Pagi ini Aurel berangkat ke kantor dengan senyum mengembang. Karena, hari ini ia merasa sangat bahagia. Paman dan Bibinya menerimanya. Bahkan, mereka juga meminta untuk dia dan Abi tinggal bersama. Meski dalam hatinya sangat ingin, tetapi dia dengan halus menolaknya. Bukan tanpa sebab ia menolak, dia hanya tidak ingin merepotkan mereka berdua. Lagi pula, dia hanya ingin hidup mandiri. Untuk Abi, dia menyetujui Aurel yang ingin hidup mandiri. Mereka bisa datang seminggu sekali saat mereka libur. Meski sedikit kecewa karena penolakan keduanya, Angga dan Sarah tidak bisa memaksa mereka berdua. Toh, mereka sudah berjanji akan datang seminggu sekali kerumah mereka. Itu lebih dari cukup bagi mereka. Mereka sangat berterima kasih kepada keduanya sudah memberi kesempatan untuk memperbaiki semuanya. "Kenapa kau terlihat bahagia sekali? apa karena, akhirnya kau bertemu denganku, sampai kau sebahagia ini?" tegur Zain pada Aurel. "Dasar bos narsis!" gerutu Aurel dengan bibir mengerucut. "
Aurel meringis saat mengolesi salep pada lukanya, bahkan tanpa ia sadari, air mata keluar dari kedua matanya. "Duh, kayak gini aja nangis! cengeng!" gerutunya sembari mengusap air matanya. "Bagaimana apa sudah selesai?" Aurel kaget saat mendengar suara pintu terbuka dan Zain yang bertanya. Ssshhhtttt.... Aurel meringis karena kain yang bergesekan kasar pada lukanya. Karena terkejut, Aurel segera menutup pahanya dengan kasar. "Ah, maaf! aku kira kau sudah selesai!" ucap Zain merasa bersalah. "Saya sudah selesai Tuan, maaf merepotkan!" jawab Aurel cepat dan segera berdiri. "Apa masih sakit?" tanya Zain penuh perhatian. Aurel menggeleng cepat dan membereskan kotak obat yang tadi ia pakai. "Sudah biarkan, lebih baik kita makan siang dulu!" Zain segera mengambil alih kotak obat itu dan menaruh makanan diatas meja. Ia mengajak Aurel untuk makan bersama. Aurel yang memang sudah merasa lapar, tak menolak ajakan atasanya ini. Mereka makan dengan tenang, tak ada yang bersuara, hingg
Bram melihat kearah Aurel yang baru saja datang , ia memasang senyum manisnya dan dibalas tak kalah manis oleh wanita itu. "Bram, sepertinya aku harus segera pulang!" ucap Aurel merasa tak enak. "Baiklah, tapi sebelum itu kau harus menghabiskan minuman mu! jikantidak, maka aku akan sangat marah!" Aurel berdecak, namun masih tetap meminum minuman nya. Bram yang melihat minuman Aurel sudah habis pun, tersenyum penuh arti. "Lihatlah, gelasnya sudsh kosong!" ucap Aurel sembari menuangkan gelas yang ia pegang sudah kosong. "Kalau begitu aku sudah boleh pulang kan?" tanya Aurel. "Ya, terima kasih karena sudah mau meluangkan waktumu!" ucap Bram. Aurel hanya mengangguk dan segera beranjak dari tempat duduknya. Saat berdiri, Aurel tiba-tiba memegangi kepalanya karena merasa sangat pusing. Aurel samar mendengar suara bariton memanggil namanya, lalu setelah itu ia merasa pandangan nya buram dan berwarna gelap, setelah itu ia tak mengingat apapun. Bram tersenyum penuh arti, kala Aurel be
Zain menarik pinggang Aurel dan membuat tidak ada jarak diantara mereka. Zain menatap lekat wajah Aurel yang terlihat sangat cantik. "Cantik," puji nya sembari menyentuh wajah Aurel dengan jari telunjuknya dengan sangat lembut. Ini pertama kalinya Zain memuji wanita lain selain Zalora. Selama ini, dimatanya hanya Zalora wanita paling cantik. Tetapi, dengan Aurel ia mengakui kecantikan wanita itu. Bahkan, setelah Zalora meninggal ia tidak pernah tertarik dengan wanita lain. Tetapi dengan Aurel, jujur ia tertarik. Jari telunjuk yang membelai wajah Aurel dengan lembut, kini berhenti tepat di bibir ranum Aurel. Tanpa banyak kata, Zain melumat lembut bibir yang sedari tadi menggodanya. Zain menggigit bibir bawah Aurel agar sedikit terbuka. Mendapat celah, Zain memasukkan lidahnya dan mengabsen setiap benda yang ada dalam mulut Aurel. Eenngghh... Terdengar lenguhan kecil, keluar dari mulut Aurel saat Zain menghisap kuat lidah Aurel. "Manis," ucap Zain saat dirinya sudah melepas pag
"Ya ini aku, kau kira siapa? jangan bilang, kau tidak mengingat kegiatan kita semalam! atau mau aku ingatkan?" Mendengar hal itu, mata Aurel seketika melebarkan matanya. Ia tak percaya jika Zain bisa berbicara seperti itu. Zain mencuri satu kecupan di pipi Aurel karena gemas, melihat Aurel dengan muka merahnya. Entahlah, rasanya ia ingin menciumi seluruh wajah Aurel dengan gemas. Tetapi, sekuat tenaga ia tahan. Ia tak ingin, membuat Aurel takut dengan nya. Dia harus membicarakan tentang kejadian semalam. Zain akan bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuatnya. "T-tuan, apa yang Anda.... ""Sudahlah, bersihkan dirimu! ayo kita bicarakan di luar! aku tak ingin kehilangan kendali, apalagi kau memarkan tubuhmu dihadapanku!" ucap Zain sembari melihat kebawah.Aurel mengikuti arah pandang Zain, betapa terkejutnya dirinya saat melihat kedua buah dadanya terekspos jelas. Aurel segera menarik selimut nya yang melorot, dan mencengkram erat selimut itu. Ia benar-benar merutuki kebodoha
Selama perjalanan, hanya keheningan menemani mereka. Tak ada yang mau memulai pembicaraan. Mereka berdua larut dalam pikiran mereka masing-masing. Hingga mobil yang mereka tumpangi sampai di depan rumah Aurel. Disana bahkan, nampak Abi yang tengah berjalan mondar-mandir sembari memegang ponselnya. Raut wajahnya terlihat sangat kawatir. Bagaiman tidak? adiknya semalaman tidak pulang dan memberi kabar. Ditambah, ponsel Aurel tidak bisa dihubungi. Aries menghentikan langkahnya saat mendengar suara mesin mobil berhenti di tera rumahnya. Ia menatap seksama dan penuh tanya siapa pemilik mobil itu. Aurel tidak langsung turun, dia masih memikirkan apa yang harus ia jelaskan pada sang kakak. Dia tidak bisa berbohong, karena Abi memang tidak mudah untuk dibohongi. "Kau tidak ingin turun? lihatlah, kakakmu terlihat sangat kawatir, " ucap Zain menatap ke arah Abi yang menghampiri mobilnya. Aurel menghembuskan nafas kasar dan menatap Zain, "Aku harap, Tuan tidak mengatakan apapun tentang ke
Setelah menjelaskan semuanya, Abi merasa sedikit lega. Karena Zain mau menerima kekurangan dan akan berusaha untuk mengambil hati Aurel. Zain sudah mantap dengan keputusan nya. Dia ingin menikahi Aurel, sebagai bentuk tanggung jawabnya. Meski, belum ada rasa cinta, namun dengan seiring berjalan nya waktu, rasa itu akan tumbuh diantara mereka berdua. Zain pamit untuk pulang, karena dia ada keperluan mendesak. Tetapi, dia akan berjanji untuk menemui Aurel dan memulai untuk meyakinkan wanita itu untuk mau menikah dengan nya. Setelah mengantar Zain, Abi segera masuk dan menuju ke kamar sang adik. Dia juga harus membujuk adiknya untuk mau menerima niat baik dari Zain. Abi yakin, Zain adalah pria yang baik. Abi juga berharap, agar Aurel mau segera menikah. Dengan begitu, Aurel bisa lepas dari rasa trauma nya. Karena tidak semua laki-laki itu sama dengan mantan suaminya dulu. Abi menghembuskan nafas kasar, ia mengangkat tangan nya dan mengetuk pintu kamar sang adik. "Aurel, Kakak ingin
Aurel menghembuskan nafas kasar, ia tak menyangka harus membayar sejumlah uang yang cukup besar jika dirinya berhenti bekerja. Ia menatap Zain dengan kesal, bagaimana tidak? dulu, saat dirinya menandatangani perjanjian kontrak, tidak ada poin yang tertulis tentang dirinya harus membayar ganti rugi. "Jangan bilang, kalau ini hanya akal-akalan Tuan saja, agar saya mengurungkan niat untuk berhenti!" tuduhnya. "Sebelum menandatangani, seharusnya kau lebih teliti!" jawab Zain enteng. "Tapi, seingatku tidak ada poin tentang hal ini! lagi pula, dulu Anda yang sudah memaksa saya untuk menjadi asisten Anda!" Aurel mengingatkan hal itu."Tetap saja, kau harus mematuhi peraturan yang ada! bagaimana, apa masih tetap ingin berhenti?" tanya Zain santai. Aurel terdiam, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Jika dia berhenti, maka dirinya harus membayar denda. Jika tidak, dia harus setiap hari bertemu dengan Zain. Itu berarti, dirinya harus siap menghadapi sikap yang mungkin berbeda dari biasan
Aurel meringis saat merasakan benda tajam menusuk lehernya, tidak dalam memang, namun, membuat lehernya mengeluarkan darah.Reno benar-benar sudah gila, mereka benar-benar tak menyangka jika lelaki itu tega melukai Aurel, wanita yang dicintainya."Jangan," pekik Zain kawatir saat melihat leher Aurel mengeluarkan darah."Kamu boleh minta apapun, asalkan lepaskan Aurel dan jangan lukai dia!" Zain mulai memberi pilihan."Suruh mereka melepaskan senjata mereka dan biarkan kami pergi!" "Baiklah!" Zain memberi kode agar para polisi melepas senjata mereka dan membiarkan Reno membawa pergi Aurel.Untuk sementara Zain harus menuruti apa yang diinginkan oleh lelaki itu. Ia tak ingin, pria gila itu menyakiti Aurel.Setelah yakin, semua polisi melepas senjatanya, Reno mulai melangkahkan kakinya dan memaksa Aurel untuk mengikutinya.Zain dan kedua anggota polisi yang bersamanya, memberi jalan pada Reno dan waspada. Mereka tak boleh gegabah dan berujung menyakiti Aurel.Tiba saat Reno akan melewat
Waktu sudah menunjukkan tengah malam, terlihat beberapa penjaga mulai bergantian untuk menjaga rumah itu.Daniel, Zain dan Abi, bersiap untuk menyelinap masuk. Mereka dibantu oleh beberapa polisi. Mereka harus berhati-hati, karena bisa saja Reno melakukan hal yang nekat.Daniel juga menyuruh seseorang untuk menjadi salah satu pelayan di dalam rumah itu. Dari dia lah, mereka tahu keadaan Aurel sekarang."Kopinya datang," ucap pelayan itu mengantarkan kopi untuk penjaga yang berada di luar."Wah, untung kau datang membawa kopi, jadi hilang ngantuk ku!" ucap salah satu dari mereka."Tentu, aku tahu apa yang kalian butuhkan! selamat menikmati." Ucapnya lalu segera meninggalkan mereka dan membiarkan mereka menikmati kopi buatan nya.Rani, orang salah satu teman Daniel yang menyamar untuk menjadi pelayan di rumah Aurel.Ia melihat sekeliling, semua penjaga dan pelayan sudah ia beri obat tidur. Sudah dipastikan, sekarang mereka tengah terlelap efek dari obat yang dia berikan.Sekarang, tingg
Aurel memandangi beberapa menu yang terhidang di atas meja. Hampir seluruh menu, adalah kesukaan nya.Tetapi, tak membuatnya bernafsu untuk memakan nya. Bagaiman bisa ia bernafsu, sementara ia terkurung di dalam rumah yang dulu pernah ia tempati.Tadi, sempat ia ingin kabur, tetapi Reno menyiapkan penjagaan yang begitu ketat sehingga membuatnya tak bisa berkutik."Ayo makanlah, bukankah ini menu kesukaan mu?" Reno memecah keheningan."Mas, hentikan kegilaan ini! bukankah, dulu yang menginginkan kita berpisah itu kamu Mas? dan aku sudah menuruti mu, jadi hentikan semua ini dan biarkan aku hidup tenang dengan keluarga baruku!" pinta Aurel dengan nada memohon.Berharap lelaki yang ada di hadapan nya ini terketuk hatinya dan menghentikan semua kegilaan yang sudah ia ciptakan."Makanlah, ingat! kau sedang hamil dan membutuhkan asupan gizi yang cukup!" Reno lebih memilih mengabaikan ucapan Aurel dan mengambilkan makanan untuk Aurel. Ia begitu kesal, karena Aurel masih bersikukuh dengan pen
Zain dan Aurel keluar dari ruangan periksa, ada raut bahagia tercetak di wajah mereka. Zain merengkuh pundak Aurel dan membawa duduk di sebuah kursi."Aku tak menyangka, ada dua anak kita!" celetuk Zain sembari menatap hasil USG yang dipegang Aurel.Aurel mengangguk, membenarkan ucapan sang suami. Ya, dokter bilang anak mereka kembar. Hal itu, membuat Aurel semakin bahagia.Karena menurutnya, ini adalah anugrah yang paling indah dalam hidupnya. Ia tak menyangka, jika akan kembali memiliki anak kembar.Kali ini, dia akan lebih berusaha dengan keras untuk menjaga dan merawat calon anaknya sampai mereka lahir dengan selamat.Ia tak ingin kejadian di masa lalu terulang lagi. Jadi, kali ini dia akan lebih ekstra menjaga kedua anaknya."Kau bahagia Mas?" tanya Aurel menatap lekat sang suami. Ia takut, Zain tidak bahagia! pikiran buruk mulai merasuki otak kecilnya."Tentu saja aku bahagia Sayang, jangan samakan aku dengan lelaki itu! lupakan masa lalu dan kita akan mulai lembaran baru dengan
Zain hanya sebentar menatap pada lelaki yang menyandang sebagai mantan suami istrinya itu, lalu mengalihkan tatapan nya pada Aurel.Ia ingin melihat bagaimana reaksi Aurel saat bertatapan langsung dengan mantan suaminya ini. Karena jika Aurel ingin sembuh, Aurel harus bisa melawan rasa takut itu sendiri dengan cara berhadapan langsung dengan Reno.Zain bisa melihat tubuh Aurel bergetar karena ketakutan dan wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Zain meraih tangan Aurel dan menggenggam tangan nya dengan sangat erat. Aurel menatap pada genggaman tangan suaminya dan menatap wajah teduh Zain.Lalaki itu seolah memberinya kekuatan dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Aurel membalas senyuman Zain tak kalah manis.Ia memejamkan matanya dan mencoba melawan rasa takutnya. Ia mengambil nafas dalam dan mengeluarkan secara perlahan.Dirasa cukup tenang, Aurel membuka matanya dan menatap wajah Reno yang menyunggingkan senyum kepadanya."Aurel, akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi!" Reno
Zain perlahan meletakkan tubuh mungil Aurel di atas ranjang mereka. Suami Aurel itu memutuskan untuk membawa nya pulang ke apartemen nya.Selema perjalanan, Aurel hanya diam saja sembari menatap kosong keluar jendela. Zain tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya ini.Bahkan, sekarang istrinya itu masih menatap lurus kedepan dengan tatapan kosongnya. Dibelainya lembut rambut Aurel dan diciumnya kening sang istri.Sungguh, melihat Aurel seperti ini membuat hatinya sakit. Ia yakin, luka itu terlalu dalam sehingga membuat istrinya menjadi seperti ini."Sayang, bicaralah sesuatu! jangan membuatku kawatir! atau mau aku panggilkan dokter?" Zain berusaha mengajak bicara dengan Aurel.Namun, Aurel masih diam membisu tak merespon pertanyaan nya. Membuat Zain semakin kawatir.Zain melepas genggaman tangan nya dan ingin beranjak menelpon dokter, karena dia takut terjadi sesuatu pada sang istri."Tolong jangan pergi, temani aku!" Aurel mengeratkan genggaman nya membuat Zain urung melangk
Zain dan Aurel sampai lebih dulu di restauran milik Abi. Namun, lelaki itu tak kunjung menunjukkan batang hidungnya."Eh, Aurel, nunggu Abi ya?" tanya Gita yang baru saja keluar dari arah dapur dan mendapati Aurel dan seorang pria.Ia yakin itu adalah suami adik bosnya ini. Ia tersenyum ramah pada lelaki yang baru ia temui ini."Iya Kak, kok Abi telat datangnya ya? padahal dia yang nyuruh aku buat datang!" jawab Aurel sedikit kesal."Mungkin kena macet! tunggu saja di ruangan nya, aku akan membuatkan minuman dan mengantarkan nya kesana!" "Gak usah Kak, aku tunggu di sini saja!" tolak Aurel."Ya sudah kalau begitu, aku ambilkan minum dulu atau kalian mau sarapan?""Minum saja Kak, kami sudah sarapan tadi!" Gita mengangguk dan kembali ke dapur untuk membuatkan minum adik dan dan adik ipar bosnya ini.Tak berselang lama Gita masuk ke dapur, Abi datang dan menyapa mereka berdua. Abi tersenyum menatap sang adik dan memeluknya."Jadi bagaimana? kalian udah balikan?" tanya Abi to the poin.
"Jangan bicara sembarangan Abi, aku tahu kau hanya ingin membuatku tidak mengganggu Aurel! itu sebabnya kau bilang dia sudah bersuami." Ucap Reno tak percaya.Ya, ia yakin Abi hanya mengarang cerita agar dirinya tidak mengganggu kehidupan Aurel! tetapi, jika benar itu terjadi, dia tidak akan menyerah begitu saja.Aurel sangat mencintainya, ia yakin cinta itu masih tetap untuknya dan Aurel pasti mau kembali bersamanya karena mereka masih saling mencintai."Terserah kalau kau tak percaya!" jawab Abi enteng."Dengar, aku tidak akan membiarkan kau mengganggu adikku lagi! sebelum aku kehilangan kesabaran, lebih baik kau segera pergi dari sini dan jangan pernah muncul di hadapanku maupun di hadapan Aurel!" ancam Abi dan segera meninggalkan Reno sendirian.Sementara Reno masih diam membisu, rasanya sungguh tak percaya jika Aurel sudah menikah. Ah, ini pasti hanya akal-akalan Abi saja.Reno lebih memilih pergi dari sana dan berniat besok akan kembali lagi dengan harapan bisa bertemu dengan Au
Aurel perlahan membuka matanya, ia menatap langit-langit kamar yang nampak asing baginya. Ia mengerutkan keningnya, sembari berusaha mengingat apa yang sudah terjadi?Ah, tadi siang dia tak sengaja bertemu dengan Reno dan berakhir meminta tolong pada suaminya untuk mengantarkan nya pulang.Bahkan, dia menolak saat Zain ingin membawanya ke rumah sakit! tapi, dengan tegas dia menolak dan meminta pulang.Setelah itu ia tidak mengingat apapun dan sekarang dirinya terbangun di kamar yang sangat asing baginya.Aurel mendudukkan tubuhnya dan menyenderkan punggungnya di kepala ranjang. Ia mengedarkan pandanganya, mencari sosok yang sudah membawanya kemari.Tatapan matanya, terhenti pada sebuah bingkai yang terpajang diatas nakas. Di sana ada foto dirinya dan Zain saat menikah.Aurel semakin bingung dan bertanya-tanya di mana dirinya saat ini. Pasalnya, jika ia berada di rumah Zain, ia merasa sangat asing dengan kamar ini.Jika bukan di rumah Zain, tetapi kenapa ada foto pernikahan nya di sini