Bill duduk di depan kios buah Emma sampai pagi. Sang pemilik kios itu cukup terkejut saat melihat Bill berada di sana dengan pakaian yang sama. Tapi, dia tidak bertanya apapun lantaran melihat ekspresi Bill yang agak kusut.
Saat Bill membereskan buah-buah yang berserakan di lantai, seorang pembeli buah yang sedari tadi sudah berada di sana sejak kejadian sebelum Bill datang itu mendekat kepadanya.
Bill menoleh kepadanya dengan tatapan heran. "Ya Tuan, ada yang bisa saya bantu?"
"Ada, Jenderal."
Pupil Bill sontak membesar mendengar panggilan itu.
Kenapa orang ini memanggilnya 'Jenderal'? Apakah dia mengenal dirinya? Tapi bagaimana mungkin?
Bill segera saja menaruh keranjang buah itu dan menatap laki-laki muda berpenampilan rapi itu dengan pandangan penuh selidik."Siapa kau? Kenapa kau memanggilku 'Jenderal'?"
Pria muda yang Bill tebak usianya berbeda jauh di bawahnya itu berkata, "Ini saya, Jenderal. Anak buah Anda. Andrew."
Bill menyipitkan mata, sambil mencoba mengingat-ngingat. Yang mengetahui wajah aslinya hanyalah segelintir orang.
Apakah itu mungkin memang orang yang dia kenal? Tapi, rasanya wajahnya tidak seperti sekarang yang terlihat, pikir Bill."Andrew Reece?" ucap Bill ragu-ragu.
Pria muda yang mengenakan kemeja hitam itu tersenyum senang. "Ya, Jenderal. Saya Andrew Reece. Anda masih mengenali saya, saya sungguh sangat tersanjung."
Bill mendesah. "Apa yang terjadi dengan wajahmu?"
"Saya terkena ledakan saat sedang berperang melawan Kerajaan De Kruk, wajah saya rusak. Saya terpaksa menjalani operasi dan beginilah hasilnya."
Bill mengangguk paham, dan kemudian bertanya, "Bagaimana bisa kau tahu aku ada di sini?"
"Itu ... itu ... intelegen kerajaan, Jenderal. Sebenarnya kami sudah mencari-cari Anda selama hampir dua tahun tapi baru berhasil sekarang. Kami sempat mengira Anda sudah ... sudah tidak ada karena kami tidak bisa menemukan keberadaan Anda."
"Apa ada yang tahu aku di sini selain kau?" tanya Bill.
"Hanya saya, Raja Keannu dan sekretaris kerajaan, Jenderal."
Bill mengangguk, "Lantas, kenapa kau datang ke mari?"
"Saya ... saya diutus oleh Raja Keannu untuk membawa Anda kembali, Jenderal."
Alis tebal kanan Bill seketika terangkat, "Kembali? Apa maksudmu?"
"Kami membutuhkan kekuatan Anda, lebih tepatnya Kerajaan Ans De Low yang membutuhkan Anda, Jenderal," kata Andrew.
"Aku sudah mundur dari jabatanku tiga tahun lalu. Jangan memanggilku 'Jenderal lagi'."
"Anda tetap Jenderal kami yang tak terkalahkan. Sang Dewa Perang. Mana mungkin kami akan melupakan hal itu?" Andrew bersikeras
Bill membuang napas dengan kasar, "Sampaikan pada Raja Keannu bahwa aku tidak akan kembali."
Andrew tahu ini akan sulit tapi ia tidak menyangka jika dia akan ditolak secara langsung seperti itu.
"Ta-tapi, Jenderal. Kalau Anda tidak kembali, Raja Keannu akan berada dalam bahaya."
Bill menoleh dengan tenang, "Aku tetap tidak bisa."
"Kenapa, Jenderal?"
Bill bersedekap, "Tidakkah kau lihat aku sudah memiliki kehidupan baru?"
"Iya, saya mengerti. Tapi Raja-"
"Tidak. Pergilah! Aku harus bekerja," usir Bill.
Andrew tetap tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Merasa terganggu karena ditatap sedemikian rupa oleh mantan anak buahnya itu, Bill pun berkata lagi, "Reece, apa kau sekarang tidak mau mematuhi perintahku?"
Sebuah harapan pun muncul di benak Andrew, "Apakah Anda akan kembali, Jenderal?"
Bill mengenal Andrew cukup baik. Pemuda itu dulunya merupakan prajurit yang sangat gigih dan pantang menyerah. Dia pun berpikir, jika dia tidak segera memberinya jawaban yang jelas, maka pemuda itu pasti tidak akan pergi dari sana.
"Beri aku waktu 2 hari!"
Andrew seketika tersenyum, "Baik, Jenderal. Lusa, saya akan datang menjemput Anda."
"Maksudku, beri aku waktu 2 hari untuk memikirkannya," koreksi Bill.
Andrew terlihat kecewa tapi mengingat hal itu jauh lebih baik dibanding langsung ditolak, maka dia pun berkata, "Baik, Jenderal. Saya akan datang kembali satu minggu lagi untuk menanyakan keputusan Anda."
"Hm. Sekarang, pergilah! Kau sudah mengganggu jam kerjaku!" usir Bill lagi.
Andrew sebenarnya cukup heran dengan kehidupan baru yang Bill jalani. Tapi pria itu tahu jika dewa perang itu tidak mungkin melakukan suatu pekerjaan tanpa tujuan yang jelas, sehingga Andrew pun tidak berani bertanya dan hanya membungkukkan badan sebagai sebuah penghormatan untuk Bill sebelum ia meninggalkan kios buah milik Emma tersebut.
Emma yang duduk di kasir, agak bengong melihat adegan itu.
"Siapa dia, Bill? Temanmu?"
"Bukan, dia hanya mencari alamat," jawab Bill.
"Tapi kulihat dia berbicara panjang lebar denganmu, dia juga memberi hormat. Kenapa begitu?"
Bill menoleh dan menggantung anggur di atas, "Karena dia tidak paham-paham saat saya jelaskan, Nyonya. Kalau memberi hormat, yah mungkin itu sebagai ucapan terima kasih."
"Ah, aneh. Zaman modern seperti ini dia masih bertanya pada orang tentang arah jalan? Memangnya dia gagap teknologi?" sahut Emma.
"Mungkin memang begitu," jawab Bill.
Bill pun melanjutkan kembali pekerjaannya hingga sore menjelang.
"Apa kau tidak akan pulang?" tanya Emma terlihat curiga.
"Aku tidak punya tempat untuk pulang, apa boleh aku menginap di sini saja?" tanya Bill.
Meskipun Emma ingin tahu, tapi wanita tua itu tidak akan bertanya jika Bill tidak menceritakannya sendiri sehingga wanita itu hanya mengangguk.
***
Saat Andrew datang dua hari kemudian ke kios buah itu, pria muda itu pun terpaksa menelan kekecewaan lantaran Bill menolak kembali.
Bill pun tetap tinggal di kios buah hingga lebih dari satu minggu lamanya. Di suatu malam, seorang kerabat Cassandra, yakni bibi Cassandra yang cukup baik kepadanya, Maggie, meneleponnya. "Bill, apa kau sudah dengar?"
"Dengar apa, Bibi Maggie?"
"Cassandra. Karena kau pergi dari rumah, Ayahku memutuskan akan menikahkan dia dengan Leonardo Finch."
"Tapi aku belum bercerai dengan Cassie, Bibi."
"Kau seperti tidak tahu ayahku saja, dia pasti menggunakan segala cara untuk memuluskan rencananya."
Bill pun mulai kebingungan. Saat ini dia tidak memiliki apapun yang bisa ia gunakan untuk melawan keluarga Wood.
Esok malamnya, saat dia baru saja mengunci kios milik Emma, tiba-tiba saja dia didatangi oleh sejumlah laki-laki berbadan besar yang Bill tebak merupakan preman biasa. "Aku sedang lelah, jangan ganggu aku sekarang!" ucap Bill dengan wajah yang memang terlihat begitu letih. Seorang preman yang terlihat sebagai pemimpin mereka maju ke depan sambil membawa barbel. Bill mengeryit, "Apa yang akan kau lakukan dengan itu?" "Kau kan yang sudah mematahkan tangan Baron kemarin?" tanya preman bertampang sangar. Bill mengernyitkan dahi tiba-tiba teringat akan seorang preman yang pernah datang ke kios Emma dan berniat mengacaukan kios itu. "Ah, aku tidak tahu kalau ternyata mematahkannya." "Hajar dia!" perintah sang pemimpin, murka. Bill dengan santai meladeni orang-orang itu tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Beberapa pukulan berhasil ia layangkan tepat sasaran. Namun, Bill sempat lengah karena ponselnya yang tiba-tiba saja bergetar. Sang pemimpin menggunakan ketidaksiapan Bill dan memukul p
Bill berjalan menuju rumah keluarga Wood dengan penuh kebingungan. Ia ingin membantu istrinya tapi ia masih belum tahu apa yang harus ia lakukan. Di tengah-tengah kebingungan yang menderanya, Andrew Reece yang merupakan anak buah kepercayaannya itu pun datang kembali. "Jangan, Jenderal!" ucap Andrew. "Istriku di dalam. Aku harus membantunya." "Jenderal, bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" tanya Andrew. Bill mengerutkan kening, "Kesepakatan apa?" "Jika Anda bersedia kembali, kami akan membantu Anda, Jenderal." Bill membuang napas dengan kasar, sadar jika di dunia ini tidak ada yang gratis. Dengan sangat terpaksa, Bill berkata, "Baiklah, aku akan kembali." Andrew tersenyum senang. ***"Selamat pagi, Jenderal!" sapa Andrew di hari kembalinya Bill. "Bagaimana kabar Anda hari ini, Jenderal?" tanya pria muda itu dengan senyum cerah. "Tak usah berbasa-basi. Langsung saja, Reece." Andrew bahkan tersenyum gugup akibat terlalu senang, "Siap, Jenderal." "Tapi sebelum itu, aku
"Putar, Reece!" ucap Bill.Perintah itu terdengar sangat jelas tapi Andrew terlihat agak ragu."Cepat!" ujar Bill lagi.Andrew pun segera membanting stir kemudi dan berhadapan dengan dua mobil di belakang mereka. Hanya dalam hitungan detik, Andrew melihat Bill melakukan tembakan demi tembakan yang tak satu pun meleset. Semuanya tepat sasaran. Kedua mobil itu bertabrakan dan menimbulkan suara yang begitu menyakiti telinga siapapun yang mendengarnya.Setelahnya, suara ledakan dari kedua mobil yang terbakar itu ikut menambah kebisingan di area itu. Andrew sontak ternganga melihat hal menakjubkan yang baru saja terjadi di depan matanya."Jenderal, Anda luar biasa!" ujar Andrew dengan mata yang masih belum berkedip, terlalu kagum."Cepat bereskan itu, Reece! Jangan sampai ada berita macam-macam tersebar!" titah Bill, tidak menanggapi ucapan Andrew.Andrew segera tersadar dan melakukan tugasnya. Ia menghubungi dua orang yang ia beri instruksi dengan jelas. "Ingat, tidak ada yang boleh tahu
"Yang Mulia," ujar Bill tiba-tiba. Ia membungkuk di depan rajanya, memberi sebuah penghormatan. "Senang sekali saya mendapat sebuah penghormatan bisa bertemu dengan pemimpin negeri ini."Raja Keannu mengerutkan dahi, agak bingung. Tapi, saat ia melihat ekspresi Bill yang seakan melempar sebuah kode kepadanya, sang raja pun mengerti."Yang Mulia, dia ini-""Jenderal Gardner, tidak perlu diperpanjang lagi," potong Keannu tegas."Tapi, Yang Mulia. Laki-laki ini-""Dia tamuku, Jenderal. Tamuku, berarti dia berada di bawah pengawasanku. Apa kau sekarang mengerti?" tanya Keannu.Jody ingin sekali berkata sesuatu yang lain tapi secara mendadak sang raja kembali berkata, "Aku ingin berbicara dengan tamuku sebentar saja, Jenderal."Jelas itu sebuah perintah yang menyuruh Jody menjauh dari sana, pria itu mengerti dengan cepat. Meskipun, rasa penasaran telah menguasi dirinya, Jody memilih untuk mundur."Saya undur diri, Yang Mulia," pamit Jody.Pria itu membungkuk lalu meninggalkan gedung itu d
Kata-kata Bill terdengar seperti sebuah ancaman, tetapi sebenarnya bukan itu maksud Bill. Ia hanya tidak ingin bermasalah dengan Jody Gardner.Sang raja pun dengan segera menjawab, "Tentu saja aku lebih memilih kau ada di sisiku, Jenderal. Baiklah, jadi posisi apa yang kau inginkan?"Bill tersenyum puas, "Jadikan aku penasihat Jody Gardner."Andrew terbengong-bengong mendengar jawaban Bill, sementara mulut Amanda Clark bahkan terbuka lebar.Raja Keannu berkedip tidak percaya, "Penasihat Jody Gardner? Bagaimana mungkin? Mana bisa?""Bisa, Yang Mulia. Saya akan memberikan saran terbaik untuk Jody, sama saja saya juga ikut melindungi Anda dan kerajaan ini, bukan?""Tapi, Jenderal. Ini ...."William Mackenzie membungkuk hormat, seakan ingin Keannu segera menyetujui keinginannya.Melihat sikap Bill, Keannu sadar ia tidak memiliki pilihan, maka ia pun dengan berat berujar, "Baiklah, kau bisa mengambil tempat sebagai penasihatnya. Kapan kau ingin memulai?""Besok tidak masalah, Yang Mulia."
"Tutup mulutmu, Harry!" bentak Andrew sudah dipenuhi amarah yang dengan cepat mengaliri nadi-nadinya usai mendengar perkataan-perkataan bernada merendahkan yang dilontarkan dua orang rekannya itu pada jenderal besar yang sangat ia hormati. Ia sama sekali tidak bisa menerimanya.Harry menatap heran, "Kenapa kau marah? Bukankah yang kau bawa ini pengemis? Lihatlah pakaian yang dia kenakan! Pakaian sopir taksi di luar saja masih lebih bagus dibanding miliknya.""Diamlah, kau brengsek!" ujar Andrew sambil menunjuk Harry dengan jari telunjuknya."Apa? Kau berani memakiku? Kau lupa siapa aku?" balas Harry, kini menatap sengit pada Andrew."Ayo bertarung!" ujar Andrew kesal."Reece, maksudku Andrew. Ini tidak perlu," ujar Bill, yang anehnya tidak merasa tersinggung atas ucapan dua orang itu. Hal ini mungkin juga karena ia sudah begitu terbiasa dihina, dicaci maki oleh orang-orang, sehingga perkataan orang itu hanya ia anggap sebagai angin lalu saja."Mereka sudah berani menghina Anda, Jen-"
"Wah! Jangan buru-buru memikirkan hadiahnya, kawan!" ucap Harry dengan tatapan meremehkan."Tapi tidak masalah. Toh dia juga akan kalah, Harry, berikan saja apa yang dia mau!" ujar Drake.Harry mendesah malas tapi kemudian ia berkata, "Oke. Setuju. Tapi jika kau yang kalah, kau yang harus menjadi pelayan kami. Mengerti?"Bill tersenyum tipis dan mengangguk.Drake pun mulai melancarkan serangan tapi dengan mudah bisa dihindari oleh Bill. Hingga pukulan yang keempat, Drake masih juga belum berhasil hingga membuat Harry gemas. "Biarkan aku menggantikanmu!" Drake dengan kesal menyingkir dan kini giliran Harry yang mulai menyerang Bill. Andrew yang diam sambil menyaksikan itu luar biasa senang. Ia sekarang mengerti. Gerakan bela diri yang ditunjukkan oleh Bill bisa dikatakan merupakan gerakan bertahan, bukan menyerang. Selama ini, ia memang lebih pandai dalam menyerang dibandingkan dengan bertahan. Maka, kali ini ia merasa penuh antusias saat mendapatkan ilmu lain."Sial! Dari mana kau b
"Jenderal Gardner, apa kau baru saja mempertanyakan keputusanku?" tanya Keannu, terlihat tersinggung. Jody Gardner jelas sekali tidak suka tapi ia mencoba menahan diri, "Tidak, Yang Mulia. Ampun, Yang Mulia. Saya hanya ingin mendapatkan penjelasan saja. Saya berpikir sudah melakukan yang terbaik. Tapi, ternyata Anda malah-" "Tenanglah, Jenderal. Ini bukan berarti aku tidak menghargai usaha dan perjuanganmu. Justru sebaliknya, demi mempermudah tugasmu, aku memberi seorang Penasihat Perang untukmu." Keannu menoleh pada Bill yang terlihat mengangguk. Jody malah semakin kesal, jelas perkataan Keannu hanyalah dusta. Raja muda itu pastilah meragukan kemampuannya sehingga menunjuk orang tidak dikenal sebagai penasihatnya. Sungguh menjengkelkan. "Tapi saya tidak pernah mendengar nama 'Bill Stewart', Yang Mulia," ucap Gardner. Keannu segera berkata, "Tentu saja kau tidak pernah mendengarnya. Dia bukan berasal dari kawasan Eropa sini. Dia berasal dari kawasan jauh." Bill mengernyitkan dah