— Hari kedua setelah keluarga Yoon ditemukan tewas dan Sean menghilang —....
"Loh? Opsir Kim? Bukannya shift tugasmu nanti malam ya? Kau kan kemarin sudah bergadang?" tanya Kayden tidak putus-putus kepada Ethan.
Pemuda itu tadi habis mengkopi berkas yang dikirimkan oleh team forensik mengenai temuan sementara mereka atas peristiwa pembunuhan keluarga Yoon.
Dan begitu ia ingin kembali ke mejanya yang bersebelahan dengan Chris Jung, ia melihat Ethan yang melintas ingin melaporkan hasil penjagaannya kepada Jessica yang duduk di ujung, dekat dengan jendela.
"Oh? Aku tidak bisa tidur. Kau tahu, melihat keadaan TKP yang parah, membuatku sulit tidur. Kau sendiri apa sudah tidur?"
Ethan tentu saja berbohong. Ia jauh lebih sering melihat hantu orang mati yang bergentayangan dan keadaan mereka kadang jauh lebih parah dibanding yang kemarin mereka temukan. Namun ia butuh datang ke kantor untuk mencari tahu apa yang telah ditemukan oleh para detektif bukan.
"Benar. Aku bahkan tidak makan sampai tadi pagi. Setiap mengingat apa yang kulihat di TKP, aku selalu merasa mua ...," Kayden terbelalak ngeri sambil menutup mulutnya karena adanya tekanan tidak menyenangkan dari dalam perutnya yang meminta dikeluarkan paksa.
Pemuda tampan itu lalu memberikan asal berkas yang barusan ia fotocopy ke Ethan sambil berlari terburu-buru dengan menutup mulutnya ke arah toilet kantor polisi untuk membuang apapun yang masih tersisa di perutnya.
Ethan menoleh memperhatikan punggung Kayden yang berlari menjauh sambil memeluk berkas yang diberikan padanya. Lalu dengan perlahan, ia berjalan mundur sambil memperhatikan sekitarnya. Setelah merasa aman, lelaki yang kini bermarga Kim itu langsung berlari cepat menuju daerah tangga darurat dan mulai membaca berkas yang berada dipelukannya dengan cepat.
Terpujilah Kayden yang tidak kuat melihat jenazah, jadi ia tidak perlu bersikap seperti pencuri yang mengaduk-aduk meja divisi kriminal dan kekerasan.
Sesuai dugaannya, diketemukan zat Mescaline dengan jumlah yang tidak biasa. Sepertinya yang ditakutkan ia benar-benar terjadi.
¤¤¤
"Aku melihat Noona ...." Hikaru menatap Elisa dan Ethan yang menunggunya bicara. Dengan mengeratkan kedua tangannya yang bertautan, Hikaru mulai menceritakan apa yang ia lihat dalam ramalannya.
Pemuda yang tingginya enggak kira-kira itu seakan berada di sebuah ruangan berwarna kusam. Dimana tidak ada satupun orang yang bisa melihatnya. Seakan dirinya hanya bayangan. Itulah yang dihadapi oleh Hikaru saat ia mendapat penglihatan masa depan.
Tidak selalu jelas, karena hanya fragmen-fragmen yang harus disusun agar mendapatkan gambaran keseluruhan. Seperti sebuah puzzle.
Dalam fragmen terakhir yang ia lihat, ia berdiri dibelakang Sean Yoon yang tergantung di langit-langit dengan tangan bersimbah darah dan wajah pucat ketakutan. Ruangan tempat Sean tidak terlalu luas, hanya sebesar kamarnya dengan Ethan.
Hikaru tidak mengingat apa saja yang ia lihat di ruangan itu karena sekitarnya terlihat samar. Namun, ia mendengar suara rintihan di balik punggungnya. Suara yang ia sangat kenali.
Dengan takut-takut, Hikaru menoleh dan mendapati Elisa Noonanya dengan posisi tengkurap dan wajah menghadap kesamping. Yang Hikaru ingat, ia melihat mata Elisa terpejam karena aliran darah dari pelipisnya dan merintih diatas lautan darah.
Elisa terkejut mendengarnya namun dengan cepat mengendalikan diri.
"Tidak apa Hikaru. Kau tahu kan, potongan ramalan masa depan bisa berubah sesuai keputusan yang kita buat sebelumnya. Lagipula, bisa saja aku hanya terluka sedikit dan lautan darah itu bukan milikku," kata Elisa berusaha menenangkan walaupun sebenarnya dirinya juga merasa takut.
Hanya saja, mental Hikaru jauh lebih penting dibanding ketakutannya. Bagaimanapun, kemampuan meramal masa depan Hikaru terkadang terasa seperti kutukan karena Hikaru hanya mampu melihat masa depan yang buruk. Jadi sebisanya, Elisa harus lebih kuat agar Hikaru tidak terbeban.
"Sa ... sa ... isa ... ELISA!" Sebuah suara kencang menyadarkan Elisa dari lamunannya.
"Ih, dasar orang tua! Kau mengagetkanku tahu," gerutu Elisa mencibir ke arah Paman Kim yang duduk di depannya. Jarak mereka hanya dipisahkan oleh sebuah meja rendah.
"Yak! dasar anak kurang ajar. Aku masih muda! Umurku bahkan baru 33 tahun! Lagian, Paman sudah memanggilmu berkali-kali tapi kau tidak menanggapi. Kau melamunkan apa?" kesal Paman Kim yang kemudian terdiam, kembali menatap anak angkatnya, lebih tepatnya sepupu angkat.
Orang-orang tahunya, Elisa, Ethan, dan Hikaru adalah sepupu jauhnya. Makanya nama mereka diganti menggunakan marganya.
"Tidak. Aku hanya kurang tidur. Paman tahu, kemarin ada kasus pembunuhan, jadi Ethan tidak pulang. Makanya aku sulit tidur menunggunya pulang," bohong Elisa.
Paman Kim memicing menatap Elisa. Ia tahu kalau pemudi di hadapannya berbohong. Elisa bukanlah orang yang rela memotong jam tidurnya demi apapun. Ia bahkan bisa tertidur di mana saja dan kapan saja jika sudah waktunya dia tidur.
"Jadi kau mau apa kesini?" tanya Paman Kim yang memilih untuk membiarkan kebohongan Elisa.
"Mau pinjam mobil," cengir Elisa tanpa merasa bersalah.
"Kau tidak kerja? Memang mau kemana sampai minjam mobil? Katanya gak suka sama mobil Paman. Apa katamu? Mobil tua yang berisik?"
"Ish! Jangan cerewet, Paman. Kau itu laki-laki bukan sih? Aku perlu belanja bulanan. Ethan tidak bisa mengantarku karena kasus semalam. Dan karena belanjaannya banyak, aku malas menggunakan bus. Mumpung hari ini aku libur. Boleh ya?" bujuk Elisa dengan mata berbinar.
Paman Kim yang tadinya bersikeras tidak akan meminjamkan mobil tuanya karena Elisa sudah mengolok-olok mobil kesayangannya menjadi tidak berdaya. Ia saja suka heran, kenapa dirinya begitu menyayangi ketiganya. Padahal mereka suka sekali merepotkannya.
Dengan sedikit terpaksa, Paman Kim akhirnya menyerahkan kunci mobilnya ke Elisa yang diterima dengan cengiran yang begitu lebar. Tanpa berlama-lama, Elisa lalu berterima kasih, pamit dan langsung melesat keluar rumah Paman Kim menuju mobil Paman Kim yang terparkir di ujung gang.
"Yak! Bawanya pelan-pelan. Jangan ngebut! Kalau ada yang tergores sedikit saja, akan kuhukum kau!" teriak Paman Kim mengiringi langkah Elisa yang menoleh hanya untuk memberikan jempolnya sambil tersenyum.
"Tentu Paman. Nanti kubelikan cemilan untuk Paman," teriak Elisa menanggapi ocehan Paman Kim.
¤¤¤
"Lihat siapa yang datang ke sekolah." sebuah suara sinis mengalun membahayakan di balik punggung Hikaru yang sudah duduk nyaman di kursi kelasnya. Jam pelajaran pertama belum dimulai, jadi sebagian besar siswa masih bercengkerama di luar kelas.
"Hari ini pahlawan lo gak dateng. Jadi gak akan ada yang bisa ngejaga lo," desis suara yang sama, namun kini si pemilik suara yang adalah Byounggon sudah duduk di atas meja Hikaru sambil menepuk-nepuk pipi Hikaru cukup kencang.
Hikaru hanya diam dan malah menyibukkan diri dengan buku pelajaran yang sejak tadi dibacanya. Membuat Byounggon marah.
Pemuda itu hampir menarik buku Hikaru sebelum sebuah pengumuman yang meminta para siswa kelas sebelas berkumpul di aula menggema memenuhi setiap sudut sekolah.
Kasak-kusuk para siswa kini memenuhi koridor yang menuju ke aula besar yang sudah diisi oleh beberapa staf sekolah, wali kelas, dan kepala sekolah.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa kepala sekolah sesaat setelah para siswa kelas sebelas sudah duduk manis di atas lantai aula.
"Kalian mungkin bertanya-tanya mengapa Bapak memanggil kalian."
Ucapan Pak kepala sekolah langsung diikuti dengan suara-suara malas dari para siswa. Kenapa sih kepala sekola suka bertele-tele, gerutu sebagian besar siswa. Sehingga suasana aula menjadi begitu ramai hingga mata mereka menatap dua orang pemuda yang tidak mereka kenal naik ke panggung dan berdiri di samping kepala sekolah mereka.
"Perkenalkan, mereka detektif Kayden Kim dan Chris Jung ...," Pak kepala sekolah terpaksa menghentikan ucapannya karena lagi-lagi para siswanya kembali berisik. Butuh waktu sekitar beberapa menit untuk kembali menarik perhatian para siswa kelas sebelas itu.
Kepala sekolah hampir kembali berbicara sebelum Chris menghentikannya dan agak menggeser dirinya untuk berbicara. Hingga sang kepala sekolah mau tidak mau mempersilakannya.
"Selamat siang semuanya. Seperti yang diperkenalkan, kami adalah detektif dari Divisi Kriminal dan Kekerasan kantor pusat Kolea Hema. Tidak perlu takut, kami disini hanya ingin bertanya beberapa hal pada kalian secara bergiliran. Jadi kami mengharapkan kerja samanya," ucap Chris singkat, padat, dan jelas.
Keributan kembali terjadi namun dengan cepat dikendalikan dan masing-masing siswa bergantian masuk ke dalam ruang ganti kostum di belakang panggung yang disulap menjadi tempat wawancara sementara.
Untungnya ada empat ruangan di sana, jadi mereka bisa melakukan investigasi secara bersamaan kepada empat siswa yang berganti-gantian masuk.
"Siang." Hikaru menyapa detektif yang duduk sambil meneliti berkas wawancara siswa-siswa sebelumnya di laptopnya.
"Oh? Hikaru Kim, benar?"
Hikaru mengangguk sambil menarik kursi di hadapan si detektif yang adalah Chris.
"Hmmm ... karena aku sudah bertanya banyak hal kemarin. Sepertinya hari ini aku hanya ingin bertanya hal-hal yang mungkin belum kau katakan kemarin. Apa kau mengingat sesuatu?"
"Tidak ada, Sir. Seperti yang kubilang kemarin, Sean dan aku berpisah di perempatan jalan. Oh iya, Sean hari ini tidak masuk. Tapi harusnya Pak Polisi sudah tahu, bukan?"
"Apa kau tahu mengapa Sean tidak masuk? Apa dia mengabarimu?"
"Tidak. Sean tidak mengabari apapun. Lagipula selama ini ia hanya suka mengirimkan meme atau pertanyaan seputar tugas. Kami sepertinya tidak terlalu dekat sampai berbagi masalah keluarga. Seperti yang kubilang kemarin, Sir."
"Jadi sama sekali tidak ada kabar. Tapi apa kemarin Sean sempat memberi pesan?"
"Tidak. Sama sekali tidak ada pesan masuk. Bukan hal aneh jika ia tidak mengirimkan pesan dalam sehari. Ia tidak selalu mengirimiku pesan. Kau mau melihat pesan yang biasa ia kirimkan padaku?" tanya Hikaru yang merasa kalau ia memberitahukan isi pesan di ponselnya akan lebih cepat.
"Kalau kau tidak keberatan."
"Tentu tidak, Sir. Ini." Hikaru menyodorkan ponselnya yang sudah ia buka di aplikasi pesan.
Selagi Chris membaca pesan-pesan yang pernah dikirim oleh Sean, pikiran Hikaru melayang ke peringatan Ethan saat mereka sedang sarapan bersama.
"Jangan katakan apapun mengenai ramalanmu kepada siapapun selain kami, okay. Tidak semua menganggap ramalanmu sebagai peringatan. Mereka bisa saja menganggapnya berbeda. Hyung akan mencari keberadaan temanmu, jangan khawatir."
Bukan tanpa sebab, Ethan berkata seperti itu. Manusia pada dasarnya selalu mencari celah untuk menyalahkan orang lain ketimbang mensyukuri cobaan yang ia terima. Dan kejadian itu pernah terjadi. Kemampuan Hikaru yang masih terkunci tanpa sengaja muncul. Ethan dan Elisa menyebutnya ramalan yang merembes karena terlalu berat untuk ditampung kunci yang dibuat oleh keluarga Hikaru.
Saat itu, Hikaru melihat kecelakaan bus yang menewaskan belasan orang sekaligus. Karena tidak ingin melihat orang terluka dan tewas seperti keluarganya, ia memberi tahu si supir bus untuk tidak melakukan perjalanan bahkan ke staf yang ada di halte bus.
Karena tidak mengindahkan peringatan Hikaru, bus tersebut terguling ke jurang dan menewaskan semua orang di dalamnya. Sayangnya, bukan mengakui kekuatan Hikaru, mereka yang juga mendengar peringatan Hikaru malah megatakan kalau Hikaru adalah shaman jahat yang mengutuk bus itu hingga terguling ke jurang.
"Ini, terima kasih," kata Chris menyodorkan kembali ponsel milik Hikaru setelah mengeceknya. Menarik Hikaru kembali ke masa sekarang.
"Ngomong-ngomong, apa kau kenal Ethan Kim?" tanya Chris karena melihat nama yang ia kenal di kolom wali siswa.
"Iya. Dia kakakku."
"Begitu. Baiklah, kurasa wawancaramu sudah selesai. Terima kasih sudah meminjamkan ponselmu."
"Sama-sama, Sir. Semoga bisa membantu menemukan Sean." Hikaru tersenyum tipis ke arah Chris sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.
¤¤¤
Ethan menatap bangunan putih yang berkesan modern dan dibuat terlihat seperti sebuah restoran berkelas karena kaca-kaca semi transparan yang mengelilinginya. Selain juga karena taman rumput dan bunga yang terhampar di bagian sisi samping dan belakangnya.
Walaupun — jika Ethan tidak terpaksa sekali — ia memilih untuk tidak pernah menginjakkan kakinya ke tempat ini.
Ethan lagi-lagi menghela napasnya sambil memantapkan hati. Ia melangkah hati-hati, berusaha sebisanya untuk tidak menatap arwah-arwah gentayangan yang jumlahnya tidak sedikit.
Saat ini, Ethan sedang berada di halaman gedung forensik. Tempat dimana jenazah-jenazah yang kematiannya dicurigai berada. Tidak banyak juga jenazah tanpa identitas yang berakhir di semayamkan di taman belakang forensik dalam bentuk abu karena tidak ada yang mengklaim setelah otopsi.
Polisi muda itu datang ke bangunan milik team forensik atas permintaan Jessica. Maksudnya atas pengajuan diri Ethan sendiri yang menawarkan untuk mengambil data yang sudah diteliti oleh Jayden Park, anggota team gorensik bagian digital.
Karena bukti fisiknya tidak mungkin dikirim via email, maka mereka harus mengambilnya sendiri.
"Opsir Kim," sapa Jayden dari dekat meja resepsionis yang melihat kedatangan Ethan.
"Siang, Sir." Ethan memberi hormat kepada Jayden yang bagaimanapun pangkatnya lebih tinggi darinya yang hanya seorang polantas.
"Ini berkasnya berikut barang buktinya. Katakan pada Detektif Kim untuk menghubungiku jika ada pertanyaan," ujar Jayden menyerahkan sebuah amplop coklat yang berisikan barang bukti dan beberapa map kulit hitam dengan lambang team forensik ke Ethan.
"Terima kasih sudah jauh-jauh datang. Aku tinggal dulu ya. Kasus keluarga Yoon benar-benar membuat pusing," ucap Jayden lagi sambil menepuk ringan bahu Ethan lalu undur diri.
__________
Ethan memejamkan matanya dan mengatur napasnya agar tenang. Ia kemudian menoleh ke arah kanannya, menatap berkas yang baru saja diberikan oleh Jayden.
Setelah memantapkan hati, Ethan mengambil berkas di sampingnya dan mulai membacanya.
"TellUs?" ucap Ethan tanpa sengaja bersuara. Ia lalu membaca keterangan dibawahnya yang mendeskripsikan kalau TellUs adalah sebuah forum dimana ada platform khusus yang mempersilakan para penggunanya berkeluh kesah. Sean adalah salah satunya.
Dalam berkas itu, Sean menuliskan kegusarannya sebagai anak pertama keluarga Yoon yang memiliki aset yang fantastis dan kekesalannya karena ia seperti tidak bisa menjadi dirinya sendiri karena tuntutan kakek nenek serta orang tuanya. Ia juga menuliskan kalau dirinya iri dengan kedua adiknya yang diperbolehkan berbuat yang mereka mau.
Meskipun jejak digital Sean ditemukan, dari berlembar-lembar berkas yang sedang Ethan baca, tidak diketemukan keberadaan Sean. Bahkan sejak kemarin, setelah perempatan sekolah, keberadaan Sean tidak ditemukan.
"~Telllllusss .... Aku pernah bermain di forum ituuu ~," lirih suara samar yang duduk di kursi belakang mobil patrolinya.
Ethan menghela napas malas lalu membereskan berkas-berkas yang baru ia baca dan menaruhnya di kursi sampingnya. Ia sudah cukup mengerti dengan informasi yang tertulis dalam bentuk laporan itu dan sekarang waktunya memberikan kepada Detektif Kim.
"Jangannn tidak mempedulikannkuu ...." lirih suara yang sama. "Akuu jauhh lebih tahu soalll TellUs ~," lirih hantu remaja laki-laki yang matanya terlihat bolong.
"Akuuu kehilangaannn keluargaa dannn ... nyawaku karenaa forummm ituuuu~," katanya lagi dengan sedikit melengking karena marah.
Membuat Ethan jengkel setengah mati karena diganggu terus oleh si hantu yang kini sudah mencondongkan badannya melalui tengah kursi agar bisa sejajar dengan Ethan.
Dengan kasar, Ethan menepikan mobilnya lalu menoleh, menatap hantu remaja yang matanya bolong itu.
"Katakan informasi yang kau ketahui. Jika sama sekali tidak berguna, jangan harap aku melepaskanmu," ujar Ethan jengkel.
Si hantu yang memakai seragam sekolah berwarna keperakan di beberapa bagian itu terkejut dengan hardikan Ethan namun tetap berusaha tenang.
"Akuuu pernah menggunakannyaa .... Hanyaaa bermodalkannn bintanggg ... kauu bisaa membunuhhh siapapunnn~~," lirih si hantu yang seketika setelah selesai mengatakan apa TellUs itu, merasa kesakitan sambil mencengkeram lehernya dengan tatapan mata terbelalak ketakutan.
Kemudian tanpa aba-aba hantu itu menghilang begitu saja. Meninggalkan jejak asap putih. Membuat Ethan kebingungan.
Jessica Kang duduk di ujung meja yang sengaja ditata seperti huruf U sambil memperhatikan tampilan gambar yang ditembakkan oleh proyektor ke papan tulis putih. Di sisi kanannya Chris Jung duduk sambil memperhatikan obyek yang sama. Sedangkan Kayden Kim berada di sisi papan tulis sambil menjelaskan apa saja temuan yang sudah mereka dapatkan dari penyelidikan awal sampai hasil otopsi dari team forensik. "Seperti yang dilihat, keberadaan anak tertuka Yoon Dojin sama sekali tidak diketahui rimbanya sejak ia berpisah dengan temannya di perempatan sekolah kemarin. Menurut laporan Jayden Park — anggotateamforensik digital — tid
Baru saja Chris mau membuka pintu, tiba-tiba pintunya terbuka lebar dengan sendirinya dan Sean melesat cepat. Sangat cepat sehingga membuat keempat polisi yang berjaga terkejut.Entah bagaimana, Sean yang terlihat kotor itu mampu melewati mereka begitu saja dan melompat tanpa persiapan ke gedung sebelah yang padahal jaraknya sekitar satu setengah meter. Untungnya tinggi gedungnya lebih rendah jadi lebih memungkinkan."Kayden dan Ethan kau kejar dia. Jangan sampai lepas. Aku dan Samuel akan mengabarkan yang lain," ujar Chris yang langsung menginformasikan apa yang terjadi pada Jessica.
"Hei, kau tidak mau mampir ke rumahku?" tanya Sean sesaat sebum ia berpisah dengan Hikaru. "Yak! Setidaknya jawab pertanyaanku, jangan hanya melambai," dengus Sean kesal, ketika melihat punggung Hikaru yang menjauh sambil mengangkat tangannya yang melambai padanya. Sean baru saja akan duduk di salah satu kursi di depan mini market langganannya. Karena hampir setiap harinya ia jajan di tempat itu ketika menunggu supirnya menjemput. Dan begitu menyadari kalau supirnya hari ini berhalangan. Jadi ia terpaksa pulang sendiri hari itu.
"Jangan khawatir, Hikaru.Hyungdan Paman tidak akan membiarkan apapun terjadi padaNoonakeras kepalamu itu." Ethan mencoba menenangkan Hikaru yang gElisah karena mengetahui berita tentang Elisa dan Sean. "Tapi biasanya ramalanku selalu benar," lirih Hikaru. "Ramalanmu bisa diubah, Hikaru. Kan sudah kukatakan berkali-kali. Kepastian ramalanmu tergantung dari keputusan yang diambil sebelumnya. Dan karena Elisa menghubungiku sebelum masuk ke dalam gedung, setidaknya akan ada yang kejadian kecil yang berubah walau tidak besar," jelas Ethan tanpa melepaskan pandangannya dari jalan raya yang saat itu ramai. Bahkanstroboyang ia nyalakan tidak membantu terlalu banyak. ¤¤¤ Elisa menutup mulutnya erat-erat agar suaranya tidak keluar dalam persembunyiannya ketika melihat betapa mudahnya si laki-laki menghancurkan roh jahat yang merasuki Sean sebelumnya hanya menggunakan sebelah tangan. Untung ia tadi m
Dua hari berlalu sejak insiden di gedung sekolah yang tidak terpakai. Sean sudah sadar, tapi ia hanya mengingat sampai kejadian dimana ia melihat langsung keluarganya terbunuh. Setelahnya ia sama sekali tidak mengingat apapun. Dokter menganggap kehilangan ingatannya terjadi karenashock. Jessica Kang danteambelum menemukan pelaku pembunuhan yang terjadi di keluarga Yoon. Awalnya mereka mencurigai pria yang ditemukan di sekolah bersama Sean. Pria tuna wisma yang dirasuki roh jahat dan melukai Sean serta Elisa. Namun tidak ada bukti yang menandakan kalau pria tersebut berada di daerah lingkungan keluarga Sean. Jadi, pria itu akhirnya hanya bisa dituntut karena menculik Sean dan melakukan penyerangan pada Elisa dan Sean. Walaupun kenyataannya pria tuna wisma itu juga tidak melakukannya atas kemauannya, tetapi karena kerasukan roh jahat. Meskipun begitu, tidak ada yang bisa diperbuat oleh Ethan, Elisa, dan Hikaru. Dunia
—10 days after Yoon's family funeral —Seorang wanita paruh baya berbajuclassyberjalan anggun sambil menyeret sebuah koper besar di pelataran bandara. Ia baru saja keluar dari gerbang kedatangan internasional.Dengan angkuh ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menatap sekitarnya. Mencari bawahannya yang seharusnya sudah menjemputnya.Di sisi lain, si bawahan yang bernama Nam Tobias berjalan tergesa-gesa memasuki kawasan bandara. Ia tadi terjebak macet setelah sebelumnya kesiangan.Dengan langkah panik, Tobias bergerak cepat walau beberapa kali menabrak orang dan menunduk-nunduk meminta maaf. Kemarahan atasannya — sishamanparuh baya yang suka mengoleksi barang-barang kuno — lebih menakutkan.Benar saja. Baru juga ia tiba di hadapan atasannya, wanita paruh baya itu melepas kaca mata hitamnya yang bertengger apik di batang hidungnya dan menatapnya sinis."Apa lagi
Malam itu, Kolea Hema macet total, hingga menyebabkan beberapa kecelakaan ringan. Hal itu terjadi akibat berita yang ditayangkan di layar TV plasma besar sebagaibreaking news. Seluruh stasiun TV berbondong-bondong berusaha memberitakan dan menayangkan apa yang terjadi. Tidak hanya orang-orang di jalanan yang terkejut, mereka yang menonton siaran langsungnya di rumah dan di ponsel pun terkejut. Jessica Kang mengetahuinya dan meradang. Wanita cantik itu bahkan memerintahkan anak buahnya untuk mengusir reporter yang masih berusaha masuk.
Tubuh Miss Lee ambruk begitu kutukan Elisa berhenti. Keadaan kantor kembali tenang, namun sisa-sisa keributan masih terlihat jelas. Karena keadaan kantor terlihat berantakan. Sedangkan Mr. Kim terkulai tidak sadarkan diri di atas karpet.Malam itu, Mr. Kim dilarikan ke rumah sakit bersama dengan Miss Lee. Sedangkan di sisi lain, tepatnya di hall tempat festival tahunan diadakan, keheningan mencekam mewarnai keadaan saat itu. Bagaikan terhipnotis, aparat yang berada di dalam hall hanya bisa memandangi tubuh Saera yang tergeletak tak bernyawa.Namun suara sirine ambulance yang baru bisa memasuki daerah hall memecah keheningan. Bagaikan gerak lambat, semua tersadar dan mulai bekerja. Team forensik dibantu dengan aparat polisi mulai sibuk mengumpulkan bukti, mendokumentasikan keadaan, dan melindungi TKP dari orang yang tidak berkepentingan.Team medis juga sibuk mengobati orang-orang yang tidak sengaja terluka ak
Ucapan Elisa mengejutkan Ethan. Ia tidak menyangka kalau gadis yang telah bersamanya selama tujuh tahun ini akan membawa serta kakeknya dalam pembicaraan tentang teman masa remajanya.“Apa maksudmu, Elisa?” tanyanya.Suasana canggung tidak terelakkan, tapi itu hanya berlaku pada Ethan karena Elisa dengan tenang menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara.“Sesuai yang kukatakan, Ethan. Kau dari semua orang seharusnya tahu mengapa aku tidak ingin menyalahkan Kim Oppa bukan? Ia hanya korban. Sama seperti Kakek Cha. Ibunya mungkin bersalah karena melakukan ritual yang tidak seharusnya dengan kemampuan yang tidak mumpuni, tapi Kim Oppa dan kakekmu sama sekali tidak bersalah. Mereka hanya korban. Apa kau mengerti maksudku?”“Bukankah ini berbeda? Kim Oppamu itu masih melakukannya hingga seka —.”“Lalu? Apa menurutmu, orang normal mampu melepaskan diri dari roh yang merasukin
Setelah Hikaru keluar dari sekolahnya, L pamit karena ia harus melakukan pekerjaannya. Padahal Hikaru sempat mengajaknya untuk makan malam bersama, walaupun hanya berbasa-basi.“Jadi Noona memutuskan untuk berkencan dengannya?” tanya Hikaru di perjalanan pulang mereka. Keduanya memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Toh jarak antara sekolah Hikaru dan apartemen mereka tidak jauh. Lagipula karena Elisa pergi seharian, mereka harus membeli lauk untuk makan malam hari ini.Beberapa detik berlalu sampai Hikaru menoleh, menatap kakaknya yang lebih pendek darinya karena gadis yang lebih tua tujuh tahun darinya itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Dahinya mengernyit bingung saat melihat Elisa yang terlihat gugup. Gadis itu sepertinya benar-benar sedang banyak pikiran hingga tidak menyadari kalau Hikaru telah menghentikan kakinya dan memperhatikannya dari belakang. Menunggu apakah kakaknya akan sadar kalau dirinya sudah tidak berjalan di sisin
Setelah kembali dari toilet sambil memikirkan ucapan Kim Ahjumma, Elisa duduk kembali di tempat duduknya yang berada di sisi L. Sampai pertunjukan berakhir, gadis itu sama sekali tidak mengingat apa yang telah ia tonon, bahkan saat orang-orang dengan antusias melambaikan tangan membalas penyelam yang menyapa mereka pun, Elisa masih terlarut dalam ucapan hantu yang baru ditemui.Bahkan di perjalanan balik, dari sejak di mobil hingga berhenti di cafe depan sekolah Hikaru pun, Elisa masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sedangkan L, hanya diam, tidak mengganggu ataupun bertanya. Lelaki itu membiarkan Elisa terlarut.Elisa masih bengong ketika mereka duduk dimeja di luar cafe. Sampai minumannya sampai sekali pun, yang gadis itu lakukan hanya menatap wajah tampan L lamat-lamat. Membuat L salah tingkah karena tiba-tiba Elisa terus menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun begitu, L tetap menyukainya. Setidaknya dengan begitu, ia bisa ikut memperhatikan gerak
Di satu-satunya villa yang ada di daerah lembah, Yamato duduk di atas sebuah alas duduk. Di hadapannya terdapat sebuah meja pendek yang di atasnya dilapisi lembaran kertas tradisional Iapana. Di bagian sisi kanan meja, satu buah kuas besar dan baki tempat menggerus tinta."Apa kalian sudah membawa jenazahnya?" Yamato bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari baki tinta di atas meja kayu di hadapannya. Tangannya sedang sibuk menggerus tinta yang akan digunakannya untuk melukis."SudahSir. Sedang dalam perjalanan.""Good! Apa semua persiapan sudah selesai?"“Sudah, Sir,” sahut asistennya tanpa bergerak dari bagian sisi Yamato."Mr. Kim?""Beliau menolak untuk datang,Sir," jawabnya lagi. Kali ini dengan kepala tertunduk merasa bersalah."Benar-benar wadah yang menyusahkan. Kalau begitu awasi terus dia. Aku akan bersiap." Yamato beranjak menuju kamarnya yang berada di balik punggungnya
Hawa dingin langsung menyergap keduanya saat mereka masuk. Sambil mengenakan sarung tangan dan menuup setengah wajah mereka menggunakan masker medis, keduanya melangkah menuju rak aluminium yang memiliki banyak pintu seukuran tidak sampai satu kali satu meter persegi. Mirip seperti lemari untuk menyimpan file, bahkan hingga tempat menaruh label namanyanya.Yang berbeda adalah meskipun luasnya mirip, panjangnya tidak. Lemari yang setengahnya di tanam masuk ke dinding itu memiliki beberapa kali lipat lebih panjang dari lemari file biasa karena digunakan untuk menyimpan jenazah.Setelah menemukan laci yang mereka cari, Ethan membuka pintunya dan hawa yang lebih dingin kembali menerpa mereka. Lelaki berkulit putih itu lalu menarik keranda di dalamnya dan menyibak sedikit kain putih yang menutupi hanya untuk memeriksa kalau jenazah yang mereka cari benar."Minta Inugami melakukannya dengan cepat,okay."Elisa mengangguk kemudian memejamkan matany
"Mr. Kim,” panggil Mr. Ha kepada atasannya yang sedang duduk di meja kerjanya. Hari sudah malam, tapi Mr. Kim masih sibuk memantau website miliknya, TellUs. “Mr. Yamato baru saja menghubungi saya dan mengatakan kalau Miss Lee telah tewas,” lapornya tanpa menunggu jawabaan atas sapaannya.“Lalu?” tanya Mr. Kim tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.“Menurut Mr. Yamato, kematian Miss Lee jelas bukan pembunuhan biasa.”"Dan apa urusanku?" Mr. Kim mengangkat wajahnya, sepen
Ethan membuka pintu apartemennya setelah sibuk mengatur keamanan di tempat kejadian perkara. Untungnya hari ini dia bisa pulang. Tubuhnya benar-benar lelah mengatur sebegitu banyak orang."Astaga!" Ethan terkejut melihat keberadaan Elisa yang berdiri menjulang di hadapannya. Ia baru saja mengganti sepatunya dengan sandal rumah saat mendapati gadis itu bersender di dinding, menyilangkan tangan sambil menatapnya."Kau terkejut?" Elisa benar-benar terpana melihatnya, mengekori Ethan yang berjalan menuju kulkas untuk mengambil minum.
“Aku pulang!” teriak Hikaru sambil membuka sepatu sekolahnya dan menukarnya dengan sandal rumah. Kembali menenteng ransel hitamnya ia melangkah memasuki ruangan apartemennya yang tidak terlalu besar. “Noona, aku pulang!” teriaknya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari orang yang diharapkanya. Kepalanya menoleh ke arah kananya, tepatnya ke ruangan yang merupakan dapur sekaligus tempat makan. Dahinya mengernyt bingung karena hanya mendapati potongan sayur yang teronggok di atas meja dapur dan sebuah panci di atas kompor tanpa ada sosok yang mengerjakannya.Masih tidak berpikiran yang negatif, ia menaruh ranselnya ke
Elisa masih terus menunduk, meskipun secara naluri ia tahu kalau Miss Lee, orang yang telah membunuh keluarganya mulai mendekat. Ia merasa seperti sedang menggali kuburnya sendiri dan terus menyalahkan dirinya yang tidak mengikuti peringatan Hikaru sedikitpun. Inginnya sih cepat-cepat berdiri dan berusaha kabur dari gerbong itu. Ia cukup yakin dirinya bisa menyelinap di antara keramaian di dalam gerbong.Semua skema pelarian sudah dibayangkan olehnya. Dari buru-buru berdiri dan menembus orang-orang yang sedang berdiri hingga skema melarikan diri dengan melompat ke luar jendela., walau akhirnya ia batalkan karena teringat kalau ia menaiki kereta bawah tanah. Yang artinya jika ia melompat ke luar jendela, maka ia akan tetap tewas karena terbentur dinding rel kereta dalam kecepatan penuh pula.Entah beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan tangan dan kakinya yang gemetar ketakutan. Berharap ia sudah cukup tenang dan bisa bergerak sebelum Miss Lee tiba