Home / Horor / Shamans / Ramalan Hikaru

Share

Ramalan Hikaru

Author: Baka Inu
last update Last Updated: 2021-05-14 08:05:53

"Miss Kang, Sean Yoon tidak ada di sekolah. Satpam sekolah mengatakan kalau ia melihatnya pulang dengan teman sekolahnya sekitar jam 16.00." Chris Jung melaporkan melalui hubungan ponselnya ke Jessica Kangyang saat itu masih ada di TKP.

"Namanya Hikaru Kim, tapi satpam sekolah tidak mengetahui dimana alamatnya," lanjut Chris.

"Tidak ada petugas sekolah yang masih di kantorkah?" tanya Jessica.

"Tidak ada, yang memiliki akses ke data siswa keseluruhan hanya petugas tata usaha dan wali kelas  masing-masing hanya memiliki data siswa kelas yang dipegangnya."

"Satpamnya tidak tahu Sean Yoon kelas berapa?"

"Begitulah."

"Kalau begitu, minta nomor telepon petugas tata usaha. Minta ia datang ke sekolah."

"Yes, Miss." Chris menutup hubungan ponselnya dan langsung menjalankan perintah Jessica tanpa berlama-lama.

__________

Sekitar pukul 21.30, Chris sampai ke kompleks apartemen Hikaru. Ia memarkir mobilnya kemudian melepas sitbeltnya dan keluar. Ia berjalan menaiki tangga sambil mencocokkan alamat yang tertera di secarik kertas yang ia genggam

"Blok K nomor 313," baca Chris sambil mencari gedung yang dimaksud. "Ish, kenapa penerangannya dikit banget sih," gerutu Chris kesal menatap apartemen Hikaru.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Chris menemukan gedung yang dimaksud lalu mulai menaiki tangga menuju ke lantai tiga. Gedung apartemen tersebut sama sekali tidak mewah tetapi juga tidak terlalu kumuh.

Terdapat lima gedung setinggi lima lantai. Setiap lantai memiliki tiga puluh unit apartemen. Karena hanya lima lantai, apartemen itu hanya memiliki tangga.

Chris menatap pintu unit 313 sesaat sebelum memencet belnya. Tidak lama kemudian, suara seorang wanita dari dalam unit bertanya dari dalam.

"Chris Jung, polisi divisi kriminal dan kekerasan kantor pusat Kolea Hema," ujarnya memperkenalkan diri sambil memperlihatkan kartu identitasnya ke arah lubang kecil di pintu agar dilihat oleh orang yang ada di dalam.

"Ada apa? Kenapa polisi jauh-jauh datang kesini?" tanya seorang wanita setelah pintu terbuka.

"Saya mencari Hikaru Kim. Apa benar di sini tempat tinggalnya?"

"Hikaru? Kenapa mencarinya?" tanya si wanita dengan mata memicing curiga.

"Hanya ingin menanyakan satu dua hal mengenai temannya. Maaf, dengan siapa saya berbicara?"

"Elisa ... Elisa Kim, kakak dari Hikaru. Kalau begitu masuklah, dan silakan duduk di sana. Aku akan memanggil Hikaru," kata Elisa membukakan pintu agar Chris bisa masuk lalu menunjuk ruang TV. Karena mereka tidak memiliki ruang tamu.

_________

Kini, Elisa dan Hikaru sudah duduk di sofa tiga kursi sambil menatap Chris yang duduk di sofa single yang berada di sisi kanan mereka.

"Jadi, apakah kau mengenal Sean Yoon?"

Hikaru mengangguk mengiakan tanpa berminat bertanya lebih banyak.

"Apa kau tadi pulang dengannya?"

Lagi-lagi Hikaru hanya mengiakan dengan mengangguk.

"Apa kau tahu kemana dia sekarang?"

"Di rumahnya?" jawab Hikaru yang lebih mirip seperti pertanyaan. Membuat Chris bingung dengan ucapannya. Namun Hikaru melanjutkan ucapannya sebelum Chris kembali bertanya.

"Kami memang pulang bareng. Tapi hanya sampai perempatan dekat sekolah. Rumah kami berlawanan arah, lagipula Sean selalu dijemput supirnya."

"Jadi kau tidak tahu dia pulang ke rumah atau tidak?"

Hikaru menggeleng, menjawab pertanyaan Chris.

"Bisa ceritakan bagaimana Sean di sekolah?"

"Wait ... sebenarnya ada apa? Kenapa begitu penting menanyakan keberadaannya sampai bertamu semalam ini?" tanya Elisa yang geregetan.

"Sean tidak ditemukan di rumahnya. Dan saat saya mencarinya di sekolah, satpam mengatakan kalau Sean pulang bersama Hikaru."

"That's weird. Bukankah polisi baru akan bergerak mencari orang hilang setelah tidak ada kabar lebih dari 24 jam?"

"Benar, tapi ...." Chris terdiam ketika dering ponsel Elisa berbunyi, memotong ucapannya.

Elisa melihat nama Ethan yang keluar di layar ponselnya, lalu meminta ijin pada Chris untuk mengangkatnya. Ia kemudian beranjak dan berdiri agak jauh dari Chris dan Hikaru namun tidak mengalihkan pandangannya dari mereka. Sehingga Chris memutuskan untuk menunggu Elisa selesai baru melanjutkan pertanyaannya.

"Aku pulang pagi hari ini. Ada kasus mendadak dan aku harus menjaganya," ujar Ethan.

"Ada kasus apa?"

"Pembunuhan satu keluarga. Jadi aku harus menjaga TKP."

"Pembunuhan?" Elisa bertanya lebih ke dirinya sendiri lalu mengernyitkan dahinya, menatap Chris yang sedang meminum teh yang ia sajikan tadi.

"Apa ada sangkut pautnya dengan keluarga Yoon?" tanya Elisa.

"Bagaimana kau tahu?"

"Seorang polisi bernama Chris Jung menanyakan keberadaan Sean Yoon ke Hikaru karena kebetulan tadi Sean pulang bersamanya."

"I see. Jawab saja apa yang ia tanyakan. Kalau dia sudah pulang, jangan lupa kunci semua pintu dan jendela. Atau minta Paman Kim menginap."

"Hah? Untuk apa? Tidak usah, kami bisa jaga diri. Kau bekerja sajalah. Biar aku yang mengurusnya disini, tidak usah khawatir."

"Right! Tapi kabari aku kalau ada apa-apa."

"Okay." Elisa menutup ponselnya lalu kembali duduk di samping Hikaru.

"Sampai mana tadi?"

"Hmmm ... Sean Yoon, siswa yang seperti apa?"

"Dia seorang yang keras kepala. Berkali-kali ditolak tapi selalu kembali. Kurasa dia cukup pintar karena selalu ranking. Memiliki banyak teman ... kurasa," jawab Hikaru.

"Kurasa?"

"Iya. Aku tidak tahu, apa mereka benar temannya atau tidak. Kau tahu, Sean adalah orang yang disebut sebagai anak tetangga yang sempurna. Dia ketua OSIS, nilainya juga baik, disayang guru dan kudengar ia kaya. Jadi aku tidak tahu, apa mereka benar temannya atau tidak, karena Sean sendiri sangat supel dan mudah bergaul dengan siapapun."

"Apa kau dekat dengannya?"

"Entahlah. Yang pasti Sean selalu terlalu berusaha keras menemaniku."

"Baiklah, pertanyaan terakhir. Apa kira-kira kau mengetahui tempat Sean menghabiskan waktu kalau tidak pulang?"

"Hmm, aku tidak tahu. Aku tidak pernah bertanya apapun padanya jika bukan ia sendiri yang bercerita."

"Begitu ... baiklah. Terima kasih atas waktunya. Jika tiba-tiba ingat sesuatu, tolong kabari saya," ucap Chris, memberikan kartu nama pada Hikaru lalu bangkit berdiri.

"Kalau begitu, saya permisi dulu," tutur Chris sambil sedikit menunduk hormat.

"Sama-sama. Hikaru akan menghubungimu kalau ada yang ia ingat." Elisa menjawab untuk Hikaru yang terdiam sambil berjalan di samping Chris. Mengantarnya hingga ke pintu keluar.

¤¤¤

Pukul 3.42 dinihari, Ethan menatap bangunan mewah yang ia jaga. Divisi kriminal dan forensik sudah meninggalkan TKP sejak sejam yang lalu. Dan dirinya yang hanya pegawai polisi rendahan bertugas untuk mengamankan TKP agar tidak dirusak.

Ia tidak sendiri. Ditemani rekan polisi lainnya, Samuel Lee yang sedang sibuk menggerutu sambil meminum kopi panasnya.

"Yak! Kau mau kemana?" seru Samuel begitu melihat Ethan menunduk melewati garis polisi di depan pintu pagar.

"Melihat ke dalam."

"Kau gila! Kita tidak boleh melakukannya. Tugas kita cuma menjaga agar tidak ada yang memasuki TKP ini di tengah cuaca dingin di penghujung musim gugur. Sial, tahu begini mending tadi aku pura-pura sakit ... Yak!" gerutu Samuel tapi kemudian sadar kalau Ethan sama sekali tidak mendengar ucapannya dan terus melangkah masuk.

Dengan cepat, Samuel menyusul Ethan lalu mencekal tangannya. "Kau bisa mendapat masalah jika masuk," peringatnya.

Ethan hanya melihat teman polisinya yang seumur dengannya dengan tatapan datar lalu mengacuhkannya dan kembali akan melangkah. Namun cekalan tangan Samuel kembali menahannya.

"Baiklah-baiklah. Jika kau benar-benar ingin masuk kesana setidaknya gunakan pengaman," ucap Samuel menyerah sambil memberikan sarung sepatu ke Ethan.

"Aku akan tutup mata. Tapi janji, jangan sentuh apapun apalagi merusak TKP. Bukan hanya kau yang akan mendapat masalah." Samuel lalu meninggalkan Ethan untuk kembali ke posisi awalnya.

Ia hanya terlalu mengerti mengapa Ethan seringkali ikut memeriksa TKP setelah selesai diperiksa. Tidak mengetahui apa alasan jelasnya, namun sudah tidak asing dengan kelakuan temannya itu karena bukan hanya sekali ini ia melakukannya. Samuel hanya yakin kalau ada yang dicarinya dan pasti berkaitan dengan kematian keluarganya.

Mereka memang bukan teman akrab, tapi setidaknya ia tahu kalau Ethan kehilangan seluruh keluarganya tujuh tahun lalu dan kini pemuda itu tinggal bersama saudaranya yang tersisa.

Ethan mempelajari ruang keluarga yang menjadi tempat kejadian perkara. Sudah tidak ada jenazah disana karena sudah dibawa team forensik. Sebagai gantinya, tape yang ditempel di lantai mengikuti bentuk jenazah dan kertas yang terdapat tuElisan angka di tempatkan di daerah-daerah yang dianggap sebagai bukti.

Ethan menghela napas lalu menatap sekitarnya dengan seksama. Roh jahat selalu meninggalkan jejak lebih banyak dibanding roh gentayangan biasa. Sebagai keturunan shaman yang melegenda, Ethan memiliki mata yang mampu melihat jejak roh jahat, selain roh orang yang sudah mati.

Pemuda berpakaian polisi itu menatap TKP sambil berpikir keras. Ruang tamu itu jelas begitu berantakan. Darah menyiprat hingga ke langit-langit.

Bentuk jenazah juga terlalu mengenaskan, rasanya tidak mungkin seorang manusia biasa mampu melipat-lipat tubuh manusia lain dengan bentuk yang tidak masuk akal. Sekalipun manusja itu sudah mati.

Mau dipikir seperti apapun, jelas itu perbuatan roh jahat, tapi kenapa ia tidak menemukan jejak apapun, pikir Ethan.

Pemuda itu melipat tangannya, berdiri dalam diam sambil menutup matanya. Berusaha memikirkan segala kemungkinan. Jika tidak ada jejak roh jahat di ruangan ini, berarti roh jahat yang membunuh tidak pernah berada di TKP. Ia membunuh keenamnya melalui kutukan, simpul Ethan.

¤¤¤

Elisa terbangun ketika alarm di ponselnya berbunyi nyaring. Dengan malas ia membuka matanya sambil meraba-raba nakasnya untuk mengambil ponselnya yang berisik.

Setelah mematikan alarmnya, Elisa bangkit duduk dengan mata masih terpejam. Namun semenit kemudian ia berdiri, memakai sandalnya dan berjalan menuju kamar mandi.

Sehabis mencuci muka dan menyikat giginya, Elisa berjalan ke kamar Hikaru dan Ethan dan mengetuknya sebelum membukanya.

"Hikaru ... Ayo bangun. Kau harus mandi lalu sarapan," panggil Elisa sambil mengelus rambut Hikaru dengan sayang. Lalu ia beranjak ke luar karena tahu kalau Ethan tidak pulang semalam.

Elisa mulai mempersiapkan bahan makanan dan memotong-motongnya untuk dimasak ketika ia mendengar suara pintu terbuka. Tanpa berpaling, Elisa tahu kalau Ethanlah yang datang. Karena Paman Kim bukan tipe orang yang rela bangun pagi untuk datang ke apartemen orang lain.

"Bersihkan dirimu dulu, lalu sarapan bersama," ujar Elisa tanpa menoleh.

"Hikaru?"

"Tadi sudah kubangunkan. Mungkin sedang mandi."

Ethan lantas berjalan menuju tempat cuci baju untuk melepas seragamnya dan mulai mencuci mukanya menggunakan air yang ditampung di ember dekat mesin cuci karena sepertinya Hikaru sedang berada di dalam kamar mandi.

Setelah merasa lebih segar, Ethan yang hanya mengenakan kaos putih berlengan pendek berjalan masuk lalu duduk di meja makan yang diperuntukkan empat orang.

"Sepertinya ia kembali," lirih Ethan yang masih terdengar jelas oleh Elisa yang sedang membuat omelet.

"Dia? Roh tujuh tahun lalu? Apa kau menemukan jejaknya?" Elisa menghentikan kegiatannya sementara untuk menatap Ethan.

"Aku tidak menemukan jejaknya, tapi kau akan berpikiran sama jika melihat TKP nya. Tidak mungkin manusia melakukan hal yang sama."

"Jika kau tidak menemukan jejaknya, apa maksudmu pembunuhan itu sebuah kutukan?" tanya Elisa yang kini sudah menyelesaikan kegiatan masaknya dan mulai menata hasil masakannya di atas piring.

"Justru itu aku membutuhkan keahlianmu. Aku tidak ingin membuat kesimpulan terlalu cepat."

"Apa maksudmu, Ethan? Aku tidak mungkin masuk ke TKP kan," kata Elisa yang sedang menata hasil masakannya ke atas meja makan.

"Noona, Hyung ... kita harus menemukan Sean sebelum polisi," ujar Hikaru yang tiba-tiba sudah berada di samping meja makan dengan rambut masih basah dan handuk yang tergantung di leher. Membuat kedua kakaknya menatap dirinya bingung.

"Kau melihat sesuatu?" tanya Elisa yang sadar lebih cepat dari keterkejutannya.

"Hmmm ... ia akan bunuh diri. Tapi aku hanya melihatnya dengan samar."

"Duduklah, Hikaru. Coba pelan-pelan diingat. Apa saja yang kau lihat," tutur Ethan dengan tenang.

Hikaru mengikuti saran kedua kakaknya sambil menelungkupkan tangannya. Ia memejamkan matanya, mencoba mengingat potongan memori yang tiba-tiba muncul di otaknya. Dirinya tahu betul kalau apa yang ia lihat saat itu adalah ramalan masa depan dan yang menyebalkan, tidak ada ramalan yang berbentik kepingan utuh.

"Sebuah ruangan ... terlihat terbengkalai. Sean Yoon tergantung di langit-langit ...." Hikaru memegang kepalanya sambil mengernyit. Berpikir keras untuk memunculkan penglihatan masa depan yang tiba-tiba saja muncul saat ia sedang mandi.

"Aku bisa melihat ... poster? Banner? Tapi gambarnya tidak jelas." Hikaru kembali terdiam, memiringkan kepalanya berusaha keras mengingat.

"Hikaru ... tenangkan dirimu. Pelan-pelan saja. Pertama-tama, jelaskan keadaan Sean Yoon," kata Ethan menggenggam kedua tangan Hikaru yang sedang mengepal di atas meja.

"Sean, kesakitan. Darah ...," Hikaru menatap Elisa dan Ethan yang duduk di hadapannya. "Sean berdarah ... kurasa ia ketakutan karena sesuatu. Kemudian ... seseorang atau sesuatu menyeretnya."

"Deskripsikan sekitarnya, Hikaru. Apapun yang menarik disana."

"A-aku melihat ... tunggu ada suara lagu, Hyung. Rasanya familiar, tapi aku lupa." Hikaru mengernyit bingung masih memejamkan matanya. "Suara yang sering aku dengar saat berjalan pulang. Tapi dimana?"

"Baiklah berarti kejadiannya di jam pulang sekolah. Apa masih terang?"

"Sepertinya begitu."

"Okay, waktunya kemungkinan dari jam 17.00 saat kau pulang skolah sampai pukul 20.00 sebelum matahari terbenam. Mengenai suaranya, kau bisa mengatakannya kalau kau ingat nanti. Tapi sekarang katakan sekitarmu. Apa saja yang dilihat."

"Banyak lampu ... Sean diseret di koridor. Tunggu ...." Hikaru membuka matanya dengan sorot khawatir. "Aku melihat gedung tinggi dari jendela. Saat Sean tergantung, ada gedung tinggi yang bentuknya aneh. Seperti pemainan jenga."

"Jenga? Maksudmu mainan balok yang ditumpuk-tumpuk itu?" tanya Elisa.

"Benar. Bentuk gedungnya seperti itu. Agak tidak beraturan, bukan hanya lurus."

"Apa yang kau maksud gedung ini?" tanya Elisa, memperlihatkan gambar gedung yang baru saja ia cari di ponselnya kepada Hikaru.

"Benar. Aku melihat gedung itu. Tapi aku juga melihat semacam banner disana. Hanya saja, aku tidak bisa membaca apa tulisannya."

"Ini gedung Brightstar kan? Milik keluarga Yoon?"

"Benar. Itu milik keluarga Sean." Ethan menjawab pertanyaan Elisa lalu mengalihkan pandangannya ke arah Hikaru. "Hyung dan Noona akan mencari tahu. Kau makanlah lalu bersiap sekolah. Hyung yang antar. Jika kau mengingat hal lainnya, tuliskan di kertas."

"Kau akan kembali ke kantor? Bukannya kau belum tidur?" Elisa menatap Ethan khawatir.

"Aku harus mencuri dengar apa yang sudah Miss Kang dapatkan, Lis. Karena kau benar. Kau tidak mungkin masuk ke TKP. Kau tahu kan, menurut mereka yang tidak percaya kutukan, orang yang terkena kutukan selalu memiliki dosis zat Mescaline yang tidak wajar di otak mereka."

Elisa mendengus menatap Ethan. Alasannya terlalu masuk akal sampai dia tidak bisa membantah.

"Baiklah. Kalau begitu, aku akan mencari di gedung terbengkalai yang bisa melihat gedung itu." Elisa memutuskan kemudian kembali menyuap sarapannya.

"Tidak! Noona harus di rumah. Siapa tahu Hyung memerlukan informasi dari rumah," ucap Hikaru terlalu tiba-tiba hingga ia keselek.

"Apa? Dicari oleh dua orang akan lebih cepat, Hikaru."

"Tidak! Tidak boleh. Noona hari ini ... beberapa hari ini di rumah saja ya. Sampai kita yakin posisi Sean," pinta Hikaru mencoba membujuk Elisa. Hal yang membuat Ethan menatap Hikaru dengan aneh.

"Kau tidak menceritakan semua ramalanmu pada kami ya?" tanya si pemuda menatap Hikaru yang salah tingkah dengan tatapan menyelidik.

"I ... itu." Hikaru menunduk dalam-dalam sambil memainkan ujung kaosnya. Terlihat jelas bagaimana gugupnya.

"Katakan apa yang kau lihat, Hikaru. Dengan begitu, aku bisa menghindarinya, 'kan?" ucap Elisa lembut.

Hikaru menatap mata bulat Elisa dengan khawatir, lalu menelan saliva nya. Berusaha agar terlihat tetap tenang sambil berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya ia lihat dalam ramalan masa depannya.

Related chapters

  • Shamans   TellUs

    — Hari kedua setelah keluarga Yoon ditemukan tewas dan Sean menghilang —...."Loh?OpsirKim? Bukannyashifttugasmu nanti malam ya? Kau kan kemarin sudah bergadang?" tanya Kayden tidak putus-putus kepada Ethan.

    Last Updated : 2021-05-14
  • Shamans   Ketemu!

    Jessica Kang duduk di ujung meja yang sengaja ditata seperti huruf U sambil memperhatikan tampilan gambar yang ditembakkan oleh proyektor ke papan tulis putih. Di sisi kanannya Chris Jung duduk sambil memperhatikan obyek yang sama. Sedangkan Kayden Kim berada di sisi papan tulis sambil menjelaskan apa saja temuan yang sudah mereka dapatkan dari penyelidikan awal sampai hasil otopsi dari team forensik. "Seperti yang dilihat, keberadaan anak tertuka Yoon Dojin sama sekali tidak diketahui rimbanya sejak ia berpisah dengan temannya di perempatan sekolah kemarin. Menurut laporan Jayden Park — anggotateamforensik digital — tid

    Last Updated : 2021-05-14
  • Shamans   Sean

    Baru saja Chris mau membuka pintu, tiba-tiba pintunya terbuka lebar dengan sendirinya dan Sean melesat cepat. Sangat cepat sehingga membuat keempat polisi yang berjaga terkejut.Entah bagaimana, Sean yang terlihat kotor itu mampu melewati mereka begitu saja dan melompat tanpa persiapan ke gedung sebelah yang padahal jaraknya sekitar satu setengah meter. Untungnya tinggi gedungnya lebih rendah jadi lebih memungkinkan."Kayden dan Ethan kau kejar dia. Jangan sampai lepas. Aku dan Samuel akan mengabarkan yang lain," ujar Chris yang langsung menginformasikan apa yang terjadi pada Jessica.

    Last Updated : 2021-05-14
  • Shamans   TellUs

    "Hei, kau tidak mau mampir ke rumahku?" tanya Sean sesaat sebum ia berpisah dengan Hikaru. "Yak! Setidaknya jawab pertanyaanku, jangan hanya melambai," dengus Sean kesal, ketika melihat punggung Hikaru yang menjauh sambil mengangkat tangannya yang melambai padanya. Sean baru saja akan duduk di salah satu kursi di depan mini market langganannya. Karena hampir setiap harinya ia jajan di tempat itu ketika menunggu supirnya menjemput. Dan begitu menyadari kalau supirnya hari ini berhalangan. Jadi ia terpaksa pulang sendiri hari itu.

    Last Updated : 2021-05-17
  • Shamans   Dia Kembali

    "Jangan khawatir, Hikaru.Hyungdan Paman tidak akan membiarkan apapun terjadi padaNoonakeras kepalamu itu." Ethan mencoba menenangkan Hikaru yang gElisah karena mengetahui berita tentang Elisa dan Sean. "Tapi biasanya ramalanku selalu benar," lirih Hikaru. "Ramalanmu bisa diubah, Hikaru. Kan sudah kukatakan berkali-kali. Kepastian ramalanmu tergantung dari keputusan yang diambil sebelumnya. Dan karena Elisa menghubungiku sebelum masuk ke dalam gedung, setidaknya akan ada yang kejadian kecil yang berubah walau tidak besar," jelas Ethan tanpa melepaskan pandangannya dari jalan raya yang saat itu ramai. Bahkanstroboyang ia nyalakan tidak membantu terlalu banyak. ¤¤¤ Elisa menutup mulutnya erat-erat agar suaranya tidak keluar dalam persembunyiannya ketika melihat betapa mudahnya si laki-laki menghancurkan roh jahat yang merasuki Sean sebelumnya hanya menggunakan sebelah tangan. Untung ia tadi m

    Last Updated : 2021-05-18
  • Shamans   Haters!

    Dua hari berlalu sejak insiden di gedung sekolah yang tidak terpakai. Sean sudah sadar, tapi ia hanya mengingat sampai kejadian dimana ia melihat langsung keluarganya terbunuh. Setelahnya ia sama sekali tidak mengingat apapun. Dokter menganggap kehilangan ingatannya terjadi karenashock. Jessica Kang danteambelum menemukan pelaku pembunuhan yang terjadi di keluarga Yoon. Awalnya mereka mencurigai pria yang ditemukan di sekolah bersama Sean. Pria tuna wisma yang dirasuki roh jahat dan melukai Sean serta Elisa. Namun tidak ada bukti yang menandakan kalau pria tersebut berada di daerah lingkungan keluarga Sean. Jadi, pria itu akhirnya hanya bisa dituntut karena menculik Sean dan melakukan penyerangan pada Elisa dan Sean. Walaupun kenyataannya pria tuna wisma itu juga tidak melakukannya atas kemauannya, tetapi karena kerasukan roh jahat. Meskipun begitu, tidak ada yang bisa diperbuat oleh Ethan, Elisa, dan Hikaru. Dunia

    Last Updated : 2021-05-18
  • Shamans   Kutukan

    —10 days after Yoon's family funeral —Seorang wanita paruh baya berbajuclassyberjalan anggun sambil menyeret sebuah koper besar di pelataran bandara. Ia baru saja keluar dari gerbang kedatangan internasional.Dengan angkuh ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menatap sekitarnya. Mencari bawahannya yang seharusnya sudah menjemputnya.Di sisi lain, si bawahan yang bernama Nam Tobias berjalan tergesa-gesa memasuki kawasan bandara. Ia tadi terjebak macet setelah sebelumnya kesiangan.Dengan langkah panik, Tobias bergerak cepat walau beberapa kali menabrak orang dan menunduk-nunduk meminta maaf. Kemarahan atasannya — sishamanparuh baya yang suka mengoleksi barang-barang kuno — lebih menakutkan.Benar saja. Baru juga ia tiba di hadapan atasannya, wanita paruh baya itu melepas kaca mata hitamnya yang bertengger apik di batang hidungnya dan menatapnya sinis."Apa lagi

    Last Updated : 2021-05-18
  • Shamans   Kitsune

    Malam itu, Kolea Hema macet total, hingga menyebabkan beberapa kecelakaan ringan. Hal itu terjadi akibat berita yang ditayangkan di layar TV plasma besar sebagaibreaking news. Seluruh stasiun TV berbondong-bondong berusaha memberitakan dan menayangkan apa yang terjadi. Tidak hanya orang-orang di jalanan yang terkejut, mereka yang menonton siaran langsungnya di rumah dan di ponsel pun terkejut. Jessica Kang mengetahuinya dan meradang. Wanita cantik itu bahkan memerintahkan anak buahnya untuk mengusir reporter yang masih berusaha masuk.

    Last Updated : 2021-05-18

Latest chapter

  • Shamans   Teman dari Masa Lalu

    Ucapan Elisa mengejutkan Ethan. Ia tidak menyangka kalau gadis yang telah bersamanya selama tujuh tahun ini akan membawa serta kakeknya dalam pembicaraan tentang teman masa remajanya.“Apa maksudmu, Elisa?” tanyanya.Suasana canggung tidak terelakkan, tapi itu hanya berlaku pada Ethan karena Elisa dengan tenang menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara.“Sesuai yang kukatakan, Ethan. Kau dari semua orang seharusnya tahu mengapa aku tidak ingin menyalahkan Kim Oppa bukan? Ia hanya korban. Sama seperti Kakek Cha. Ibunya mungkin bersalah karena melakukan ritual yang tidak seharusnya dengan kemampuan yang tidak mumpuni, tapi Kim Oppa dan kakekmu sama sekali tidak bersalah. Mereka hanya korban. Apa kau mengerti maksudku?”“Bukankah ini berbeda? Kim Oppamu itu masih melakukannya hingga seka —.”“Lalu? Apa menurutmu, orang normal mampu melepaskan diri dari roh yang merasukin

  • Shamans   Tobias

    Setelah Hikaru keluar dari sekolahnya, L pamit karena ia harus melakukan pekerjaannya. Padahal Hikaru sempat mengajaknya untuk makan malam bersama, walaupun hanya berbasa-basi.“Jadi Noona memutuskan untuk berkencan dengannya?” tanya Hikaru di perjalanan pulang mereka. Keduanya memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Toh jarak antara sekolah Hikaru dan apartemen mereka tidak jauh. Lagipula karena Elisa pergi seharian, mereka harus membeli lauk untuk makan malam hari ini.Beberapa detik berlalu sampai Hikaru menoleh, menatap kakaknya yang lebih pendek darinya karena gadis yang lebih tua tujuh tahun darinya itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Dahinya mengernyit bingung saat melihat Elisa yang terlihat gugup. Gadis itu sepertinya benar-benar sedang banyak pikiran hingga tidak menyadari kalau Hikaru telah menghentikan kakinya dan memperhatikannya dari belakang. Menunggu apakah kakaknya akan sadar kalau dirinya sudah tidak berjalan di sisin

  • Shamans   Inugami

    Setelah kembali dari toilet sambil memikirkan ucapan Kim Ahjumma, Elisa duduk kembali di tempat duduknya yang berada di sisi L. Sampai pertunjukan berakhir, gadis itu sama sekali tidak mengingat apa yang telah ia tonon, bahkan saat orang-orang dengan antusias melambaikan tangan membalas penyelam yang menyapa mereka pun, Elisa masih terlarut dalam ucapan hantu yang baru ditemui.Bahkan di perjalanan balik, dari sejak di mobil hingga berhenti di cafe depan sekolah Hikaru pun, Elisa masih sibuk dengan pemikirannya sendiri. Sedangkan L, hanya diam, tidak mengganggu ataupun bertanya. Lelaki itu membiarkan Elisa terlarut.Elisa masih bengong ketika mereka duduk dimeja di luar cafe. Sampai minumannya sampai sekali pun, yang gadis itu lakukan hanya menatap wajah tampan L lamat-lamat. Membuat L salah tingkah karena tiba-tiba Elisa terus menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun begitu, L tetap menyukainya. Setidaknya dengan begitu, ia bisa ikut memperhatikan gerak

  • Shamans   Hantu Dari Masa Lalu

    Di satu-satunya villa yang ada di daerah lembah, Yamato duduk di atas sebuah alas duduk. Di hadapannya terdapat sebuah meja pendek yang di atasnya dilapisi lembaran kertas tradisional Iapana. Di bagian sisi kanan meja, satu buah kuas besar dan baki tempat menggerus tinta."Apa kalian sudah membawa jenazahnya?" Yamato bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari baki tinta di atas meja kayu di hadapannya. Tangannya sedang sibuk menggerus tinta yang akan digunakannya untuk melukis."SudahSir. Sedang dalam perjalanan.""Good! Apa semua persiapan sudah selesai?"“Sudah, Sir,” sahut asistennya tanpa bergerak dari bagian sisi Yamato."Mr. Kim?""Beliau menolak untuk datang,Sir," jawabnya lagi. Kali ini dengan kepala tertunduk merasa bersalah."Benar-benar wadah yang menyusahkan. Kalau begitu awasi terus dia. Aku akan bersiap." Yamato beranjak menuju kamarnya yang berada di balik punggungnya

  • Shamans   Shaman Lain

    Hawa dingin langsung menyergap keduanya saat mereka masuk. Sambil mengenakan sarung tangan dan menuup setengah wajah mereka menggunakan masker medis, keduanya melangkah menuju rak aluminium yang memiliki banyak pintu seukuran tidak sampai satu kali satu meter persegi. Mirip seperti lemari untuk menyimpan file, bahkan hingga tempat menaruh label namanyanya.Yang berbeda adalah meskipun luasnya mirip, panjangnya tidak. Lemari yang setengahnya di tanam masuk ke dinding itu memiliki beberapa kali lipat lebih panjang dari lemari file biasa karena digunakan untuk menyimpan jenazah.Setelah menemukan laci yang mereka cari, Ethan membuka pintunya dan hawa yang lebih dingin kembali menerpa mereka. Lelaki berkulit putih itu lalu menarik keranda di dalamnya dan menyibak sedikit kain putih yang menutupi hanya untuk memeriksa kalau jenazah yang mereka cari benar."Minta Inugami melakukannya dengan cepat,okay."Elisa mengangguk kemudian memejamkan matany

  • Shamans   Permintaan Ethan

    "Mr. Kim,” panggil Mr. Ha kepada atasannya yang sedang duduk di meja kerjanya. Hari sudah malam, tapi Mr. Kim masih sibuk memantau website miliknya, TellUs. “Mr. Yamato baru saja menghubungi saya dan mengatakan kalau Miss Lee telah tewas,” lapornya tanpa menunggu jawabaan atas sapaannya.“Lalu?” tanya Mr. Kim tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.“Menurut Mr. Yamato, kematian Miss Lee jelas bukan pembunuhan biasa.”"Dan apa urusanku?" Mr. Kim mengangkat wajahnya, sepen

  • Shamans   Aftermath

    Ethan membuka pintu apartemennya setelah sibuk mengatur keamanan di tempat kejadian perkara. Untungnya hari ini dia bisa pulang. Tubuhnya benar-benar lelah mengatur sebegitu banyak orang."Astaga!" Ethan terkejut melihat keberadaan Elisa yang berdiri menjulang di hadapannya. Ia baru saja mengganti sepatunya dengan sandal rumah saat mendapati gadis itu bersender di dinding, menyilangkan tangan sambil menatapnya."Kau terkejut?" Elisa benar-benar terpana melihatnya, mengekori Ethan yang berjalan menuju kulkas untuk mengambil minum.

  • Shamans   Gerbong Kereta

    “Aku pulang!” teriak Hikaru sambil membuka sepatu sekolahnya dan menukarnya dengan sandal rumah. Kembali menenteng ransel hitamnya ia melangkah memasuki ruangan apartemennya yang tidak terlalu besar. “Noona, aku pulang!” teriaknya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari orang yang diharapkanya. Kepalanya menoleh ke arah kananya, tepatnya ke ruangan yang merupakan dapur sekaligus tempat makan. Dahinya mengernyt bingung karena hanya mendapati potongan sayur yang teronggok di atas meja dapur dan sebuah panci di atas kompor tanpa ada sosok yang mengerjakannya.Masih tidak berpikiran yang negatif, ia menaruh ranselnya ke

  • Shamans   Gerbong Kereta

    Elisa masih terus menunduk, meskipun secara naluri ia tahu kalau Miss Lee, orang yang telah membunuh keluarganya mulai mendekat. Ia merasa seperti sedang menggali kuburnya sendiri dan terus menyalahkan dirinya yang tidak mengikuti peringatan Hikaru sedikitpun. Inginnya sih cepat-cepat berdiri dan berusaha kabur dari gerbong itu. Ia cukup yakin dirinya bisa menyelinap di antara keramaian di dalam gerbong.Semua skema pelarian sudah dibayangkan olehnya. Dari buru-buru berdiri dan menembus orang-orang yang sedang berdiri hingga skema melarikan diri dengan melompat ke luar jendela., walau akhirnya ia batalkan karena teringat kalau ia menaiki kereta bawah tanah. Yang artinya jika ia melompat ke luar jendela, maka ia akan tetap tewas karena terbentur dinding rel kereta dalam kecepatan penuh pula.Entah beberapa kali ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan tangan dan kakinya yang gemetar ketakutan. Berharap ia sudah cukup tenang dan bisa bergerak sebelum Miss Lee tiba

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status