Jessica Kang duduk di ujung meja yang sengaja ditata seperti huruf U sambil memperhatikan tampilan gambar yang ditembakkan oleh proyektor ke papan tulis putih. Di sisi kanannya Chris Jung duduk sambil memperhatikan obyek yang sama.
Sedangkan Kayden Kim berada di sisi papan tulis sambil menjelaskan apa saja temuan yang sudah mereka dapatkan dari penyelidikan awal sampai hasil otopsi dari team forensik.
"Seperti yang dilihat, keberadaan anak tertuka Yoon Dojin sama sekali tidak diketahui rimbanya sejak ia berpisah dengan temannya di perempatan sekolah kemarin. Menurut laporan Jayden Park — anggota team forensik digital — tidak ditemukan jejaknya dimanapun. Seakan Sean menghilang begiu saja.
"Jayden Park bahkan sudah meluaskan pencarian ke radius sepuluh kilometer. Dari daerah rumah, sekolah, hingga bangunan kantor milik keluarga Yoon. Namun nihil. Keberadaannya benar-benar tidak ditemukan," jelas Kayden.
"Benar, bahkan semua temannya tidak tahu dia kemana. Mereka yang mengaku dekat dengan Sean bahkan tidak benar-benar tahu siapa Sean sebenarnya," tambah Chris.
"Kudengar, adik dari Opsir Ethan Kim salah satu temannya?" tanya Jessica menoleh ke sisi kanannya, menatap Chris.
"Benar. Tapi sejak awal ia mengaku tidak pernah merasa dekat dengan Sean selain karena Sean selalu berusaha berada di dekat Hikaru."
"Bagaimana dengan pewaris kedua keluarga Yoon setelah Dojin?" tanya Jessica sambil membolak-balik berkas di depannya.
"Kami sudah menghubungi Yoon Joonki dan istrinya, Lee Hyojin. Mereka tidak merasa ada orang yang begitu membenci keluarga Yoon hingga mampu membunuhnya. Mengenai keberadaan mereka, bisa dipastikan mereka tidak berada di kota yang sama saat kejadian berlangsung," jelas Kayden.
"Rival bisnis?"
"Tidak ada satupun dari mereka yang terlihat mendekati rumah keluarga Yoon di hari naas itu. Tidak ada juga gerakan mencurigakan sama sekali. Jadi bisa dipastikan, mereka sama sekali tidak terlibat."
"Baiklah, untuk sementara, temukan Sean dulu. Menurut jejak digital yang ia tinggalkan, anak itu memiliki kebencian pada keluarganya sendiri. Tapi jika dilihat bagaimana keluarganya tewas, harusnya anak seumurnya ... no, maksudku, sebenarnya tidak ada manusia yang mampu melakukan itu. Namun Rose Park yang akan menelitinya. Jadi kita fokus menemukan Sean terlebih dulu. Anak itu bisa jadi saksi kunci atau calon tersangka pembunuhan ini. Bagaimana dengan pelayan?"
"Di hari kejadian, semua pelayan yang ada sedang tidak berada di paviliun belakang. Ada rekaman CCTV yang menunjang alibi mereka," jelas Kayden lagi, sambil menampilkan gambar CCTV yang menunjang ucapannya.
"Berarti hanya Sean yang tidak diketahui keberadaannya saat kejadian." Jessica mengetuk-ngetuk pulpen yang sedari tadi ia genggam sambil berpikir. "Masukkan Sean dalam Daftar Pencarian Orang," perintah Jessica yang bersiap keluar.
"Tapi Miss, hilangnya Sean belum genap 24 jam. Apa team DPO mau melakukannya?" tanya Chris cepat. Membuat langkah Jessica terhenti.
"Katakan ini perintahku dan ini urgent. Kecuali mereka mau menjadi pihak yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada Sean," jawab Jessica sambil melangkah. Meninggalkan teamnya yang juga langsung berdiri untuk membereskan berkas rapat mereka.
¤¤¤
Elisa sudah menyelesaikan belanja bulanannya dan juga menaruhnya di apartemen mereka. Setelah merasa puas, ia melirik ke jam dinding yang terpasang di dekat dinding antara ruang TV dan dapur.
Pukul 15.14. Sepertinya tidak ada salahnya menjemput Hikaru dulu baru mengembalikan mobil Paman Kim, pikirnya. Gadis berambut kelam itu pun langsung berjalan keluar menuju mobil yang terparkir di tempat parkir khusus penghuni apartemen.
Jarak antara apartemen dan sekolah Hikaru tidak terlalu jauh, jadi hanya memakan waktu sekitar lima belas menit. Namun karena Hikaru tidak juga mengangkat ponselnya, membuat Elisa melajukan mobil Paman Kim lebih cepat dari biasanya karena khawatir.
Kurang lebih sepuluh menit Elisa sudah tiba di sekolah Hikaru. Karena jam pulang sekolah sudah sekitar setengah jam yang lalu, keadaan sekolah saat itu sudah agak sepi.
Dengan sedikit panik, Elisa terus menghubungi Hikaru namun, adiknya itu sama sekali tidak mengangkatnya. Hingga ia melihat sesosok hantu anak kecil bermata seperti panda yang hanya mengenakan celana pendek dan singlet berlarian di lapangan seakan sedang bermain bola.
"Kau!" panggilnya yang tentu saja mengejutkan si hantu anak kecil.
"Ka ... kakakkk bisa melihatkuuuu ~," tanyanya dengan nada lirih khas hantu.
"Ya, aku bisa melihatmu. Jika kau membantuku mencari adikku, aku akan memberikan satu permintaan untukmu. Asal bukan nyawa manusia," jelas Elisa terburu-buru.
"Benarrrkaaahhh ~."
"Ya. Dan jangan coba-coba menipuku. Kau tentu bisa melihat roh di belakangku kan?" tanya Elisa yang diikuti dengan tatapan ketakutan oleh si hantu anak kecil sehingga ia tidak memiliki pilihan lain selain menyanggupi.
"Lihat, ini foto adikku. Temukan dia. Nanti kubelikan apa yang kau inginkan." Elisa memperlihatkan foto Hikaru yang berada di ponselnya. Dan si hantu langsung menghilang begitu melihatnya, mencari adik sang Noona menyeramkan.
Tidak sampai lima menit, si hantu anak kecil sudah kembali dan mengatakan tempat Hikaru berada. Dengan sedikit tergesa, Elisa berjalan menuju belakang gedung sekolah.
Betapa marahnya ia ketika melihat Hikaru sedang dirundung oleh beberapa anak lelaki yang sepertinya siswa di sekolah yang sama jika dilihat dari seragamnya.
Tanpa menunggu lama, Elisa berlari dan menarik kerah belakang si anak lelaki yang sedang memukuli Hikaru sehingga ia terjengkang. Bukan karena Elisa terlalu kuat tetapi karena si siswa tidak siap sehingga terjatuh.
"Apa yang kalian lakukan pada adikku?" hardik Elisa menatap marah tiga orang siswa di depannya.
"Sebaiknya tidak usah ikut campur Noona cantik. Itu pun jika tidak ibgin wajahmu terluka," ujar Byounggon mengelus pipi Elisa yang ditepisnya dengan kasar.
Kedua teman Byounggon mulai bergerak mendekati Elisa yang menyembunyikan Hikaru di balik punggungnya. Walaupun tentu saja tidak berhasil karena tingginya Hikaru.
"Noona." Hikaru memanggilnya dari belakang.
"Diam Hikaru. Mereka harus diberi pelajaran."
"Aku tidak apa. Ayo pulang," kata Hikaru sedikit mendesak. Ayolah, Hikaru tahu benar apa yang bisa dilakukan Elisa jika menyangkut keselamatannya dan Ethan.
Sebenarnya bukan hanya Elisa yang seperti itu, dirinya dan Ethan pun juga sama. Dan jangan lupakan Paman Kim. Mereka juga akan membela Paman Kim jika ia terkena masalah.
"Dengarkan nasihat adikmu, Noona. Kau bisa terluka jika berada disini. Sebaiknya kalian kabur saja,seperti anjing yang melipat ekornya ke antara kedua kaki belakangnya," ejek Byounggon yang membuat Hikaru terbelalak.
Kalau sudah begini, pemuda bongsor itu hanya bisa menghela napas sambil berharap Noonanya tidak terlalu lepas kendali.
"Apa kau bilang?" desis Elisa berbahaya.
"Aku hanya mengatakan kalau kalian seperti anjing yang ketakutan," ledek Byounggon mencengkeram rahang Elisa.
Tidak seperti yang diharapkan oleh Byounggon karena bukannya takut, Elisa hanya tersenyum miring lalu menyentuh pergelangan tangannya yang masih mencengkeram rahang Elisa.
"Don't try me, Boy!" Mata Elisa yang sedikit berwarna coklat mulai menggelap. Tangannya yang mencengkeram pergelangan tangan Byounggon mengerat saat serat kemerahan yang seperti akar muncul dari pergelangan tangannya — tepatnya dari urat nadi di pergelangan tangan — menuju ke telapak dan punggung tangan lalu ke arah jemari.
Begitu serat seperti akar itu mencapai tangan Byounggon, tanpa ia sadari, hidungnya mulai mengeluarkan darah.
Kedua temannya yang melihatnya, panik sehingga kabur sambil membawa tas mereka masing-masing hingga terpeleset beberapa kali. Meninggalkan Byounggon yang akhirnya tersadar karena merasa pusing, menatap Elisa dengan tatapan ketakutan.
"Jangan pernah menyentuh adikku atau kau akan merasakan yang lebih dari ini," ancam Elisa sebelum akhirnya melepaskan cengkramannya dengan mendorong Byounggon.
Pemuda yang terjatuh itu langsung berdiri walau berkali-kali terjatuh dan sambil memegangi hidungnya yang mimisan. Yang ada dalam benaknya sekarang hanyalah berlari sejauh mungkin dari kakak Hikaru yang seperti monster.
"Seharusnya kau tidak melakukan itu, Noona. Ia hanya seorang pengecut yang merasa kalau merundung orang maka bisa menjadikannya orang hebat. Orang seperti itu harusnya dikasihani."
"Memangnya aku melakukan apa? Dia hanya terlalu silau dengan kecantikan Noona sampai mimisan," jawab Elisa acuh diiringi decihan malas Hikaru.
"Hei! Kau sudah tahu mau meminta apa?" Elisa berjongkok di depan hantu anak kecil yang saat ini sedang gemetar menatap makhluk di belakang tubuh Elisa.
Karena Elisa baru saja melayangkan kutukan kepada Byounggon, Kitsune si roh kutukan jadi terlihat jelas oleh si hantu.
"Dia tidak akan menyerangmu jika aku tidak memintanya, anak kecil. Jadi tidak usah takut. Cepat katakan apa yang kau mau," tutur Elisa yang menyadari kalau si hantu ketakutan.
"Akuuu ... akuuu hanyaaa inginn sepatuu dann mainannn baruuu. Akuuu kesepiaaannnn~," lirih si hantu takut-takut.
"Baiklah, nanti malam akan kubakarkan untukmu. Terima kasih atas bantuannya." Elisa tersenyum menatap si hantu anak kecil yang menyeringai menyeramkan walaupun sebenarnya ia bermaksud tersenyum.
__________
"Suara itu?" gumam Hikaru. Keduanya kini sudah berada di mobil Paman Kim dan baru akan keluar sekolah ketika sebuah lagu terdengar samar.
"Suara apa, Hikaru? Lagu penjual hotdog itu?" Elisa melirik ke kursi penumpang, memperhatikan Hikaru yang mencari-cari asal suara.
"Lagu itukah yang kau dengar di ramalanmu?" tanya Elisa lagi karena sepertinya Hikaru tidak mendengarnya.
"Ti-tidak Noona. Aku salah dengar."
Elisa mendengus mendengar kebohongan Hikaru. "Tenanglah, Hikaru. Aku tidak akan bertindak sendiri. Tapi setidaknya aku ingin membantu menemukan temanmu. Aku tahu kau bilang kau tidak dekat, tapi dia satu-satunya orang yang selalu menghubungimu kan?"
Hikaru diam dan mengangguk. Membenarkan ucapan Elisa. Baginya Sean bukan teman dekat, tapi Sean juga tidak bisa dibilang hanya kenalan. Bagaimanapun ia merasa khawatir padanya.
"Apa kau ingat dimana banner yang kau maksud itu dipajang?"
"Di gedung jenga itu, Noona. Tapi aku tidak bisa membacanya karena terlalu jauh."
"Baiklah, kita bicarakan lagi setelah bertemu dengan Hyungmu, okay? Jangan khawatir, kita pasti menemukannya. Hyungmu itu orang pintar, kalau kau lupa."
"Tapi Noona, kenapa kita tidak meminta bantuan mereka?" tanya Hikaru menunjuk beberapa roh yang terlihat di trotoar.
"Kita tidak bisa mengambil resiko Hikaru. Jika benar Sean sesuai yang dikatakan Ethan, maka ada kemungkinan kalau roh jahat yang mengendalikan Sean adalah roh yang sama dengan tujuh tahun lalu. Dan kalau roh itu akan mengetahui keberadaan kita tanpa persiapan, kau tahu apa yang kan terjadi kan."
"Tapi, aku khawatir dengannya."
"Tenang saja Hikaru. Apa kau lupa, selama ramalanmu masih samar, artinya kejadiannya tidak dalam waktu dekat bukan?"
"Tapi Noona, siapa tahu kali ini sudah berubah karena pelindung yang diberikan oleh keluargaku sudah terlepas," ujar Hikaru menoleh, menatap Elisa yang sedang menyetir.
"Tidak mungkin berubah, Hikaru. Kau tahu, kekuatan sixth sense tidak akan bisa berubah. Kekuatan sixth sense bukan bakat yang kalau sering diasah bisa semakin terampil. Jadi apapun yang terjadi, patern kekuatanmu tidak akan pernah berubah. Setiap orang dari keluarga kita, memiliki kemampuannya sendiri-sendiri sejak lahir. Tidak bisa ditambah atau dikurangi."
"Tapi keluarga kakak bisa menambah kekuatan."
Elisa melirik ke arah Hikaru sekilas lalu kembali menjelaskan.
"Kata siapa keluarga Noona bisa menambah kekuatan. Aku hanya memiliki Kitsune sehak lahir dan hanya Kitsune yang bisa kukendalikan. Tapi tidak dengan Inugami. Walaupun kini akulah satu-satunya keluarga Macbeth yang tersisa.
"Karena sejak awal, Inugami adalah milik moyangku. Ia masih ada dan melindungi keluarga Macbeth karena permintaan moyangku. Jadi selama turun temurun tidak ada yang bisa mengedalikan atau memerintahkan Inugami."
"Tapi ia menolong dan melindungi kita tujuh tahun lalu?" tanya Hikaru dengan wajah datar.
"Begini, Inugami tidak memiliki kepentingan dengan keluarga Macbeth lagi karena tuannya sudah meninggal ratusan tahun lalu. Tapi ia menyayangi tuannya dan keturunannya. Jadi walau tanpa diminta oleh ibuku, Inugami tetap akan melindungiku dan kalian karena ia tahu, aku tidak akan sanggup berdiri sendiri tanpa kalian. Bukan berarti ia bisa diperintah. Berbeda dengan Kitsune, karena aku adalah tuannya."
"Lalu kenapa Inugami tidak melindungi keluargamu, tujuh tahun lalu?"
"Entahlah, aku juga tidak mengerti, Hikaru. Kemungkinan karena energi Inugami sendiri tidak sekuat dulu. Bagaimanapun, tuannya sudah tidak ada di sisinya untuk berbagi energi. Jadi kurasa Inugami hanya berusaha agar tidak terlalu menghamburkan energinya untuk kejadian yang lebih membutuhkan."
"Oh begitu. Jadi bisakah kita berharap apa yang kulihat tidak akan terjadi pada Sean?" Hikaru masih menatap Elisa dengan mata khawatir, walau raut wajahnya terlihat seperti orang tidak peduli
"Dalam ramalanmu, apa kau melihat Sean mati? Kau hanya mengatakan dia tergantung bukan? Karena kau bahkan melihatnya dengan samar. Jadi apapun masih bisa terjadi. Apa kau lupa apa yang dikatakan Ethan?
"Ramalanmu masih bisa berubah, karena ramalanmu bukan takdir. Ramalanmu memiliki banyak ending. Tergantung keputusan yang kita buat. Tidak usah terlalu khawatir, okay. Ethan akan melakukan apapun untuk temanmu. Percayalah dengan manusia es itu."
¤¤¤
Ethan sedang termenung memikirkan apa yang terjadi dengan hantu anak sekolah yang baru saja bicara dengannya ketika radio panggil di mobilnya berbunyi, memerintahkan setiap polisi patroli yang dekat dengan alamat untuk segera meluncur karena ada laporan mengenai keberadaan Sean.
Dengan cepat Ethan menyalakan sirine mobilnya dan melajukannya ke alamat yang diminta. Ethan tiba terlebih dulu karena jaraknya paling dekat.
Ia baru saja ingin memasuki gedung tiga lantai itu ketika suara sirine lain mendekat. Padahal ia baru akan menyelamatkan Sean terlebih dulu.
"Kau sudah sampai? Bagaimana keadaannya?" tanya Jessica yang melangkah cepat mendekati Ethan.
"Tidak ada yang keluar dari gedung, Miss."
Gedung yang dimaksud bukanlah komplek apartemen. Tetapi seperti sebuah gedung ruko yang dialih fungsikan menjadi tempat tinggal. Terdapat tiga lantai dan basement. Setiap lantai hanya terdapat dua unit flat.
"Sean ada di rooftop. Kebetulan tempat itu hanya digunakan sebagai gudang karena sudah lama tidak pernah ada yang mau menyewa," info Chris yang mengeluarkan senjata kejut listriknya. Tidak bisa membunuh namun sudah bisa dipastikan sakit dan membuat pingsan. Karena listrik yang disalurkan sebesar 30.000 volt.
"Kalian ikuti aku," ujar Chris lagi yang mulai mengendap-endap naik sambil menatap sekelilingnya dengan siaga. Ethan, Samuel, dan Kayden mengikuti dari belakang. Sedangkan Jessica bersama opsir lainnya menunggu di bawah, menutup satu-satunya akses keluar.
Chris memerintahkan mereka diam dan siaga saat mareka sudah sampai di rooftop. Tepatnya di depan pintu besi bercat biru pudar. Dengan menggunakan gesture tangan, ketiga petugas lain bersiap di dekat Chris yang bersiap membuka pintu.
Baru saja Chris mau membuka pintu, tiba-tiba pintunya terbuka lebar dengan sendirinya dan Sean melesat cepat. Sangat cepat sehingga membuat keempat polisi yang berjaga terkejut.Entah bagaimana, Sean yang terlihat kotor itu mampu melewati mereka begitu saja dan melompat tanpa persiapan ke gedung sebelah yang padahal jaraknya sekitar satu setengah meter. Untungnya tinggi gedungnya lebih rendah jadi lebih memungkinkan."Kayden dan Ethan kau kejar dia. Jangan sampai lepas. Aku dan Samuel akan mengabarkan yang lain," ujar Chris yang langsung menginformasikan apa yang terjadi pada Jessica.
"Hei, kau tidak mau mampir ke rumahku?" tanya Sean sesaat sebum ia berpisah dengan Hikaru. "Yak! Setidaknya jawab pertanyaanku, jangan hanya melambai," dengus Sean kesal, ketika melihat punggung Hikaru yang menjauh sambil mengangkat tangannya yang melambai padanya. Sean baru saja akan duduk di salah satu kursi di depan mini market langganannya. Karena hampir setiap harinya ia jajan di tempat itu ketika menunggu supirnya menjemput. Dan begitu menyadari kalau supirnya hari ini berhalangan. Jadi ia terpaksa pulang sendiri hari itu.
"Jangan khawatir, Hikaru.Hyungdan Paman tidak akan membiarkan apapun terjadi padaNoonakeras kepalamu itu." Ethan mencoba menenangkan Hikaru yang gElisah karena mengetahui berita tentang Elisa dan Sean. "Tapi biasanya ramalanku selalu benar," lirih Hikaru. "Ramalanmu bisa diubah, Hikaru. Kan sudah kukatakan berkali-kali. Kepastian ramalanmu tergantung dari keputusan yang diambil sebelumnya. Dan karena Elisa menghubungiku sebelum masuk ke dalam gedung, setidaknya akan ada yang kejadian kecil yang berubah walau tidak besar," jelas Ethan tanpa melepaskan pandangannya dari jalan raya yang saat itu ramai. Bahkanstroboyang ia nyalakan tidak membantu terlalu banyak. ¤¤¤ Elisa menutup mulutnya erat-erat agar suaranya tidak keluar dalam persembunyiannya ketika melihat betapa mudahnya si laki-laki menghancurkan roh jahat yang merasuki Sean sebelumnya hanya menggunakan sebelah tangan. Untung ia tadi m
Dua hari berlalu sejak insiden di gedung sekolah yang tidak terpakai. Sean sudah sadar, tapi ia hanya mengingat sampai kejadian dimana ia melihat langsung keluarganya terbunuh. Setelahnya ia sama sekali tidak mengingat apapun. Dokter menganggap kehilangan ingatannya terjadi karenashock. Jessica Kang danteambelum menemukan pelaku pembunuhan yang terjadi di keluarga Yoon. Awalnya mereka mencurigai pria yang ditemukan di sekolah bersama Sean. Pria tuna wisma yang dirasuki roh jahat dan melukai Sean serta Elisa. Namun tidak ada bukti yang menandakan kalau pria tersebut berada di daerah lingkungan keluarga Sean. Jadi, pria itu akhirnya hanya bisa dituntut karena menculik Sean dan melakukan penyerangan pada Elisa dan Sean. Walaupun kenyataannya pria tuna wisma itu juga tidak melakukannya atas kemauannya, tetapi karena kerasukan roh jahat. Meskipun begitu, tidak ada yang bisa diperbuat oleh Ethan, Elisa, dan Hikaru. Dunia
—10 days after Yoon's family funeral —Seorang wanita paruh baya berbajuclassyberjalan anggun sambil menyeret sebuah koper besar di pelataran bandara. Ia baru saja keluar dari gerbang kedatangan internasional.Dengan angkuh ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menatap sekitarnya. Mencari bawahannya yang seharusnya sudah menjemputnya.Di sisi lain, si bawahan yang bernama Nam Tobias berjalan tergesa-gesa memasuki kawasan bandara. Ia tadi terjebak macet setelah sebelumnya kesiangan.Dengan langkah panik, Tobias bergerak cepat walau beberapa kali menabrak orang dan menunduk-nunduk meminta maaf. Kemarahan atasannya — sishamanparuh baya yang suka mengoleksi barang-barang kuno — lebih menakutkan.Benar saja. Baru juga ia tiba di hadapan atasannya, wanita paruh baya itu melepas kaca mata hitamnya yang bertengger apik di batang hidungnya dan menatapnya sinis."Apa lagi
Malam itu, Kolea Hema macet total, hingga menyebabkan beberapa kecelakaan ringan. Hal itu terjadi akibat berita yang ditayangkan di layar TV plasma besar sebagaibreaking news. Seluruh stasiun TV berbondong-bondong berusaha memberitakan dan menayangkan apa yang terjadi. Tidak hanya orang-orang di jalanan yang terkejut, mereka yang menonton siaran langsungnya di rumah dan di ponsel pun terkejut. Jessica Kang mengetahuinya dan meradang. Wanita cantik itu bahkan memerintahkan anak buahnya untuk mengusir reporter yang masih berusaha masuk.
Tubuh Miss Lee ambruk begitu kutukan Elisa berhenti. Keadaan kantor kembali tenang, namun sisa-sisa keributan masih terlihat jelas. Karena keadaan kantor terlihat berantakan. Sedangkan Mr. Kim terkulai tidak sadarkan diri di atas karpet.Malam itu, Mr. Kim dilarikan ke rumah sakit bersama dengan Miss Lee. Sedangkan di sisi lain, tepatnya di hall tempat festival tahunan diadakan, keheningan mencekam mewarnai keadaan saat itu. Bagaikan terhipnotis, aparat yang berada di dalam hall hanya bisa memandangi tubuh Saera yang tergeletak tak bernyawa.Namun suara sirine ambulance yang baru bisa memasuki daerah hall memecah keheningan. Bagaikan gerak lambat, semua tersadar dan mulai bekerja. Team forensik dibantu dengan aparat polisi mulai sibuk mengumpulkan bukti, mendokumentasikan keadaan, dan melindungi TKP dari orang yang tidak berkepentingan.Team medis juga sibuk mengobati orang-orang yang tidak sengaja terluka ak
— Seven years ago —Elisa, Ethan, dan Hikaru yang berhasil kabur melalui pintu belakang rumah milik keluarga Cha, berhenti sejenak di sebuah bukit kecil yang berada di balik rumah besar keluarga Cha.Dari ketinggian bukit dan sinar mentari pagi yang mulai menyelimuti bumi, ketiga anak yang baru saja menjadi yatim piatu itu bisa melihat dengan jelas bagaimana api melalap rumah besar peninggalan keluarga Cha.Kebakaran itu begitu hebat hingga bertahan beberapa jam. Namun bukan api yang menjadi fokus tatapan mereka. Disana — di jalan selebar satu buah mobil yang merupakan satu-satunya akses jalan menuju keluarga Cha — tidak jauh dari pekarangan keluarga Cha terparkir sebuah mobil mewah berwarna hitam.Di depan mobil tersebut, berdirilah seorang wanita bergaun merah darah dengan topi lebar dan berkaca mata hitam, menatap ke arah rumah keluarga Cha yang sedang terbakar.Cahaya dari api yang melahap rumah Cha mena
Ucapan Elisa mengejutkan Ethan. Ia tidak menyangka kalau gadis yang telah bersamanya selama tujuh tahun ini akan membawa serta kakeknya dalam pembicaraan tentang teman masa remajanya.“Apa maksudmu, Elisa?” tanyanya.Suasana canggung tidak terelakkan, tapi itu hanya berlaku pada Ethan karena Elisa dengan tenang menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara.“Sesuai yang kukatakan, Ethan. Kau dari semua orang seharusnya tahu mengapa aku tidak ingin menyalahkan Kim Oppa bukan? Ia hanya korban. Sama seperti Kakek Cha. Ibunya mungkin bersalah karena melakukan ritual yang tidak seharusnya dengan kemampuan yang tidak mumpuni, tapi Kim Oppa dan kakekmu sama sekali tidak bersalah. Mereka hanya korban. Apa kau mengerti maksudku?”“Bukankah ini berbeda? Kim Oppamu itu masih melakukannya hingga seka —.”“Lalu? Apa menurutmu, orang normal mampu melepaskan diri dari roh yang merasukin
Setelah Hikaru keluar dari sekolahnya, L pamit karena ia harus melakukan pekerjaannya. Padahal Hikaru sempat mengajaknya untuk makan malam bersama, walaupun hanya berbasa-basi.“Jadi Noona memutuskan untuk berkencan dengannya?” tanya Hikaru di perjalanan pulang mereka. Keduanya memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Toh jarak antara sekolah Hikaru dan apartemen mereka tidak jauh. Lagipula karena Elisa pergi seharian, mereka harus membeli lauk untuk makan malam hari ini.Beberapa detik berlalu sampai Hikaru menoleh, menatap kakaknya yang lebih pendek darinya karena gadis yang lebih tua tujuh tahun darinya itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Dahinya mengernyit bingung saat melihat Elisa yang terlihat gugup. Gadis itu sepertinya benar-benar sedang banyak pikiran hingga tidak menyadari kalau Hikaru telah menghentikan kakinya dan memperhatikannya dari belakang. Menunggu apakah kakaknya akan sadar kalau dirinya sudah tidak berjalan di sisin
Setelah kembali dari toilet sambil memikirkan ucapan Kim Ahjumma, Elisa duduk kembali di tempat duduknya yang berada di sisi L. Sampai pertunjukan berakhir, gadis itu sama sekali tidak mengingat apa yang telah ia tonon, bahkan saat orang-orang dengan antusias melambaikan tangan membalas penyelam yang menyapa mereka pun, Elisa masih terlarut dalam ucapan hantu yang baru ditemui.Bahkan di perjalanan balik, dari sejak di mobil hingga berhenti di cafe depan sekolah Hikaru pun, Elisa masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sedangkan L, hanya diam, tidak mengganggu ataupun bertanya. Lelaki itu membiarkan Elisa terlarut.Elisa masih bengong ketika mereka duduk dimeja di luar cafe. Sampai minumannya sampai sekali pun, yang gadis itu lakukan hanya menatap wajah tampan L lamat-lamat. Membuat L salah tingkah karena tiba-tiba Elisa terus menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun begitu, L tetap menyukainya. Setidaknya dengan begitu, ia bisa ikut memperhatikan gerak
Di satu-satunya villa yang ada di daerah lembah, Yamato duduk di atas sebuah alas duduk. Di hadapannya terdapat sebuah meja pendek yang di atasnya dilapisi lembaran kertas tradisional Iapana. Di bagian sisi kanan meja, satu buah kuas besar dan baki tempat menggerus tinta."Apa kalian sudah membawa jenazahnya?" Yamato bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari baki tinta di atas meja kayu di hadapannya. Tangannya sedang sibuk menggerus tinta yang akan digunakannya untuk melukis."SudahSir. Sedang dalam perjalanan.""Good! Apa semua persiapan sudah selesai?"“Sudah, Sir,” sahut asistennya tanpa bergerak dari bagian sisi Yamato."Mr. Kim?""Beliau menolak untuk datang,Sir," jawabnya lagi. Kali ini dengan kepala tertunduk merasa bersalah."Benar-benar wadah yang menyusahkan. Kalau begitu awasi terus dia. Aku akan bersiap." Yamato beranjak menuju kamarnya yang berada di balik punggungnya
Hawa dingin langsung menyergap keduanya saat mereka masuk. Sambil mengenakan sarung tangan dan menuup setengah wajah mereka menggunakan masker medis, keduanya melangkah menuju rak aluminium yang memiliki banyak pintu seukuran tidak sampai satu kali satu meter persegi. Mirip seperti lemari untuk menyimpan file, bahkan hingga tempat menaruh label namanyanya.Yang berbeda adalah meskipun luasnya mirip, panjangnya tidak. Lemari yang setengahnya di tanam masuk ke dinding itu memiliki beberapa kali lipat lebih panjang dari lemari file biasa karena digunakan untuk menyimpan jenazah.Setelah menemukan laci yang mereka cari, Ethan membuka pintunya dan hawa yang lebih dingin kembali menerpa mereka. Lelaki berkulit putih itu lalu menarik keranda di dalamnya dan menyibak sedikit kain putih yang menutupi hanya untuk memeriksa kalau jenazah yang mereka cari benar."Minta Inugami melakukannya dengan cepat,okay."Elisa mengangguk kemudian memejamkan matany
"Mr. Kim,” panggil Mr. Ha kepada atasannya yang sedang duduk di meja kerjanya. Hari sudah malam, tapi Mr. Kim masih sibuk memantau website miliknya, TellUs. “Mr. Yamato baru saja menghubungi saya dan mengatakan kalau Miss Lee telah tewas,” lapornya tanpa menunggu jawabaan atas sapaannya.“Lalu?” tanya Mr. Kim tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.“Menurut Mr. Yamato, kematian Miss Lee jelas bukan pembunuhan biasa.”"Dan apa urusanku?" Mr. Kim mengangkat wajahnya, sepen
Ethan membuka pintu apartemennya setelah sibuk mengatur keamanan di tempat kejadian perkara. Untungnya hari ini dia bisa pulang. Tubuhnya benar-benar lelah mengatur sebegitu banyak orang."Astaga!" Ethan terkejut melihat keberadaan Elisa yang berdiri menjulang di hadapannya. Ia baru saja mengganti sepatunya dengan sandal rumah saat mendapati gadis itu bersender di dinding, menyilangkan tangan sambil menatapnya."Kau terkejut?" Elisa benar-benar terpana melihatnya, mengekori Ethan yang berjalan menuju kulkas untuk mengambil minum.
“Aku pulang!” teriak Hikaru sambil membuka sepatu sekolahnya dan menukarnya dengan sandal rumah. Kembali menenteng ransel hitamnya ia melangkah memasuki ruangan apartemennya yang tidak terlalu besar. “Noona, aku pulang!” teriaknya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari orang yang diharapkanya. Kepalanya menoleh ke arah kananya, tepatnya ke ruangan yang merupakan dapur sekaligus tempat makan. Dahinya mengernyt bingung karena hanya mendapati potongan sayur yang teronggok di atas meja dapur dan sebuah panci di atas kompor tanpa ada sosok yang mengerjakannya.Masih tidak berpikiran yang negatif, ia menaruh ranselnya ke
Elisa masih terus menunduk, meskipun secara naluri ia tahu kalau Miss Lee, orang yang telah membunuh keluarganya mulai mendekat. Ia merasa seperti sedang menggali kuburnya sendiri dan terus menyalahkan dirinya yang tidak mengikuti peringatan Hikaru sedikitpun. Inginnya sih cepat-cepat berdiri dan berusaha kabur dari gerbong itu. Ia cukup yakin dirinya bisa menyelinap di antara keramaian di dalam gerbong.Semua skema pelarian sudah dibayangkan olehnya. Dari buru-buru berdiri dan menembus orang-orang yang sedang berdiri hingga skema melarikan diri dengan melompat ke luar jendela., walau akhirnya ia batalkan karena teringat kalau ia menaiki kereta bawah tanah. Yang artinya jika ia melompat ke luar jendela, maka ia akan tetap tewas karena terbentur dinding rel kereta dalam kecepatan penuh pula.Entah beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan tangan dan kakinya yang gemetar ketakutan. Berharap ia sudah cukup tenang dan bisa bergerak sebelum Miss Lee tiba