Suasana hati Aryadi seharian semakin memburuk.
Ia tidak bisa menghubungi Alyasha sama sekali. Sebagian dari dirinya masih berusaha menyangkal perselingkuhan yang dilakukan sang istri meskipun bukti yang ia lihat dengan matanya sendiri tidak terbantahkan.
Sebagian dirinya yang merasa terluka karena telah dikhianati, dipenuhi amarah yang demikian besar. Amarah yang belum pernah Aruadi rasakan sebelumnya.
Ia sangat mencintai Alyasha. Ia tidak pernah melakukan sesuatu yang membuat sang istri merasa tidak terpuaskan dalam segi apapun. Lalu kenapa Alyasha mengkhianatinya?
Kenapa Alyasha merasa ia berhak mengkhianati Aryadi?!
Aryadi membanting gelas ke lantai hingga pecah berkeping-keping. Jesselyn yang kebetulan memasuki ruangan tepat pada saat itu memekik terkejut.
Jesselyn terpaku di tempatnya berdiri. Aryadi menatapnya dengan mata menyala-nyala marah.
"P-Pak...." ujar Jesselyn terbata.
Mata Aryadi memicing.
"Saya- saya cuma mau menyerahkan laporan-"
"Jessy," panggil Aryadi. Sekalipun ekspresinya masih tampak marah, namun suara yang ia gunakan tetap tenang dan terkontrol.
"I-iya, Pak?"
Aryadi tidak mengucapkan apa-apa. Ia bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati Jesselyn seperti predator mendekati mangsa.
Jesselyn menahan keinginannya untuk berlari, namun tidak bisa menahan diri untuk tidak melangkah mundur.
Aryadi terus mendekatinya hingga tubuh Jesselyn merapat dengannya. Hingga langkah mundur Jesselyn terhalang dinding.
Jesselyn menelan ludah.
Ia akui ia memang menginginkan atasannya ini. Namun, wajah Aryadi saat ini tampak lebih seperti ingin membunuh orang ketimbang ingin bergumul di bawah selimut.
Untuk beberapa saat, Jesselyn membayangkan dirinya ditemukan tidak bernyawa dan bersimbah darah.
Aryadi yang menjulang opresif di depannya membuat Jesselyn merasa kakinya berubah menjadi agar-agar.
Aryadi merapatkan tubuh mereka hingga tidak ada jarak di antara mereka. Jesselyn mendongak, berusaha menelan ketakutannya, ia berujar,
"P-pak...."
Namun, kata-katanya tidak bisa diselesaikan. Bibir Aryadi menekan bibirnya, memotong apapun yang hendak Jesselyn katakan. Suara gugup Jesselyn berubah menjadi desah terkejut.
Aryadi menciumnya seperti ingin melumat bibirnya. Jesselyn menarik napas tajam ketika bibirnya digigit keras. Aryadi menyelipkan lidahnya, menjelajah ke dalam mulutnya. Ciuman Aryadi begitu mendominasi. Jesselyn tidak diberi waktu bahkan untuk menarik napas.
Ketika Aryadi akhirnya menarik diri, Jesselyn sudah megap-megap kehabisan napas. Wajahnya memerah. Sebagian kecil dari otaknya yang masih berfungsi bersorak, ya! Akhirnya! Ia bisa membuat bos-nya ini jatuh ke dalam pelukannya.
Aryadi masih menatapnya dengan mata penuh amarah yang sama. Seolah-olah ia ingin memukuli Jesselyn alih-alih bercinta dengannya. Namun, kini Jesselyn bisa melihat ada sesuatu yang gelap bergejolak di balik tatapan itu. Seperti seekor predator yang dengan kalkulatif menaksir mangsa sebelum mengoyak lehernya.
Hanya, sang atasan sedikit salah memprediksi. Jesselyn akan dengan senang hati menyodorkan dirinya sendiri jika yang memangsanya adalah sosok pria seperkasa Aryadi.
"Katakan kalau kamu tidak menginginkan ini," kata Aryadi dengan suara rendah.
Dia pasti bercanda. Inilah satu-satunya yang Jesselyn inginkan sejak pertama kali menginjakkan kaki di perusahaan ini.
Jadi, Jesselyn menjawab dengan menarik jas Aryadi dan mempertemukan bibir mereka kembali.
***
Aryadi tidak menginginkan ini.
Ia tidak menginginkan tubuh perempuan lain berada dalam rengkuhannya. Ia tidak ingin kulitnya bergesekan panas dengan perempuan lain. Ia tidak ingin bibirnya menjelajahi bibir perempuan lain.
Namun, amarah masih menggelegak panas di dadanya. Jika Alyasha berpikir ia bisa mengkhianati Aryadi, maka Aryadi akan membalasnya.
Jika Alyasha diam-diam tidur dengan laki-laki lain, kemudian bersikap seolah tidak ada apapun di depan suaminya sendiri, maka Aryadi juga akan membalas dengan melakukan hal yang sama.
Aryadi tidak akan mebiarkan Alyasha seenak hati menginjak harga diri dan cinta yang ia miliki.
"Ah..."
Jesselyn mendesah di bawah tubuhnya, membuyarkan pikirannya. Aryadi menekankan tubuhnya lebih dalam dengan kesal. Ia menundukkan kepala dan berujar dingin,
"Diam."
Tubuh Jesselyn bergetar. Aryadi ingin tersenyum sinis. Bukankah ini yang sangat diinginkan wanita jalang ini? Apa ia merasa puas sekarang? Aryadi akan menggunakan tubuhnya, sekeras dan sekasar yang ia mau. Aryadi akan menghancurkannya tanpa ampun. Ia akan menumpahkan semua amarah dan emosinya pada perempuan yang selalu berusaha menggodanya.
Ia seharusnya senang. Aryadi hanya memberikan apa yang Jesselyn inginkan.
Aryadi tidak peduli. Ia hanya ingin membalas sakit hatinya.
Jesselyn menarik napas tajam ketika salah satu gerakan Aryadi membuat tubuhnya terlonjak. Aryadi menekankan telapak tangannya pada bibir Jesselyn, merasa kesal karena wanita itu tidak menuruti kata-katanya.
Ia tidak ingin mendengar suara penuh kenikmatan perempuan lain di bawah tubuhnya.
"Jangan bersuara, atau aku terpaksa menyumpal mulutmu," kata Aryadi kesal.
Air mengalir dari sudut-sudut mata Jesselyn, namun suara yang keluar dari tenggorokannya justru semakin keras dan kotor. Aryadi meraih dasinya dan menyumpal mulut perempuan itu.
Ia menggerakkan pinggulnya dengan kasar tanpa peduli apapun. Ia tidak peduli bagaimana Jesselyn mengerang kesakitan dan tampak seperti hampir tidak sadarkan diri.
Aryadi tidak peduli.
***
Mas Arya masih tetap memeluknya setiap malam. Masih tetap mengucapkan selamat pagi dan mengecup keningnya ketika mereka bangun tidur.
Namun, Alyasha merasa ada sesuatu yang hilang.
Cara Mas Arya menatapnya, terkadang membuat Alyasha merasa seperti ditelanjangi. Namun, ketika mata mereka bertemu, Mas Arya akan tersenyum padanya seperti biasa.
Alyasha curiga jika Mas Arya mengetahui hubungan gelapnya dengan Juan. Namun Mas Arya tidak pernah mengatakan apa-apa. Ia juga tidak pernah menarub curiga setiap kali Alyasha berkata bahwa ia akan bekerja selama beberapa hari di luar kota.
Sekalipun perlakuan Mas Arya masih sama seperti dulu, namun Alyasha mau tidak mau merasa bahwa hubungan mereka mendingin.
Namun, Ia tidak bisa sepenuhnya mengatakan bahwa hanya Mas Arya yang telah berubah.
Alyasha juga berubah.
Setiap kali berhadapan dengan Mas Arya, Alyasha tidak bisa melupakan sosok Jesselyn yang berada di atas pangkuan Mas Arya. Alyasha tidk bisa menahan rasa sakit di hatinya setiap kali memikirkan apa saja yang sudah mereka lakukan. Apa yang sudah Mas Arya lakukan di belakang punggungnya.
Ini membuat Alyasha merasa ragu dan enggan setiap kali Mas Arya ingin menyentuhnya.
Berbicara soal menyentuh, akhir-akhir ini Mas Arya sama sekali tidak terlihat seperti ia ingin melakukan hubungan suami istri dengan Alyasha.
Hal ini semakin membuat Alyasha merasa seperti menelan pil pahit.
Mas Arya sudah bosan padanya dan telah sepenuhnya berpaling pada wanita itu. Alyasha merasa luka di hatinya kian lebar dan dalam.
Dan hanya pada satu orang ia bisa menyampaikan semua keluh kesahnya. Hanya pada Juan seorang ia bisa berpura-pura untuk merasa dicintai dan diinginkan.
Mas Arya sudah tidak mencintainya. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa pada Alyasha.
Maka, Alyasha juga akan meneruskan sandiwara ini. Selama mungkin yang Mas Arya inginkan.
Arion adalah seorang anak yang bertanggung jawab. Di usianya yang baru menginjak empat belas tahun, ia sudah bisa diandalkan untuk mengurus diri sendiri sekaligus adiknya yang masih duduk di kelas dua sekolah dasar. Well, teknisnya, Arion sudah belajar mengurus Annanda sejak bayi. Jadi, tidak begitu sulit baginya. Lagipula adiknya yang satu itu sangat anteng dan tidak cerewet seperti anak kecil lainnya. Annanda adalah seorang gadis cilik yang periang dan manis. Ia tidak pernah menyusahkan orang lain. Annanda juga sangat penurut pada Arion. Apapun yang Arion katakan, ia memercayai sang kakak seratus persen. Arion sangat menyayangi Annanda. Adiknya itu seperti dunianya dalam versi mini. Ia akan melakukan apa saja demi Annanda. Arion ingin melindunginya hingga mereka tumbuh dewasa bersama-sama. Meskipun beberapa bulan belakangan kedua orang tua mereka selalu sibuk dan jarang memiliki waktu untuk mereka, Arion tidak keberatan. Ia bisa memenuhi sem
Pas bunga di tangan Raven terlepas dan tejatuh. Suaranya teredam permadani yang terhampar di lantai. Raven mundur dengan panik, menolak memercayai apa yang telah ia lihat. Anak laki-laki itu berbalik dan berlari keluar rumah dengan kalut. Arion melangkah dengan pikiran seperti benang kusut. Ia bahkan tidak sadar ke mana tepatnya ia melangkah. Namun ketika ia mengangkat wajah, ia melihat bahwa jalan yang sedang ia lalui adalah jalan menuju sekolah Annanda. Ia pergi menjemput adiknya dengan berjalan kaki. Sekali itu, Arion tidak keberatan. Ia butuh menjernihkan pikirannya. Begitu banyak pertanyaan yang mencul dan mengambang di benak Arion. Kenapa ibunya sudah pulang padahal Arion diber tahu bahwa ia akan pulang sekitar tiga hari lagi? Siapa laki-laki itu? Kenapa ibunya melakukan itu dengan laki-laki lain? Apa yang terjadi? Apa yangakanterjadi pada keluarganya? Lalu, Arion mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan must
Malam itu, Arion duduk di meja makan dengan punggung tegak karena tegang. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi saat ayah dan ibunya bergabung dengan mereka di ruang makan. Arion menelan ludah gugup. Ia melirik sang adik yang tengah asyik membaca buku sambil menunggu orang tua mereka. Namun yang Arion takutkan tidak terjadi. Tidak ada tindak-tanduk janggal maupunawkwarddari sang ibu. Ia bersikap hangat dan lembut seperti biasa dan diam-diam Arion merasa lega. Arion tahu apa yang telah dilakukan ibunya bukanlah hal yang benar. Dan ia takut akan konsekuensinya terhadap keluarga mereka. Karena itulah Arion tidak mengatakan apa-apa. Melihat kedua orang tuanya bersikap biasa saja, Arion merasa lega karena yang ia tak
Lift berdenting terbuka dan Annanda melangkah riang menuju ruangan sang ayah. Ia begitu bersemangat dan tidak sabar karena ini adalah kejutan untuk ayahnya. Annanda sudah bisa membayangkan ayahnya akan tertawa senang sambil memeluknya, lalu mereka akan makan kue bersama. Mungkin Annanda bisa membujuk ayahnya untuk merayakan kembali ulang tahunnya di rumah ketika keluarga mereka berkumpul. Saking bersemangatnya ia, Annanda sampai lupa untuk mengetuk pintu kantor dan membukanya begitu saja. "Ayah!" serunya gembira bahkan sebelum ia sempat melihat sosok sang ayah. Namun, langkah Annanda mendadak berhenti ketika melihat ayahnya tidak sedang sendirian di ruang kerja. Seorang wanita tengah duduk di pangkuan sang ayah. Rambut cokelatnya tergerai berantakan di punggung. Tangan ayahnya memeluk pinggang wanita itu. Mereka tengah berciuman. Ketika mereka mendengar suara Annanda, kedua orang itu mematung. Si wanita buru-buru melepaskan diri dari a
Arion tidak lagi bisa memandang ibunya dengan tatapan yang sama seperti dulu. Semenjak ia melihat apa yang dilakukan sang ibu di kamar orang tua mereka bersama lelaki lain, Arion merasakan api amarah kecil perlahan meletup dan semakin membesar di dalam hatinya. Mengapa ibu melakukan itu? Mengapa mengkhianati ayah seperti itu? Apakah ia tidak bahagia memiliki keluarga ini? Apa yang ia rasa kurang dari keluarga ini? Semakin tumbuh remaja, pertanyaan-pertanyaan itu semakin mengganggu Arion. Semakin labil emosi yang ada dalam hatinya. Padahal selama ini Arion selalu yakin orang tuanya saling mencintai. Pengkhianatan sang ibu membuat rasa hormat Arion terhadap wanita yang telah melahirkannya terkikis sedikit demi sedikit. Ayah sangat mencintainya. Arion dan Annanda juga sangat mencintainya. Lalu, apa yang kurang?! Kadang-kadang, ketika Ibu menatapnya dengan raut wajah lemah lembut dan pengertian yang selalu ia berikan, Arion merasa muak.
Jesselyn mengalungkan lengannya di sekitar leher Aryadi. Wanita itu tersenyum menggoda dan mendekatkan wajah hingga napas mereka beradu. Aryadi mengacuhkannya. Tidak mendorong, maupun memberik apa yang jelas diinginkan wanita itu. Pikirannya terasa seperti benang kusut yang tidak bisa diurai. Ia memilih untuk meneguk gelas minuman yang entah keberapa malam itu. "Jangan minum terlalu banyak, Pak," bisik Jesselyn di telinganya. "Nanti kita tidak bisa menikmati sisa malam bersama." Pria berwajah tampan itu memilih untuk memakukan pandangan pada lantai bar yang gelap dan hanya diterangi cahaya lampu warna-warni yang berselang-seling. Musik DJ berdentam-dentam menggetarkan lantai. Tubuh-tubuh orang yang menari berdesakan. Hanya di tengah hiruk pikuk seperti itu Aryadi bisa menemukan ketenangan. Pikirannya teralihkan dari segala masalah yang tengah ia hadapi. "Pak," desah Jesselyn lagi. Bibirnya demikian dekat dengan telinga Aryadi hingga ia
Aryadimenelan ludah pahit. Tidak pernah terpikirkan olehnya untuk menyakiti Alyasha. Mengapa sang istri terlihat seolah Aryadi berniat untuk menyakitinya? Kenapa Alyasha berpikir seperti itu? Aryadi sangat mencintainya. Dalam pikiran yang sedang dipengaruhi alkohol, Aryadi tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang sudah terjadi. Ia hanya ingat bahwa mereka saling mencintai. Keluarga mereka penuh penuh kehangatan dan kebahagiaan. "Alya," panggilnya lagi. Kali ini Alyasha mengerjap, dan seketika seluruh ketakutan seolah menguap dari tubuhnya. "Mas Arya," ujarnya dengan senyum yang tidak mencapai mata. Aryadi tidak terlalu memikirkannya. Ia menendang sepatunya hingga terlepas, dan mendekati Alyasha di atas ranjang. Sang istri tidak bergerak menjauhinya lagi. Ketika ia mempertemukan bibir mereka lembut, Aryadi merasa tubuh Alyasha sedikit menegang, namun tidak menolaknya. Aryadi beringsut hingga ia menindih tubuh san
Saking marahnya ia, Alyasha sampai tertawa. "Aku? Aku yang memulai? Aku meminta Mas Arya untuk memberhentikan wanita penggoda itu, tapi Mas Arya menolak! Kenapa?! Mas Arya tidak ingin kehilangan selingkuhan?! Dan Mas Arya masih punya kepercayaan diri untuk mengatakan aku yang memulai semua ini?!" Aryadi meraih gelas dari atas meja dan melemparnya ke dinding hingga pecah berantakan. Suaranya demikian nyaring menggema dalam rumah itu. "Kamu yang terlebih dahulu membohongiku! Kamu berkata sedang menginap di rumah Sashya, namun sebenarnya kamu sedang bersama pria itu di hotel! Kamu kira aku tidak tahu?! Berapa lama kamu sudah membohongiku seperti itu, Alyasha!" Alyasha menatapnya dengan mata melebar terkejut. Kejadian beberapa bulan yang lalu ketika ia mabuk dalam gathering yang diadakan Agency-nya berputar di dalam benak. Mas Arya tahu bahwa ia berbohong? Tapi tidak ada apapun yang terjadi antara ia dan Juan hari itu! "Itu tidak benar!"