanya Hikaru di perjalanan pulang mereka. Keduanya memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Toh jarak antara sekolah Hikaru dan apartemen mereka tidak jauh. Lagipula karena Elisa pergi seharian, mereka harus membeli lauk untuk makan malam hari ini.Beberapa detik berlalu sampai Hikaru menoleh, menatap kakaknya yang lebih pendek darinya karena gadis yang lebih tua tujuh tahun darinya itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Dahinya mengernyit bingung saat melihat Elisa yang terlihat gugup. Gadis itu sepertinya benar-benar sedang banyak pikiran hingga tidak menyadari kalau Hikaru telah menghentikan kakinya dan memperhatikannya dari belakang. Menunggu apakah kakaknya akan sadar kalau dirinya sudah tidak berjalan di sisin
Ucapan Elisa mengejutkan Ethan. Ia tidak menyangka kalau gadis yang telah bersamanya selama tujuh tahun ini akan membawa serta kakeknya dalam pembicaraan tentang teman masa remajanya.“Apa maksudmu, Elisa?” tanyanya.Suasana canggung tidak terelakkan, tapi itu hanya berlaku pada Ethan karena Elisa dengan tenang menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara.“Sesuai yang kukatakan, Ethan. Kau dari semua orang seharusnya tahu mengapa aku tidak ingin menyalahkan Kim Oppa bukan? Ia hanya korban. Sama seperti Kakek Cha. Ibunya mungkin bersalah karena melakukan ritual yang tidak seharusnya dengan kemampuan yang tidak mumpuni, tapi Kim Oppa dan kakekmu sama sekali tidak bersalah. Mereka hanya korban. Apa kau mengerti maksudku?”“Bukankah ini berbeda? Kim Oppamu itu masih melakukannya hingga seka —.”“Lalu? Apa menurutmu, orang normal mampu melepaskan diri dari roh yang merasukin
—Seven Years Ago— "Hei! Sudah kubilang jangan menatap mata mereka, Hikaru!" kesal seorang gadis remaja sambil menutup mata seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun. Kemudian dengan geregetan, si remaja menolehkan wajah si anak lelaki yang dipanggilnya Hikaru itu dengan cepat sehingga mereka kini saling menatap. "DengarkanOnee chanya, Hikaru. Jangan pernah menatap mata mereka lagi. Kau belum bisa membedakan mana roh jahat dan bukan. Janji?" tanya si remaja perempuan.
Seorang pelajar laki-lakihigh schoolyang memakainame tagHikaru Kim terpojok di dinding belakang sekolah dengan kepala tertunduk. Bukan karena takut tapi ia berusaha untuk tidak membuat masalah apapun. Intinya ia tidak ingin menjadi pusat perhatian siapapun. Meskipun ia berusaha semampunya agar orang tidak melihatnya dengan tubuhnya yang bongsor dan wajah yang sama sekali tidak bisa dikatakan jelek, Hikaru tetap menarik perhatian. Perhatian siapapun termasuk kaum adam yang membenci dan mencari-cari alasan seperti saat ini. Di belakang halaman sekolah yang sepi karena jaramg dilewati apalagi karena bel
"Arghh!" teriak Hikaru yang terduduk dengan napas ngos-ngosan dan keringat dingin yang membanjiri pelipisnya. Matanya menatap nanar keadaan sekitarnya. Kepalanya menoleh ke arah TV yang berada di sebelah kanannya, masih dalam keadaan menyala. Lalu melihat jendela yang berada di hadapannya yang memperlihatkan kalau langit sudah mulai gelap dan sepertinya hujan deras. Remaja itu lalu menarik napas dalam-dalam, berusaha menetralkan jantungnya yang masih berdegup kencang. Sampai kemudian suarapasswordpintu apartemennya berbunyi diiringi bunyibeepdan kemudian terbuka.
Ucapan Elisa mengejutkan Ethan. Ia tidak menyangka kalau gadis yang telah bersamanya selama tujuh tahun ini akan membawa serta kakeknya dalam pembicaraan tentang teman masa remajanya.“Apa maksudmu, Elisa?” tanyanya.Suasana canggung tidak terelakkan, tapi itu hanya berlaku pada Ethan karena Elisa dengan tenang menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara.“Sesuai yang kukatakan, Ethan. Kau dari semua orang seharusnya tahu mengapa aku tidak ingin menyalahkan Kim Oppa bukan? Ia hanya korban. Sama seperti Kakek Cha. Ibunya mungkin bersalah karena melakukan ritual yang tidak seharusnya dengan kemampuan yang tidak mumpuni, tapi Kim Oppa dan kakekmu sama sekali tidak bersalah. Mereka hanya korban. Apa kau mengerti maksudku?”“Bukankah ini berbeda? Kim Oppamu itu masih melakukannya hingga seka —.”“Lalu? Apa menurutmu, orang normal mampu melepaskan diri dari roh yang merasukin
Setelah Hikaru keluar dari sekolahnya, L pamit karena ia harus melakukan pekerjaannya. Padahal Hikaru sempat mengajaknya untuk makan malam bersama, walaupun hanya berbasa-basi.“Jadi Noona memutuskan untuk berkencan dengannya?” tanya Hikaru di perjalanan pulang mereka. Keduanya memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Toh jarak antara sekolah Hikaru dan apartemen mereka tidak jauh. Lagipula karena Elisa pergi seharian, mereka harus membeli lauk untuk makan malam hari ini.Beberapa detik berlalu sampai Hikaru menoleh, menatap kakaknya yang lebih pendek darinya karena gadis yang lebih tua tujuh tahun darinya itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Dahinya mengernyit bingung saat melihat Elisa yang terlihat gugup. Gadis itu sepertinya benar-benar sedang banyak pikiran hingga tidak menyadari kalau Hikaru telah menghentikan kakinya dan memperhatikannya dari belakang. Menunggu apakah kakaknya akan sadar kalau dirinya sudah tidak berjalan di sisin
Setelah kembali dari toilet sambil memikirkan ucapan Kim Ahjumma, Elisa duduk kembali di tempat duduknya yang berada di sisi L. Sampai pertunjukan berakhir, gadis itu sama sekali tidak mengingat apa yang telah ia tonon, bahkan saat orang-orang dengan antusias melambaikan tangan membalas penyelam yang menyapa mereka pun, Elisa masih terlarut dalam ucapan hantu yang baru ditemui.Bahkan di perjalanan balik, dari sejak di mobil hingga berhenti di cafe depan sekolah Hikaru pun, Elisa masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sedangkan L, hanya diam, tidak mengganggu ataupun bertanya. Lelaki itu membiarkan Elisa terlarut.Elisa masih bengong ketika mereka duduk dimeja di luar cafe. Sampai minumannya sampai sekali pun, yang gadis itu lakukan hanya menatap wajah tampan L lamat-lamat. Membuat L salah tingkah karena tiba-tiba Elisa terus menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun begitu, L tetap menyukainya. Setidaknya dengan begitu, ia bisa ikut memperhatikan gerak
Di satu-satunya villa yang ada di daerah lembah, Yamato duduk di atas sebuah alas duduk. Di hadapannya terdapat sebuah meja pendek yang di atasnya dilapisi lembaran kertas tradisional Iapana. Di bagian sisi kanan meja, satu buah kuas besar dan baki tempat menggerus tinta."Apa kalian sudah membawa jenazahnya?" Yamato bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari baki tinta di atas meja kayu di hadapannya. Tangannya sedang sibuk menggerus tinta yang akan digunakannya untuk melukis."SudahSir. Sedang dalam perjalanan.""Good! Apa semua persiapan sudah selesai?"“Sudah, Sir,” sahut asistennya tanpa bergerak dari bagian sisi Yamato."Mr. Kim?""Beliau menolak untuk datang,Sir," jawabnya lagi. Kali ini dengan kepala tertunduk merasa bersalah."Benar-benar wadah yang menyusahkan. Kalau begitu awasi terus dia. Aku akan bersiap." Yamato beranjak menuju kamarnya yang berada di balik punggungnya
Hawa dingin langsung menyergap keduanya saat mereka masuk. Sambil mengenakan sarung tangan dan menuup setengah wajah mereka menggunakan masker medis, keduanya melangkah menuju rak aluminium yang memiliki banyak pintu seukuran tidak sampai satu kali satu meter persegi. Mirip seperti lemari untuk menyimpan file, bahkan hingga tempat menaruh label namanyanya.Yang berbeda adalah meskipun luasnya mirip, panjangnya tidak. Lemari yang setengahnya di tanam masuk ke dinding itu memiliki beberapa kali lipat lebih panjang dari lemari file biasa karena digunakan untuk menyimpan jenazah.Setelah menemukan laci yang mereka cari, Ethan membuka pintunya dan hawa yang lebih dingin kembali menerpa mereka. Lelaki berkulit putih itu lalu menarik keranda di dalamnya dan menyibak sedikit kain putih yang menutupi hanya untuk memeriksa kalau jenazah yang mereka cari benar."Minta Inugami melakukannya dengan cepat,okay."Elisa mengangguk kemudian memejamkan matany
"Mr. Kim,” panggil Mr. Ha kepada atasannya yang sedang duduk di meja kerjanya. Hari sudah malam, tapi Mr. Kim masih sibuk memantau website miliknya, TellUs. “Mr. Yamato baru saja menghubungi saya dan mengatakan kalau Miss Lee telah tewas,” lapornya tanpa menunggu jawabaan atas sapaannya.“Lalu?” tanya Mr. Kim tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.“Menurut Mr. Yamato, kematian Miss Lee jelas bukan pembunuhan biasa.”"Dan apa urusanku?" Mr. Kim mengangkat wajahnya, sepen
Ethan membuka pintu apartemennya setelah sibuk mengatur keamanan di tempat kejadian perkara. Untungnya hari ini dia bisa pulang. Tubuhnya benar-benar lelah mengatur sebegitu banyak orang."Astaga!" Ethan terkejut melihat keberadaan Elisa yang berdiri menjulang di hadapannya. Ia baru saja mengganti sepatunya dengan sandal rumah saat mendapati gadis itu bersender di dinding, menyilangkan tangan sambil menatapnya."Kau terkejut?" Elisa benar-benar terpana melihatnya, mengekori Ethan yang berjalan menuju kulkas untuk mengambil minum.
“Aku pulang!” teriak Hikaru sambil membuka sepatu sekolahnya dan menukarnya dengan sandal rumah. Kembali menenteng ransel hitamnya ia melangkah memasuki ruangan apartemennya yang tidak terlalu besar. “Noona, aku pulang!” teriaknya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari orang yang diharapkanya. Kepalanya menoleh ke arah kananya, tepatnya ke ruangan yang merupakan dapur sekaligus tempat makan. Dahinya mengernyt bingung karena hanya mendapati potongan sayur yang teronggok di atas meja dapur dan sebuah panci di atas kompor tanpa ada sosok yang mengerjakannya.Masih tidak berpikiran yang negatif, ia menaruh ranselnya ke
Elisa masih terus menunduk, meskipun secara naluri ia tahu kalau Miss Lee, orang yang telah membunuh keluarganya mulai mendekat. Ia merasa seperti sedang menggali kuburnya sendiri dan terus menyalahkan dirinya yang tidak mengikuti peringatan Hikaru sedikitpun. Inginnya sih cepat-cepat berdiri dan berusaha kabur dari gerbong itu. Ia cukup yakin dirinya bisa menyelinap di antara keramaian di dalam gerbong.Semua skema pelarian sudah dibayangkan olehnya. Dari buru-buru berdiri dan menembus orang-orang yang sedang berdiri hingga skema melarikan diri dengan melompat ke luar jendela., walau akhirnya ia batalkan karena teringat kalau ia menaiki kereta bawah tanah. Yang artinya jika ia melompat ke luar jendela, maka ia akan tetap tewas karena terbentur dinding rel kereta dalam kecepatan penuh pula.Entah beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan tangan dan kakinya yang gemetar ketakutan. Berharap ia sudah cukup tenang dan bisa bergerak sebelum Miss Lee tiba