Share

BAB 1

Pintu kamar terbuka menampilkan pria yang tengah memandang minat sang pujaan hati. Alvarez memerhatikan kekasihnya masih setia memejamkan mata. Tidak ingin bangun sepertinya, pikir Alva.

Dia melangkahkan kakinya mendekati sang pujaan hati. Berhenti di tepi ranjang, Alva mendudukkan dirinya di samping gadis itu. Tangannya hendak terulur, menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi wajah gadisnya. Namun, dia urungkan karena pergerakkan kecil yang dilakukan gadisnya.

Alva mengira Kylie terbangun, tapi nyatanya tidak. Gadisnya itu hanya memperbaiki posisi tidurnya, membuatnya menjadi senyaman mungkin.

Kekehan kecil tersungging di bibir Alva. Sungguh manis sekali melihat tingkah lucu gadisnya itu. Cukup lama Alva memandang wajah polos itu, dirinya menggeram ketika tatapan matanya beralih ke bibir ranum milik Kylie. Ingin sekali rasanya ia melumat bibir itu, membelitkan lidah mereka dan berbagi saliva bersama.

Sungguh mesum sekali otakmu Alva, tutur batinnya.

Lagi. Alva terkekeh kecil membayangkan otak mesumnya itu. Pasti akan terasa beda sekali jika pagi hari mereka diawali dengan bercinta.

Alva menggeleng-gelengkan kepala. Dia kembali memandang wajah polos Kylie dalam tidurnya.

“Wajahmu terlihat cantik, Baby. Bahkan dalam keadaan tidur pun kecantikanmu tidak pernah luntur. Betapa beruntungnya diriku yang sebentar lagi akan memilikimu seutuhnya,” gumam Alva di depan wajah Kylie.

Seperti tidak ingin mengusik ketenangan tidur bidadarinya. Alva mengecup hangat kening Kylie lalu keluar.

Saat itulah dua pasang mata yang sedari tadi terpejam kini terbuka. Dia mendengar semua pembicaraan dan perilaku laki-laki tadi di dalam tidurnya. Well, pagi-pagi sekali sebenarnya Kylie sudah terbangun. Hanya saja dirinya malas beranjak dari tempat tidur. Lebih tepatnya malas untuk bertemu calon suaminya. Aneh sekali.

Saat ingin bangun untuk yang kedua kalinya, barulah Kylie hendak membuka pejaman matanya lantas terdengar bunyi suara pintu yang terbuka. Saat itulah semua pembicaraan Alvarez kepada dirinya secara samar serta cara Alvarez memperlakukan dirinya di dalam tidur, semua Kylie rasakan dalam keadaan sadar tanpa si pelaku mengetahuinya.

“Kau tau Alvarez, kenyataannya semua terasa hampa bagiku,” gumam Kylie. Sorot matanya tidak memancarkan kebahagiaan tidak juga kesedihan. Hanya tatapan datar.

Kylie beranjak dari tidurnya dan menghubungi seseorang.

“Ada apa, Kylie?” tanya seseorang di seberang sana.

“Alvarez. Pria itu sudah benar-benar jatuh di pelukanku,” jawab Kylie.

“Kau sangat pintar, Kylie. Tidak salah aku memberikanmu tantangan ini. Kini sang mafia besar itu sudah tunduk di hadapanmu, lalu apa yang akan kau lakukan setelahnya?”

“Entahlah, akibat ulahmu aku harus menghadapi sebuah tantangan besar yang ada di depan mata.”

“Apa maksudmu?”

“Sebuah pernikahan.”

“What!! Are you serious!! Bagaimana bisa?” Terdengar pekikan keras dari ujung panggilan itu.

Kylie bahkan harus menjauhkan ponsel dari telinganya suara melengking dari orang yang bicara padanya.

“Bisa kau tidak berteriak. Nanti akan kujelaskan semuanya.”

“Baiklah.”

Lantas Kylie mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Kylie memilih keluar dari kamar. Sudah cukup dia mendekam di dalam kamarnya. Menuju dapur, Kylie dikejutkan oleh pelukan seseorang dari belakang. Siapa lagi kalau bukan Alvarez.

“Sudah bangun, baby,” sapa Alvarez.

Dengan tersenyum Kylie menjawab.

“Kau mengagetkanku, Sayang,” ucap Kylie dengan senyum semanis mungkin membuat siapapun pasti akan terpesona melihatnya.

Alva terlihat gemas akan tingkah Kylie. Dia pun menarik hidung Kylie hingga muncul semburat merah di hidungnya.

“Kau sangat menggemaskan, Baby,” kata Alva.

Bibir Kylie mengerucut yang terlihat semakin menggemaskan di mata Alva.

“Kapan kamu datang?” tanya Kylie sambil membuat kopi karamel kesukaanya.

“Pagi sekali.” jawab Alva.

“Kenapa tidak membangunkanku?”

“Bagaimana bisa aku sampai hati membangunkanmu yang terlihat nyenyak sekali tidur, Baby.” Kylie ber oh-ria.

“Mau kubuatkan juga satu untukmu,” tawar Kylie.

“Boleh, tapi rasa cappuccino.” Kylie mengangguk, kemudian tangannya membuatkan kopi untuk Alva. Alva tidak terlalu suka rasa karamel, berbeda dengan dirinya.

Selesai membuat kopi Kylie membawanya ke sofa santai dekat pantry.

“Bagaimana persiapannya?” tanya Kylie.

“Tinggal sedikit lagi,” jawab Alva.

Alva mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Di buku tersebut, terlihat gambaran beberapa gaun pengantin yang terlihat cantik dan elegan. Alva menunjukkannya kepada Kylie.

“Bagaimana menurutmu?”

“Bagus dan cantik,” ujar Kylie sambil membolak-balikkan lembaran buku tersebut.

“Hari ini kita akan fitting baju pernikahan,” kata Alva.

“Secepat itu?”

“Yups, Baby. Setelah fitting kita akan langsung membeli cincin.”

Kylie mangangguk-angguk. Dirinya tampak berpikir keras.

“Pernikahan kita akan dilaksanakan dua minggu dari sekarang. Jadi bersiap-siaplah untuk itu,” ucap Alva. Melihat gadisnya diam tak bersuara, membuat Alvarez khawatir.

“Baby, ada sesuatu yang terjadi?” tanya Alva cemas.

Kylie nampak menggeleng, tapi hal itu tidak cukup membuat Alvarez percaya. Lantas dengan tindakan nekat, Kylie mengecup bibir manis Alva.

“Percayalah, tidak ada sesuatu yang terjadi,” ucap Kylie menatap dalam manik mata milik Alva.

Sementara Alva, mendapatkan aksi nekat dari gadisnya masih merasa terkejut. Walau tidak dipungkiri jika dia juga merasa bahagia dengan hal itu.

“Kau rupanya sudah mulai nakal, Baby,” ucap Alva menyeringai.

“Nakal. Nakal seperti apa maksudmu?” tanya Kylie dengan nada sensual.

“Berhenti memancingku, Baby atau aku tidak menjamin akan berhenti setelahnya,” ancam Alva.

“Aku tidak melakukan apa-apa, Honey. Jadi mengapa aku harus berhenti jika aku sendiri belum memulainya,” ucap Kylie mantap disertai dengan kedipan mata.

“Baiklah, Baby. Karena kau sudah memancingku, maka jangan menyesal. Biar aku yang memulainya.”

Tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya, Alvarez segera menarik tengkuk Kylie, lalu membawanya ke dalam ciuman panas dan bergairah. Setidaknya untuk kali ini, Alva ingin melepas gairah yang sedari tadi di tahannya terhadap gadis itu. Kylie sendiri menyambutnya dengan terbuka. Lidah mereka saling bertukar saliva. Mengecap dalam-dalam dan mengeksplor segala yang berada didalamnya.

Alva merebahkan Kylie ke sisi sofa tanpa melepaskan pagutan mereka. Tangan Kylie sendiri sudah di kalungkannya ke leher Alva. Mereka masih sama-sama saling mengecap satu sama lain. Cumbuan Alva beralih ke leher jenjang milik Kylie. Memberikan tanda kepemilikan di sana. Kylie mendesah tanpa bisa ditahan.

Tidak begitu lama, Alva menyudahi aksinya. Napas mereka sama-sama naik turun, dan Alva mengakhirinya dengan ciuman singkat yang sudah menjadi kebiasaan di kening Kylie.

“Aku masih berpikir jernih untuk berhenti, Baby. Karena aku tidak ingin melakukannya sebelum dirimu sudah sah menjadi milikku,” kata Alva. Dia menjauhkan tubuhnya dari Kylie. Merapikan sedikit kemejanya yang terlihat berantakan.

“Bersiap-siaplah, Baby. Kita akan pergi ke butik hari ini,” ucap Alva kemudian beranjak dari duduknya.

“Kamu mau ke mana?” tanya Kylie.

“Karena dirimu, aku ingin menenangkan Alva junior terlebih dahulu,” jawab Alva santai lalu melenggang pergi.

Kylie pun demikian. Dia bersiap-siap untuk pergi ke butik.

Tanpa Kylie sadari jika apa yang dilakukannya bersama Alva tadi bukan hanya sebatas gairah semata. Itu sudah membuktikan jika dirinya pun telah jatuh dan larut ke dalam jurang yang dibuatnya sendiri.

o0o

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status