Arion sangat mengidolakan ayahnya.
Aryadi Adiputra, adalah contoh sosok ayah teladan. Ia bijak, berkharisma, dan penyayang. Meski pekerjaannya sebagai pebisnis menyita sebagian besar waktu yang ia miliki, Arya selalu meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga setidaknya ketika weekend tiba.
Di saat-saat seperti itu, Arya akan mengajak Arion mengobrol. Menanyakan tentang sekolahnya, ekskul, apa Arion memiliki hobi baru, atau apakah punya permintaan yang ingin ia sampaikan pada sang ayah. Arion selalu menunggu saat-saat di mana ia bisa mengobrol berdua bersama ayahnya seperti ini. Arion bebas mengeluarkan uneg-uneg maupun ide yang ada dalam pikirannya sepanjang minggu.
Arya juga adalah sosok ayah yang tegas. Ia akan menghukum Arion jika itu memang diperlukan. Namun, ia juga akan memuji dengan wajah bangga ketika Arion menyampaikan prestasi apapun yang berhasil ia raih.
Di umur semuda itupun Arion bisa menilai bahwa ayahnya sangat pantas bersanding bersama sang ibu. Mereka adalah pasangan paling serasi menurut Arion.
Ibunya adalah wanita cantik bersifat lembut. Mengimbangi sifat sang ayah yang tegas, ibunya selalu memberi kelonggaran pada Arion. Mungkin terkesan sedikit lebih memanjakannya, namun, Arion tahu ia bisa mencari sang ibu dan berlindung padanya kapanpun Arion mendapat hukuman dari ayahnya.
Dibandingkan dengan orang tua sebagian besar teman-teman sekolahnya yang sering bertengkar dan tidak akur, Arion sangat bersyukur orang tua yang ia miliki adalah seorang Aryadi Adiputra dan Alyasha Ayu Diarawan.
Saat ini, ayahnya sedang mengepang rambut Annanda di ruang tengah sambil mendengarkan adiknya itu menyanyikan lagu baru yang dipelajarinya di TK. Arion sudah mendengar lagu itu puluhan kali, namun, ia tetap saja terkekeh ketika mendengar nada suara Annanda yang melengking tinggi di beberapa bagian.
Sang ayah bertepuk tangan ketika Annanda sudah selesai menyanyikan lagu.
Ia tersenyum lebar, dan berkata, "Wah, Nanda pintar sekali! Nanti kalau sudah besar, bisa jadi penyanyi yang seperti di tivi-tivi."
"Ohh. Kayak Chellybomb, ya, Ayah?"
Maksudnya, Cherrybomb. Grup penyanyi anak-anak yang sering menyanyi sambil menari di TV. Annanda pasti sempat menontonnya bersama Bi Titin.
Meski tidak tahu 'Chellybomb' yang dibicarakan Annanda itu siapa, ayah pura-pura mengerti sambil mengangguk serius. "Iya. Seperti Chellybomb. Nanti Nanda bisa masuk TV juga."
"Kalau gitu, Nanda harus bisa nari juga! Ayo, Ayah, sama-sama Nanda latihan nari!"
Arion mengangkat kepala dari kegiatannya mengerjakan PR tak jauh dari sang ayah dan Annanda demi melihat ayahnya menggerakkan tangan dan badan dengan kaku, berlatih menari bersama Annanda.
Arion tertawa geli. Daripada menari, ayahnya terlihat seperti sedang berusaha belajar berenang di daratan.
Bi Titin yang membawakan cemilan untuk Arion juga tidak bisa menahan senyum. Terutama saat Annanda menegur gerakan tangan ayahnya.
"Bukan begitu, Ayah! Ini, nih, begini! Aduuuuh! Bukaaan! Sini, Nanda ajarin! Iya! Begitu! Ayah pinter!"
Kalau ada yang melihat sosok berwibawa seorang pimpinan PT. Garmen Indonesia tunduk pada seorang anak kecil untuk bertingkah konyol, mereka pasti menganga kaget.
"Ibu pulang." Alyasha melangkah ke dalam ruang tengah dalam balutan blouse putih dan rok hitam selutut. Pakaian yang simple, namun mampu terlihat anggun membalut tubuhnya.
"Ibu!" Annanda langsung menghambur memeluk ibunya. Sang ayah dilupakan begitu saja.
"Nanda." Alyasha membalas pelukan putrinya. "Nanda lagi main apa?"
"Jadi idol," jawab gadis cilik itu. "Ayah narinya jelek."
Alyasha tertawa kecil sembari mendongakkan wajahnya sedikit untuk menerima kecupan selamat datang di dahi dari sang suami.
"Ayah janji bakal berlatih keras," ucap ayahnya. "Bagaimana kerjaannya?"
"Baik, Mas," Alyasha membalas mengecup Aryadi di pipi. "Tadi cuma perkenalan sama model-model baru. Lucu ngeliat mereka pada nervous. Jadi inget pas aku baru mulai menjadi model dulu."
Aryadi mengelus rambut Alyasha sayang. Kalau sudah membicarakan soal pekerjaan modelling yang digeluti, Alyasha jadi tampak lebih cantik. Lebih bercahaya dan berseri-seri.
Keputusan untuk meninggalkan kariernya sebagai model adalah keputusan terberat yang diambil Alyasha. Sungguh, Aryadi bahkan sempat menyarankan untuk menunda memiliki momongan agar ia tetap bisa bekerja. Aryadi tidak sanggup jika harus melihat Alyasha mengorbankan hal yang membuatnya bahagia demi hubungan mereka.
Namun, Alyasha ternyata lebih memilih untuk menjadi sosok seorang ibu. Dan Aryadi lega ketika melihat Alyasha juga menikmati peran yang ia pilih.
"Mas seneng kamu menikmati pekerjaanmu. Tapi, ingat tetap jaga kesehatan juga."
"Mas jangan khawatir. Aku selalu menjaga kesehatanku, kok."
"Ibu, ibu...." Annanda memanggil Alyasha sambil menguap. Annanda menggosok matanya dengan sebelah tangan, jelas sekali terlihat mengantuk. Rambut panjangnya awut-awutan bekas menari dengan terlalu energik.
"Nanda ngantuk, ya? Sama Ayah dulu, ya? Ibu mau mandi dulu," kata Alyasha.
Alyasha menyerahkan Annanda yang berada di gendongannya pada Aryadi. Si putri kecil langsung memeluk leher sang ayah, matanya sudah terpejam.
"Arion masih lama bikin PR-nya?" tanya ayahnya.
"Mm... lagi sebentar, kok, Yah."
"Oke. Tolong panggilin Bi Titin untuk beresin mainannya Nanda, ya."
"Siap, Yah," jawab Arion tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.
***
Aryadi mengangkat tubuhnya sedikit dari tempatnya berbaring di samping Annanda ketika mendengar ponsel Alyasha yang ditinggalkan di nakas sebelah tempat tidur berbunyi.
Ia melirik sekilas isi layar. Ada pesan masuk dari seseorang bernama Juan.
Aryadi mengerutkan kening karena nama itu terasa asing. Kolega kerja Alyasha?
Awalnya, Aryadi tidak ingin mengusik privasi Alyasha dengan mengintip isi pesan. Namun, rasa penasaran mengalahkannya. Ia membuka kunci layar dan mengecek notifikasi pesan dengan men-slide layar ke bawah. Hanya sebagian isi pesan yang bisa dibacanya.
'It's great to see you again, Queenie. Jangan lupa janji lunch kita besok.....'
Aryadi tidak bisa membaca kelanjutannya tanpa membuka pesan sepenuhnya. Namun, panggilan cukup intim dari si pengirim pesan untuk Alyasha, 'Queenie', cukup mengusiknya.
Dilihat dari manapun, 'Juan' jelas adalah nama seorang laki-laki.
Tidak ingin berprasangka buruk, Aryadi menaruh kembali ponsel Alyasha di tempat semula. Perasaan tidak enak masih mengganggu di hatinya.
Ketika Alyasha kembali ke kamar, dan mengecek ponselnya, raut wajahnya langsung berubah gembira.
Aryadi bertanya dengan nada yang diusahakan senatural mungkin, "ada kabar baik?"
Alyasha mengangkat bahu acuh, namun, senyum kecil masih tersungging di bibirnya.
"Cuma pesan dari teman."
Hanya itu jawaban Alyasha. Aryadi menunggu beberapa saat. Berharap ia akan menjelaskan pesan seperti apa tepatnya yang ia terima dari teman lelakinya yang membuat ia demikian senang. Namun, Alyasha tidak mengatakan apa-apa lagi.
'Mungkin hanya teman biasa,' pikir Aryadi, berusaha positif. 'Mungkin hanya makan siang biasa. Perayaan Alyasha kembali bekerja atau semacamnya.'
Namun, masih ada satu hal yang tidak bisa ia enyahkan dari pikiran.
Aryadi dan Alyasha menjalin kasih cukup lama sebelum mereka memutuskan untuk menikah. Jadi, Aryadi mengenal hampir semua teman dan kolega yang Alyasha miliki, begitu pula sebaliknya.
Namun, sekeras apapun Aryadi berusaha mengingat nama Juan, ia tetap tidak ingat Alyasha pernah menyebutkan nama itu. Hal ini membuat Aryadi resah.
Sejak menikah dengan Mas Arya, Alyasha tidak penah sekalipun mencampuri urusan bisnis suaminya. Menurutnya, mereka memiliki keahlian di bidang masing-masing. Mas Arya dengan perusahaannya, Alyasha dengan kariernya di bidang modelling. Dengantidak saling mencampuri pekerjaan masing-masing, mereka berarti saling menghormati satu sama lain.Sesekali, Alyasha akan mampir di kantor untuk sekedar menemui Mas Arya, atau terkadang sambil membawakan bekal yang dibuatnya dengan mencobai menu baru yang ia tonton di Yutube yang menurutnya menarik.Mereka berdua telah berpacaran sekian tahun lamanya sebelum memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Semua karyawan perusahaan mengenal Alyasha. Demikian juga Alyasha, ia mengenal hampir semua orang yang bekerja di Royal Garmen Company. Bahkan, ia juga sampai hapal nama sekuriti maupun cleaning service yang sering membersihkan kantor suaminya.A
"Mau ke mana, Alya?" tanya Aryadi ketika melihat Alyasha sudah berdandan cantik siap keluar rumah."Ah, aku lupa bilang, Mas. Hari ini ada gathering sama teman-teman di Agency. Perayaan karena kemarin Agency berhasil dapet penghargaan untuk kategori Best Model Achievements Award."Selama beberapa saat, Aryadi menatap Alyasha tanpa mengatakan sepatah kata pun. Akhir-akhir ini Alyasha sering sekali pergi keluar. Bahkan, di saat weekend di mana mereka sekeluarga harusnya menghabiskan waktu bersama, Alyasha harus berangkat ke kantor. Annanda memang hanya akan bertanya sekali. Begitu tahu ibunya pergi bekerja, gadis kecil itu tidak akan menanyakan apa-apa lagi. Namun, ayahnya tahu bahwa Annanda rindu untuk menghabiskan waktu dengan sang ibu."Akhir-akhir ini kamu sibuk banget," komentar Aryadi."Iya, Mas. Soalnya, mau menjelang musim Summer Fashion," Alyasha
Pagi itu Alyasha menggeliat perlahan. Kepalanya terasa berat dan berdenyut-denyut nyeri. Kenapa ia bisa sakit kepala? Alyasha tidak ingat.Tempat tidur yang ia tempati terasa aneh di bawah tubuh. Tidak terasa seperti ranjangnya yang biasa. Tangan halusnya meraba di atas kasur, mencari tubuh hangat Mas Arya yang biasa selalu menemani tidurnya.Tangannya tidak menemukan apapun. Apa Mas Arya bangun lebih dulu? Perlahan, ia membuka mata, mengamati sekeliling ruangan.Ini bukan kamar tidurnya.Mata Alyasha membelalak seketika. Terperanjat, ia cepat-cepat turun dari kasur. Hampir jatuh terjungkal karena selimut yang membelit kaki.Alyasha meneliti ruangan dengan panik. Tidak ada siapapun di sana kecuali dirinya. Dengan sebelah tangan, ia memijat pelipis untuk mengurangi rasa pening. Bagaimana ia bisa sampai ke mari?Alyasha berusaha mengingat apa yang telah terjadi di malam sebelumnya. Ia ingat ia pergi untuk menghadirigathering&nbs
"Mas," panggil Alyasha dengan kepala tertunduk.Ia berdiri kikuk di ambang pintu kamar cadangan yang telah dihuni Mas Arya selama seminggu lebih. Awalnya, Alyasha mendiamkannya. Merasa mungkin Mas Arya butuh ruang, atau ini mungkin semacam hukuman baginya. Namun, kian hari, rasa bersalah Alyasha semakin menjadi-jadi hingga tak tertahankan. Akhirnya, hari ini ia memberanikan diri untuk berbicara dengan suaminya."Mas, boleh aku masuk?"Mas Arya sedang berbaring di kasur memunggunginya. Namun, Alyasha tahu ia hanya sedang berpura-pura tidur. Alyasha memasuki kamar dengan langkah pelan-pelan da duduk di tepi ranjang, di belakang punggung suaminya."Mas," panggilnya lagi. Kali ini memberanikan diri menyentuh pundak sang suami. Ia bisa mer
Alyasha memasuki restoran kelas menengah Itu dengan langkah anggun. Ada senyum yang terbentuk di bibirnya. Satu-satunya hal yang mengindikasikan bahwa ia tengah tidak sabar untuk bertemu seseorang adalah gerak kepalanya yang menoleh pelan kesana kemari.Mas Arya meneleponnya hari itu. Menanyakan jika Alyasha punya waktu untuk makan siang bersama.Tentu saja Alyasha mengiyakan. Hubungannya dengan Mas Arya sudah jauh membaik daripada sebelumnya. Alyasha tidak mau mengecewakan suaminya lagi.Langkah kaki Alyasha terhenti ketika matanya menemukan sosok sang suami. Hanya saja, Mas Arya tidak sedang sendiri, ada seseorang yang sedang duduk di sampingnya. Jessy, si sekretaris. Jarak mereka kelewat dekat di mata Alyasha. Rasa tidak sukanya pada Jessy bertambah satu tingkat.Ia melihat Jessy meraih napkin, dan mengatakan sesuatu yang tidak bisa didengar Alyasha dari jaraknya berdiri. Lalu, wanita itu mengusap sudut bibir Mas Arya dengan napkin. P
"Itu sudah yang ketiga belas," ucap Juan tidak sabaran.Ia menghentikan gerakan Alyasha yang hendak menuang isi dari botolwhiskeyke gelasnya lagi. Alyasha sudah tampak setengah sadar, masih juga berusaha meneis tangan Juan. Wajahnya memerah di bawah remang lampu bar."Juan, berikan padaku!" Alyasha merebut botolwhiskeyitu dari tangan Juan, dan dengan penuh kemenangan menuangkan ke gelasnya. Ia menghabiskan isinya dengan sekali teguk."Kamu akan mabuk.""Tentu saja," sahut Alyasha santai. Ia melambaikan tangannya ke sekeliling ruangan. "Bukankah setiap orang datang ke sini memang untuk mabuk? Untuk melupakan sejenak masalah mereka?"Juan meren
"Di mana ibumu?" tanya Aryadi pada putranya yang tengah mengusap sisa makanan di sudut bibir Annanda.Arion mengangkat wajah untuk menatap ayahnya. Ia memiringkan kepala, bingung."Tidak tahu, Yah. Ibu belum turun untuk sarapan."Aryadi menghabiskan waktu lembur semalaman di kantor karena pekerjaan yang lumayan menumpuk. Ia sempat mengirim pesan pada Alyasha, namun sang istri tidak membalas pesannya.Ia pergi ke kamar tidur mereka. Namun tidak menemukan siapapun di sana. Tempat tidur masih rapi tanpa ada tanda-tanda ditempati semalam.Aryadi kembali keluar dan duduk di meja makan bersama anak-anaknya."Apa ibu tidak pulang semalam?"
Suasana hati Aryadi seharian semakin memburuk.Ia tidak bisa menghubungi Alyasha sama sekali. Sebagian dari dirinya masih berusaha menyangkal perselingkuhan yang dilakukan sang istri meskipun bukti yang ia lihat dengan matanya sendiri tidak terbantahkan.Sebagian dirinya yang merasa terluka karena telah dikhianati, dipenuhi amarah yang demikian besar. Amarah yang belum pernah Aruadi rasakan sebelumnya.Ia sangat mencintai Alyasha. Ia tidak pernah melakukan sesuatu yang membuat sang istri merasa tidak terpuaskan dalam segi apapun. Lalu kenapa Alyasha mengkhianatinya?Kenapa Alyasha merasa ia berhak mengkhianati Aryadi?!Aryadi membanting gelas ke lantai hingga pecah berkeping-keping. Jesselyn yang kebetulan memasuki ruangan tepat pada saat itu memekik terkejut.Jesselyn terpaku di tempatnya berdiri. Aryadi menatapnya dengan mata menyala-nyala marah."P-Pak...." ujar Jesselyn terbata.Mata Aryadi memicing."Saya- saya cuma