"Al, kemarilah! Lihat pasirnya putih sekali." Seru Kylie dengan wajah sumringahnya. Kakinya menghentak diatas pasir itu sesekali bermain. Tak jarang tingkahnya menjadi sorotan oleh semua orang. Berbeda dengan Alva yang saat ini menekuk wajahnya. Bagaimana tidak, istri cantiknya itu memamerkan tubuhnya di bawah paparan sinar matahari. Yah, mereka saat ini tengah berada di sebuah pantai bernama Lake MacKenzie. "Al kemarilah dan temani aku. Kamu tega membiarkanku bermain sendiri." kesal Kylie karena merasa di abaikan oleh suaminya itu. Alva hanya melirik tidak minat. Niat ingin bermesraan dengan istrinya itu gagal karena pasir putih yang menarik seluruh perhatian Kylie. "Bermain saja sendiri aku tidak minat," ucapnya. "Baiklah terserah saja," abai Kylie. Ia nampak menikmati keindahan pasir putih itu. Mengabaikan suaminya yang terserang dongkol karena ucapan istrinya. Keindahan pasir putih itu memang menyorot penuh seluruh perhatiannya. Ia jadi teringat sewaktu bersama kakaknya du
Kylie keluar dari kamar mandi dan langsung duduk di meja rias depan cermin. Dia mengambil pengering rambut dan melepaskan handuk kecil di kepalanya lalu mulai mengeringkan rambutnya. Suatu kebiasaan yang sering dia lakukan sejak mengenal dunia kecantikan. Waktu itu umurnya masih lima tahun ketika melihat sang ibu melakukan hal ini di setiap keramas. Dibandingkan bermain Kylie lebih suka menirukan gaya ibunya. Mengingat masa kecilnya membuatnya lagi-lagi tersenyum. Kylie meletakkan pengering rambut pada tempatnya. Ia menatap dirinya di pantulan cermin di depannya. Tidak lama, kemudian tangannya mengambil sebuah cream dan mengusapnya di wajahnya. Kebiasaan rutin yang selalu Kylie lakukan. Tidak hanya pada wajah hingga ke bagian leher dan area punggung tangannya turut di berikan.Bel kamarnya berbunyi. Kylie beranjak dari duduknya manisnya. "Siapa?" tanyanya dari dalam. Tidak mungkin ia membukakan pintu begitu saja. Kylie adalah gadis yang sudah mempunyai suami, sangat tidak pantas j
Kylie terbangun, semalam dirinya begitu hanyut oleh untaian kata dari suaminya. "Namamu akan selalu berdetak disini mengikuti jantungku. Dan akan terus mengalir bersama darahku." Kalimat yang membuat dirinya terbangun seakan terus terngiang di kepalanya. Ia meraba sebuah tangan diatas perutnya. Mengelusnya kemudian menggenggam jarinya. Sesaat semuanya kembali hening begitupun dengan pikirannya.Apa yang harus kulakukan? Bisikan hati kecilnya tiba-tiba muncul.Ini salah! Dan Kylie tahu itu. Tidak, lebih tepatnya ini tidak boleh terjadi. Ia tidak mungkin mempunyai perasaan itu. Tangannya meraba dadanya, jantung ini selalu berdetak. Debarannya kembali terasa saat dirinya berada di pelukan suaminya. Kylie tau ia sudah mulai jatuh ke dalam neraka yang di buatnya, bahkan sebelum neraka itu di mulai."Ini tidak boleh terjadi... Tidak! Ini tidak boleh terjadi..." Kylie terus melafalkan kalimat tersebut berulang-ulang."Apa yang tidak boleh terjadi?"Rasa terkejut membuat tubuhnya bergetar.
Di sebuah kamar dua orang manusia tengah menghabiskan waktu dengan canda dan tawa yang menemani keseharian mereka. Seharian ini mereka menghabiskan waktu bersama. Senyum terus mengembang di bibir mereka. Menikmati waktu seperti ini adalah hal yang langkah. Namun, hal itu tidak membuat dua sejoli ini kehilangan ke romantisan. "Kau senang baby?" tanya Alvarez sambil memberikan kecupan manis di puncak gadis yang di panggil dengan sebutan baby. Baby adalah panggilan kesayangan Alvarez untuk gadis yang sudah menetap di hatinya, siapa lagi kalau bukan Kylie Victoria Houston. "Sangat senang," jawab Kylie antusias. Dirinya memeluk Alvarez begitu erat. Menenggelamkan wajahnya di dada bidang pria itu. Alvarez yang mendapat perlakuan sedemikian rupa hanya tersenyum melihat tingkah laku manja dari gadisnya. Alvarez sangat menyukai saat gadis itu bermanja-manja dengannya. Menurutnya hal itu sangat lucu dan menggemaskan dalam waktu bersamaan. "Kau sangat menggemaskan, Baby," ucap Alvarez. "Ak
Pintu kamar terbuka menampilkan pria yang tengah memandang minat sang pujaan hati. Alvarez memerhatikan kekasihnya masih setia memejamkan mata. Tidak ingin bangun sepertinya, pikir Alva.Dia melangkahkan kakinya mendekati sang pujaan hati. Berhenti di tepi ranjang, Alva mendudukkan dirinya di samping gadis itu. Tangannya hendak terulur, menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi wajah gadisnya. Namun, dia urungkan karena pergerakkan kecil yang dilakukan gadisnya.Alva mengira Kylie terbangun, tapi nyatanya tidak. Gadisnya itu hanya memperbaiki posisi tidurnya, membuatnya menjadi senyaman mungkin.Kekehan kecil tersungging di bibir Alva. Sungguh manis sekali melihat tingkah lucu gadisnya itu. Cukup lama Alva memandang wajah polos itu, dirinya menggeram ketika tatapan matanya beralih ke bibir ranum milik Kylie. Ingin sekali rasanya ia melumat bibir itu, membelitkan lidah mereka dan berbagi saliva bersama. Sungguh mesum sekali otakmu Alva, tutur batinnya.Lagi. Alva terkekeh kecil m
Hari ini mereka sudah siap untuk melakukan fitting baju pernikahan. Seperti biasa Alva memperlakukan Kylie–gadis kecilnya–seistimewa mungkin. Semua para wanita di luar sana pasti sangat merasa beruntung sekali jika mendapatkan seorang pria seperti Alva. Pria idaman yang sangat diinginkan oleh semua wanita di luar sana, tapi berbeda dengan Kylie. Gadis itu hanya memandang datar sedari tadi. Dirinya kini berdiri di depan kaca memandang lamat-lamat wajahnya sendiri. “Kau hanya mempunyai ragaku untuk pernikahan ini Alva, tapi tidak dengan hatiku. Sedari awal memang tidak pernah ada kata ‘kita’ di antara kau dan aku,” gumam Kylie. Bunyi gedoran pintu menyadarkan Kylie dari lamunannya. “Kau sudah selesai, Baby?” tanya Alva dari luar. “Ah, iyah. Sebentar lagi.” Kylie merapikan sedikit rambutnya dan memoleskan lipstik di sekitar bibirnya. Tidak terlalu tebal dan memberi kesan natural. Karena memang dasarnya bibir Kylie sudah berwarna pink. Jadi tidak ada alasan untuk membuatnya terlihat
Pernikahan yang dinanti-nanti oleh Alva kini sudah berada di depan mata. Bagi Kylie, pernikahan tersebut tidak ada artinya. Tidak akan ada cinta yang Kylie berikan di dalam pernikahan tersebut. Awalnya dirinya hendak bermain-main, tapi tidak ada yang menduga bukan? Jika permainannya malah berujung pada sesuatu yang sakral. Pernikahan namanya. Kylie memandang gaun pernikahan yang saat ini sudah berada di kamarnya. Dua hari lagi pernikahan akan berlangsung. Membuat gadis itu menghela napasnya.Apa lebih baik kabur? Pemikiran bodoh baginya jika hal itu benar-benar terjadi. Yang ada dirinya malah digantung oleh kakaknya–Matheus–karena berani melakukan hal bodoh tersebut.Lantas, bagaimana cara menghancurkan pernikahan tersebut? Sampai saat ini tidak ada jalan yang gadis itu temukan.“Baiklah, aku sendiri yang akan membuat Alvarez menderita dalam pernikahan ini. Pernikahan yang menyakitkan. Sudah lelah aku jika harus bersandiwara seperti ini terus,” ucap Kylie.Tidak lama kemudian ponselny
Ciuman Alva terasa kasar dan menyakitkan dalam waktu bersamaan. Kylie harus menopang tubuhnya sendiri dan membiarkan tubuh lainnya dikendalikan oleh Alva. Memberontak pun tak ada gunanya. Karena pria itu sedang dilanda oleh emosi. Lambat laun Kylie merasakan jika ciuman Alva mulai melembut seiring berjalannya waktu.Alva seperti tidak ingin melepaskan. Hingga akhirnya mau tidak mau Kylie jatuh kembali ke dalam jurang yang dibuatnya sendiri. Kylie membalas pagutan lembut yang diberikan Alva. Kylie terbuai oleh sentuhan Alva. Hatinya ingin menolak. Namun, tubuhnya berkata lain. Tubuh dan hatinya tidak bekerja sama. Mereka berjalan berlawanan arah.Alva melepaskan ciumannya saat dirasa cukup untuk melampiaskan emosi. Ia memandang wanita yang sebentar lagi menyandang status sebagai istrinya. Tinggal hitungan 2×24 jam maka status tersebut sudah tersemat untuk selamanya."Bisa kau jelaskan ke mana kau seharian ini, Baby? Kau membuatku khawatir. Telepon, chat, semuanya tidak kau balas. Bi