Share

Bab 4

Ciuman Alva terasa kasar dan menyakitkan dalam waktu bersamaan. Kylie harus menopang tubuhnya sendiri dan membiarkan tubuh lainnya dikendalikan oleh Alva. Memberontak pun tak ada gunanya. Karena pria itu sedang dilanda oleh emosi. Lambat laun Kylie merasakan jika ciuman Alva mulai melembut seiring berjalannya waktu.

Alva seperti tidak ingin melepaskan. Hingga akhirnya mau tidak mau Kylie jatuh kembali ke dalam jurang yang dibuatnya sendiri. Kylie membalas pagutan lembut yang diberikan Alva. Kylie terbuai oleh sentuhan Alva. Hatinya ingin menolak. Namun, tubuhnya berkata lain. Tubuh dan hatinya tidak bekerja sama. Mereka berjalan berlawanan arah.

Alva melepaskan ciumannya saat dirasa cukup untuk melampiaskan emosi. Ia memandang wanita yang sebentar lagi menyandang status sebagai istrinya. Tinggal hitungan 2×24 jam maka status tersebut sudah tersemat untuk selamanya.

"Bisa kau jelaskan ke mana kau seharian ini, Baby? Kau membuatku khawatir. Telepon, chat, semuanya tidak kau balas. Bisa kau jelaskan, hmm?"

Nada suara Alva berubah dingin. Kylie tau pria di depannya ini berusaha mati-matian untuk menahan emosinya, tapi apa pedulinya.

"Kylie Victoria Houston! Gunakan mulutmu untuk berbicara!!" tegas Alva.

"Aku bertemu dengan teman."

"Siapa? Laki-laki atau ..."

Lihatlah! Alva berubah menjadi pria yang protective.

"Perempuan," jawab Kylie malas memotong perkataan Alva yang berujung pada perdebatan tiada ujung.

"Lalu kenapa handphone.."

Kylie mengeluarkan handphonenya dari dalam tas. "Lihat! Baterai ponselku habis. Jadi aku tidak bisa memberi kabar padamu." Kylie menjawabnya berdasarkan fakta.

Alva mengembuskan napasnya kasar. Ia menjauh dari atas tubuh Kylie dan duduk di kursi kemudi. "Kau tau Baby, aku mengkhawatirkanmu seharian ini. PikiranKu kalut saat tidak ada satu pun kabar darimu. Aku mencoba untuk menghubungimu, tapi tidak bisa dan melihatmu berada di sana tadi dengan pakaian seperti itu, berhasil memancing emosiku."

Kylie mengerutkan kening seraya memandang pria di sebelahnya. Alva balas memandang Kylie.

"Untuk yang tadi, aku tidak akan meminta maaf. Itu adalah konsekuensi yang harus kau terima. Kau dengar, Baby?" Kylie memutar bola matanya malas. Ia pikir Alva akan meminta maaf kepadanya karena telah bertindak seperti tadi. Namun, ternyata dugaannya salah.

Oh my god! Apa sekarang dirimu mengharapkan permintaan maaf dari pria itu, Kylie. Sulit di percaya! tegur batinnya.

Entahlah, dirinya juga tidak tahu mengapa dia mengharapkan hal yang tidak seharusnya diharapkan. Permintaan maaf pria itu? Cih!

"Sebaiknya kita pulang. Hari sudah menjelang malam, Baby," ujar Alva dan mengendarai mobilnya untuk pulang.

Bersyukur jalanan tidak terlalu macet. Jadi tidak memakan banyak waktu selama perjalanan. Mereka sampai di kediaman Houston. Romina dan Daniel langsung menyambut mereka. Tidak lupa Math dan Edymar juga sedang berkumpul di ruang tamu.

"Kalian sudah datang sayang? Mom kira kalian akan menginap di hotel malam ini," gurau Romina. Mata Kylie melotot. Dirinya baru pulang dan disambut dengan pertanyaan seperti itu.

"Tidak boleh! Mereka belum sah, Darling," kata Daniel.

"Aku hanya bercanda, Sayang. Dulu pun kau juga seperti itu." Romina terkekeh.

Math menggelengkan kepala melihat kelakuan ibunya yang tidak tahu kondisi itu. Diumur yang sudah tua saja, ibunya masih mempunyai sifat seperti seorang gadis umur dua puluh tahunan. Sangat ajaib!

Kylie mengerucutkan bibirnya melihat semua orang tengah menertawai dirinya. Apalagi melihat kakak dan kakak iparnya seperti memadu kasih di depan matanya.

"Besok kau sudah menikah jadi bersabarlah jika ingin sepertiku," ujar Math mengejek adiknya yang tengah menatapnya.

Kylie mendelik tajam. Edymar lagi-lagi hanya tertawa melihat tingkah laku dua saudara tersebut. Tangannya sesekali mengelus perutnya yang sudah terlihat membuncit diikuti tangan suaminya.

"Mom, lihat Kak Math! Dari tadi dia mengejekku terus," adu Kylie.

"Sudah mau menikah saja, kau masih suka mengadu. Dasar anak kecil!"

Merasa tidak terima disebut seperti itu, Kylie menatap nyalang kakaknya. Daniel dengan cepat melerai sebelum terjadi perang dingin di rumahnya.

"Kau pun juga sama, Son, Dari tadi kerjaanmu hanya mengikuti pantat istrimu saja. Dia ke dapur, kau mengikuti di belakang. Dia di taman, kau juga membuntuti dari belakang seperti ketan. Bahkan dia di sofa pun, kau menghimpitnya terus menerus. Apa itu tidak beda jauh dari anak kecil yang seakan kehilangan induknya."

Skakmat! Math diam tidak bersuara. Benar yang dikatakan ayahnya. Selama masa kehamilan istrinya itu, ia seakan tidak ingin berada jauh-jauh dari sisi istrinya. Udara seakan lenyap begitu saja, saat Math tidak di samping istrinya, Edymar. Bahkan pekerjaan kantor pun ia biarkan lalai begitu saja.

Kylie tertawa melihat kakaknya mati kutu di depan ayahnya. Rasanya bahagia sekali bisa membalas sang kakak. Walaupun, yah … ayahnya yang mengucapkan hal tersebut.

Tidak ingin harga dirinya jatuh begitu saja, Math mengalihkan topik pembicaraan.

"Bagaimana dengan rumah yang kau bilang padaku?" tanya Math kepada Alva.

"Seperti biasa. Tidak ada halangan." Math mengangguk.

Daniel dan Romina menatap mereka penuh tanda tanya. Begitu pula dengan Kylie dan Edymar.

"Tu-tunggu, rumah? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Romina.

Alva menghadap ke semua orang untuk memberi penjelasan.

"Setelah menikah, aku berencana ingin membawa Kylie untuk tinggal bersamaku. Aku sudah membeli rumah. Tidak terlalu besar memang dari rumah milik Mom dan Dad, tapi setidaknya cukup untuk keluarga kecil kami."

"Kenapa harus pergi dan pindah. Apa mansion ini mempunyai kekurangan?" Wajah sedih Romina terlihat jelas.

Alva menggeleng tanda tidak setuju dengan ucapan calon ibu mertuanya. "Bukan seperti itu, Mom. Aku hanya ingin membangun keluarga kecilku sendiri. Lagi pula setelah menikah, aku dan Kylie akan sering-sering mampir ke sini."

"Sudahlah, Darling. Kita harus menghormati keputusan Alva." Romina mengangguk dengan senyuman.

Sementara Kylie, ia merasa itu adalah peluang besar bagi dirinya untuk membuat kehidupan pernikahannya dengan Alva tidak seperti dengan pernikahan lainnya. Pernikahan yang penuh kepalsuan dan penderitaan di dalamnya.

Setelah menghabiskan waktu berkumpul bersama. Alva pamit untuk pulang. Kylie mengantarnya sampai depan rumah. Walau dengan senyum terpaksa dan enggan untuk melakukannya. Kylie tetap mengantar Alva.

Alva sendiri sedari tadi hanya menggenggam tangan Kylie sampai di depan pintu. "Besok hari pernikahan kita. Istirahatlah yang cukup malam ini. Jangan begadang dan tidurlah. Aku pamit pulang," ujar Alva lalu mengecup kening Kylie lama dan turun sekilas di bibirnya sebelum pergi.

Kylie memandang nanar. "Setelah hari esok adalah hari penderitaanmu Alva di dalam pernikahan ini," gumam kylie. Matanya terus menyorot tajam kepada Alva yang tengah melambaikan tangannya sebelum masuk ke dalam mobil.

o0o

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status