Share

Bab 44

Penulis: Rana Semitha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-24 12:48:30

Bab 44

Li Jinpeng baru saja duduk ketika suara kursi berderit terdengar dari sisi lain. Qin Guan menurunkan tubuhnya perlahan ke atas kursi berlapis beludru, namun tak bisa menahan desahan tertahan dari mulutnya, sebuah erangan kecil yang lolos saat punggungnya menyentuh sandaran.

Li Jinpeng langsung melirik tajam. “Lukamu belum sembuh betul rupanya.”

Qin Guan menarik napas panjang, mencoba menahan rasa berdenyut yang menusuk dari bawah tulang rusuknya. “Hanya sedikit terbuka karena terlalu lama berdiri di istana. Namun, ini bukan masalah besar."

Li Jinpeng menghela napas, ekspresinya mencampur antara prihatin dan kagum. “Kau memang keras kepala sejak dulu. Kalau orang lain, mereka pasti sudah minta izin beristirahat dan menyerahkan tugasnya pada orang lain. Tapi kau justru mendampingi Putra Mahkota, minum bersamanya, lalu pulang dengan luka yang kembali terbuka.”

Qin Guan tersenyum samar. “Terkadang, musuh bukan hanya yang membawa pedang. Diam di sisi Putra Mahkota pun bisa terasa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sang Naga Bumi   Bab 45

    Bab 45 Li Jinpeng mengangguk. “Sementara ini, ya. Putra Mahkota ingin pasukan kecil, gesit, dan mudah diatur. Selain itu, terlalu banyak pasukan justru bisa memancing curiga atau dianggap sebagai intimidasi militer oleh para pejabat lokal.”Qin Guan mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan dua jarinya, perlahan. “Dan bagaimana dengan sisa kekuatan penjagaan di ibu kota?”“Kami tetap menempatkan pasukan cadangan. Tapi yang paling penting adalah memastikan keberhasilan misi ini.” Li Jinpeng menatap Qin Guan serius. “Itu sebabnya kami menempatkanmu di sisi Putra Mahkota.”Qin Guan diam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Baik. Kalau begitu, aku akan mulai menghubungi mereka besok pagi.”Li Jinpeng menggulung kembali kertas itu, lalu tersenyum tipis. “Aku tahu aku mempercayakan tugas ini pada orang yang tepat.”Wang Lingling yang sejak tadi duduk diam, hanya mendesah kecil dan berkata dingin, “Orang yang tepat? Orang ini bahkan belum sembuh total. Dan besok pagi sudah mau berangkat berkuda.”

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-24
  • Sang Naga Bumi   Bab 1

    Angin dingin menusuk tulangSalju yang murni menutupi bumiSungai timur mengalir tenangTebing utara tersembunyiIni adalah akhir tahun, salju turun dengan lebat. Sebagian besar tanah di bumi Xiang tertupi salju tebal. Di hutan kematian, tanah sudah tertutup oleh salju tebal. Tetesan darah meninggalkan jejak yang kontras di atas salju berwarna putih.Seorang pemuda berjalan terseok-seok, seluruh tubuhnya dipenuhi dengan luka. Pandangannya mulai buram karena terlalu banyak darah yang keluar dari lukanya. Langkah demi langkah dia lakukan, dengan harapan akan menemui titik kehidupan. Tidak pernah dia bayangkan jika langkah yang dia harapkan menuju pusat kehidupan justru membawanya ke dalam jurang tanpa batas. "Apa ini adalah akhir dari hidupku?"Pandangannya semakin memudar hingga gelap sepenuhnya. Entah berapa lama dia tidak sadarkan diri hingga sebuah suara mengusiknya. Kepalanya terasa berdenyut, seperti ada ribuan jarum yang menancap di kepalanya. "Wang Jiang, kau bisa mendenga

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 2

    Sebuah kabut putih keluar dari mulut Bai Hu. Pria itu mendesah pelan sebelum akhirnya mengangguk. "Benar." Pandangan Bai Hu menerawang ke depan, menatap awan putih yang jauh di atas sana. "Saat itu aku menemukanmu di dasar jurang." Bai Hu menunduk, mengambil sesuatu dari lengan jubahnya. Itu adalah sebuah belati yang memiliki relief naga berwarna hitam. Terlihat agung dan mengesankan. "Aku menemukan ini di tubuhmu." Wang Jiang menerima belati tersebut dan menariknya. Di bagian badan belati terlihat dua karakter yang dibaca 'Wang Jiang'. Bai Hu berpikir jika itu adalah miliknya sehingga memanggil pemuda itu dengan nama Wang Jiang. Entah mengapa, Wang Jiang merasa jika separuh jiwanya berada di belati itu. Sebuah rasa kepemilikan muncul begitu saja saat dia melihat belati itu. "Aku ... aku merasa jika ini adalah barang berharga yang aku miliki." "Jika kau merasa demikian, sangat mungkin jika namamu adalah Wang Jiang." Wang Jiang mengangguk. Pandangannya jatuh pada Bai Hu. "Setela

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 3

    Bai Hu melihat pertarungan antara Wang Jiang dan Hu Tang dari jauh. Melihat gerakan yang Wang Jiang lakukan, dia merasa teknik pedang itu tidak terlalu asing. Setelah beberapa waktu, Wang Jiang mulai terdesak karena kalah tenaga dalam. Ketika melihat Wang Jiang sudah jatuh tetapi Hu Tang terus memburunya, dia tidak bisa diam saja dan melihat pemuda itu membuat Wang Jiang lumpuh. "Berhenti!" Pedang baja hitam di tangan Hu Tang hanya sejengkal dari selangkangan Wang Jiang. Jika Bai Hu terlambat, sudah pasti pedang itu akan memotong masa depan Wang Jiang. "Tetua Bai?" ucap Hu Tang, terkejut. "Meski sekte mengizinkan kalian saling melukai, apa kau berpikir aku akan melepasmu begitu saja?" Suara Bai Hu terdengar dingin. Hu Tang menarik pedangnya. "Tetua, ini adalah masalah antara aku dan Wang Jiang. Anda tidak bisa ikut campur.""Apa karena kau adalah yang terbaik di generasi ini sehingga memandang dirimu begitu tinggi?" Bai Hu tidak senang dengan ucapan Hu Tang. "Aku ingatkan sekal

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 4

    Kotak kayu itu terbuka, terlihat sebuah pedang berwarna putih yang mengeluarkan hawa dingin. Sarung dan badan pedang itu terpisah, di bagian badan pedang terukir tiga karakter yang berarti pedang musim dingin. Wang Jiang melihat sebuah tulisan di dalam kotak kayu. "Jangan pergi sebelum mengambil kotak ini." Karena khawatir ada hal buruk yang terjadi, Wang Jiang mengambil kotak itu. Lantai batu kembali tertutup. Di bawah pedang musim dingin, terdapat sebuah buku tua yang berjudul kitab empat musim. Dibanding dengan pedang musim dingin, Wang Jiang lebih penasaran dengan kitab tersebut. Di halaman pertama, dijelaskan jika sebelum menjadi pemilik pedang musim dingin, seseorang harus menggunakan darahnya untuk mengikat kontrak. Wang Jiang menggigit jari telunjuknya hingga berdarah dan meneteskannya ke pedang musim dingin. Pedang berwarna putih tulang itu bersinar terang, membutakan mata Wang Jiang selama beberapa saat. Pemuda itu tidak sengaja menyentuh pedang itu, aliran tenaga b

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 5

    Qin Guan mengepalkan tangannya dengan erat. Kelompok ini menghancurkan sebuah Sekte hanya untuk kitab pusaka, mereka benar-benar serakah. "Apa kitab itu benar di wilayah Sekte?" Salah satu orang mengangguk. "Menurut informasi yang aku dapat, Lin Tian membawa kitab itu bersamanya. Dia sudah masuk di dalam gua selama lima puluh tahun, tetapi belum ada yang pernah melihatnya keluar." "Jadi Lin Tian mati di tempat itu?" Orang itu kembali mengangguk. "Jika kita mencarinya, kita pasti bisa menemukannya." Qin Guan masih berada di luar kedai arak. Dia mengetahui jika kitab empat musim adalah salah satu dari empat kitab penguasa dunia. Banyak pendekar yang mencari kitab ini karena percaya siapa pun yang menguasai salah satu dari kitab penguasa dunia akan menjadi yang terhebat sepanjang masa. "Karena keserakahan ... badai kehancuran datang..."Mei Ling melihat kebencian dalam tatapan Qin Guan yang membara. Meski wajahnya tenang, Mei Ling tahu jika pemuda itu sedang menahan gejolak amarah

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   bab 6

    Bab 6Suara derap langkah kuda yang mendekat membuat Qin Guan seketika waspada. Dia segera menyambar pedang yang dia letakkan di samping api unggunnya dan bersiaga. Dia menajamkan pandangannya dan memperhatikan sekeliling.Ekspresi Qin Guan berubah serius ketika menyadari arah tamu tak diundang itu berasal dari kota sebelumnya. Dia segera berbisik pada Mei Ling. “Kita kedatangan tamu.”Gadis itu menggenggam pedangnya dengan erat, lantas mengangguk. Keringat dingin mulai terlihat di dahinya.“Kamu takut?” tanya Qin Guan.Mei Ling mengangguk pelan. “Sekte bangau putih saja hancur, bagaimana mungkin kita ….”Gadis itu tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dia masih ingat dengan begitu jelas bagaimana jasad guru dan rekan-rekannya serta kondisi Bai Hu yang paling memprihatinkan. Sekte sebesar Bangau Putih bisa diratakan hanya dalam hitungan jam, artinya kemampuan lawan tidak bisa dianggap remeh.Mei Ling bukan hanya takut mati, tetapi dia juga takut jika Qin Guan akan meninggalkannya sepert

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Sang Naga Bumi   Bab 7

    Bab 7Sebuah belati kecil melesat menuju tempat Mei Ling berdiri. Qin Guan yang baru saja mendaratkan tubuhnya, kembali menjejakkan kaki dan melompat ke arah Mei Ling.“Terlalu jauh ….”Dia berniat untuk menangkis serangan tersebut, tetapi sapuannya tidak cukup cepat. Pisau tersebut bergerak lebih cepat dari gerakan Qin Guan. Sebuah suara robekan terdengar pelan. Aroma darah menyeruak mengiringi suara robekan tersebut. Pisau terbang itu menancap di bahu kiri Qin Guan. Pemuda itu mendarat di tanah dan mundur beberapa langkah.“Qin Gege!”Mei Ling memekik panik ketika melihat pisau itu menancap di bahu Qin Guan. Dia bergegas menghampiri Qin Guan, untuk memastikan jika pemuda itu tidak terluka parah.“Jangan bergerak!” Qin Guan memperingatkan. Tatapannya menatap tajam Mei Ling. “Tetap di belakangku.”“Tapi …” Mei Ling ingin protes. Dia memiliki kemampuan beladiri yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri. Jika tadi Qin Guan tidak mendorongnya, dia juga yakin bisa menghindari pisau ters

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14

Bab terbaru

  • Sang Naga Bumi   Bab 45

    Bab 45 Li Jinpeng mengangguk. “Sementara ini, ya. Putra Mahkota ingin pasukan kecil, gesit, dan mudah diatur. Selain itu, terlalu banyak pasukan justru bisa memancing curiga atau dianggap sebagai intimidasi militer oleh para pejabat lokal.”Qin Guan mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan dua jarinya, perlahan. “Dan bagaimana dengan sisa kekuatan penjagaan di ibu kota?”“Kami tetap menempatkan pasukan cadangan. Tapi yang paling penting adalah memastikan keberhasilan misi ini.” Li Jinpeng menatap Qin Guan serius. “Itu sebabnya kami menempatkanmu di sisi Putra Mahkota.”Qin Guan diam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Baik. Kalau begitu, aku akan mulai menghubungi mereka besok pagi.”Li Jinpeng menggulung kembali kertas itu, lalu tersenyum tipis. “Aku tahu aku mempercayakan tugas ini pada orang yang tepat.”Wang Lingling yang sejak tadi duduk diam, hanya mendesah kecil dan berkata dingin, “Orang yang tepat? Orang ini bahkan belum sembuh total. Dan besok pagi sudah mau berangkat berkuda.”

  • Sang Naga Bumi   Bab 44

    Bab 44 Li Jinpeng baru saja duduk ketika suara kursi berderit terdengar dari sisi lain. Qin Guan menurunkan tubuhnya perlahan ke atas kursi berlapis beludru, namun tak bisa menahan desahan tertahan dari mulutnya, sebuah erangan kecil yang lolos saat punggungnya menyentuh sandaran.Li Jinpeng langsung melirik tajam. “Lukamu belum sembuh betul rupanya.”Qin Guan menarik napas panjang, mencoba menahan rasa berdenyut yang menusuk dari bawah tulang rusuknya. “Hanya sedikit terbuka karena terlalu lama berdiri di istana. Namun, ini bukan masalah besar."Li Jinpeng menghela napas, ekspresinya mencampur antara prihatin dan kagum. “Kau memang keras kepala sejak dulu. Kalau orang lain, mereka pasti sudah minta izin beristirahat dan menyerahkan tugasnya pada orang lain. Tapi kau justru mendampingi Putra Mahkota, minum bersamanya, lalu pulang dengan luka yang kembali terbuka.”Qin Guan tersenyum samar. “Terkadang, musuh bukan hanya yang membawa pedang. Diam di sisi Putra Mahkota pun bisa terasa

  • Sang Naga Bumi   Bab 43

    Qin Guan mengatur napas, lalu membuka mata perlahan. Rasa perih di pinggang kini tak tertahankan, seolah luka itu kembali terbuka lebar. Pandangannya menyapu sekeliling ruangan, lalu jatuh pada Wang Tian Xin yang sedang berdiskusi singkat dengan tabib di dekat meja obat.Suara Qin Guan terdengar pelan, namun cukup jelas.“Kenapa... lukanya kembali berdarah?”Wang Tian Xin menghampirinya, lalu duduk di sisi ranjang menggantikan Wang Lingling yang masih berdiri memunggungi mereka. Ia memandang perban yang kini dibuka sebagian, lalu melirik noda merah yang merembes keluar dari lapisan dalam."Seharusnya aku yang bertanya padamu." Wang Tian Xin mengembuskan napas pelan. “Lukamu belum sepenuhnya pulih, tapi kau paksakan diri untuk menghadiri rapat istana, lalu minum arak, semua itu hanya memperparah kondisi tubuhmu. Dan kalau aku tidak salah lihat...” Wang Tian Xin menyentuh bagian luka dengan sangat hati-hati, “...beberapa jahitanmu terlepas. Mungkin karena terlalu banyak bergerak atau..

  • Sang Naga Bumi   Bab 42

    Bab 42 Angin berhembus pelan namun menusuk, membawa hawa dingin yang menyelinap di balik jubah.Qin Guan melangkah keluar dari aula kediaman Putra Mahkota dengan langkah tenang. Namun begitu mencapai pelataran tempat kereta kuda menunggu, tubuhnya seketika oleng.Penglihatannya bergetar, dan dunia terasa berputar sesaat. Rasa nyeri yang samar di pinggangnya, perlahan tapi pasti rasa sakit tersebut semakin intens. Kakinya terhuyung.“Tuan Muda!” seru Lu Tao, yang sudah berdiri menunggu di samping kereta. Ia segera melompat maju dan menangkap tubuh tuannya sebelum jatuh sepenuhnya.Qin Guan menahan napas, berusaha mengatur ulang keseimbangannya. Tangan kirinya mencengkeram lengan Lu Tao erat.“Tak apa,” katanya pelan, namun keringat dingin mulai membasahi pelipis. “Pinggangku sedikit sakit … terlalu lama duduk.”Lu Tao memandangi wajah pucat tuannya dengan khawatir. “Tuan harus beristirahat. Ini tidak bisa diabaikan.”Qin Guan mengangguk lemah, lalu dengan bantuan Lu Tao, ia naik ke d

  • Sang Naga Bumi   Bab 41

    Bab 41Setelah upacara penghargaan dan pembahasan urusan kenegaraan selesai, Kaisar Yin meninggalkan Aula Perunggu diiringi para kasim dan pengawal istana. Suara lonceng kecil dari pintu utama menandakan bahwa pertemuan resmi hari itu telah berakhir.Para pejabat mulai bergerak meninggalkan barisan masing-masing, beberapa di antaranya segera menghampiri Qin Guan yang masih berdiri dengan tenang di dekat pilar utama. Satu per satu mereka memberi salam hormat, sebagian dengan tulus, sebagian lainnya dengan senyum penuh perhitungan.“Jenderal Qin, selamat atas anugerah dari Yang Mulia. Pangkat baru dan tanah di Lembah Hua, sungguh pantas untuk keberanian Anda.”“Kami semua mendengar keteguhanmu di medan perang. Kini nama keluarga Qin bersinar kembali.”“Jika Anda ada waktu, malam ini kami akan berkumpul di kediaman Menteri Liu. Sedikit jamuan ringan, bukan acara resmi. Apa Jendral Qin berkenan minum teh bersama kami?" Qin Guan membalas setiap sapaan dengan anggukan sopan dan senyum yang

  • Sang Naga Bumi   Bab 40

    Bab 40“Dengan ini Kaisar menganugerahi ....”Kasim utama membuka gulungan di tangannya dengan gerakan perlahan namun anggun, suaranya lantang dan jelas:“Gelar kehormatan Jenderal Pemberani kepada Qin Guan, sebagai pengakuan atas keberanian dan pengorbanannya dalam pertempuran di perbatasan utara.”Terdengar bisik-bisik kecil dari para menteri. Gelar itu bukan sembarangan. Jenderal Pemberani hanya diberikan kepada panglima perang yang berjasa besar dan menunjukkan keberanian luar biasa di medan tempur.Kasim itu melanjutkan. “Selain itu, Yang Mulia Kaisar juga menganugerahkan sebidang tanah di Lembah Hua, seratus peti emas, tiga puluh gulung kain sutra dari istana, serta satu pedang warisan dari gudang senjata kerajaan.”Mata beberapa pejabat melebar. Sebidang tanah kerajaan dan pedang warisan adalah hadiah yang sangat prestisius. Itu bukan hanya simbol kekayaan, tapi juga kepercayaan penuh dari Kaisar.Kaisar Yin akhirnya bersuara sendiri, nada suaranya dalam dan tegas.“Qin Guan,

  • Sang Naga Bumi   Bab 39

    Bab 39Pagi harinya, sinar matahari yang pucat menembus tirai tipis kamar Qin Guan. Udara masih dingin, sisa-sisa salju semalam belum sepenuhnya mencair. Namun, suasana di kediaman Qin sudah mulai bergerak.Di dalam kamar utama, para pelayan bekerja dalam diam dan cekatan. Qin Guan berdiri di depan cermin tembaga tinggi, tubuhnya tegap meski luka di pinggangnya masih membekas nyeri.Hari ini, dia mengenakan jubah kebesarannya, sehelai jubah panjang berwarna putih gading dengan corak hitam dan merah di bagian dada serta lengan, simbol keluarga Qin yang anggun sekaligus kuat. Kainnya tebal namun ringan, berayun lembut setiap kali dia bergerak.Rambut panjangnya digelung ke atas dan diikat dengan tusuk konde perak, ditata rapi tanpa cela. Tak ada satu helai pun yang tampak keluar dari tempatnya. Wajahnya tenang, matanya jernih namun tajam, seolah tak ada yang bisa mengusik keteguhannya.Lu Tao berdiri di belakang, memeriksa pedang upacara yang akan dibawa serta. Ia menatap punggung tuann

  • Sang Naga Bumi   Bab 38

    Bab 38"Tuan Muda, Anda baik-baik saja?" tanya Lu Tao dari luar kereta, suaranya mengandung kekhawatiran.Qin Guan membuka matanya perlahan, belum sempat menjawab.Sret!Suara tajam mengoyak udara.Dukk!Sebuah anak panah menembus dinding kayu kereta dan menancap hanya sejengkal dari kepala Qin Guan. Ujungnya masih bergetar, meninggalkan suara dengung rendah yang mengerikan.Refleks, Qin Guan miringkan tubuhnya, menahan desakan rasa sakit di pinggang. Sorot matanya langsung berubah tajam.“Berhenti!” serunya.Kereta melambat dan berhenti mendadak di tengah jalan bersalju. Lu Tao segera melompat turun dan membuka pintu kereta dengan ekspresi panik.“Serangan panah! Dari mana datangnya?!” teriaknya, tangan sudah menggenggam gagang pedangnya.Qin Guan meraih anak panah yang masih menancap, menariknya perlahan. Ujung panah itu tajam, ringan, dan tak biasa. Bulu ekornya berwarna hitam kebiruan. Ini adalah ciri khas kelompok pembunuh dari selatan, kelompok bayangan yang sering disewa untuk

  • Sang Naga Bumi   Bab 37

    Bab 37Qin Guan membuka ikatan jubah hitamnya perlahan, menarik kain itu dari tubuhnya hingga terbuka sebagian, memperlihatkan bagian pinggangnya yang dibalut perban. Darah masih tampak membasahi perban tersebut, meninggalkan noda merah gelap yang menyebar perlahan.Pangeran Agung Yin Rui menatap luka itu tanpa berkata-kata. Ekspresinya berubah suram. Sorot matanya yang tadinya penuh kehangatan kini dipenuhi penyesalan dan kekhawatiran. Dia menggeleng pelan."Aku tidak seharusnya memanggilmu datang dalam keadaan seperti ini." Qin Guan menegakkan tubuhnya kembali, meski jelas terlihat bahwa duduk pun terasa menyakitkan baginya. Dia menatap Pangeran Agung dengan hormat, suaranya tenang namun tulus.“Tidak apa-apa, Paman. Luka ini tetap ada, apakah aku diam di rumah atau datang ke tempat Paman. Dan justru aku lebih tenang karena bisa bertemu langsung dengan Anda.”Pangeran Agung terdiam sejenak, napasnya terdengar berat. “Kau masih muda, tapi kau selalu bisa membuat orang tua ini merasa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status