"Non, Kanaya. Di luar ada orang yang ingin ketemu sama Non," ucap Bi Imah."Siapa, Bi?" tanya Kanaya."Katanya Kakak Non Kanaya," jawab bi Imah."Suruh masuk aja, Bi," ucap Kanaya.Kanaya bertanya-tanya dalam hati, Siapa yang datang untuk bertemu dengannya. Arta atau Arthur, Kedua saudara kembar itu selama ini seperti tidak peduli dengan kehidupan Kanaya. Meskipun begitu Arthur terlihat sedikit lebih baik daripada Arta."Assalamualaikum, Nay." "Waalaikumsalam, Kak Arthur, Kak Cindy. Silahkan duduk!" ucap Kanaya."Terima kasih, Nay. Gimana kabar kamu?" tanya Arthur."Seperti yang kakak lihat, aku baik," ucap Kanaya."Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Kakak sangat khawatir saat mendengar kabar kamu pergi dari Salman, saat kakak ingin ikut mencari keluarga kakak terkena musibah," ucap Arthur.Kanaya terkejut mendengar ucapan sang kakak, ia melihat mata sang Kaka yang begitu menggambarkan kesedihan. Wanita cantik itu meminta Bi Imah menyiapkan air minum dan cemilan untuk kakak, kakak
"Apa ini, Ka?" tanya Kanaya."Buka aja nanti kamu tahu apa isinya," ucap Arthur.Kanaya pun membuka kotak kecil yang diberi oleh kakaknya, setelah melihat isinya ia menatap sang kakak dengan penuh tanda tanya."Untuk aku?" tanya Kanaya."Iya, itu adalah kalung peninggalan Ibu. Dulu Ibu kasih wasiat ke Ayah sebelum meninggal, kalau itu harus diberikan kepadamu. Namun, Ayah kehilangan kalung itu," ucap Arthur."Lalu bagaimana Kakak bisa menemukan kalung ini?" tanya Kanaya.Wajah Arthur berubah sendu dan ia menundukkan kepala saat mendengar pertanyaan sang adik, tetapi Arthur harus tetap menceritakannya meskipun mungkin kenyataan akan membuat Kanaya membenci kedua Kakaknya."Sebenarnya kalung itu nggak pernah hilang, tapi disembunyikan dengan rapi oleh Arta," ucap Arthur.Kanaya menutup mulutnya, terkejut sekaligus tidak percaya. Bagaimana bisa kakaknya sampai menyembunyikan kalung tersebut, mungkinkah kebencian Arta kepada dirinya begitu dalam."Kenapa kak Arta melakukan itu? Apa sebena
"Kenapa sih kamu suudzon terus sama aku, Hubby? Kalung ini bukan dari Aslan tapi ini peninggalan almarhumah Ibu aku," ucap Kanaya."Maaf, Sayang. Aku bukan suudzon tapi aku cemburu karena Aslan sering memberikan barang bagus untuk kamu," ucap Salman."Iya, tapi itu kan dulu sebelum kamu memperingatkan dia. Setelah kamu beri peringatan, Dia nggak pernah ngasih barang-barang apapun lagi ke aku kok!" ucap Kanaya.Salman akhirnya membawa Kanaya duduk di ujung ranjang, ia merasa bersalah karena asal menebak kalung yang istrinya pakai dari siapa.Pria berwajah tampan itu memandangi sang istri, lalu menata kalung dengan liontin yang cantik bertengger di leher istri kecilnya tersebut."Kalungnya cantik, cocok banget untuk kamu. Kenapa baru sekarang kamu pakai kalung peninggalan ibu kamu?" tanya Salman."Ini baru diberikan oleh kak Arthur, tadi Kak Arthur, istri, dan anaknya datang ke sini, ia memberikan kalung ini untukku. Katanya Ibu sudah mewasiatkan kepada ayah jika aku sudah besar maka ka
"Berikan kalung itu padaku! Kau tidak pantas memakainya!" ucap Arta seraya menarik Kanaya dengan kasar.Salman terkejut dan marah melihat istrinya di perlakukan dengan kasar di depan matanya sendiri. Lelaki tampan itu mendorong kakak iparnya dengan kuat dan menarik Kanaya ke dalam pelukannya."Beraninya kau berbuat kasar pada istriku! Kakak macam apa kamu?" ucap Salman."Aku tidak sudi dianggap kakak oleh orang yang menyebabkan kematian ibuku!" ucap Arta dengan lantang.Air mata Kanaya yang sejak tadi di tahan akhirnya tak terbendung, mengalir di pipi putih wanita cantik tersebut. Sementara Arthur yang tadinya berjongkok di depan makam siap berdoa, kini berdiri dan sangat kesal dengan ucapan saudara kembarnya."Cukup Arta. Kau sudah keterlaluan! 21 tahun telah berlalu, tapi kau tidak bisa menerima kenyataan. Kanaya bukan penyebab kematian ibu, dia adik kita dan ibu mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan anak bahkan saat melahirkan kita pun beliau melakukan hal yang sama," ucap Arthur
Arta berlari menuju mobilnya meninggalkan pemakaman setelah mengangkat telepon dari sang mertua. Rupanya Adli dengan cepat sudah mengirimkan surat pernyataan kepada perusahaan A&K food atas penarikan investasi dari perusahaan Salman.Hal itu membuat mertua Arta kebakaran jenggot, Arta yang bertanggung jawab tentang hal itu dan ia langsung diminta datang ke perusahaan untuk melakukan rapat besar."Sudah jangan menangis lagi, dia sudah tidak ada di sini. Akan ku pastikan dia tidak akan mengganggumu lagi, aku yang akan melindungimu dari orang-orang yang ingin berbuat jahat padamu," ucap Salman seraya mengelus kepala Kanaya."Terima kasih, Hubby," ucap Kanaya."Kita belum sempat berdoa untuk ayah dan ibu, sebaiknya sekarang kita doakan dulu!" ucap Salman seraya menghapus air mata di pipi sang istri.Kanaya mengangguk lalu kembali berjongkok di depan makam kedua orang tuanya, begitupun dengan Arthur, Cindy, dan Salman. Doa yang sempat tertunda karena kedatangan Arta, kini dilanjutkan dan
[Aku dengar Salman memutus investasi di perusahaanmu? Jika kau tak berhasil membujuk Salman kembali berinvestasi. Maukah bekerja sama denganku?]Arta mengerutkan keningnya membaca pesan masuk di ponselnya dari nomor tak di kenal, lelaki itu penasaran siapa orang yang mengirimkan pesan padanya dan kenapa bisa tahu masalah yang sedang dia hadapi.[Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa tahu masalahku?][Datang ke Restoran A&F jika kau ingin tahu siapa aku.]Arta semakin penasaran ingin tahu siapa orang itu setelah membaca balasan pesan darinya. Setelah mengantarkan istrinya pulang, Arta pun pamit untuk keluar. Namun, tak mengatakan akan menemui seseorang yang misterius kepada sang istri."Tyas, aku pergi dulu. Ada yang harus aku urus, ini mengangkut Salman," ucap Arta."Ya sudah, hati-hati. Apapun yang kamu lakukan akan aku dukung asal kamu bisa membuat Salman kembali berinvestasi di perusahaan Papa," ucap Tyas.Arta menganggukkan kepala lalu kembali melajukan mobilnya menuju restoran A&F, ia
"Enggak lah, Habibati. Enggak ada sedikitpun niatan aku untuk poligami, kamu saja sudah cukup untuk aku," ucap Salman."Kirain pengen," ucap Kanaya.Kanaya berjalan menghampiri Syafana lalu membuka coklat dan membagi dua, setengah potong di berikan pada Syafana membuat gadis kecil itu tersenyum. "Biar adil," ucap Kanaya seraya memberikan setengah potong coklat itu."Makasih, Mama emang yang terbaik. Papa ingat ya kalau Papa gak adil lagi, aku marah sama Papa," ucap Syafana."Iya, princess. Papa janji akan berusaha adil," ucap Salman.Seperti biasa setelah pulang kerja Salman mandi dan Kanaya masak untuk makan malam, Ana jadi kakak yang sangat baik untuk Saddam. Selama Kanaya memasak gadis kecil itu menjaga adiknya."Makan malam sudah siap," ucap Kanaya.Hari-hari mulai terasa hangat dan bahagia, keluarga mereka terlihat sempurna. Syafana masih dengan kemanjaannya pada Kanaya dan meskipun karenanya sudah melahirkan anak kandungnya ia tak pernah berubah kepada Syafana, Kanaya menyayang
"Tentu saja aku masih peduli dengan Kanaya, sampai kapanpun dia adalah sahabatku. Memangnya apa yang terjadi dengan Kanaya dan apa yang harus aku lakukan untuknya?" tanya Aslan."Sepertinya kita harus membicarakan hal ini di tempat yang lebih privasi sebab ini menyangkut hal penting dan jangan sampai ada orang lain yang tahu," ucap Arta.Aslan menganggukan kepalanya, kebetulan hari ini dia punya banyak waktu sehingga masih bisa menemani Arta berbicara. Ia pun akhirnya memilih tempat yang lebih privasi dan mengikuti apa yang akan direncanakan Artha kepada Kanaya."Aku kasihan kepada Kanaya, tetapi aku sebagai Kakak pun tidak bisa membantunya," ucap Arta dengan mimik wajah yang dibuat sedih."Apa yang terjadi pada Kanaya sebenarnya? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, ketika aku mendatangi rumah kalian orang bilang rumah itu sudah dijual," ucap Aslan berpura-pura tidak tahu."Ya, semenjak Ayah kami meninggal rumah itu dijual. Ternyata Ayah memiliki hutang yang banyak dan kami tidak