Tap ... tap ... tap ...
Langkah kaki yang anggun, lekukan badan yang indah berbalut gaun mini berwarna hitam yang menonjolkan lekukan tubuh mungil yang berbentuk layaknya gitar spanyol, berjalan dengan gemulainya di sepanjang koridor kamar hotel.
Wajah yang cantik dengan bibir merah yang terbentuk sempurna tersenyum saat langkah kakinya berjalan dengan anggun.
Tsst ... tssstt ...
“Scar? Apa kau mendengarku?”
“Diamlah bos, aku bisa bekerja sendiri,” ucap Scarlet memegang alat pendengar yang di selipkan di telinganya.
“Scar, aku ini bosmu kau harus mendengarkan perintahku. Setelah kau membunuhnya kau harus cepat keluar dari sana.”
“Maaf bos suaramu seperti lebah, aku tidak bisa mendengarmu. Tenang saja, aku bisa menyelesaikan semuanya, sampai jumpa,” Scarlet tersenyum kecil, berpura-pura tidak mendengar suara dari alat pendengar itu.
Dengan cepat Scarlet melepaskan alat itu dari telinganya lalu melemparkannya di dalam vas bunga yang ada di sampingnya saat sedang berjalan.
Scarlet meneruskan perjalanannya. Dari jauh dia melihat kedua lelaki berbadan besar yang berdiri di depan pintu dengan sigap. Scarlet mendekati mereka dan tersenyum dengan manisnya ke arah kedua lelaki itu.
“Ada keperluan apa?” tanya seorang lelaki menghadang Scarlet untuk mendekati pintu yang mereka jaga.
“Tuan-tuan, aku adalah hadiah yang dinantikan oleh bos kalian. Biarkan aku masuk,” ucap Scarlet dengan suara yang lembut.
Kedua lelaki itu mendekati Scarlet dan mulai menyentuh tubuhnya untuk memeriksa jika ada sesuatu yang dia bawa. Mereka mulai menyentuh pinggang kecilnya, belakangnya, sampai ke bawa kakinya untuk memastikan tidak ada senjata ataupun barang tajam yang di sembunyikan. Langkah terakhir mereka menyentuh bagian telinganya. Scarlet merentangkan tangannya dan membiarkan kedua lelaki itu menyentuh tubuhnya sampai mereka puas memeriksa.
“Buka mulutmu!” ucap seorang lelaki itu.
“Mulut? ... oh baiklah. Aaaa ....”
Scarlet di periksa dengan sangat teliti. Alasan mereka memeriksa bagian dalam mulut Scarlet adalah untuk memastikan tidak ada sesuatu yang di sembunyikan di dalam mulutnya.
Saat mereka selesai memeriksa Scarlet, pintu kamar yang ada di depannya terbuka. Seorang lelaki tersenyum nakal memperhatikan wanita yang ada di depannya.
“Tuan, apa kau mau hadiahmu berdiri lama di depan pintu? Kedua lelaki ini dengan santainya menyentuh hadiahmu,” ucap Scarlet merengek di depan lelaki yang berdiri di ambang pintu.
“Maaf Tuan, kami hanya memastikan kalau tidak ada sesuatu yang mencurigakan.”
“Dasar bodoh! Tidakkah kalian lihat hadiahku sedang ketakutan,” ucap lelaki itu dengan nada yang tinggi.
Scarlet tersenyum manis mendekati lelaki yang berdiri di ambang pintu itu, dan menjatuhkan dirinya ke dalam rangkulan lelaki itu.
“Ah Tuan, aku takut dengan kedua lelaki ini,” lanjut Scarlet dengan wajah tatapan yang sayu.
“Tidak apa-apa, mereka tidak akan melukaimu. Ayo, aku akan membuatmu senang hari ini,” balas lelaki itu menutup pintu kamarnya lalu membawa Scarlet berjalan masuk ke dalam kamar dengan merangkulnya.
Saat Berada di samping ranjang, Scarlet dengan cepat mendorong lelaki itu hingga tertidur di atas ranjang.
“Oh, ternyata kamu adalah wanita yang sedikit kasar juga. Baik, aku akan membiarkanmu bermain denganku di atas ranjang ini. Ayo, tunjukkan kehebatanmu. Aku akan memberikan hadiah yang sangat besar jika kau berhasil menyenangkanku,” ucap lelaki itu tersenyum, memandang Scarlet dengan tatapan sayu.
Scarlet perlahan mendekati lelaki yang ada di depannya dan duduk di atas lelaki itu. Dia tersenyum kecil menjalankan jemari tangannya di atas bidang datar lelaki itu. Sementara tangan lelaki itu dengan lancarnya menyentuh pangkal kaki mulus Scarlet dan perlahan mengarah ke bagian pinggang kecilnya.
Scarlet meneruskan aksinya dengan perlahan membuka kancing kemejanya dan membuka simpul dasi yang masih mengalung di kerah kemejanya. Namun dengan cepat lelaki itu menjatuhkan Scarlet ke bawah dan mengubah posisi Scarlet yang tadinya berada di atasnya sekarang telah terbaring di bawah lelaki itu. Tatapan mata lelaki itu menunjukkan betapa inginnya dia untuk menikmati hadiahnya yang telah ditindihnya.
Saat simpul dasinya telah terlepas, Scarlet dengan cepat mengalungkan dasi yang dia pegang ke leher lelaki itu lalu menjatuhkan lelaki itu ke sampingnya. Scarlet berada di posisi semula, duduk di atas perut lelaki itu dengan tangannya yang menarik kuat kedua ujung dasi sehingga membuat lelaki yang ada di bawahnya tercekik oleh dasi yang telah di tarik Scarlet.
Lelaki itu berusaha menarik simpul dasi yang telah mengalung di lehernya. Wajahnya menjadi merah padam, urat nadi di dahinya terlihat begitu jelas.
“Si-siapa Kamu? Si- sapa yang menyuruhmu?” tanya lelaki itiu dengan suara pelan yang tercekik.
“Agen C-17, Scarlet. Malaikat pencabut nyawamu,” ucap Scarlet dengan tatapan tajam dan nada yang menekan.
Lelaki itu merontah-rontah dengan kaki dan tangannya, berusaha melepaskan dasi yang telah mencekik batang lehernya. Namun Scarlet dengan wajahnya yang dingin semakin kuat menarik dasi itu hingga akhirnya lelaki yang ada di depannya melemas dan membiru.
Setelah Tak ada lagi gerakan dari lelaki itu, Scarlet melepaskan dasi yang dia pegang dan berdiri menjauh dari lelaki itu.
Dia dengan cepat berjalan ke samping jendela kaca yang besar lalu melepaskan gaun mininya. Dalaman lateks berwarna hitam yang tipis, dengan model setelan mini. Scarlet menengok keluar, melihat di luar ketinggian itu. Dia memperhatikan bagian luar dinding jendela kaca yang menyisakan beberapa senti dinding yang menonjol keluar, Scarlet menarik nafas panjangnya dan segera keluar dari jendela kaca itu dengan mengandalkan kekuatan jemari tangannya untuk berpegang pada bagian dinding jendela yang memiliki sedikit ruang dinding. Dengan jari-jarinya Scarlet berusaha menahan berat badannya agar tidak terjatuh di ketinggian itu.
Scarlet menggantung di dinding luar hotel itu. Dia menengok ke bawahnya. Ketinggian yang bisa meremukkan semua tulangnya jika sampai jemarinya tidak bisa menahan berat badannya. Namun hal itu hanyalah masalah kecil, karena sudah di bekali dengan latihan yang sangat kejam sejak ia kecil. Bahkan ratusan bahaya pun bisa dia lewati demi misi yang diberikan padanya meskipun harus mencelakai dirinya sendiri.
Dengan wajah yang serius, Scarlet melepaskan pegangannya di sudut dinding jendela itu dan membuat dirinya terjatuh melewati satu lantai. Scarlet berusaha meraih sudut dinding jendela kaca yang akan dia lewati. Dan benar saja, jemari kecilnya yang kuat itu berhasil menahan tubuhnya agar tidak terjatuh lebih jauh lagi. Berulang kali Scarlet melakukan hal yang sama menuruni ketinggian itu. Sesekali pegangan jari tangannya terlepas dari sudut dinding jendela kaca itu, tapi dengan kemampuannya dia berhasil mengatur kestabilan dan kekuatan jarinya agar bisa menahan tubuhnya.
Perjuangan yang berat dan beresiko untuk turun dari ketinggian itu, namun karena sudah terbiasa melakukan hal-hal yang seperti itu Scarlet berhasil turun dengan selamat dari ketinggian hotel itu.
Dia segera berjalan mendekati sebuah motor besar berwarna hitam yang telah terparkir tak jauh dari tempatnya mendarat. Scarlet berjalan dengan tegap lalu mengendarai motor itu dengan sangat cepat.
Beberapa menit kemudian Scarlet masuk ke sebuah rumah kecil yang jauh dari keramaian. Pintu bagasi terbuka secara otomatis saat Scarlet memasukinya. Motor di parkirkan, Scarlet segera turun dari motornya dan berjalan mendekati pintu lalu mendekatkan telapak tangannya ke sebuah layar kecil yang berada di samping pintu itu.
Tiiit ...
Suara mesin berbunyi. Pintu yang ada di depan Scarlet terbuka. Scarlet segera masuk ke dalamnya dan berdiri menunggu sesuatu terjadi. Ruangan yang kecil seperti sebuah lift membawa Scarlet turun ke bawah. Saat Lift berhenti, pintu terbuka dengan sendirinya.
Scarlet berjalan masuk dengan santai ke dalam sebuah ruangan yang sangat besar yang hampir di penuhi dengan senjata-senjata dan alat-alat canggih untuk membantunya melewati misinya. Di dalam ruangan itu terdapat juga mini bar lengkap dengan semua minuman kelas atas yang tersusun rapi di sebuah rak.
Scarlet mendekati mini bar itu lalu mengambil botol minuman beralkohol dan meneguknya dengan perlahan. Merasa dahaganya telah teratasi, Scarlet berjalan mendekati pintu kecil sambil memegang botol minuman di tangannya.
Sebuah ruangan kamar mandi yang nyaman telah menantinya untuk melepaskan semua kegerahannya. Scarlet melepaskan semua pakaiannya dan memasuki Bathup, merendamkan semua tubuhnya ke dalam bathup yang telah terisi penuh oleh air yang berbusa.
Scarlet menyandarkan kepalanya ke sisi bathup dan memejamkan matanya, sambil meneguk sekali lagi minuman yang masih di pegangnya. Setelah selesai dengan tegukan itu, Scarlet meletakkan botol minuman di sampingnya dan membiarkan matanya terpejam lama hingga akhirnya tertidur di dalam bathup itu.
Beberapa menit kemudian, dahi Scarlet di basahi dengan keringat. Alis keningnya mulai mengerut, dan sesekali kepalanya terenyak ke samping. Scarlet terbangun dengan nafasnya yang tersengal-sengal. Dia segera keluar dari bathup dan membalut dirinya dengan handuk.
Ia berjalan keluar dari kamar mandi dan berpakaian. Dia berdiri lama menatap dirinya sendiri di sebuah cermin yang besar. Pandangan matanya tajam menatap dirinya sendiri seperti seorang musuh.
Tring! ....
Bunyi yang kuat yang bergema di telinganya, membuatnya menoleh ke samping melihat sebuah alat kecil seperti sebuah speaker yang terletak di atas meja.
“Scar? Scarlet?”
Dari alat kecil itu keluar suara lelaki yang tak asing di telinganya. Scarlet berjalan mendekati alat itu dan hendak menekan tombol untuk mematikannya.
“Agen C-17! Aku tahu kau berada di sana, jangan mencoba untuk mematikannya.”
To be continue ....
Scarlet menarik tangannya ketika mendengar perkataan lelaki itu. Dia membalikkan badannya, dan berjalan mendekati lemari pakaian yang sangat besar. Di bukanya lemari pakaian itu, dan di dalamnya terdapat setelan pakaian hitam berbahan lateks dengan model yang sama. Scarlet segera berpakaian dan menekan tombol yang ada di dalam lemari itu sehingga membuka suatu ruangan kecil di dalam lemari yang di penuhi dengan berbagai macam alat-alat canggih dan senjata-senjata yang tertata rapi menempel di dinding-dinding lemari itu. Scarlet mengambil dua buah senjata lalu menyelipkannya di samping pahanya. Dia segera keluar dari ruangan itu dan menutup kembali lemarinya. Sementara alat kecil di atas meja dengan suara seorang lelaki tidak berhenti mengoceh dan memanggil-manggil namanya. “Scar? Jika kau tidak menjawabnya, aku sendiri yang akan menjemputmu!” “Maaf bos, aku baru selesai mandi,” ucap Scarlet berjalan santai merapikan pakaian
Di atas ranjang Scarlet membuka pelan matanya dengan tubuh yang tertidur menyamping. Di pergelangan tangannya terpasang selang infus yang mentransferkan sekantong darah yang masuk melalui nadi besar di tangannya. Scarlet berdiri dari ranjang, menggerakkan seluruh badannya. Luka di bagian belakang seakan tidak di rasakannya, dia melepaskan selang infus yang menancap di pergelangan tangannya dan berjalan mendekati pintu. Namun sebelum dia mendekati pintu, seorang wanita masuk dan melihatnya dengan cemas. Wanita yang bertugas sebagai dokter untuk semua agen, memastikan kesehatan dan mengobati agen yang terluka, berjalan menghampirinya. “Sudahku duga, kau bisa pulih secepat ini. Bagaimana perasaanmu? Apa kau merasakan kesakitan?” tanya wanita itu memperhatikan seluruh bagian tubuh Scarlet. “Apa yang kau lakukan padaku?” tanya Scarlet datar. “Aku merawatmu, aku
Dengan cepat Scarlet meluncur di seutas tali besi itu. Dia melayang di udara dengan berpegangan pada tali yang membawanya ke gedung yang ada di depannya. Saat Scarlet berada di depan gedung itu, dia melepaskan pegangannya dan mendaratkan kakinya di atas gedung. Bagaikan seorang yang ahli dalam segala hal, dia membuka pintu dan mematikan alarm pengaman dengan sebuah alat kecil yang di hubungkan ke mesin alarm. Pintu terbuka tanpa mengaktifkan alarm pengaman. Scarlet memakai kacamata inframerah agar bisa melihat di dalam kegelapan. Cahaya merah yang berad,a di sudut atas dinding itu membuat langkahnya terhenti. Dia mengatur langkahnya agar CCTV tidak dapat menjangkau dirinya. Setelah berhasil lolos, dengan cepatnya Scarlet menuju ke ruangan tempat penyimpanan file sesuai dengan denah lokasi yang diingatnya. Tak ada sesuatu yang terjadi dengan misinya kali ini,
Setelah menyelesaikan misinya, Scarlet kembali ke hotel. Telinganya yang sejak tadi berdengung membuatnya sulit mendengarkan suara-suara yang ada di sekitarnya. Bahkan dering panggilan masuk di Hpnya tidak di hiraukannya karena semakin lama telinganya merasakan kesakitan. Dia membasuh wajahnya di dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya dari semua kotoran yang menempel pada tubuhnya. Kebiasaan yang sering di lakukan Scarlet saat menyelesaikan misinya adalah dengan merendam tubuhnya di dalam bathup sampai akhirnya dia tertidur sendiri. Belum lama dia tertidur, keringat mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Mimpi yang membuatnya tersiksa setiap kali dia tertidur adalah kenyataan yang dia bawa sampai ke alam bawa sadarnya. Memimpikan bagaimana dia besarkan dan dilatih dengan cara yang kejam, memimpikan bagaimana dia membunuh sahabat yang tumbuh besar bersamanya. Begitu potongan-potongan mimpi itu menunjukkan Scarlet membunuh seora
Saat Scarlet hendak pergi dengan motornya, lelaki yang mengikutinya berlari dan menghadangnya dengan nafas yang tersengal-sengal. Ia bahkan tidak mempercayai apa yang dilihatnya. Bagaimana mungkin seorang wanita bisa mengalahakan semua pria itu. “No-nona, apa kau yang melakukan hal itu kepada mereka?” tanya lelaki itu keheranan. “Berhentilah mengikutiku jika kau tidak ingin menjadi salah satu dari mereka!” ucap Scarlet sambil memainkan gas motornya, memaksa lelaki itu untuk menghindar dari hadapannya. Scarlet pergi meninggalkan lelaki itu dengan motornya yang melaju. Di tengah keramaian kendaraan di jalanan, dia berhenti di tepi jalan jembatan gantung dan turun dari motornya sambil memperhatikan cahaya lampu dari bangunan-bangunan yang menjadi penerang di tengah gelapnya malam. Baru kali ini Scarlet menikmati gemerlap malam dengan santai tanpa misi-misi berdarah yang selama ini dia lakukan. “Hmm ....” Sc
“Sudah aku katakan padamu, jangan lagi mengulangi kesalahan yang sama. Mematikan semua kontak dan radarmu setelah menyelesaikan misimu,” teriak seorang lelaki berwajah garang yang adalah bosnya sendiri saat Scarlet baru saja sampai ke markas mereka. Yah, bukannya di sambut dan di puji atas keberhasilannya menyelesaikan misinya, malah dimarahi karena tidak mengaktifkan alat pelacaknya. Saat ocehan kasar keluar dari mulut bosnya, telinga Scarlet berdengung sehingga membuatnya tidak bisa mendengarkan dengan jelas apa yang baru saja di katakannya. Namun dia tau kalau di setiap kesalahan yang dia lakukan selalu ada hukuman yang menantinya di dalam ruangan penyiksaan itu. “Baik bos, aku mengerti,” ucap Scarlet seolah tau apa yang di katakan bosnya. Scarlet segera pergi meninggalkan bosnya, mengacuhkan perkataan yang belum terselesaikan dari
“Baiklah, aku mengerti,” ucap Scarlet singkat lalu segera meninggalkan wanita itu sendirian. Selama beberapa hari tidak sadarkan diri membuat tubuh Scarlet semakin berenergi. Dia berjalan memasuki ruangan bosnya untuk melaporkan kembali misinya, karena saat bosnya mengoceh, pendengarannya sedang terganggu. Jadi tidak ada satu pun perkataan bosnya bisa dia mengerti. Saat Scarlet masuk ke dalam ruangan itu, bosnya sudah menunggunya dengan duduk bersandar di sandaran kursi. “Kau sudah sadar?” “Terima kasih, Bos. Berkat bos aku masih baik-baik saja sampai sekarang,” ucap Scarlet menjatuhkan dirinya di sofa yang empuk. Ia menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, membunyikan tulang lehernya yang telah lama tertidur kaku di atas ranjang. “Sikap santaimu ini membuatku semakin kesal, Scar. Bagaimana kau bisa bersantai sedangkan aku yang kena imbasnya dari bos
“Kartu undangan? ... oh, ada padaku.” Scarlet merogoh ke dalam tasnya, berharap kartu undangannya ada di dalam tas pestanya. Dan tentu saja seperti perkataan bosnya bahwa semua persiapannya sudah di siapkan. Scarlet mengeluarkan kartu undangan berwarna gold dan menyerahkannya kepada pengawal itu. “Silakan masuk, Mrs. Pattinson. Maaf atas ketidaknyamanannya.” Scarlet berjalan melewati pintu yang telah di bukakan oleh pengawal itu. Acara pesta yang luar biasa pengamanannya. Tentu saja hal itu harus di lakukan karena banyak orang-orang penting yang hadir di dalam sana. Suara alunan musik klasik terdengar di ruangan yang besar itu. Saat ia masuk, penerima tamu yang berdiri di samping pintu menyambutnya dengan sopan dan memberikan sebuah topeng untuk di gunakannya saat itu. Semua tamu yang ada di dalam sudah menggunakan topeng mereka masing-masing. Scarlet pun segera memakai topeng yang di berikan
“Em, Nona ... kau membawaku di hotel?” Scarlet tak punya pilihan lain selain menempatkan Richard di sampingnya dan membiarkan lelaki itu hidup sedikit lama agar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Apalagi berita tentang masalah yang dia sebabkan di penjara Colorida sudah tersebar di seluruh media masa. Ia terpaksa harus ekstra hati-hati dalam menunjukkan dirinya di depan publik jangan sampai dikenali oleh orang lain. Ia melepaskan borgol di pergelangan tangannya dan mengaitkannya di tiang besi ranjang, membiarkan Richard duduk di atas ranjang dengan nyaman. “Hubungi Don Carlos dan minta dia menemuiku sendirian,” ucapnya melirik ke arah telepon yang terletak di atas meja kecil yang tak jauh dari Richard. “Apa kau tak takut Don Carlos akan menemukan lokasi kita berdua.” “Aku hanya ingin dia tau kalau kau masih hidup dan bersama dengan or
“Jangan bercanda! Tembak mereka,” teriak Scarlet dengan suara lantang. Richard segera mengambil pistol yang berada di samping paha Scarlet dan mulai menembak mobil di belakang mereka. Namun tak ada satupun mobil yang terhalang karena tembakannya selalu meleset saat Scarlet membelokkan motornya untuk menghindari hujan peluru dari belakang. Merasa kesal dengan kemampuan menembak Richard, Scarlet memerintahkan Richard untuk memegang kemudi motor dari belakang. “Apa yang akan kau lakukan?” tanya Richard yang bingung dengan posisi mereka saat itu. “Berikan pistolnya padaku dan bawa motornya,” ucap Scarlet mengambil pistolnya. Richard dengan cepat membungkukkan badannya ke samping untuk meraih pegangan setir motor yang ada di depan. Sedangkan Scarlet yang telah melepaskan tangannya dari setir m
Di dalam tong sampah Scarlet mulai merasakan kalau tong yang ia masuki sedang bergerak. Seorang petugas kebersihan mulai mendorong tong sampah yang di masuki Scarlet dan membawanya ke bagian belakang dapur untuk membuang semua sampah ke saluran pembuangan. Saat petugas sampah membuka penutup tong, Scarlet dengan cepat berdiri sehingga membuat petugas kebersihan itu terkejut. Ia memegang kepalanya dan memutar dengan kuat sehingga petugas tersebut segera meninggal. Scarlet keluar dari dalam tong itu dan membersihkan kotoran yang menempel di pakaiannya. Ia mengangkat petugas kebersihan itu dan melemparkannya ke dalam saluran pembuangan sampah agar tidak diketahui orang lain. Di atas dinding terdapat sebuah lorong kecil tempat saluran udara yang menghubungkan ke beberapa ruangan di dalam penjara itu. Ia mendorong tong sampah yang ada di sampingnya dan menaikinya. Melalui saluran udara itu Scarlet masuk dan merayap di dala
Ia berjalan kembali ke dapur menemui Nathania dan membereskan piring makanannya. Scarlet menariknya keluar dari rumahnya dan mengunci pintu rumahnya. Ia keluar dari bagasi di samping rumahnya dengan motor hitam besarnya. Ia keluar dari halaman rumahnya diikuti dengan Nathania yang membawa mobilnya dari belakang. Scarlet dengan cepat membawa motornya, menyelip di antara mobil-mobil yang berada di jalanan. Ia berusaha menjauhi mobil Nathania agar tidak sampai bersamaan dengannya di depan gedung besar yang merupakan samaran dari markas mereka. Namun keahliannya Nathania dalam membawa mobil dan mengetahui jalur-jalur jalan membuatnya bisa mengejar motor Scarlet. Keduanya sampai di depan gedung besar secara bersamaan. Scarlet mengacuhkannya dan berjalan memasuki gedung itu sampai menuju ke dalam markas mereka. Saat mereka berdua masuk, bos sudah menunggu kedatangan mereka dengan wajahnya yang datar. “Scar ... apa kau sudah menem
“Warnanya adalah warna favoritku. Ukurannya juga sangat cocok di badanku.” Scarlet menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan dari Nathania. Dia terpaku, ekspresinya yang tadi dingin berubah menjadi murung. “Aku ingin sekali memenuhi seluruh lemari pakaianku dengan warna biru ini,” ucapnya lagi melihat ke arah Scarlet. Ada penyesalan terlihat dari ekspresi wajah Scarlet. Ia membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Nathania tanpa berargumen lagi. Niatnya yang tadinya ingin menghajar Nathania malah berubah saat mendengar perkataan Nathania. Setiap perkataan yang di lontarkan Nathania serasa tak asing di telinganya. Sebuah ingatan dari masa lalu yang membuatnya merasakan sesuatu yang menyayat hatinya sehingga ia memilih untuk pergi meninggalkan wanita yang baru ia kenal itu. Scarlet berdiri di samping jendela kaca, sorot matanya yang kosong membayangkan kembali setiap ingatan-in
“Hmm ... agen C 17,” ucap Nathania tersenyum kecil melihat Scarlet. “Agen D 13, benarkan?” “Ya, kau benar,” jawabnya tertawa kecil. “Apa ada yang lucu?” “Tidak ada. Bagaimana dengan lelaki yang ada di dalam rumah itu? Apa kau membunuhnya?” “Aku tidak yakin kalau dia sudah mati, tapi beberapa tusukan dariku bisa membuat nyawanya berada di ujung tanduk. Kalau nasibnya beruntung mungkin saja dia koma beberapa bulan.” “Dia mungkin bisa menambah masalahmu jika masih hidup.” “Tidak apa-apa. Lebih banyak masalah lebih bagus.” “Scar, apa sekarang kita akan kembali ke markas?” “Kita? Apa maksudnya dengan kita?” tanya Scarlet melihatnya dengan wajah datar. “Scar, sejak aku menolongmu, kita sudah jadi partner,” jawab Nathania dengan wajah yang bingung bercampur kekesalan karena sikap Scarlet yang
Scarlet terbatuk menahan sakit di tenggorokannya yang hampir patah akibat cengkeraman itu. Sementara lelaki yang di tusuknya tersandar di dinding kamar. Lelaki itu sekarat, ia menahan darah di perutnya yang masih mengalir begitu deras dan mencoba meraih pistol yang ada di lantai. Namun langkah Scarlet lebih cepat darinya, tangan lelaki itu di hentikan oleh injakkan kaki Scarlet yang kuat. Scarlet memungut pistolnya dan membidiknya tepat ke atas dahi lelaki yang sudah tidak berdaya di bawahnya. “Si-siapa kamu? Siapa yang menyuruhmu?” “Hmp ... apa hanya ini kemampuan dari seorang jenderal yang terkenal dengan kelicikannya?” “Ha ha ha ... apa seorang jenderal yang licik bisa dengan mudahnya di bunuh oleh gadis sepertimu?” “Apa lelaki yang bersamamu itu adalah Alexander?” “Meskipun kau tau, kau tidak akan bisa membunuhnya dengan mudah.”
Dengan kekesalannya, Scarlet berjalan menuju toilet untuk menenangkan dirinya sebentar dan juga tentu saja untuk memasang alat pelacak yang telah di tempelkan di kerah kemeja Don Carlos. Ia mengeluarkan alat pendengar kecil dan memasangkannya di telinganya untuk mendengar apa yang dilakukan oleh Don Carlos. Tebakannya benar kalau Don Carlos pasti akan menemui Alexander untuk bernegosiasi lagi. Melalui alat pendengar itu Scarlet bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, dan sepertinya kedua lelaki itu sudah tidak berada di dalam ruangan yang bising dengan suara musik. Dari percakapan mereka Don Carlos menawarkan kebebasan anaknya untuk di tukarkan dengan kekayaan miliknya, tapi Alexander menolaknya dengan serius. Melalui perkataan Alexander yang terdengar sedikit samar-samar membuat Scarlet tertegun saat menyadari suara Alexander sedikit tak asing di telinganya. Dia segera keluar dari toilet dan mencari keberadaan Alexander yang sebenarnya. Scarlet be
“Kartu undangan? ... oh, ada padaku.” Scarlet merogoh ke dalam tasnya, berharap kartu undangannya ada di dalam tas pestanya. Dan tentu saja seperti perkataan bosnya bahwa semua persiapannya sudah di siapkan. Scarlet mengeluarkan kartu undangan berwarna gold dan menyerahkannya kepada pengawal itu. “Silakan masuk, Mrs. Pattinson. Maaf atas ketidaknyamanannya.” Scarlet berjalan melewati pintu yang telah di bukakan oleh pengawal itu. Acara pesta yang luar biasa pengamanannya. Tentu saja hal itu harus di lakukan karena banyak orang-orang penting yang hadir di dalam sana. Suara alunan musik klasik terdengar di ruangan yang besar itu. Saat ia masuk, penerima tamu yang berdiri di samping pintu menyambutnya dengan sopan dan memberikan sebuah topeng untuk di gunakannya saat itu. Semua tamu yang ada di dalam sudah menggunakan topeng mereka masing-masing. Scarlet pun segera memakai topeng yang di berikan