Dengan kekesalannya, Scarlet berjalan menuju toilet untuk menenangkan dirinya sebentar dan juga tentu saja untuk memasang alat pelacak yang telah di tempelkan di kerah kemeja Don Carlos. Ia mengeluarkan alat pendengar kecil dan memasangkannya di telinganya untuk mendengar apa yang dilakukan oleh Don Carlos. Tebakannya benar kalau Don Carlos pasti akan menemui Alexander untuk bernegosiasi lagi.
Melalui alat pendengar itu Scarlet bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, dan sepertinya kedua lelaki itu sudah tidak berada di dalam ruangan yang bising dengan suara musik. Dari percakapan mereka Don Carlos menawarkan kebebasan anaknya untuk di tukarkan dengan kekayaan miliknya, tapi Alexander menolaknya dengan serius. Melalui perkataan Alexander yang terdengar sedikit samar-samar membuat Scarlet tertegun saat menyadari suara Alexander sedikit tak asing di telinganya. Dia segera keluar dari toilet dan mencari keberadaan Alexander yang sebenarnya. Scarlet berjalan memasuki ruangan-ruangan yang sepi untuk mencari mereka.
Di halaman samping rumah besar itu Scarlet melihat Kedua Alexander dan Don Carlos yang sedang berjalan masuk kembali ke dalam ruangan. Pembicaraan mereka telah selesai dan Alexander menolak dengan tegas tawaran yang di berikan Don Carlos.
Scarlet yang begitu ingin menghabisi Alexander, mengikuti kedua lelaki itu yang berjalan keluar rumah meninggalkan acara yang masih ramai. Dengan menjaga jarak diantara mereka, ia berjalan pelan mengikuti kedua lelaki itu sampai mereka masuk ke dalam satu mobil dan pergi dari sana. Agen khusus yang bertugas menjadi sopirnya untuk malam itu segera menjemputnya di depan rumah begitu Scarlet keluar.
Scarlet memerintahkan agen wanita itu untuk mengikuti mobil yang ada di depan mereka dan menjaga jarak agar tidak membuat target waspada. Di dalam mobil, Scarlet melepaskan topeng pengganggu wajahnya dan menukar dress yang di pakainya dengan setelan hitam yang sering dia pakai saat menjalankan misi.
Topeng penutup wajah yang dia minta sediakan oleh bos telah berada bersama-sama dengan setelannya, lengkap dengan senjata miliknya. Bukanlah hal yang biasa bagi Scarlet jika ingin membunuh dengan menutupi wajahnya, tapi karena kali ini musuhnya sendiri tidak pernah menunjukkan wajahnya maka Scarlet pun harus menyembunyikan wajahnya sendiri sebelum mengetahui bagaimana wajah dari Alexander yang asli.
Di persimpangan jalan, mobil yang mereka ikuti berhenti dan keluar salah satu lelaki yang di duga sebagai Alexander. Namun lelaki yang keluar dari mobil bukanlah lelaki yang memiliki sepasang mata hijau tosca yang tajam.
“Terus ikuti mobil itu dan menjaga jarak darinya,” ucap Scarlet memerintahkan agen wanita yang menyetir.
“Misiku hanya mengantarmu ke acara bukan menemanimu mengikuti sebuah mobil.”
“Kau hanya perlu menurunkanku saat orang terakhir di dalam mobil itu keluar, lalu kau boleh meninggalkan aku.”
“Baik. Anggap saja kali ini aku membantumu.”
“Berhenti!” ucap Scarlet saat melihat mobil yang tak jauh di depannya memasuki pintu gerbang rumah.
Begitu mobil di hentikan, Scarlet segera keluar dan berjalan menyembunyikan dirinya di bawah pohon yang tidak terkena cahaya lampu. Ia memperhatikan rumah yang baru saja dimasuki Alexander, menunggu waktu yang tepat agar rencananya bisa sempurna.
Lampu yang berada di dalam rumah itu telah di padamkan. Saat yang tepat untuk memulai aksinya. Ia berjalan ke samping rumah yang memiliki pagar beton sebagai pembatas antara halaman rumah dan jalanan raya. Bagi Scarlet, pagar beton adalah hal yang mudah untuk di lewatinya. Tubuhnya yang kecil dan ringan memudahkannya untuk memanjat.
Ia mengambil beberapa langkah ke belakang untuk memberikannya jarak yang bagus agar bisa melompat dan melewati penghalang yang ada di depannya. Dengan cepatnya kaki Scarlet berjalan tiga langkah di dinding beton itu dan membuatnya berhasil meraih puncak pagar beton itu. Tak menunggu lama, ia bergerak cepat, memindahkan tubuhnya ke seberang dan mendaratkan kakinya di halaman rumah.
Merasa ada hal yang aneh dengan suasana di sekitar rumah itu, Scarlet berjalan mengendap-ngendap sambil mencari jalan agar ia bisa masuk ke dalam rumah itu. Beberapa pintu dan jendela di rumah itu tertutup rapat dan terkunci, tapi bukanlah Scarlet namanya jika tidak bisa membobol pintu rumah itu.
Ia menggunakan keahliannya dalam membuka pintu rumah di bagian belakang dengan mematikan alarmnya terlebih dahulu menggunakan sebuah alat yang sudah disiapkan. Dengan pelan ia membuka pintu yang sudah tidak terkunci lagi dan masuk ke dalam rumah itu.
Ruangan gelap yang ia masuki membuatnya semakin berhati-hati berjalan agar tidak menjatuhkan beberapa barang yang ada. Ia mengeluarkan senjata yang di selipkan di samping pangkal kakinya dan mengarahkan ke depan. Setiap ruangan yang dia periksa tidak ada siapapun disana. Di lantai dua rumah itu, ia menaiki anak tangga dengan perlahan dan mendapati pintu kamar yang sedikit terbuka.
Melihat pintu kamar yang saat itu terbuka, Scarlet semakin berhati-hati berjalan masuk ke dalam kamar itu. Di dalam kamar yang hanya memiliki cahaya lampu yang redup membuatnya melihat seseorang yang terbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutupi semua tubuhnya. Saat ia hendak menembakkan pelurunya ke arah orang tersebut kepalanya di sentuh oleh sesuatu benda kecil yang keras dari belakang.
“Jika kau bergerak sedikitpun, aku akan membuat otakmu terpancar keluar,” ucap seorang lelaki yang entah bagaimana telah berdiri di belakang sambil membidikkan pistol ke kepalanya.
Scarlet terdiam. Ia mengangkat ke dua tangannya ke atas dengan perlahan.
“Berikan pistolmu padaku,” pintah lelaki itu lagi.
Scarlet membalikkan badannya untuk melihat wajah lelaki yang ada di belakangnya. Lelaki yang kini berada di depannya bukanlah lelaki bermata biru laut yang diincarnya. Ternyata kedua lelaki itu sudah mengetahui keberadaan Scarlet yang mengikutinya. Mereka dari awal sudah menukar pakaian dan berpindah posisi tempat duduk sebelum salah satunya keluar dari dalam mobil. Lelaki yang bermata biru laut yang di incar Scarlet telah turun dari mobil tanpa membuka topeng yang di pakainya agar Scarlet masuk ke dalam jebakan mereka.
Saat lelaki yang menodongkan pistol ke kepalanya hendak mengambil pistol dari tangan Scarlet, dengan cepat Scarlet melepaskan pistolnya dan menahan tangan lelaki yang memegang pistolnya. Ia menendang dengan kuat ke bagian perut lelaki itu dan memutar tangan lelaki itu sehingga membuat pistolnya terjatuh. Lelaki itu memukul dengan keras ke bagian perut Scarlet sehingga membuatnya terlempar ke belakang.
Keduanya kini saling berhadapan tanpa memegang pistol di tangan mereka masing-masing. Sementara kedua pistol mereka terjatuh di lantai di tengah-tengah jarak mereka berdiri. Lelaki itu berusaha untuk mengambil pistolnya di lantai, tapi Scarlet dengan cepat menendang pistol itu agar menjauh dari jangkauannya.
Satu tangan lelaki itu bergerak cepat dan menarik kaki Scarlet dengan kuat sehingga membuatnya terjatuh di lantai. Kepala Scarlet terbentur di lantai dan membuatnya terdiam sejenak karena benturan di kepalanya. Lelaki tersebut mengambil kesempatan itu dengan duduk di atas tubuh Scarlet sambil memukul wajahnya. Satu pukulan yang keras di wajah Scarlet membuat wajahnya terlempar ke samping. Sedangkan penutup wajahnya telah berhasil di lepaskan lelaki itu.
“Hanya seorang wanita ingin membunuhku? Kau terlalu bodoh!”
“Apa seorang jenderal tidak pernah membunuh wanita?”
“Belum, tapi akan aku lakukan sekarang,” ucap lelaki itu dengan mencekik leher Scarlet begitu kuat.
Berat badan lelaki itu membuatnya kesulitan bergerak, di tambah lagi cengkeraman jemarinya membuat Scarlet kesulitan bernafas. Tangannya yang menahan kedua tangan lelaki itu tidak bisa melepaskan cengkeraman yang setiap detiknya menekan tulang lehernya.
Ia mengambil sebuah pisau kecil di samping pahanya yang sudah dia siapkan dan menusukkannya ke perut lelaki itu beberapa kali sehingga membuat cengkeraman di lehernya terlepas. Darah mengalir sangat banyak di perut lelaki itu, ia berdiri dari tubuh Scarlet dan menjauhinya sambil menahan bagian perutnya yang telah di basahi dengan darah akibat luka tusukkan pisau.
Scarlet terbatuk menahan sakit di tenggorokannya yang hampir patah akibat cengkeraman itu. Sementara lelaki yang di tusuknya tersandar di dinding kamar. Lelaki itu sekarat, ia menahan darah di perutnya yang masih mengalir begitu deras dan mencoba meraih pistol yang ada di lantai. Namun langkah Scarlet lebih cepat darinya, tangan lelaki itu di hentikan oleh injakkan kaki Scarlet yang kuat. Scarlet memungut pistolnya dan membidiknya tepat ke atas dahi lelaki yang sudah tidak berdaya di bawahnya. “Si-siapa kamu? Siapa yang menyuruhmu?” “Hmp ... apa hanya ini kemampuan dari seorang jenderal yang terkenal dengan kelicikannya?” “Ha ha ha ... apa seorang jenderal yang licik bisa dengan mudahnya di bunuh oleh gadis sepertimu?” “Apa lelaki yang bersamamu itu adalah Alexander?” “Meskipun kau tau, kau tidak akan bisa membunuhnya dengan mudah.”
“Hmm ... agen C 17,” ucap Nathania tersenyum kecil melihat Scarlet. “Agen D 13, benarkan?” “Ya, kau benar,” jawabnya tertawa kecil. “Apa ada yang lucu?” “Tidak ada. Bagaimana dengan lelaki yang ada di dalam rumah itu? Apa kau membunuhnya?” “Aku tidak yakin kalau dia sudah mati, tapi beberapa tusukan dariku bisa membuat nyawanya berada di ujung tanduk. Kalau nasibnya beruntung mungkin saja dia koma beberapa bulan.” “Dia mungkin bisa menambah masalahmu jika masih hidup.” “Tidak apa-apa. Lebih banyak masalah lebih bagus.” “Scar, apa sekarang kita akan kembali ke markas?” “Kita? Apa maksudnya dengan kita?” tanya Scarlet melihatnya dengan wajah datar. “Scar, sejak aku menolongmu, kita sudah jadi partner,” jawab Nathania dengan wajah yang bingung bercampur kekesalan karena sikap Scarlet yang
“Warnanya adalah warna favoritku. Ukurannya juga sangat cocok di badanku.” Scarlet menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan dari Nathania. Dia terpaku, ekspresinya yang tadi dingin berubah menjadi murung. “Aku ingin sekali memenuhi seluruh lemari pakaianku dengan warna biru ini,” ucapnya lagi melihat ke arah Scarlet. Ada penyesalan terlihat dari ekspresi wajah Scarlet. Ia membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Nathania tanpa berargumen lagi. Niatnya yang tadinya ingin menghajar Nathania malah berubah saat mendengar perkataan Nathania. Setiap perkataan yang di lontarkan Nathania serasa tak asing di telinganya. Sebuah ingatan dari masa lalu yang membuatnya merasakan sesuatu yang menyayat hatinya sehingga ia memilih untuk pergi meninggalkan wanita yang baru ia kenal itu. Scarlet berdiri di samping jendela kaca, sorot matanya yang kosong membayangkan kembali setiap ingatan-in
Ia berjalan kembali ke dapur menemui Nathania dan membereskan piring makanannya. Scarlet menariknya keluar dari rumahnya dan mengunci pintu rumahnya. Ia keluar dari bagasi di samping rumahnya dengan motor hitam besarnya. Ia keluar dari halaman rumahnya diikuti dengan Nathania yang membawa mobilnya dari belakang. Scarlet dengan cepat membawa motornya, menyelip di antara mobil-mobil yang berada di jalanan. Ia berusaha menjauhi mobil Nathania agar tidak sampai bersamaan dengannya di depan gedung besar yang merupakan samaran dari markas mereka. Namun keahliannya Nathania dalam membawa mobil dan mengetahui jalur-jalur jalan membuatnya bisa mengejar motor Scarlet. Keduanya sampai di depan gedung besar secara bersamaan. Scarlet mengacuhkannya dan berjalan memasuki gedung itu sampai menuju ke dalam markas mereka. Saat mereka berdua masuk, bos sudah menunggu kedatangan mereka dengan wajahnya yang datar. “Scar ... apa kau sudah menem
Di dalam tong sampah Scarlet mulai merasakan kalau tong yang ia masuki sedang bergerak. Seorang petugas kebersihan mulai mendorong tong sampah yang di masuki Scarlet dan membawanya ke bagian belakang dapur untuk membuang semua sampah ke saluran pembuangan. Saat petugas sampah membuka penutup tong, Scarlet dengan cepat berdiri sehingga membuat petugas kebersihan itu terkejut. Ia memegang kepalanya dan memutar dengan kuat sehingga petugas tersebut segera meninggal. Scarlet keluar dari dalam tong itu dan membersihkan kotoran yang menempel di pakaiannya. Ia mengangkat petugas kebersihan itu dan melemparkannya ke dalam saluran pembuangan sampah agar tidak diketahui orang lain. Di atas dinding terdapat sebuah lorong kecil tempat saluran udara yang menghubungkan ke beberapa ruangan di dalam penjara itu. Ia mendorong tong sampah yang ada di sampingnya dan menaikinya. Melalui saluran udara itu Scarlet masuk dan merayap di dala
“Jangan bercanda! Tembak mereka,” teriak Scarlet dengan suara lantang. Richard segera mengambil pistol yang berada di samping paha Scarlet dan mulai menembak mobil di belakang mereka. Namun tak ada satupun mobil yang terhalang karena tembakannya selalu meleset saat Scarlet membelokkan motornya untuk menghindari hujan peluru dari belakang. Merasa kesal dengan kemampuan menembak Richard, Scarlet memerintahkan Richard untuk memegang kemudi motor dari belakang. “Apa yang akan kau lakukan?” tanya Richard yang bingung dengan posisi mereka saat itu. “Berikan pistolnya padaku dan bawa motornya,” ucap Scarlet mengambil pistolnya. Richard dengan cepat membungkukkan badannya ke samping untuk meraih pegangan setir motor yang ada di depan. Sedangkan Scarlet yang telah melepaskan tangannya dari setir m
“Em, Nona ... kau membawaku di hotel?” Scarlet tak punya pilihan lain selain menempatkan Richard di sampingnya dan membiarkan lelaki itu hidup sedikit lama agar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Apalagi berita tentang masalah yang dia sebabkan di penjara Colorida sudah tersebar di seluruh media masa. Ia terpaksa harus ekstra hati-hati dalam menunjukkan dirinya di depan publik jangan sampai dikenali oleh orang lain. Ia melepaskan borgol di pergelangan tangannya dan mengaitkannya di tiang besi ranjang, membiarkan Richard duduk di atas ranjang dengan nyaman. “Hubungi Don Carlos dan minta dia menemuiku sendirian,” ucapnya melirik ke arah telepon yang terletak di atas meja kecil yang tak jauh dari Richard. “Apa kau tak takut Don Carlos akan menemukan lokasi kita berdua.” “Aku hanya ingin dia tau kalau kau masih hidup dan bersama dengan or
Tap ... tap ... tap ... Langkah kaki yang anggun, lekukan badan yang indah berbalut gaun mini berwarna hitam yang menonjolkan lekukan tubuh mungil yang berbentuk layaknya gitar spanyol, berjalan dengan gemulainya di sepanjang koridor kamar hotel. Wajah yang cantik dengan bibir merah yang terbentuk sempurna tersenyum saat langkah kakinya berjalan dengan anggun. Tsst ... tssstt ... “Scar? Apa kau mendengarku?” “Diamlah bos, aku bisa bekerja sendiri,” ucap Scarlet memegang alat pendengar yang di selipkan di telinganya. “Scar, aku ini bosmu kau harus mendengarkan perintahku. Setelah kau membunuhnya kau harus cepat keluar dari sana.” “Maaf bos suaramu seperti lebah, aku tidak bisa mendengarmu. Tenang saja, aku bisa menyelesaikan semuanya, sampai jumpa,” Scarlet tersenyum
“Em, Nona ... kau membawaku di hotel?” Scarlet tak punya pilihan lain selain menempatkan Richard di sampingnya dan membiarkan lelaki itu hidup sedikit lama agar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Apalagi berita tentang masalah yang dia sebabkan di penjara Colorida sudah tersebar di seluruh media masa. Ia terpaksa harus ekstra hati-hati dalam menunjukkan dirinya di depan publik jangan sampai dikenali oleh orang lain. Ia melepaskan borgol di pergelangan tangannya dan mengaitkannya di tiang besi ranjang, membiarkan Richard duduk di atas ranjang dengan nyaman. “Hubungi Don Carlos dan minta dia menemuiku sendirian,” ucapnya melirik ke arah telepon yang terletak di atas meja kecil yang tak jauh dari Richard. “Apa kau tak takut Don Carlos akan menemukan lokasi kita berdua.” “Aku hanya ingin dia tau kalau kau masih hidup dan bersama dengan or
“Jangan bercanda! Tembak mereka,” teriak Scarlet dengan suara lantang. Richard segera mengambil pistol yang berada di samping paha Scarlet dan mulai menembak mobil di belakang mereka. Namun tak ada satupun mobil yang terhalang karena tembakannya selalu meleset saat Scarlet membelokkan motornya untuk menghindari hujan peluru dari belakang. Merasa kesal dengan kemampuan menembak Richard, Scarlet memerintahkan Richard untuk memegang kemudi motor dari belakang. “Apa yang akan kau lakukan?” tanya Richard yang bingung dengan posisi mereka saat itu. “Berikan pistolnya padaku dan bawa motornya,” ucap Scarlet mengambil pistolnya. Richard dengan cepat membungkukkan badannya ke samping untuk meraih pegangan setir motor yang ada di depan. Sedangkan Scarlet yang telah melepaskan tangannya dari setir m
Di dalam tong sampah Scarlet mulai merasakan kalau tong yang ia masuki sedang bergerak. Seorang petugas kebersihan mulai mendorong tong sampah yang di masuki Scarlet dan membawanya ke bagian belakang dapur untuk membuang semua sampah ke saluran pembuangan. Saat petugas sampah membuka penutup tong, Scarlet dengan cepat berdiri sehingga membuat petugas kebersihan itu terkejut. Ia memegang kepalanya dan memutar dengan kuat sehingga petugas tersebut segera meninggal. Scarlet keluar dari dalam tong itu dan membersihkan kotoran yang menempel di pakaiannya. Ia mengangkat petugas kebersihan itu dan melemparkannya ke dalam saluran pembuangan sampah agar tidak diketahui orang lain. Di atas dinding terdapat sebuah lorong kecil tempat saluran udara yang menghubungkan ke beberapa ruangan di dalam penjara itu. Ia mendorong tong sampah yang ada di sampingnya dan menaikinya. Melalui saluran udara itu Scarlet masuk dan merayap di dala
Ia berjalan kembali ke dapur menemui Nathania dan membereskan piring makanannya. Scarlet menariknya keluar dari rumahnya dan mengunci pintu rumahnya. Ia keluar dari bagasi di samping rumahnya dengan motor hitam besarnya. Ia keluar dari halaman rumahnya diikuti dengan Nathania yang membawa mobilnya dari belakang. Scarlet dengan cepat membawa motornya, menyelip di antara mobil-mobil yang berada di jalanan. Ia berusaha menjauhi mobil Nathania agar tidak sampai bersamaan dengannya di depan gedung besar yang merupakan samaran dari markas mereka. Namun keahliannya Nathania dalam membawa mobil dan mengetahui jalur-jalur jalan membuatnya bisa mengejar motor Scarlet. Keduanya sampai di depan gedung besar secara bersamaan. Scarlet mengacuhkannya dan berjalan memasuki gedung itu sampai menuju ke dalam markas mereka. Saat mereka berdua masuk, bos sudah menunggu kedatangan mereka dengan wajahnya yang datar. “Scar ... apa kau sudah menem
“Warnanya adalah warna favoritku. Ukurannya juga sangat cocok di badanku.” Scarlet menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan dari Nathania. Dia terpaku, ekspresinya yang tadi dingin berubah menjadi murung. “Aku ingin sekali memenuhi seluruh lemari pakaianku dengan warna biru ini,” ucapnya lagi melihat ke arah Scarlet. Ada penyesalan terlihat dari ekspresi wajah Scarlet. Ia membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Nathania tanpa berargumen lagi. Niatnya yang tadinya ingin menghajar Nathania malah berubah saat mendengar perkataan Nathania. Setiap perkataan yang di lontarkan Nathania serasa tak asing di telinganya. Sebuah ingatan dari masa lalu yang membuatnya merasakan sesuatu yang menyayat hatinya sehingga ia memilih untuk pergi meninggalkan wanita yang baru ia kenal itu. Scarlet berdiri di samping jendela kaca, sorot matanya yang kosong membayangkan kembali setiap ingatan-in
“Hmm ... agen C 17,” ucap Nathania tersenyum kecil melihat Scarlet. “Agen D 13, benarkan?” “Ya, kau benar,” jawabnya tertawa kecil. “Apa ada yang lucu?” “Tidak ada. Bagaimana dengan lelaki yang ada di dalam rumah itu? Apa kau membunuhnya?” “Aku tidak yakin kalau dia sudah mati, tapi beberapa tusukan dariku bisa membuat nyawanya berada di ujung tanduk. Kalau nasibnya beruntung mungkin saja dia koma beberapa bulan.” “Dia mungkin bisa menambah masalahmu jika masih hidup.” “Tidak apa-apa. Lebih banyak masalah lebih bagus.” “Scar, apa sekarang kita akan kembali ke markas?” “Kita? Apa maksudnya dengan kita?” tanya Scarlet melihatnya dengan wajah datar. “Scar, sejak aku menolongmu, kita sudah jadi partner,” jawab Nathania dengan wajah yang bingung bercampur kekesalan karena sikap Scarlet yang
Scarlet terbatuk menahan sakit di tenggorokannya yang hampir patah akibat cengkeraman itu. Sementara lelaki yang di tusuknya tersandar di dinding kamar. Lelaki itu sekarat, ia menahan darah di perutnya yang masih mengalir begitu deras dan mencoba meraih pistol yang ada di lantai. Namun langkah Scarlet lebih cepat darinya, tangan lelaki itu di hentikan oleh injakkan kaki Scarlet yang kuat. Scarlet memungut pistolnya dan membidiknya tepat ke atas dahi lelaki yang sudah tidak berdaya di bawahnya. “Si-siapa kamu? Siapa yang menyuruhmu?” “Hmp ... apa hanya ini kemampuan dari seorang jenderal yang terkenal dengan kelicikannya?” “Ha ha ha ... apa seorang jenderal yang licik bisa dengan mudahnya di bunuh oleh gadis sepertimu?” “Apa lelaki yang bersamamu itu adalah Alexander?” “Meskipun kau tau, kau tidak akan bisa membunuhnya dengan mudah.”
Dengan kekesalannya, Scarlet berjalan menuju toilet untuk menenangkan dirinya sebentar dan juga tentu saja untuk memasang alat pelacak yang telah di tempelkan di kerah kemeja Don Carlos. Ia mengeluarkan alat pendengar kecil dan memasangkannya di telinganya untuk mendengar apa yang dilakukan oleh Don Carlos. Tebakannya benar kalau Don Carlos pasti akan menemui Alexander untuk bernegosiasi lagi. Melalui alat pendengar itu Scarlet bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, dan sepertinya kedua lelaki itu sudah tidak berada di dalam ruangan yang bising dengan suara musik. Dari percakapan mereka Don Carlos menawarkan kebebasan anaknya untuk di tukarkan dengan kekayaan miliknya, tapi Alexander menolaknya dengan serius. Melalui perkataan Alexander yang terdengar sedikit samar-samar membuat Scarlet tertegun saat menyadari suara Alexander sedikit tak asing di telinganya. Dia segera keluar dari toilet dan mencari keberadaan Alexander yang sebenarnya. Scarlet be
“Kartu undangan? ... oh, ada padaku.” Scarlet merogoh ke dalam tasnya, berharap kartu undangannya ada di dalam tas pestanya. Dan tentu saja seperti perkataan bosnya bahwa semua persiapannya sudah di siapkan. Scarlet mengeluarkan kartu undangan berwarna gold dan menyerahkannya kepada pengawal itu. “Silakan masuk, Mrs. Pattinson. Maaf atas ketidaknyamanannya.” Scarlet berjalan melewati pintu yang telah di bukakan oleh pengawal itu. Acara pesta yang luar biasa pengamanannya. Tentu saja hal itu harus di lakukan karena banyak orang-orang penting yang hadir di dalam sana. Suara alunan musik klasik terdengar di ruangan yang besar itu. Saat ia masuk, penerima tamu yang berdiri di samping pintu menyambutnya dengan sopan dan memberikan sebuah topeng untuk di gunakannya saat itu. Semua tamu yang ada di dalam sudah menggunakan topeng mereka masing-masing. Scarlet pun segera memakai topeng yang di berikan