— Seven Years Ago —
"Hei! Sudah kubilang jangan menatap mata mereka, Hikaru!" kesal seorang gadis remaja sambil menutup mata seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun.
Kemudian dengan geregetan, si remaja menolehkan wajah si anak lelaki yang dipanggilnya Hikaru itu dengan cepat sehingga mereka kini saling menatap.
"Dengarkan Onee chan ya, Hikaru. Jangan pernah menatap mata mereka lagi. Kau belum bisa membedakan mana roh jahat dan bukan. Janji?" tanya si remaja perempuan.
"I-iya, Onee chan," jawab si anak lelaki itu sambil menunduk karena merasa bersalah.
"Hei, jangan begitu. Onee chan tidak marah kok. Aku cuma khawatir. Daripada begitu, gimana kalau kita balapan ke arah batu di ujung jalan. Siapapun yang kalah, harus jadi orang yang memaksa Ethan menari," ujar si gadis remaja yang di setujui oleh anak lelaki dengan mengangguk heboh.
"Aku yakin Onee chan yang akan kalah. Terus Ethan Onii chan akan menjampi-jampi Onee chan biar tidak bisa bergerak seharian," ujarnya sambil berlari ke arah batu yang dimaksud.
Sedangkan si remaja perempuan hanya tersenyum menatap si anak lelaki yang sudah berlari gembira. Kemudian tidak lama berselang, ia kini mengalihkan tatapannya ke hantu perempuan berwajah pucat dan setengah wajahnya hancur yang tadi ditatap oleh si anak lelaki. Mata si hantu menghitam dan tersenyum jahat ketika menyadari kalau seorang manusia remaja sedang menatapnya.
Sambil berkomat-kamit dengan bahasa yang tidak di mengerti, tubuh putih pucat setengah transparan yang setengah hancur itu berjalan terseok-seok berusaha mendekati si remaja. Tangan kirinya yang kehitaman seperti tubuh mayat yang membusuk, satu-satunya tangan yang terlihat sehat mulai terangkat. Berusaha menyentuh si remaja. Suhu disekitar hantu mulai menurun, membuat bulu kuduk si remaja meremang.
Sayangnya si remaja perempuan bukannya merasa takut malah tertawa remeh lalu sambil dengan cepat ia menendang kepala si hantu perempuan, tepat di bagian yang terluka yang membuat si hantu terkejut kebingungan.
"Pergi kau! Kalau sekali lagi kau iseng pada adikku, akan kupanggilkan ayahku, biar kau terbakar sekalian dan tidak akan pernah kembali ke nirwana!" bentak si remaja perempuan yang membuat si hantu justru terlihat semakin pucat ketakutan, jika memucat masih dimungkinkan.
"Masih belum mau pergi? Atau mau kupinta penjagaku yang mengutukmu?" geram si remaja lagi.
"~Ma-ma ... af ~," lirih si hantu melenyapkan dirinya menjadi kepulan asap.
"Cih! mentang-mentang sebentar lagi acara tahunan, hantu jadi pada ngumpul!" gerutu si remaja lalu bersiap-siap berlari melanjutkan permainannya dengan si anak lelaki kecil.
Hari itu, tanggal lima bulan Juni adalah hari dimana tiga keluarga shaman atau dukun legendaris dari tiga benua — Iapana, Tailani, dan Kolea Hema — berkumpul. Kali ini mereka berkumpul di pusat energi terbesar tahun itu, yakni di benua Kolea Hema.
Tiga keluarga shaman legendaris itu kini sibuk mempersiapkan diri mereka untuk mengurus ritual yang akan mereka lakukan tepat pada pukul tiga dinihari nanti. Perempuan dalam keluarga; nenek dan ibu sibuk memasak sesajian yang akan digunakan untuk ritual. Sedangkan para prianya; kakek dan ayah sibuk mendoakan benda-benda yang akan digunakan di ritual.
Lalu generasi ketiga mereka, yang seharusnya ikut membantu mengikat kertas-kertas mantra malah hanya bermain.
Tepatnya, dua diantaranya — si remaja perempuan yang bernama Elisa Macbeth dan si anak lelaki kecil yang bernama Hikaru Watai — bermain kejar-kejaran sedangkan si remaja lelaki lainnya, keturunan keluarga Cha — Ethan yang berusia sama dengan Elisa — malah sibuk membaca kitab-kitab shaman.
Sehingga membuat nenek-nenek mereka geram lalu memanggil ketiganya dan memaksa mereka untuk membantu.
"Biarkan saja mereka," ujar Kakek Cha. "Jarang-jarang mereka berkumpul kan," tambahnya lagi sambil terkekeh memandang ketiga cucunya yang sedang cemberut karena mendapatkan jeweran di telinga mereka oleh nenek mereka masing-masing.
"Mereka bisa bermain setelah ritual. Ish!" gerutu si nenek Cha yang paling cerewet — berbanding terbalik dengan cucu semata wayangnya, Ethan — sambil menggiring ketiganya untuk duduk di teras rumah kayu tradisional milik keluarga Cha.
"Nih! Selesaikan ini. Jangan sampai ada yang terlewat atau rusak," ujar nenek Watanabe meletakkan sekeranjang besar kertas-kertas yang sudah dilipat-lipat. "Tempelkan pada talinya dengan benar, ya," katanya lagi sebelum meninggalkan ketiga cucunya. Sedangkan nenek Macbeth yang paling kalem hanya tersenyum dan mengelus sayang ketiga cucunya.
Entah dimulai sejak generasi keberapa, tapi ketiga keluarga itu selalu berkumpul di tanggal dan bulan yang sama di tempat yang diramalkan memiliki energi besar. Sehingga mereka bahkan sudah seperti keluarga. Walaupun berkumpulnya hanya setahun sekali ketika ketiga pintu — surga, neraka, dan bumi — bersinggungan.
Keluarga Macbeth, keluarga yang berasal dari benua Tailani adalah keluarga shaman turun menurun yang disegani di benuanya. Mereka dikenal sebagai shaman pemberi berkat, sehingga apapun dan siapapun yang didoakan oleh mereka akan mendapat keberuntungan.
Satu-satunya keluarga shaman — diantara ketiga keluarga shaman legendaris — yang memiliki pelindung dewa dalam keluarganya yang diturunkan langsung ke keturunan pertamanya.
Ada dua pelindung yang saat ini melindungi keluarga Manoban. Sebuah anomali sebenarnya, karena sebelum Elisa lahir, hanya Inugami — si dewa pembawa berkah yang berbentuk anjing — yang selalu menjaga setiap keturunan langsung keluarga Manoban.
Jadi perlindungan Inugami memang diturunkan dari nenek moyang mereka secara turun menurun karena perjanjian si pemilik Inugami yang asli — yaitu nenek moyang keluarga Macbeth. Namun Elisa adalah sebuah pengecualian karena si gadis remaja berusia enam belas itu terlahir dengan pelindungnya sendiri yakni seekor Kitsune — si dewa pembawa kutukan yang berbentuk rubah berekor sembilan.
Jadi saat ini, hanya Elisa di keturunan Machbeth yang memiliki dua pelindung atas dasar dua elemen yang berbeda, udara dan api — berkah dan kutukan.
Keluarga Watai, keluarga shaman dari benua Iapana. Shaman legendaris yang memiliki kemampuan melihat masa datang, sehingga banyak orang yang sengaja datang ke benua Iapana untuk minta diramal.
Sayangnya jika mereka sengaja meramal masa depan seseorang, usia mereka akan berkurang. Kecuali jika ramalan itu datang dengan sendirinya, maka kemampuan mereka tidak berpengaruh pada usia.
Karenanya, Kakek Watai mengunci kemampuan meramal Hikaru yang akan terbuka setelah Hikaru berusia enam belas tahun. Mereka hanya terlalu takut dengan kemampuan meramal Hikaru yang jauh lebih detil dibanding generasi-generasi Watai sebelumnya.
Walaupun paman Hikaru pernah mengatakan kalau Hikaru memiliki energi yang berbeda jadi kemungkinan Hikaru juga kehilangan usianya sangat tidak mungkin terjadi. Tapi, karena tidak mau ambil resiko, kakek Watai yang merupakan kepala keluarga tertua clan Watai tetap memutuskan untuk menutup setengah kemampuan Hikaru.
Lalu keluarga Cha, shaman legendaris benua Kolea Hema. Sedari dulu, keluarga Cha berkonsentrasi pada pemurnian roh-roh jahat — bahasa kerennya exorcism. Jadi diantara ketiga keluarga, hanya keluarga Cha yang memiliki energi yang begitu besar.
Kemampuan keluarga Cha adalah sebuah blessing, tidak semua keluarga shaman mampu benar-benar memurnikan roh jahat. Walau keluarga Watai dan Macbeth mampu mengusir hantu, mereka tidak mampu memurnikan roh jahat yang memiliki kekuatan berkali-kali lipat dibanding hantu biasa.
Terutama Ethan Cha yang hanya berusia empat hari lebih muda dari Elisa Macbeth. Cucu keluarga Cha itu bukan hanya memiliki energi yang melimpah, namun otak jeniusnya mampu menghapal semua mantera penyucian sejak ia masih duduk di sekolah dasar.
Dan yang semakin menakjubkan, ia mampu merubah benda apapun menjadi senjata untuk membasmi roh jahat tanpa perlu air suci dan doa berhari-hari. Kemampuan yang sama sekali belum pernah dimiliki oleh generasi Cha manapun.
Karena benda yang digunakan untuk penyucian butuh dimurnikan dalam air suci dan doa-doa selama mungkin agar energi yang rersimpan di senjata semakin besar. Karenanya semakin tua benda tersebut, semakin besar energi suci yang tersimpan. Namun jarang ada benda untuk penyucian yang bertahan lebih dari sepuluh tahun karena benda tersebut harus dihancurkan.
Seperti dengan mudahnya benda suci itu menyerap energi murni untuk menghancurkan roh jahat, benda itu juga menyerap sedikit kekuatan jahat dari roh yang disucikannya.
"Onee chan! Yak! Bangun!" gerutu Hikaru ketika mendapati Elisa yang sedang ketiduran. Bukannya mengerjakan yang disuruh malah enak-enakan tidur, pikir Hikaru. "Onii chan, lakukan sesuatu!" katanya lagi menggoyang-goyangkan tangan Ethan yang sedari tadi sibuk dengan pekerjaannya.
"Biarkan saja. Onee chan mu itu kalau sudah tidur tidak berbeda dengan babi," jawahnya tanpa menoleh.
Hikaru mencebik kesal menatap Elisa yang tertidur dan Ethan yang tidak ingin membantu. Namun akhirnya ia mengikuti saran Ethan dengan membiarkan Elisa tertidur, daripada ia diamuk jika membangunkannya dengan paksa.
¤¤¤
Matahari sudah tenggelam dan bulan purnama mulai menyinari malam yang mereka sebut sebagai malam DevaYama, dimana perbatasan antara pintu surga, neraka, dan dunia manusia terbuka. Para tetua, mulai menempati posisi masing-masing.
Di halaman rumah keluarga Cha, sebuah altar yang terbuat dari meja pendek berkayu jati yang ditempatkan di atas sebuah tikar rotan kini sudah berisikan makanan persembahan yang dimasak dan dimanterai. Berbagai jenis masakan dari daging, sayur, dan buah-buahan disusun rapih di atas meja. Dan di bagian tengah belakang terdapat pot dupa yang sudah di tancapkan dupa yang terbakar.
Pada bagian ujung kanan di meja lain yang terpisah, terdapat seekor kambing yang dipanggang secara utuh. Di sisi lainnya, di bagian sebelah kiri juga di meja yang terpisah terdapat seekor bebek yang juga dipanggang secara utuh.
Sekitar satu meter di belakang altar terdapat sebuah penyekat ruangan enam panel yang bergambar naga. Lalu di bagian sisi kanan meja altar yang berisikan makanan, terdapat senjata-senjata yang telah disucikan. Daerah untuk ritual sudah dibentengi oleh tiang-tiang yang dipasang kain berwarna-warni, untaian bunga serta kertas-kertas yang di gantung di tambang.
Para wanitanya sudah duduk di bagian kiri altar dengan mengenakan kostum shaman masing-masing sedangkan dibagian kiri duduklah para pria yang juga mengenakan kostum shaman masing-masing.
Sedangkan ketiga anak-anak — Ethan Cha, Elisa Macbeth, dan Hikaru Watai — duduk di ruang tamu runah keluarga Cha yang sudah dipasangi kertas-kertas jimat agar apapun roh yang datang tidak mengganggu mereka, apalagi merasuki mereka.
Mendekati pukul tiga dinihari, bunyi-bunyian dari genderang, bel, kerincing dan gong mulai ditabuh dan pemimpin mereka, Kakek Cha mulai menari sambil merapal mantera.
Disaat para orang dewasa sibuk merapal mantera, Hikaru tiba-tiba menatap kosong ke satu arah sambil mengucapkan kalimat yang tidak jelas. Sehingga membuat kedua anak remaja, Ethan dan Elisa jadi mengalihkan fokus mereka yang tadinya mengintip ke arah ritual yang sedang berjalan menjadi ke arah Hikaru.
"Dia sedang trans?" tanya Elisa pada Ethan yang berjalan merangkak mendekati Hikaru sambil berusaha fokus mendengarkan apa yang dikatakannya. Elisa baru saja ingin bertanya kembali ketika Ethan menaikkan tangannya memintanya untuk diam.
"Bunuh ... tiga ... keluarga ... terkutuk ... harus ... mati," lirih Ethan yang mencoba membaca gerakan bibir Hikaru.
Tidak sampai semenit, Hikaru tersadar lalu mulai gemetar dan menangis hebat. Membuat kedua anak remaja itu kebingungan.
"Hikaru?!" lirih Elisa mencoba memeluk anak lelaki berusia sembilan tahun itu. Namun gerakannya terhenti di tengah jalan ketika Kitsunenya menampakkan diri menyuruh mereka lari. Sebuah kejadian yang luar biasa karena pelindung Elisa tidak pernah menampakkan dirinya ke orang lain kecuali Elisa. Bahkan keluarga Elisa sendiri.
Jadi akibatnya, bukannya mengikuti permintaan Kitsunenya, Elisa malah terpana karena terkejut. Sedangkan Ethan tidak mengacuhkan kehadiran Kitsune karena sedang sibuk menenangkan Hikaru.
Fokus anak-anak tersebut kembali teralihkan karena suara keras di halaman keluarga Cha, tempat ritual diadakan. Ketiganya kini bergerak secepat mungkin mengintip dari balik jendela untuk melihat apa yang terjadi. Namun apa yang tiba-tiba ikut menatap mereka di kaca dari arah luar membuatnya terkejut hingga mundur ketakutan.
__________
Ritual berjalan lancar hingga tanpa peringatan tiba-tiba kakek Cha yang memimpin ritual kejang-kejang seperti kerasukan. Sehingga para tetua lainnya yang masih menabuhkan bunyi-bunyian sambil melafalkan alunan matera panjang sempat terhenti karena terkejut.
Kemudian kepala kakek Cha mulai terkulai seperti pingsan namun masih sambil berdiri. Membuat nenek Cha meninggalkan alat musiknya untuk mendekati suaminya dengan cepat.
Keluarga lain yang berada disana baru menyadari kesalahan yang dibuat oleh nenek Cha setelah ia sudah hampir sampai mendekati suaminya. Jadi keadaan sudah tidak dapat lagi diselamatkan karena Kakek Cha yang matanya sudah seluruhnya memerah seperti darah dan wajahnya yang memucat dan dipenuhi urat-urat seperti akar menyeringai menyeramkan. Sang kakek kemudian mulai menebas leher Nenek Cha menggunakan senjata yang tadi digunakannya untuk ritual penyucian.
Keadaan menjadi tidak terkendali ketika para wanita berteriak gemetaran sedangkan para prianya berusaha melafalkan mantera mereka yang terpotong. Namun perbuatan mereka kini sudah tidak lagi mampu memperbaiki keadaan dimana Kakek Cha mulai membantai anak dan kerabatnya satu persatu walau gerakannya terkesan kaku seperti di film-film zombie.
Dalam keadaan yang mencekam hanya Nenek Macbeth yang masih mampu berpikir logis.
"Inugami, lindungi ketiga cucu-cucuku. Bawa mereka pergi dan sembunyikan energi mereka," desisnya lirih karena dirinya sendiri juga sudah terluka akibat beberapa tusukan di perutnya.
Kakek Cha menyeringai senang melihat darah yang menyiprat kemana-mana. Tubuhnya bahkan sudah bermandikan darah kerabat-kerabatnya. Hingga ia teringat ketiga cucunya yang berada dalam ruangan yang membuatnya menoleh memandang ke arah jendela dimana ketiga cucunya sedang memandangnya dengan tatapan ketakutan.
Baru saja ia akan bergerak untuk membunuh ketiga cucunya, seekor siluman rubah penjaga Elisa menghalanginya dengan membakar kain-kain yang membentengi daerah ritual lalu menghilang bersama dengan Inugami dan ketiga cucu shaman legendaris.
¤¤¤
Ketiganya berlari sambil menangis menjauh. Menaiki bukit kecil di belakang rumah keluarga Cha. Tidak peduli kalau tubuh mereka kotor dan terluka gores akibat ranting-ranting pohon.
Meninggalkan api perbuatan Kitsune yang kini sudah membakar rumah keluarga Cha yang terbuat dari kayu. Meninggalkan orang tua, kakek, dan nenek mereka yang tewas akibat Kakek Cha yang kerasukan.
Dan samar-samar mereka mendengar suara teriakan Kakek Cha yang marah seperti kutukan yang mengiringi tiap langkah meteka. kalau ia akan kembali menemukan ketiganya.
Ketiganya mencoba menulikan telinga mereka dan terus berjalan hingga Hikaru terjatuh tiba-tiba akibat demam. Yang kemudian berakhir dengan digendong oleh Ethan.
Mereka tidak menghiraukan ranting-ranting pohon yang melukai kulit mereka dan batu kerikil yang mereka injak. Dalam benak mereka hanya satu, yakni keluar dari daerah milik keluarga Cha.
Ketiganya akhirnya berhasil tiba ke desa terdekat setelah hampir enam jam lamanya. Maklum rumah keluarga Cha berada di tempat yang terpencil.
Tubuh mereka yang kotor dan lelah. Pakaian mereka robek di beberapa tempat. Belum lagi luka-luka baret di sekujur tangan, kaki, dan telapak kaki. Ketiganya juga kedinginan karena hujan yang sebelumnya tiba-tiba turun. Membuat tubuh mereka basah.
Dengan berjalan sedikit terseok mereka menembus jalanan pasar. Namun tidak ada satupun orang dewasa disana, baik penjual maupun pembeli yang melirik mereka atau sekedar ingin membantu.
Bahkan ketika ada anak seumuran Hikaru yang bertanya pada ibunya, anak tersebut malah diomeli karena terlalu ingin tahu dan diminta jangan dekat-dekat karena mereka menjijikkan.
¤¤¤
Seorang pelajar laki-lakihigh schoolyang memakainame tagHikaru Kim terpojok di dinding belakang sekolah dengan kepala tertunduk. Bukan karena takut tapi ia berusaha untuk tidak membuat masalah apapun. Intinya ia tidak ingin menjadi pusat perhatian siapapun. Meskipun ia berusaha semampunya agar orang tidak melihatnya dengan tubuhnya yang bongsor dan wajah yang sama sekali tidak bisa dikatakan jelek, Hikaru tetap menarik perhatian. Perhatian siapapun termasuk kaum adam yang membenci dan mencari-cari alasan seperti saat ini. Di belakang halaman sekolah yang sepi karena jaramg dilewati apalagi karena bel
"Arghh!" teriak Hikaru yang terduduk dengan napas ngos-ngosan dan keringat dingin yang membanjiri pelipisnya. Matanya menatap nanar keadaan sekitarnya. Kepalanya menoleh ke arah TV yang berada di sebelah kanannya, masih dalam keadaan menyala. Lalu melihat jendela yang berada di hadapannya yang memperlihatkan kalau langit sudah mulai gelap dan sepertinya hujan deras. Remaja itu lalu menarik napas dalam-dalam, berusaha menetralkan jantungnya yang masih berdegup kencang. Sampai kemudian suarapasswordpintu apartemennya berbunyi diiringi bunyibeepdan kemudian terbuka.
"Miss Kang, Sean Yoon tidak ada di sekolah. Satpam sekolah mengatakan kalau ia melihatnya pulang dengan teman sekolahnya sekitar jam 16.00." Chris Jung melaporkan melalui hubungan ponselnya ke Jessica Kangyang saat itu masih ada di TKP."Namanya Hikaru Kim, tapi satpam sekolah tidak mengetahui dimana alamatnya," lanjut Chris.
— Hari kedua setelah keluarga Yoon ditemukan tewas dan Sean menghilang —...."Loh?OpsirKim? Bukannyashifttugasmu nanti malam ya? Kau kan kemarin sudah bergadang?" tanya Kayden tidak putus-putus kepada Ethan.
Jessica Kang duduk di ujung meja yang sengaja ditata seperti huruf U sambil memperhatikan tampilan gambar yang ditembakkan oleh proyektor ke papan tulis putih. Di sisi kanannya Chris Jung duduk sambil memperhatikan obyek yang sama. Sedangkan Kayden Kim berada di sisi papan tulis sambil menjelaskan apa saja temuan yang sudah mereka dapatkan dari penyelidikan awal sampai hasil otopsi dari team forensik. "Seperti yang dilihat, keberadaan anak tertuka Yoon Dojin sama sekali tidak diketahui rimbanya sejak ia berpisah dengan temannya di perempatan sekolah kemarin. Menurut laporan Jayden Park — anggotateamforensik digital — tid
Baru saja Chris mau membuka pintu, tiba-tiba pintunya terbuka lebar dengan sendirinya dan Sean melesat cepat. Sangat cepat sehingga membuat keempat polisi yang berjaga terkejut.Entah bagaimana, Sean yang terlihat kotor itu mampu melewati mereka begitu saja dan melompat tanpa persiapan ke gedung sebelah yang padahal jaraknya sekitar satu setengah meter. Untungnya tinggi gedungnya lebih rendah jadi lebih memungkinkan."Kayden dan Ethan kau kejar dia. Jangan sampai lepas. Aku dan Samuel akan mengabarkan yang lain," ujar Chris yang langsung menginformasikan apa yang terjadi pada Jessica.
"Hei, kau tidak mau mampir ke rumahku?" tanya Sean sesaat sebum ia berpisah dengan Hikaru. "Yak! Setidaknya jawab pertanyaanku, jangan hanya melambai," dengus Sean kesal, ketika melihat punggung Hikaru yang menjauh sambil mengangkat tangannya yang melambai padanya. Sean baru saja akan duduk di salah satu kursi di depan mini market langganannya. Karena hampir setiap harinya ia jajan di tempat itu ketika menunggu supirnya menjemput. Dan begitu menyadari kalau supirnya hari ini berhalangan. Jadi ia terpaksa pulang sendiri hari itu.
"Jangan khawatir, Hikaru.Hyungdan Paman tidak akan membiarkan apapun terjadi padaNoonakeras kepalamu itu." Ethan mencoba menenangkan Hikaru yang gElisah karena mengetahui berita tentang Elisa dan Sean. "Tapi biasanya ramalanku selalu benar," lirih Hikaru. "Ramalanmu bisa diubah, Hikaru. Kan sudah kukatakan berkali-kali. Kepastian ramalanmu tergantung dari keputusan yang diambil sebelumnya. Dan karena Elisa menghubungiku sebelum masuk ke dalam gedung, setidaknya akan ada yang kejadian kecil yang berubah walau tidak besar," jelas Ethan tanpa melepaskan pandangannya dari jalan raya yang saat itu ramai. Bahkanstroboyang ia nyalakan tidak membantu terlalu banyak. ¤¤¤ Elisa menutup mulutnya erat-erat agar suaranya tidak keluar dalam persembunyiannya ketika melihat betapa mudahnya si laki-laki menghancurkan roh jahat yang merasuki Sean sebelumnya hanya menggunakan sebelah tangan. Untung ia tadi m
Ucapan Elisa mengejutkan Ethan. Ia tidak menyangka kalau gadis yang telah bersamanya selama tujuh tahun ini akan membawa serta kakeknya dalam pembicaraan tentang teman masa remajanya.“Apa maksudmu, Elisa?” tanyanya.Suasana canggung tidak terelakkan, tapi itu hanya berlaku pada Ethan karena Elisa dengan tenang menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara.“Sesuai yang kukatakan, Ethan. Kau dari semua orang seharusnya tahu mengapa aku tidak ingin menyalahkan Kim Oppa bukan? Ia hanya korban. Sama seperti Kakek Cha. Ibunya mungkin bersalah karena melakukan ritual yang tidak seharusnya dengan kemampuan yang tidak mumpuni, tapi Kim Oppa dan kakekmu sama sekali tidak bersalah. Mereka hanya korban. Apa kau mengerti maksudku?”“Bukankah ini berbeda? Kim Oppamu itu masih melakukannya hingga seka —.”“Lalu? Apa menurutmu, orang normal mampu melepaskan diri dari roh yang merasukin
Setelah Hikaru keluar dari sekolahnya, L pamit karena ia harus melakukan pekerjaannya. Padahal Hikaru sempat mengajaknya untuk makan malam bersama, walaupun hanya berbasa-basi.“Jadi Noona memutuskan untuk berkencan dengannya?” tanya Hikaru di perjalanan pulang mereka. Keduanya memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Toh jarak antara sekolah Hikaru dan apartemen mereka tidak jauh. Lagipula karena Elisa pergi seharian, mereka harus membeli lauk untuk makan malam hari ini.Beberapa detik berlalu sampai Hikaru menoleh, menatap kakaknya yang lebih pendek darinya karena gadis yang lebih tua tujuh tahun darinya itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Dahinya mengernyit bingung saat melihat Elisa yang terlihat gugup. Gadis itu sepertinya benar-benar sedang banyak pikiran hingga tidak menyadari kalau Hikaru telah menghentikan kakinya dan memperhatikannya dari belakang. Menunggu apakah kakaknya akan sadar kalau dirinya sudah tidak berjalan di sisin
Setelah kembali dari toilet sambil memikirkan ucapan Kim Ahjumma, Elisa duduk kembali di tempat duduknya yang berada di sisi L. Sampai pertunjukan berakhir, gadis itu sama sekali tidak mengingat apa yang telah ia tonon, bahkan saat orang-orang dengan antusias melambaikan tangan membalas penyelam yang menyapa mereka pun, Elisa masih terlarut dalam ucapan hantu yang baru ditemui.Bahkan di perjalanan balik, dari sejak di mobil hingga berhenti di cafe depan sekolah Hikaru pun, Elisa masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sedangkan L, hanya diam, tidak mengganggu ataupun bertanya. Lelaki itu membiarkan Elisa terlarut.Elisa masih bengong ketika mereka duduk dimeja di luar cafe. Sampai minumannya sampai sekali pun, yang gadis itu lakukan hanya menatap wajah tampan L lamat-lamat. Membuat L salah tingkah karena tiba-tiba Elisa terus menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun begitu, L tetap menyukainya. Setidaknya dengan begitu, ia bisa ikut memperhatikan gerak
Di satu-satunya villa yang ada di daerah lembah, Yamato duduk di atas sebuah alas duduk. Di hadapannya terdapat sebuah meja pendek yang di atasnya dilapisi lembaran kertas tradisional Iapana. Di bagian sisi kanan meja, satu buah kuas besar dan baki tempat menggerus tinta."Apa kalian sudah membawa jenazahnya?" Yamato bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari baki tinta di atas meja kayu di hadapannya. Tangannya sedang sibuk menggerus tinta yang akan digunakannya untuk melukis."SudahSir. Sedang dalam perjalanan.""Good! Apa semua persiapan sudah selesai?"“Sudah, Sir,” sahut asistennya tanpa bergerak dari bagian sisi Yamato."Mr. Kim?""Beliau menolak untuk datang,Sir," jawabnya lagi. Kali ini dengan kepala tertunduk merasa bersalah."Benar-benar wadah yang menyusahkan. Kalau begitu awasi terus dia. Aku akan bersiap." Yamato beranjak menuju kamarnya yang berada di balik punggungnya
Hawa dingin langsung menyergap keduanya saat mereka masuk. Sambil mengenakan sarung tangan dan menuup setengah wajah mereka menggunakan masker medis, keduanya melangkah menuju rak aluminium yang memiliki banyak pintu seukuran tidak sampai satu kali satu meter persegi. Mirip seperti lemari untuk menyimpan file, bahkan hingga tempat menaruh label namanyanya.Yang berbeda adalah meskipun luasnya mirip, panjangnya tidak. Lemari yang setengahnya di tanam masuk ke dinding itu memiliki beberapa kali lipat lebih panjang dari lemari file biasa karena digunakan untuk menyimpan jenazah.Setelah menemukan laci yang mereka cari, Ethan membuka pintunya dan hawa yang lebih dingin kembali menerpa mereka. Lelaki berkulit putih itu lalu menarik keranda di dalamnya dan menyibak sedikit kain putih yang menutupi hanya untuk memeriksa kalau jenazah yang mereka cari benar."Minta Inugami melakukannya dengan cepat,okay."Elisa mengangguk kemudian memejamkan matany
"Mr. Kim,” panggil Mr. Ha kepada atasannya yang sedang duduk di meja kerjanya. Hari sudah malam, tapi Mr. Kim masih sibuk memantau website miliknya, TellUs. “Mr. Yamato baru saja menghubungi saya dan mengatakan kalau Miss Lee telah tewas,” lapornya tanpa menunggu jawabaan atas sapaannya.“Lalu?” tanya Mr. Kim tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.“Menurut Mr. Yamato, kematian Miss Lee jelas bukan pembunuhan biasa.”"Dan apa urusanku?" Mr. Kim mengangkat wajahnya, sepen
Ethan membuka pintu apartemennya setelah sibuk mengatur keamanan di tempat kejadian perkara. Untungnya hari ini dia bisa pulang. Tubuhnya benar-benar lelah mengatur sebegitu banyak orang."Astaga!" Ethan terkejut melihat keberadaan Elisa yang berdiri menjulang di hadapannya. Ia baru saja mengganti sepatunya dengan sandal rumah saat mendapati gadis itu bersender di dinding, menyilangkan tangan sambil menatapnya."Kau terkejut?" Elisa benar-benar terpana melihatnya, mengekori Ethan yang berjalan menuju kulkas untuk mengambil minum.
“Aku pulang!” teriak Hikaru sambil membuka sepatu sekolahnya dan menukarnya dengan sandal rumah. Kembali menenteng ransel hitamnya ia melangkah memasuki ruangan apartemennya yang tidak terlalu besar. “Noona, aku pulang!” teriaknya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari orang yang diharapkanya. Kepalanya menoleh ke arah kananya, tepatnya ke ruangan yang merupakan dapur sekaligus tempat makan. Dahinya mengernyt bingung karena hanya mendapati potongan sayur yang teronggok di atas meja dapur dan sebuah panci di atas kompor tanpa ada sosok yang mengerjakannya.Masih tidak berpikiran yang negatif, ia menaruh ranselnya ke
Elisa masih terus menunduk, meskipun secara naluri ia tahu kalau Miss Lee, orang yang telah membunuh keluarganya mulai mendekat. Ia merasa seperti sedang menggali kuburnya sendiri dan terus menyalahkan dirinya yang tidak mengikuti peringatan Hikaru sedikitpun. Inginnya sih cepat-cepat berdiri dan berusaha kabur dari gerbong itu. Ia cukup yakin dirinya bisa menyelinap di antara keramaian di dalam gerbong.Semua skema pelarian sudah dibayangkan olehnya. Dari buru-buru berdiri dan menembus orang-orang yang sedang berdiri hingga skema melarikan diri dengan melompat ke luar jendela., walau akhirnya ia batalkan karena teringat kalau ia menaiki kereta bawah tanah. Yang artinya jika ia melompat ke luar jendela, maka ia akan tetap tewas karena terbentur dinding rel kereta dalam kecepatan penuh pula.Entah beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan tangan dan kakinya yang gemetar ketakutan. Berharap ia sudah cukup tenang dan bisa bergerak sebelum Miss Lee tiba