Share

Bab 42

Author: Rana Semitha
last update Last Updated: 2025-04-21 13:23:42

Bab 42

Angin berhembus pelan namun menusuk, membawa hawa dingin yang menyelinap di balik jubah.

Qin Guan melangkah keluar dari aula kediaman Putra Mahkota dengan langkah tenang. Namun begitu mencapai pelataran tempat kereta kuda menunggu, tubuhnya seketika oleng.

Penglihatannya bergetar, dan dunia terasa berputar sesaat. Rasa nyeri yang samar di pinggangnya, perlahan tapi pasti rasa sakit tersebut semakin intens.

Kakinya terhuyung.

“Tuan Muda!” seru Lu Tao, yang sudah berdiri menunggu di samping kereta. Ia segera melompat maju dan menangkap tubuh tuannya sebelum jatuh sepenuhnya.

Qin Guan menahan napas, berusaha mengatur ulang keseimbangannya. Tangan kirinya mencengkeram lengan Lu Tao erat.

“Tak apa,” katanya pelan, namun keringat dingin mulai membasahi pelipis. “Pinggangku sedikit sakit … terlalu lama duduk.”

Lu Tao memandangi wajah pucat tuannya dengan khawatir. “Tuan harus beristirahat. Ini tidak bisa diabaikan.”

Qin Guan mengangguk lemah, lalu dengan bantuan Lu Tao, ia naik ke d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin seru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sang Naga Bumi   Bab 1

    Angin dingin menusuk tulangSalju yang murni menutupi bumiSungai timur mengalir tenangTebing utara tersembunyiIni adalah akhir tahun, salju turun dengan lebat. Sebagian besar tanah di bumi Xiang tertupi salju tebal. Di hutan kematian, tanah sudah tertutup oleh salju tebal. Tetesan darah meninggalkan jejak yang kontras di atas salju berwarna putih.Seorang pemuda berjalan terseok-seok, seluruh tubuhnya dipenuhi dengan luka. Pandangannya mulai buram karena terlalu banyak darah yang keluar dari lukanya. Langkah demi langkah dia lakukan, dengan harapan akan menemui titik kehidupan. Tidak pernah dia bayangkan jika langkah yang dia harapkan menuju pusat kehidupan justru membawanya ke dalam jurang tanpa batas. "Apa ini adalah akhir dari hidupku?"Pandangannya semakin memudar hingga gelap sepenuhnya. Entah berapa lama dia tidak sadarkan diri hingga sebuah suara mengusiknya. Kepalanya terasa berdenyut, seperti ada ribuan jarum yang menancap di kepalanya. "Wang Jiang, kau bisa mendenga

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 2

    Sebuah kabut putih keluar dari mulut Bai Hu. Pria itu mendesah pelan sebelum akhirnya mengangguk. "Benar." Pandangan Bai Hu menerawang ke depan, menatap awan putih yang jauh di atas sana. "Saat itu aku menemukanmu di dasar jurang." Bai Hu menunduk, mengambil sesuatu dari lengan jubahnya. Itu adalah sebuah belati yang memiliki relief naga berwarna hitam. Terlihat agung dan mengesankan. "Aku menemukan ini di tubuhmu." Wang Jiang menerima belati tersebut dan menariknya. Di bagian badan belati terlihat dua karakter yang dibaca 'Wang Jiang'. Bai Hu berpikir jika itu adalah miliknya sehingga memanggil pemuda itu dengan nama Wang Jiang. Entah mengapa, Wang Jiang merasa jika separuh jiwanya berada di belati itu. Sebuah rasa kepemilikan muncul begitu saja saat dia melihat belati itu. "Aku ... aku merasa jika ini adalah barang berharga yang aku miliki." "Jika kau merasa demikian, sangat mungkin jika namamu adalah Wang Jiang." Wang Jiang mengangguk. Pandangannya jatuh pada Bai Hu. "Setela

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 3

    Bai Hu melihat pertarungan antara Wang Jiang dan Hu Tang dari jauh. Melihat gerakan yang Wang Jiang lakukan, dia merasa teknik pedang itu tidak terlalu asing. Setelah beberapa waktu, Wang Jiang mulai terdesak karena kalah tenaga dalam. Ketika melihat Wang Jiang sudah jatuh tetapi Hu Tang terus memburunya, dia tidak bisa diam saja dan melihat pemuda itu membuat Wang Jiang lumpuh. "Berhenti!" Pedang baja hitam di tangan Hu Tang hanya sejengkal dari selangkangan Wang Jiang. Jika Bai Hu terlambat, sudah pasti pedang itu akan memotong masa depan Wang Jiang. "Tetua Bai?" ucap Hu Tang, terkejut. "Meski sekte mengizinkan kalian saling melukai, apa kau berpikir aku akan melepasmu begitu saja?" Suara Bai Hu terdengar dingin. Hu Tang menarik pedangnya. "Tetua, ini adalah masalah antara aku dan Wang Jiang. Anda tidak bisa ikut campur.""Apa karena kau adalah yang terbaik di generasi ini sehingga memandang dirimu begitu tinggi?" Bai Hu tidak senang dengan ucapan Hu Tang. "Aku ingatkan sekal

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 4

    Kotak kayu itu terbuka, terlihat sebuah pedang berwarna putih yang mengeluarkan hawa dingin. Sarung dan badan pedang itu terpisah, di bagian badan pedang terukir tiga karakter yang berarti pedang musim dingin. Wang Jiang melihat sebuah tulisan di dalam kotak kayu. "Jangan pergi sebelum mengambil kotak ini." Karena khawatir ada hal buruk yang terjadi, Wang Jiang mengambil kotak itu. Lantai batu kembali tertutup. Di bawah pedang musim dingin, terdapat sebuah buku tua yang berjudul kitab empat musim. Dibanding dengan pedang musim dingin, Wang Jiang lebih penasaran dengan kitab tersebut. Di halaman pertama, dijelaskan jika sebelum menjadi pemilik pedang musim dingin, seseorang harus menggunakan darahnya untuk mengikat kontrak. Wang Jiang menggigit jari telunjuknya hingga berdarah dan meneteskannya ke pedang musim dingin. Pedang berwarna putih tulang itu bersinar terang, membutakan mata Wang Jiang selama beberapa saat. Pemuda itu tidak sengaja menyentuh pedang itu, aliran tenaga b

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 5

    Qin Guan mengepalkan tangannya dengan erat. Kelompok ini menghancurkan sebuah Sekte hanya untuk kitab pusaka, mereka benar-benar serakah. "Apa kitab itu benar di wilayah Sekte?" Salah satu orang mengangguk. "Menurut informasi yang aku dapat, Lin Tian membawa kitab itu bersamanya. Dia sudah masuk di dalam gua selama lima puluh tahun, tetapi belum ada yang pernah melihatnya keluar." "Jadi Lin Tian mati di tempat itu?" Orang itu kembali mengangguk. "Jika kita mencarinya, kita pasti bisa menemukannya." Qin Guan masih berada di luar kedai arak. Dia mengetahui jika kitab empat musim adalah salah satu dari empat kitab penguasa dunia. Banyak pendekar yang mencari kitab ini karena percaya siapa pun yang menguasai salah satu dari kitab penguasa dunia akan menjadi yang terhebat sepanjang masa. "Karena keserakahan ... badai kehancuran datang..."Mei Ling melihat kebencian dalam tatapan Qin Guan yang membara. Meski wajahnya tenang, Mei Ling tahu jika pemuda itu sedang menahan gejolak amarah

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   bab 6

    Bab 6Suara derap langkah kuda yang mendekat membuat Qin Guan seketika waspada. Dia segera menyambar pedang yang dia letakkan di samping api unggunnya dan bersiaga. Dia menajamkan pandangannya dan memperhatikan sekeliling.Ekspresi Qin Guan berubah serius ketika menyadari arah tamu tak diundang itu berasal dari kota sebelumnya. Dia segera berbisik pada Mei Ling. “Kita kedatangan tamu.”Gadis itu menggenggam pedangnya dengan erat, lantas mengangguk. Keringat dingin mulai terlihat di dahinya.“Kamu takut?” tanya Qin Guan.Mei Ling mengangguk pelan. “Sekte bangau putih saja hancur, bagaimana mungkin kita ….”Gadis itu tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dia masih ingat dengan begitu jelas bagaimana jasad guru dan rekan-rekannya serta kondisi Bai Hu yang paling memprihatinkan. Sekte sebesar Bangau Putih bisa diratakan hanya dalam hitungan jam, artinya kemampuan lawan tidak bisa dianggap remeh.Mei Ling bukan hanya takut mati, tetapi dia juga takut jika Qin Guan akan meninggalkannya sepert

    Last Updated : 2024-12-14
  • Sang Naga Bumi   Bab 7

    Bab 7Sebuah belati kecil melesat menuju tempat Mei Ling berdiri. Qin Guan yang baru saja mendaratkan tubuhnya, kembali menjejakkan kaki dan melompat ke arah Mei Ling.“Terlalu jauh ….”Dia berniat untuk menangkis serangan tersebut, tetapi sapuannya tidak cukup cepat. Pisau tersebut bergerak lebih cepat dari gerakan Qin Guan. Sebuah suara robekan terdengar pelan. Aroma darah menyeruak mengiringi suara robekan tersebut. Pisau terbang itu menancap di bahu kiri Qin Guan. Pemuda itu mendarat di tanah dan mundur beberapa langkah.“Qin Gege!”Mei Ling memekik panik ketika melihat pisau itu menancap di bahu Qin Guan. Dia bergegas menghampiri Qin Guan, untuk memastikan jika pemuda itu tidak terluka parah.“Jangan bergerak!” Qin Guan memperingatkan. Tatapannya menatap tajam Mei Ling. “Tetap di belakangku.”“Tapi …” Mei Ling ingin protes. Dia memiliki kemampuan beladiri yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri. Jika tadi Qin Guan tidak mendorongnya, dia juga yakin bisa menghindari pisau ters

    Last Updated : 2024-12-14
  • Sang Naga Bumi   Bab 8

    Bab 8Hutan itu begitu lebat hingga cahaya matahari sulit untuk menembusnya. Apalagi sekarang adalah musim dingin, matahari akan muncul lebih siang dan tenggelam lebih cepat. Suara dedaunan yang tertiup angin seperti irama yang menenangkan jiwa.Perlahan Qin Guan membuka matanya, rasa sakit dan hawa dingin menusuk tulang segera menyerangnya. Dia kembali teringat dengan pertempurannya melawan kelompok naga hitam ya ng hampir saja merenggut nyawanya. Dengan napas yang masih berat, Qin Guan berusaha menggerakkan tubuhnya.“Qin Gege, jangan bergerak.”Sebuah suara yang halus dipenuhi kekhawatiran beresonansi di telinga Qin Guan. Pemuda itu menoleh dan mendapati Mei Ling sedang berjalan ke arahnya sembari membawa kantong kulit penyimpanan air.“Mei Ling … di mana tubuh orang-orang itu?” tanya Qin Guan dengan napas yang masih lemah. “Aku yakin belum mengalahkan mereka semua.”Malam sebelumnya, setelah Qin Guan menggunakan seluruh tenaga dalamnya, ternyata masih ada beberapa anggota Nag

    Last Updated : 2024-12-19

Latest chapter

  • Sang Naga Bumi   Bab 42

    Bab 42 Angin berhembus pelan namun menusuk, membawa hawa dingin yang menyelinap di balik jubah.Qin Guan melangkah keluar dari aula kediaman Putra Mahkota dengan langkah tenang. Namun begitu mencapai pelataran tempat kereta kuda menunggu, tubuhnya seketika oleng.Penglihatannya bergetar, dan dunia terasa berputar sesaat. Rasa nyeri yang samar di pinggangnya, perlahan tapi pasti rasa sakit tersebut semakin intens. Kakinya terhuyung.“Tuan Muda!” seru Lu Tao, yang sudah berdiri menunggu di samping kereta. Ia segera melompat maju dan menangkap tubuh tuannya sebelum jatuh sepenuhnya.Qin Guan menahan napas, berusaha mengatur ulang keseimbangannya. Tangan kirinya mencengkeram lengan Lu Tao erat.“Tak apa,” katanya pelan, namun keringat dingin mulai membasahi pelipis. “Pinggangku sedikit sakit … terlalu lama duduk.”Lu Tao memandangi wajah pucat tuannya dengan khawatir. “Tuan harus beristirahat. Ini tidak bisa diabaikan.”Qin Guan mengangguk lemah, lalu dengan bantuan Lu Tao, ia naik ke d

  • Sang Naga Bumi   Bab 41

    Bab 41Setelah upacara penghargaan dan pembahasan urusan kenegaraan selesai, Kaisar Yin meninggalkan Aula Perunggu diiringi para kasim dan pengawal istana. Suara lonceng kecil dari pintu utama menandakan bahwa pertemuan resmi hari itu telah berakhir.Para pejabat mulai bergerak meninggalkan barisan masing-masing, beberapa di antaranya segera menghampiri Qin Guan yang masih berdiri dengan tenang di dekat pilar utama. Satu per satu mereka memberi salam hormat, sebagian dengan tulus, sebagian lainnya dengan senyum penuh perhitungan.“Jenderal Qin, selamat atas anugerah dari Yang Mulia. Pangkat baru dan tanah di Lembah Hua, sungguh pantas untuk keberanian Anda.”“Kami semua mendengar keteguhanmu di medan perang. Kini nama keluarga Qin bersinar kembali.”“Jika Anda ada waktu, malam ini kami akan berkumpul di kediaman Menteri Liu. Sedikit jamuan ringan, bukan acara resmi. Apa Jendral Qin berkenan minum teh bersama kami?" Qin Guan membalas setiap sapaan dengan anggukan sopan dan senyum yang

  • Sang Naga Bumi   Bab 40

    Bab 40“Dengan ini Kaisar menganugerahi ....”Kasim utama membuka gulungan di tangannya dengan gerakan perlahan namun anggun, suaranya lantang dan jelas:“Gelar kehormatan Jenderal Pemberani kepada Qin Guan, sebagai pengakuan atas keberanian dan pengorbanannya dalam pertempuran di perbatasan utara.”Terdengar bisik-bisik kecil dari para menteri. Gelar itu bukan sembarangan. Jenderal Pemberani hanya diberikan kepada panglima perang yang berjasa besar dan menunjukkan keberanian luar biasa di medan tempur.Kasim itu melanjutkan. “Selain itu, Yang Mulia Kaisar juga menganugerahkan sebidang tanah di Lembah Hua, seratus peti emas, tiga puluh gulung kain sutra dari istana, serta satu pedang warisan dari gudang senjata kerajaan.”Mata beberapa pejabat melebar. Sebidang tanah kerajaan dan pedang warisan adalah hadiah yang sangat prestisius. Itu bukan hanya simbol kekayaan, tapi juga kepercayaan penuh dari Kaisar.Kaisar Yin akhirnya bersuara sendiri, nada suaranya dalam dan tegas.“Qin Guan,

  • Sang Naga Bumi   Bab 39

    Bab 39Pagi harinya, sinar matahari yang pucat menembus tirai tipis kamar Qin Guan. Udara masih dingin, sisa-sisa salju semalam belum sepenuhnya mencair. Namun, suasana di kediaman Qin sudah mulai bergerak.Di dalam kamar utama, para pelayan bekerja dalam diam dan cekatan. Qin Guan berdiri di depan cermin tembaga tinggi, tubuhnya tegap meski luka di pinggangnya masih membekas nyeri.Hari ini, dia mengenakan jubah kebesarannya, sehelai jubah panjang berwarna putih gading dengan corak hitam dan merah di bagian dada serta lengan, simbol keluarga Qin yang anggun sekaligus kuat. Kainnya tebal namun ringan, berayun lembut setiap kali dia bergerak.Rambut panjangnya digelung ke atas dan diikat dengan tusuk konde perak, ditata rapi tanpa cela. Tak ada satu helai pun yang tampak keluar dari tempatnya. Wajahnya tenang, matanya jernih namun tajam, seolah tak ada yang bisa mengusik keteguhannya.Lu Tao berdiri di belakang, memeriksa pedang upacara yang akan dibawa serta. Ia menatap punggung tuann

  • Sang Naga Bumi   Bab 38

    Bab 38"Tuan Muda, Anda baik-baik saja?" tanya Lu Tao dari luar kereta, suaranya mengandung kekhawatiran.Qin Guan membuka matanya perlahan, belum sempat menjawab.Sret!Suara tajam mengoyak udara.Dukk!Sebuah anak panah menembus dinding kayu kereta dan menancap hanya sejengkal dari kepala Qin Guan. Ujungnya masih bergetar, meninggalkan suara dengung rendah yang mengerikan.Refleks, Qin Guan miringkan tubuhnya, menahan desakan rasa sakit di pinggang. Sorot matanya langsung berubah tajam.“Berhenti!” serunya.Kereta melambat dan berhenti mendadak di tengah jalan bersalju. Lu Tao segera melompat turun dan membuka pintu kereta dengan ekspresi panik.“Serangan panah! Dari mana datangnya?!” teriaknya, tangan sudah menggenggam gagang pedangnya.Qin Guan meraih anak panah yang masih menancap, menariknya perlahan. Ujung panah itu tajam, ringan, dan tak biasa. Bulu ekornya berwarna hitam kebiruan. Ini adalah ciri khas kelompok pembunuh dari selatan, kelompok bayangan yang sering disewa untuk

  • Sang Naga Bumi   Bab 37

    Bab 37Qin Guan membuka ikatan jubah hitamnya perlahan, menarik kain itu dari tubuhnya hingga terbuka sebagian, memperlihatkan bagian pinggangnya yang dibalut perban. Darah masih tampak membasahi perban tersebut, meninggalkan noda merah gelap yang menyebar perlahan.Pangeran Agung Yin Rui menatap luka itu tanpa berkata-kata. Ekspresinya berubah suram. Sorot matanya yang tadinya penuh kehangatan kini dipenuhi penyesalan dan kekhawatiran. Dia menggeleng pelan."Aku tidak seharusnya memanggilmu datang dalam keadaan seperti ini." Qin Guan menegakkan tubuhnya kembali, meski jelas terlihat bahwa duduk pun terasa menyakitkan baginya. Dia menatap Pangeran Agung dengan hormat, suaranya tenang namun tulus.“Tidak apa-apa, Paman. Luka ini tetap ada, apakah aku diam di rumah atau datang ke tempat Paman. Dan justru aku lebih tenang karena bisa bertemu langsung dengan Anda.”Pangeran Agung terdiam sejenak, napasnya terdengar berat. “Kau masih muda, tapi kau selalu bisa membuat orang tua ini merasa

  • Sang Naga Bumi   Bab 36

    Bab 36Setelah makan malam berakhir, Wang Tian Xin memilih untuk langsung istirahat di ruangan yang sudah disediakan oleh Qin Guan. Perjalanan panjang yang sudah dia tempuh dan proses pengobatan Qin Guan membuat tenaganya terkuras habis.Malam itu, Wang Lingling juga memutuskan untuk pergi ke balai Ji Feng. Selama beberapa hari ini dia terlalu fokus merawat Qin Guan, mencegah racun di tubuh pemuda itu menyebar lebih luas sehingga mengabaikan tugasnya di balai Ji Feng.Mei Ling mengikuti Qin Guan ke ruangannya, membantunya untuk bersiap karena pemuda itu harus pergi melakukan pertemuan di luar. Lu Tao sudah menawarkan diri untuk membantu, tetapi Qin Guan lebih memilih Mei Ling yang membantunya.Sebuah jubah hitam dengan bordir merah tua beserta ikat pinggang berwarna merah sudah disiapkan oleh Lu Tao.“Tuan Muda, tidak biasanya Anda memintaku menyiapkan pakaian ini?” tanya Lu Tao kebingungan.Sebagian besar jubah yang Qin Guan miliki berwarna putih, seperti julukanya, Panglima berjubah

  • Sang Naga Bumi   Bab 35

    Bab 35Wang Tian Xin menjura. “Tian Xin menyapa Lingling jiejie.” Wang Lingling memegang bahu Wang Tian Xin dan memintanya kembali duduk.Pemuda itu mengangguk dan kembali duduk. Pandangannya menatap kedua orang itu bergantian.“Selama ini kalian saling menyapa?”Wang Lingling mendengus. “Kami hanya saling mengenal. Dia bahkan sudah sepuluh tahun tidak mengunjungiku.”Qin Guan menggelengkan kepalanya pelan, tersenyum tipis sebelum berbicara. “Aku hanya ingin kalian tetap aman.”Kini giliran Wang Tian Xin yang mendengus. “Berapa banyak hal lagi yang kau sembunyikan?”Qin Guan diam tak menjawab, memilih menikmati tehnya yang masih mengepul.“Kau tidak akan mendapat jawaban,” ucap Wang Lingling. “Bahkan ada banyak rahasia yang tidak kuketahui.”Ketika tragedi itu terjadi, baik Wang Lingling maupun Wang Tian Xin masih terlalu muda untuk bisa mengingat seluruhnya. Hanya Qin Guan dan Lin Fan yang sudah cukup besar untuk mengetahui sebagian besar faktanya.“Selain kita, apa ada yang mengetah

  • Sang Naga Bumi   Bab 34

    Bab 34“Apa saat kejadian kelabang malam kau sudah mengetahui semuanya?”Qin Guan tersenyum tipis. “Sejak awal aku melihatmu, aku sudah tahu jika kita adalah saudara.”“Bagaimana mungkin?” Wang Tian Xin kebingungan, tapi tak berselang lama dia menyadari sesuatu. Pemuda itu menghela napas panjang. “Kau pasti mengenaliku dari tombak itu?”Lagi-lagi Qin Guan tersenyum dan mengangguk. Dia sudah cukup besar ketika tragedi mengenaskan itu terjadi kepada keluarganya dan tombak yang ada di tangan adiknya adalah salah satu barang yang paling dia kenali. Itu adalah tombak warisan keluarga Wang yang ada dalam gudang harta mereka.“Xin, jangan marah.”Wang Tian Xin menggeleng lemah. “Tidak. Aku tidak arah, hanya sedikit kecewa.” Pemuda itu mengangkat wajahnya. “Kau memanggilku kemari pasti karena hal mendesak, ‘kan?”Qin Guan mengangguk dan mengajak adiknya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status