"Apa ini, Ka?" tanya Kanaya."Buka aja nanti kamu tahu apa isinya," ucap Arthur.Kanaya pun membuka kotak kecil yang diberi oleh kakaknya, setelah melihat isinya ia menatap sang kakak dengan penuh tanda tanya."Untuk aku?" tanya Kanaya."Iya, itu adalah kalung peninggalan Ibu. Dulu Ibu kasih wasiat ke Ayah sebelum meninggal, kalau itu harus diberikan kepadamu. Namun, Ayah kehilangan kalung itu," ucap Arthur."Lalu bagaimana Kakak bisa menemukan kalung ini?" tanya Kanaya.Wajah Arthur berubah sendu dan ia menundukkan kepala saat mendengar pertanyaan sang adik, tetapi Arthur harus tetap menceritakannya meskipun mungkin kenyataan akan membuat Kanaya membenci kedua Kakaknya."Sebenarnya kalung itu nggak pernah hilang, tapi disembunyikan dengan rapi oleh Arta," ucap Arthur.Kanaya menutup mulutnya, terkejut sekaligus tidak percaya. Bagaimana bisa kakaknya sampai menyembunyikan kalung tersebut, mungkinkah kebencian Arta kepada dirinya begitu dalam."Kenapa kak Arta melakukan itu? Apa sebena
"Kenapa sih kamu suudzon terus sama aku, Hubby? Kalung ini bukan dari Aslan tapi ini peninggalan almarhumah Ibu aku," ucap Kanaya."Maaf, Sayang. Aku bukan suudzon tapi aku cemburu karena Aslan sering memberikan barang bagus untuk kamu," ucap Salman."Iya, tapi itu kan dulu sebelum kamu memperingatkan dia. Setelah kamu beri peringatan, Dia nggak pernah ngasih barang-barang apapun lagi ke aku kok!" ucap Kanaya.Salman akhirnya membawa Kanaya duduk di ujung ranjang, ia merasa bersalah karena asal menebak kalung yang istrinya pakai dari siapa.Pria berwajah tampan itu memandangi sang istri, lalu menata kalung dengan liontin yang cantik bertengger di leher istri kecilnya tersebut."Kalungnya cantik, cocok banget untuk kamu. Kenapa baru sekarang kamu pakai kalung peninggalan ibu kamu?" tanya Salman."Ini baru diberikan oleh kak Arthur, tadi Kak Arthur, istri, dan anaknya datang ke sini, ia memberikan kalung ini untukku. Katanya Ibu sudah mewasiatkan kepada ayah jika aku sudah besar maka ka
"Berikan kalung itu padaku! Kau tidak pantas memakainya!" ucap Arta seraya menarik Kanaya dengan kasar.Salman terkejut dan marah melihat istrinya di perlakukan dengan kasar di depan matanya sendiri. Lelaki tampan itu mendorong kakak iparnya dengan kuat dan menarik Kanaya ke dalam pelukannya."Beraninya kau berbuat kasar pada istriku! Kakak macam apa kamu?" ucap Salman."Aku tidak sudi dianggap kakak oleh orang yang menyebabkan kematian ibuku!" ucap Arta dengan lantang.Air mata Kanaya yang sejak tadi di tahan akhirnya tak terbendung, mengalir di pipi putih wanita cantik tersebut. Sementara Arthur yang tadinya berjongkok di depan makam siap berdoa, kini berdiri dan sangat kesal dengan ucapan saudara kembarnya."Cukup Arta. Kau sudah keterlaluan! 21 tahun telah berlalu, tapi kau tidak bisa menerima kenyataan. Kanaya bukan penyebab kematian ibu, dia adik kita dan ibu mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan anak bahkan saat melahirkan kita pun beliau melakukan hal yang sama," ucap Arthur
Arta berlari menuju mobilnya meninggalkan pemakaman setelah mengangkat telepon dari sang mertua. Rupanya Adli dengan cepat sudah mengirimkan surat pernyataan kepada perusahaan A&K food atas penarikan investasi dari perusahaan Salman.Hal itu membuat mertua Arta kebakaran jenggot, Arta yang bertanggung jawab tentang hal itu dan ia langsung diminta datang ke perusahaan untuk melakukan rapat besar."Sudah jangan menangis lagi, dia sudah tidak ada di sini. Akan ku pastikan dia tidak akan mengganggumu lagi, aku yang akan melindungimu dari orang-orang yang ingin berbuat jahat padamu," ucap Salman seraya mengelus kepala Kanaya."Terima kasih, Hubby," ucap Kanaya."Kita belum sempat berdoa untuk ayah dan ibu, sebaiknya sekarang kita doakan dulu!" ucap Salman seraya menghapus air mata di pipi sang istri.Kanaya mengangguk lalu kembali berjongkok di depan makam kedua orang tuanya, begitupun dengan Arthur, Cindy, dan Salman. Doa yang sempat tertunda karena kedatangan Arta, kini dilanjutkan dan
[Aku dengar Salman memutus investasi di perusahaanmu? Jika kau tak berhasil membujuk Salman kembali berinvestasi. Maukah bekerja sama denganku?]Arta mengerutkan keningnya membaca pesan masuk di ponselnya dari nomor tak di kenal, lelaki itu penasaran siapa orang yang mengirimkan pesan padanya dan kenapa bisa tahu masalah yang sedang dia hadapi.[Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa tahu masalahku?][Datang ke Restoran A&F jika kau ingin tahu siapa aku.]Arta semakin penasaran ingin tahu siapa orang itu setelah membaca balasan pesan darinya. Setelah mengantarkan istrinya pulang, Arta pun pamit untuk keluar. Namun, tak mengatakan akan menemui seseorang yang misterius kepada sang istri."Tyas, aku pergi dulu. Ada yang harus aku urus, ini mengangkut Salman," ucap Arta."Ya sudah, hati-hati. Apapun yang kamu lakukan akan aku dukung asal kamu bisa membuat Salman kembali berinvestasi di perusahaan Papa," ucap Tyas.Arta menganggukkan kepala lalu kembali melajukan mobilnya menuju restoran A&F, ia
"Enggak lah, Habibati. Enggak ada sedikitpun niatan aku untuk poligami, kamu saja sudah cukup untuk aku," ucap Salman."Kirain pengen," ucap Kanaya.Kanaya berjalan menghampiri Syafana lalu membuka coklat dan membagi dua, setengah potong di berikan pada Syafana membuat gadis kecil itu tersenyum. "Biar adil," ucap Kanaya seraya memberikan setengah potong coklat itu."Makasih, Mama emang yang terbaik. Papa ingat ya kalau Papa gak adil lagi, aku marah sama Papa," ucap Syafana."Iya, princess. Papa janji akan berusaha adil," ucap Salman.Seperti biasa setelah pulang kerja Salman mandi dan Kanaya masak untuk makan malam, Ana jadi kakak yang sangat baik untuk Saddam. Selama Kanaya memasak gadis kecil itu menjaga adiknya."Makan malam sudah siap," ucap Kanaya.Hari-hari mulai terasa hangat dan bahagia, keluarga mereka terlihat sempurna. Syafana masih dengan kemanjaannya pada Kanaya dan meskipun karenanya sudah melahirkan anak kandungnya ia tak pernah berubah kepada Syafana, Kanaya menyayang
"Tentu saja aku masih peduli dengan Kanaya, sampai kapanpun dia adalah sahabatku. Memangnya apa yang terjadi dengan Kanaya dan apa yang harus aku lakukan untuknya?" tanya Aslan."Sepertinya kita harus membicarakan hal ini di tempat yang lebih privasi sebab ini menyangkut hal penting dan jangan sampai ada orang lain yang tahu," ucap Arta.Aslan menganggukan kepalanya, kebetulan hari ini dia punya banyak waktu sehingga masih bisa menemani Arta berbicara. Ia pun akhirnya memilih tempat yang lebih privasi dan mengikuti apa yang akan direncanakan Artha kepada Kanaya."Aku kasihan kepada Kanaya, tetapi aku sebagai Kakak pun tidak bisa membantunya," ucap Arta dengan mimik wajah yang dibuat sedih."Apa yang terjadi pada Kanaya sebenarnya? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, ketika aku mendatangi rumah kalian orang bilang rumah itu sudah dijual," ucap Aslan berpura-pura tidak tahu."Ya, semenjak Ayah kami meninggal rumah itu dijual. Ternyata Ayah memiliki hutang yang banyak dan kami tidak
"Ide mu bagus, tapi aku benci jika harus membiarkan kamu berdua-duaan dengan istriku," ucap Salman."Om tenang aja, aku nggak akan macam-macam pada Kanaya kok. Paling cuma pegang tangan," ucap Aslan terkekeh."Kau pasti akan mengambil kesempatan dalam kesempitan!" ucap Salman menatap Aslan dengan tajam."Jika kau tidak percaya padaku, maka percayalah pada istrimu. Dia wanita yang baik, tidak mungkin dengan mudah melakukan hal yang tidak-tidak dengan lelaki yang bukan suaminya," ucap Aslan.Salman menghela nafasnya dan akhirnya setuju dengan rencana yang Aslan katakan tadi. Meskipun rasanya akan sangat kesal untuk melihat Kanaya berduaan dengan Aslan, tetapi semua dilakukan untuk mengetahui siapa yang merencanakan itu bersama dengan Arta.Jika Arta ingin membalas Kanaya sendiri, tentu saja dia tidak perlu menggunakan cara seperti itu. tujuannya hanya Kanaya, sudah jelas Arta tidak ingin kanaya hidup bahagia.Setelah Salman dan Aslan setuju dengan rencana itu, Aslan pun pamit untuk kemb
Agni dan Feli saling menyalahkan, mereka berteriak saat polisi menangkap dan membawa mereka ke kantor polisi. Kedua wanita itu tidak mau dipenjara dan berusaha untuk memberontak saat dievakuasi. "Lepas, aku nggak salah tangkap aja dia yang punya ide dari semua ini," ucap Agni menuju ke arah Feli."Bukan aku, dia yang punya ide jahat bahkan ingin membunuh kakaknya sendiri," teriak Feli menunjuk Agni.Aslan mengepalkan tangannya mendengar hal itu, lelaki tampan tersebut semakin waspada dan tidak ingin kejadian serupa menimpa sang istri. Ia tidak ingin ada orang yang berniat jahat bahkan ingin membunuh istrinya, hidup Hafsa sudah cukup menderita selama ini Aslan ingin setelah menikah dengannya Hafsa bisa bahagia dan ia pun bahagia bersama wanita tersebut.Mereka tetap dibawa ke kantor polisi meskipun meronta dan berteriak-teriak sepanjang perjalanan, keesokan harinya Aslan dan bapaknya serta para direksi rapat di perusahaan. Mereka sepakat untuk mencabut sepenuhnya saham yang pernah di
"Orang yang menculik Nona Hafsa mengaku juga Ia mendapatkan tawaran dari dua orang wanita," ucap anak buah Aslan melalui sambungan telepon. "Siapa dua orang wanita itu? Dan apa mereka sudah berhasil kalian tangkap?" tanya Aslan."Mereka bernama Agni dan Feli, beberapa orang dari kami sedang mengajar mobil mereka yang terlihat dari rekaman CCTV kabur ke luar kota.""Tangkap mereka bagaimanapun caranya!" ucap Aslan."Baik, Tuan."Setelah mengatakan itu anak buah Aslan pun mematikan sambungan teleponnya, Aslan mengalah nafas dan menatap sang istri. Lelaki berwajah tampan itu tidak menyangka jika kedua wanita tersebut bisa berbuat nekat kepada istrinya hanya karena obsesi ingin memiliki dirinya.Saida dan Lingga yang ada di ruangan itu penasaran dengan apa yang baru saja bicarakan oleh Aslan dan anak buahnya, Aslan pun menceritakan apa yang tadi dia bicarakan dengan anak buahnya kepada kedua orang tua serta istrinya. Tentu saja kedua orang tua Aslan dan Hafsa begitu terkejut mendengar
Setelah melihat rekaman CCTV di rumah dan mencatat plat nomor motor orang yang membawa sang istri, Aslan pun langsung memerintahkan anak buahnya untuk mencari motor tersebut. Tak lama kemudian ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang Aslan pun mengangkat panggilan telepon tersebut. "Hallo, siapa ini?" tanya Aslan saat mengangkat sambungan telepon. "Istrimu ada padaku, jika ingin selamat datanglah sendiri.""Siapa kamu? Dimana istriku sekarang?!" tanya Aslan dengan suara baritonnya."Kamu tidak perlu tahu siapa aku, siapkan uang 1 milyar dan kamu harus datang sendiri. Jika kamu membawa orang lain apalagi polisi maka nyawa istrimu taruhannya.""Jangan macam-macam dengan istriku. Cepat katakan kemana kau membawanya?!" tanya Aslan dengan emosi.Panggilan telepon itu di matikan, tak lama kemudian sharelok masuk ke ponselnya. Aslan tak mengenali suara orang itu, sepertinya suaranya di samarkan.Pria berwajah tampan itu menyiapkan uang yang dimint
"Hah ... Mungkin pusing karena cape dan perjalanan jauh," ucap Hafsa."Iya juga, tapi kalau beneran Kakak hamil pasti seisi rumah senang," ucap Aisy."Doakan saja semoga aku segera hamil," ucap Hafsa."Aamiin," ucap Aisy.Sikap Aisy yang baik membuat Hafsa sangat senang, adik iparnya itu supel dan bisa menjadi teman baiknya. Hari-hari berlalu, Aslan bekerja seperti biasa. Hafsa mulai terbiasa hidup sebagai ibu rumah tangga di rumah barunya, terkadang ikut sang mertua ke acara pengajian. Namun, lebih sering berada di rumah sesuai keinginan Aslan.Pagi ini Aslan dan Hafsa sarapan seperti biasa sebelum Aslan berangkat kerja, Hafsa merasa mual saat sarapan dan akhirnya memuntahkan kembali apa yang telah ia makan."Kamu sakit, Sayang?" tanya Aslan seraya memijat tengkuk sang istri."Gak tahu, Mas. Mual banget," ucap Hafsa."Aku panggilkan dokter, ya!" ucap Aslan."Gak perlu, Mas. Kayanya aku cuma masuk angin, nanti minta di pijit aja dan di baluri minyak angin," ucap Hafsa."Beneran gak
"Angkat, Mas!" ucap Hafsa."Ngapain sih, Mama ganggu aja," ucap Aslan lalu mengangkat panggilan video call tersebut.Ternyata yang menelponnya adalah Saida sang mama. Setelah diangkat Aslan melihat Saida duduk bersama Lingga sepertinya sedang di dalam kamar."Assalamualaikum ada apa, Mah?" tanya Aslan."Waalaikumsalam, kalian sampai di Paris jam berapa? Kenapa gak kasih kabar?" tanya Saida."Tadi 6 sore, Mah.""Kamu ini gimana sih, kan mama bilang sampai di sana langsung kasih kabar! Kami di sini khawatir," ucap Saida."Hehehe ... Maaf Mah. Kami sampai langsung istirahat karena sangat lelah, terus mandi dan langsung makan malam," jawab Aslan.Hafsa tersenyum ternyata sang mertua mengkhawatirkan keadaan ia dan sang suami yang tidak memberi kabar setelah sampai di Paris. Cukup lama mereka berbincang melalui video call, Lingga pun bertanya tentang kenyamanan hotel yang sudah ia booking untuk anak dan menantunya."Nyaman banget, Pah. Pemandangan dari jendela hotel langsung ke menara Eiffe
"Kamu cinta terakhirku, Hafsa Kalimatunnisa," ucap Aslan lalu mencium pucuk kepala sang istri.Mereka beristirahat setelah perjalanan 16 jam dari Indonesia ke Paris, Prancis. Meskipun rasa lelah itu telah terbayar dengan indahnya pemandangan di joget tersebut. Namun, Aslan ingin mereka istirahat sebelum melakukan tour ke negara tersebut."Sayang, aku laper. Kita keluar yuk cari makan," ucap Aslan membangunkan Hafsa yang masih terlelap dalam tidurnya."Emang gak bisa pesan makanan hotel aja, Mas?" tanya Hafsa seraya mengucek matanya."Bisa sih, tapi aku ingin berjalan kaki sambil mencari makanan di sini denganmu," ucap Aslan."Ya sudah kalau gitu aku mandi dan ganti pakaian dulu," ucap Hafsa.Aslan menganggukan kepala, Hafsa pun masuk ke dalam kamar mandi dan betapa terkejutnya ia setelah selesai mandi saat keluar tidak ada Aslan di kamar malah ada dua wanita asing."Siapa kalian? Kenapa ada di kamarku?" tanya Hafsa terkejut."Nona jangan takut, kamu adalah MUA dan hair stylist yang di
"Buka aja," ucap Aslan.Hafsa membuka kotak kecil yang di berikan oleh sang suami, setelah melihat isinya ia masih bingung karena hanya beberapa lembar kertas saja. Hafsa melihat kertas tersebut dan menatap Aslan dengan mata berkaca-kaca."Tiket pesawat ke Paris?" tanya Hafsa."Kado dari mama dan papa untuk pernikahan kita, mereka juga sudah booking hotel untuk kita bulan madu ke Paris," ucap Aslan."Tapi, aku tidak bunga pasport, Mas. Gimana mau perjalanan ke luar negeri," ucap Hafsa."Semua sudah beres di urus sama papa, kita tinggal duduk manis di pesawat dan menikmati bulan madu di Paris nanti," ucap Aslan.Hafsa tak bisa berkata apa-apa lagi, memang jika banyak uang semua urusan jadi mudah. Selama ini Hafsa tak pernah bermimpi akan bisa liburan keluar negeri, itu sebabnya ia tidak punya paspor.Hafsa begitu senang ketika tahu kedua mertuanya yang sudah menyiapkan segalanya untuk ia dan suami berbulan madu ke negara yang terkenal romantis itu.Mereka berangkat bukan madu beberapa
Sama halnya dengan orang tua Agni. Orang tua Feli pun terkena imbas atas perbuatan anaknya, Aslan menarik sebagian investasi untuk perusahaan orang tua Feli. Tentu hal ini di lakukan setelah berdiskusi dengan ayahnya, Aslan tidak akan mengambil keputusan besar menyangkut perusahaan dengan sembarangan.Sementara ayah Feli kini sangat marah setelah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh anaknya, dia menelepon Feli dan meminta Gadis itu untuk datang ke kantornya. Sesampainya Feli datang ke kantor sang ayah, ia langsung dimarahi habis-habisan oleh ayahnya tersebut."Dasar anak bodoh! Sudah kubilang jangan pernah berani mengganggu Tuan Aslan. Kau pernah diusir saat pesta pernikahannya, sekarang malah berolahraga kembali hingga membuat dia mencabut sebagian investasinya perusahaan kita!" ucap Fernando."Papa bicara apa sih? Aku nggak ngerti. Aku tidak merasa mengganggu Aslan, kenapa Papa tiba-tiba menyalahkan aku!?""Tidak mengganggu katamu? Lalu ini apa?!" ucap Fernando seraya memutar r
"Kurang ajar, siapa yang berani mengirim ini?!" ucap Aslan emosi saat melihat isi di dalam bingkisan."Sudahlah, Mas. Cuma hal kaya gini gak usah di pikirin," ucap Hafsa hendak membuang barang tersebut.Dalam bingkisan tersebut ternyata berisi foto pernikahan Aslan dan Hafsa, tetapi sudah digunting-gunting. Ada juga foto Hafsa sedang sendiri dan diberi tanda merah seperti darah.Aslan merasa itu adalah ancaman untuk istrinya, tetapi Hafsa tidak terlalu memperdulikan ancaman tersebut. Teror seperti itu bukan pertama kali ia alami, dulu saat sekolah SMA pun ia pernah dibully dan diberi teror seperti itu."Kenapa kamu bisa sangat santai menghadapi hal seperti ini, jelas-jelas ini adalah ancaman untuk kamu, Sayang." "Aku sudah tidak takut dengan ancaman seperti ini, dulu juga waktu sekolah pernah mendapat ancaman seperti ini," ucap Hafsa sambil tersenyum."Benarkah? Lalu apa yang terjadi padamu?" tanya Aslan.Hafsa pun menceritakan kepada sang suami, dulu ia bersahabat dengan salah satu