Alyasha memulas lipstik berwarna natural di bibir sebagai finishing make-up. Wajahnya terlihat lebih segar pagi ini. Setelah mengantar Annanda ke Taman Kanak-Kanak, hari ini adalah hari pertama Alyasha kembali bekerja setelah vakum sekian tahun lamanya.
Alyasha telah berhenti bekerja sebagai seorang model yang melenggang di atas catwalk setelah pernikahannya dengan Aryadi. Kini, Annanda telah tumbuh menjadi seorang anak yang ceria, dan Arion telah bisa diandalkan untuk menjaga sang adik. Tidak ada alasan bagi Alyasha untuk tidak bekerja kembali.
Alyasha bosan jika harus tetap berada di rumah sendirian. Ia sudah membicarakannya dengan Mas Arya, dan diijinkan untuk kembali bekerja. Dengan syarat, Alyasha tidak boleh terlalu memaksakan diri.
Alyasha tersenyum mengingat pesan Mas Arya. Suaminya sangat perhatian dan penuh cinta. Alyasha merasa bahagia hanya dengan mengingatnya.
Wanita berparas ayu itu menyambar kunci mobil, dan mengecek arlojinya sekali lagi sambil melangkah menuju pintu. Ia berpapasan dengan Bi Titin di ruang depan.
"Bi, nanti tidak perlu jemput Nanda, ya. Biar saya saja yang jemput."
"Oh, baik, Nya," Bi Titin mengelap tangannya di celemek yang ia gunakan, tersenyum pada Alyasha. "Den Arion pulang lambat lagi hari ini, Nya?"
"Iya, Bi. Katanya ada latihan basket. Saya enggak makan siang di rumah nanti. Mau langsung pergi kerja lagi. Bibi masakin makanan buat Annanda aja, ya."
"Baik, Nya."
Setelahnya, Alyasha meluncur pergi menggunakan mobil miliknya.
Rumah Alyasha berada di kompleks perumahan elit di pusat kota. Begitu mobilnya keluar menuju jalan besar, lalu lintas yang sibuk dan padat langsung menyambut. Alyasha tidak menyetir dengan terburu-buru. Ia masih memiliki banyak waktu.
Alyasha memutuskan untuk tidak lagi kembali pada pekerjaannya sebagai model. Kini, ia memilih untuk mencoba karier baru sebagai mentor modelling. Hitung-hitung cari pengalaman, pikirnya.
Alyasha melajukan mobilnya lebih pelan ketika memasuki gerbang High-Up Agency, tempatnya bekerja mulai hari ini. Pemilik agency
ini adalah bekas mentor Alyasha sewaktu ia baru merintis karier sebagai seorang model. Lars Andersen, adalah nama mantan mentor Alyasha. Lars berdarah Belanda sementara ayah Alyasha juga adalah orang Belanda. Mereka segera saja menjadi akrab ketika baru bertemu.Alyasha berniat menyapa Lars terlebih dahulu sebelum ia memulai pekerjaannya. Namun, belum sampai di kantor Lars, Alyasha merasa seseorang menepuk bahunya pelan dari belakang. Alyasha berbalik, dan langsung disambut senyum menawan seseorang.
"Hai, Queen," sapa Juan Albert Larioz menatap Alyasha dengan mata biru yang berbinar-binar. "Lama tidak bertemu."
"Juan!!!" Alyasha memekik kaget. Sebelah tangannya menutup mulut tidak percaya. "Oh my God, it has been a long time!"
"It really is," Juan tertawa kecil.
"Senang rasanya kamu masih mengingat saya," lanjut Juan dalam bahasa Indonesia dengan aksen barat yang kental.
"Tentu saja aku masih ingat." Alyasha meninju lengan Juan main-main, kemudian memeluknya erat. "Aku merindukanmu!"
Juan tertawa lagi, sambil membalas pelukan Alyasha. "Yeah, aku juga."
"Kamu berhutang banyak cerita padaku," kata Alyasha setelah rasa terkejutnya berkurang. "Kamu menghilang begitu saja setelah Charity Gala terakhir yang kita lakukan. Kamu bahkan tidak datang ke pernikahanku."
Cahaya di mata biru Juan meredup sedikit. "Maaf soal itu, Queenie, aku tidak sempat mengabarimu dan yang lainnya, tetapi ada masalah di rumah Pop. Ia jatuh sakit."
Pop adalah panggilan Juan untuk ayahnya yang tinggal di Belgium bersama anggota keluarganya yang lain.
Alyasha langsung merasa tidak enak karena mengomeli sahabatnya ini tanpa bertanya lebih dulu.
"Maafkan aku, Juan. Aku turut prihatin."
"Tidak apa-apa. Pop sudah jauh lebih baik sekarang. Makanya, aku diberi ijin untuk keluyuran lagi, hehe..."
Juan adalah sahabat pertama yang Alyasha miliki ketika ia mulai masuk ke dunia modelling. Mereka berdua sama-sama berada di bawah bimbingan Lars. Sifat Juan yang easy going dan periang membuat Alyasha gampang akrab dengannya. Persahabatan mereka berlanjut bahkan setelah Juan terlebih dahulu keluar dari dunia modelling untuk menggapai mimpinya menjadi seorang designer.
"Kamu juga ingin menemui Lars? Aku dengar kamu menjadi mentor sekarang," tanya Juan sambil turut melangkah di sisi Alyasha.
"Masih belum," Alyasha mengibaskan tangan di depan wajahnya. "Ini hari pertamaku. Aku ingin melihat dulu apakah aku memiliki kualifikasi untuk itu."
"It's The Queen! Apa maksudmu mempertanyakan kualifikasi? Tentu saja kamu qualified!"
Alyasha memukul lengannya lagi karena Juan tidak akan berhenti menggodanya dengan panggilan candaan 'Queen'nya itu. Meski Alyashaemang pantas menyandang gelar itu, ia tetap saja merasa malu jika orang terang-terangan memanggilnya begitu. Lagipula, menurut Alyasha, eranya sebagai Queen sudah lewat.
Mereka lanjut mengobrol sepanjang jalan menuju kantor Lars.
***
Annanda menendangi kerikil di bawah kakinya sambil menunggu ibu atau kakaknya datang untuk menjemput. Anak berusia lima tahun itu memerhatikan ujung sepatu putihnya yang dikotori debu karena kegiatannya itu. Annanda segera berhenti. Ia berjongkok untuk mengusap sepatunya.
Sayang sekali kalau sepatu pberian ayahnya jadi kotor. Itu adalah hadiah hari pertama Annanda masuk Taman Kanak-Kanak.
Anak kecil itu lalu memilih untuk duduk di bangku yang disediakan di seputaran halaman. Kali ini berhati-hati dan memastikan tidak ada debu di atas tempat duduk sebelum ia mendudukkan dirinya.
Masih ada beberapa anak lain yang juga bermain di sekitar sana. Mereka juga sama seperti Annanda, sedang menunggu jemputan.
Annanda menyenandungkan pelan lagu yang diajari oleh guru mereka hari itu. Senang karena ia bisa dengan cepat menghafal liriknya, Anananda tidak sabar untuk menyanyikannya pada sang kakak jika sudah sampai di rumah nanti.
"Nanda!"
Annanda mendongak ketika mendengar namanya dipanggil. Senyum lebar langsung terkembang di bibirnya begitu melihat sosok sang ibu di gerbang TK melangkah ke arahnya. Ia langsung melompat dari tempat duduk, dan berlari-lari kecil menyongsong sang ibu.
"Ibu!"
Alyasha menangkap Annanda yang melemparkan tubuhnya begitu saja ke arahnya. Ia tertawa ketika anak itu memeluknya erat, lalu mengecup pipinya.
"Bagaimana sekolahnya? Menyenangkan?"
"Iya!" Annanda mengangguk beberapa kali. Membuat rambut merah gelapnya yang diikat twintail terayun-ayun lucu.
"Bagus." Alyasha menggandemg tangan Annanda untuk menuju mobilnya yang terparkir. "Nanda belajar apa hari ini."
"Belajar nyanyi! Nanda sudah hapal!"
Annanda mulai menyanyi dengan suara cempreng khas anak-anak miliknya.
Di sepanjang perjalanan pulang, gadis cilik itu tak henti-henti mengoceh tentang kegiatan sekolah.
"Apa kakak akan pulang telat lagi hari ini, Bu?"
"Iya. Katanya, Kakak lagi ada latihan basket di sekolah."
Annanda langsung cemberut begitu mendengar jawaban ibunya. Ia ingin cepat-cepat menyanyikan lagu baru yang dipelajarinya pada Arion!
Alyasha melirik gadis cilik itu sekilas, dan tidak tahan untuk tak menoel pipinya yang kembung menggemaskan.
"Kak Arion bilang, katanya mau ajak Nanda ke toko buku lagi weekend nanti."
Mata Annanda langsung berbinar mendengar kata toko buku. Berbagai macam buku mewarnai dan buku cerita bergambar terbayang di benaknya. Cemberutnya sirna seketika.
"Asyik!" Lalu, gadis kecil itu mulai mengoceh soal buku-buku yang akan ia minta dibelikan kakaknya nanti.
Ditemani suara Annanda yang memenuhi mobil di sepanjang perjalanan pulang, Alyasha merasa hidupnya tidak bisa lebih sempurna lagi.
Arion sangat mengidolakan ayahnya.Aryadi Adiputra, adalah contoh sosok ayah teladan. Ia bijak, berkharisma, dan penyayang. Meski pekerjaannya sebagai pebisnis menyita sebagian besar waktu yang ia miliki, Arya selalu meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga setidaknya ketika weekend tiba.Di saat-saat seperti itu, Arya akan mengajak Arion mengobrol. Menanyakan tentang sekolahnya, ekskul, apa Arion memiliki hobi baru, atau apakah punya permintaan yang ingin ia sampaikan pada sang ayah. Arion selalu menunggu saat-saat di mana ia bisa mengobrol berdua bersama ayahnya seperti ini. Arion bebas mengeluarkan uneg-uneg maupun ide yang ada dalam pikirannya sepanjang minggu.Arya juga adalah sosok ayah yang tegas. Ia akan menghukum Arion jika itu memang diperlukan. Namun, ia juga akan memuji dengan wajah bangga ketika Arion menyampaikan prestasi apapun yang berhasil ia raih.Di umur semuda itupun A
Sejak menikah dengan Mas Arya, Alyasha tidak penah sekalipun mencampuri urusan bisnis suaminya. Menurutnya, mereka memiliki keahlian di bidang masing-masing. Mas Arya dengan perusahaannya, Alyasha dengan kariernya di bidang modelling. Dengantidak saling mencampuri pekerjaan masing-masing, mereka berarti saling menghormati satu sama lain.Sesekali, Alyasha akan mampir di kantor untuk sekedar menemui Mas Arya, atau terkadang sambil membawakan bekal yang dibuatnya dengan mencobai menu baru yang ia tonton di Yutube yang menurutnya menarik.Mereka berdua telah berpacaran sekian tahun lamanya sebelum memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Semua karyawan perusahaan mengenal Alyasha. Demikian juga Alyasha, ia mengenal hampir semua orang yang bekerja di Royal Garmen Company. Bahkan, ia juga sampai hapal nama sekuriti maupun cleaning service yang sering membersihkan kantor suaminya.A
"Mau ke mana, Alya?" tanya Aryadi ketika melihat Alyasha sudah berdandan cantik siap keluar rumah."Ah, aku lupa bilang, Mas. Hari ini ada gathering sama teman-teman di Agency. Perayaan karena kemarin Agency berhasil dapet penghargaan untuk kategori Best Model Achievements Award."Selama beberapa saat, Aryadi menatap Alyasha tanpa mengatakan sepatah kata pun. Akhir-akhir ini Alyasha sering sekali pergi keluar. Bahkan, di saat weekend di mana mereka sekeluarga harusnya menghabiskan waktu bersama, Alyasha harus berangkat ke kantor. Annanda memang hanya akan bertanya sekali. Begitu tahu ibunya pergi bekerja, gadis kecil itu tidak akan menanyakan apa-apa lagi. Namun, ayahnya tahu bahwa Annanda rindu untuk menghabiskan waktu dengan sang ibu."Akhir-akhir ini kamu sibuk banget," komentar Aryadi."Iya, Mas. Soalnya, mau menjelang musim Summer Fashion," Alyasha
Pagi itu Alyasha menggeliat perlahan. Kepalanya terasa berat dan berdenyut-denyut nyeri. Kenapa ia bisa sakit kepala? Alyasha tidak ingat.Tempat tidur yang ia tempati terasa aneh di bawah tubuh. Tidak terasa seperti ranjangnya yang biasa. Tangan halusnya meraba di atas kasur, mencari tubuh hangat Mas Arya yang biasa selalu menemani tidurnya.Tangannya tidak menemukan apapun. Apa Mas Arya bangun lebih dulu? Perlahan, ia membuka mata, mengamati sekeliling ruangan.Ini bukan kamar tidurnya.Mata Alyasha membelalak seketika. Terperanjat, ia cepat-cepat turun dari kasur. Hampir jatuh terjungkal karena selimut yang membelit kaki.Alyasha meneliti ruangan dengan panik. Tidak ada siapapun di sana kecuali dirinya. Dengan sebelah tangan, ia memijat pelipis untuk mengurangi rasa pening. Bagaimana ia bisa sampai ke mari?Alyasha berusaha mengingat apa yang telah terjadi di malam sebelumnya. Ia ingat ia pergi untuk menghadirigathering&nbs
"Mas," panggil Alyasha dengan kepala tertunduk.Ia berdiri kikuk di ambang pintu kamar cadangan yang telah dihuni Mas Arya selama seminggu lebih. Awalnya, Alyasha mendiamkannya. Merasa mungkin Mas Arya butuh ruang, atau ini mungkin semacam hukuman baginya. Namun, kian hari, rasa bersalah Alyasha semakin menjadi-jadi hingga tak tertahankan. Akhirnya, hari ini ia memberanikan diri untuk berbicara dengan suaminya."Mas, boleh aku masuk?"Mas Arya sedang berbaring di kasur memunggunginya. Namun, Alyasha tahu ia hanya sedang berpura-pura tidur. Alyasha memasuki kamar dengan langkah pelan-pelan da duduk di tepi ranjang, di belakang punggung suaminya."Mas," panggilnya lagi. Kali ini memberanikan diri menyentuh pundak sang suami. Ia bisa mer
Alyasha memasuki restoran kelas menengah Itu dengan langkah anggun. Ada senyum yang terbentuk di bibirnya. Satu-satunya hal yang mengindikasikan bahwa ia tengah tidak sabar untuk bertemu seseorang adalah gerak kepalanya yang menoleh pelan kesana kemari.Mas Arya meneleponnya hari itu. Menanyakan jika Alyasha punya waktu untuk makan siang bersama.Tentu saja Alyasha mengiyakan. Hubungannya dengan Mas Arya sudah jauh membaik daripada sebelumnya. Alyasha tidak mau mengecewakan suaminya lagi.Langkah kaki Alyasha terhenti ketika matanya menemukan sosok sang suami. Hanya saja, Mas Arya tidak sedang sendiri, ada seseorang yang sedang duduk di sampingnya. Jessy, si sekretaris. Jarak mereka kelewat dekat di mata Alyasha. Rasa tidak sukanya pada Jessy bertambah satu tingkat.Ia melihat Jessy meraih napkin, dan mengatakan sesuatu yang tidak bisa didengar Alyasha dari jaraknya berdiri. Lalu, wanita itu mengusap sudut bibir Mas Arya dengan napkin. P
"Itu sudah yang ketiga belas," ucap Juan tidak sabaran.Ia menghentikan gerakan Alyasha yang hendak menuang isi dari botolwhiskeyke gelasnya lagi. Alyasha sudah tampak setengah sadar, masih juga berusaha meneis tangan Juan. Wajahnya memerah di bawah remang lampu bar."Juan, berikan padaku!" Alyasha merebut botolwhiskeyitu dari tangan Juan, dan dengan penuh kemenangan menuangkan ke gelasnya. Ia menghabiskan isinya dengan sekali teguk."Kamu akan mabuk.""Tentu saja," sahut Alyasha santai. Ia melambaikan tangannya ke sekeliling ruangan. "Bukankah setiap orang datang ke sini memang untuk mabuk? Untuk melupakan sejenak masalah mereka?"Juan meren
"Di mana ibumu?" tanya Aryadi pada putranya yang tengah mengusap sisa makanan di sudut bibir Annanda.Arion mengangkat wajah untuk menatap ayahnya. Ia memiringkan kepala, bingung."Tidak tahu, Yah. Ibu belum turun untuk sarapan."Aryadi menghabiskan waktu lembur semalaman di kantor karena pekerjaan yang lumayan menumpuk. Ia sempat mengirim pesan pada Alyasha, namun sang istri tidak membalas pesannya.Ia pergi ke kamar tidur mereka. Namun tidak menemukan siapapun di sana. Tempat tidur masih rapi tanpa ada tanda-tanda ditempati semalam.Aryadi kembali keluar dan duduk di meja makan bersama anak-anaknya."Apa ibu tidak pulang semalam?"