Lelaki itu sudah tersulut emosi. Christopher yang begitu terkejut segera bertanya, "Kenapa kau berteriak pada Peter, Bill?"
Bill menunjuk Peter dengan jari telunjuknya dengan amarah yang tidak terkendali. "Dia-"
"Apa yang kau lakukan? Kenapa menunjuk Peter seperti itu?" ucap Shirley, sudah mendekat ke arah calon suaminya, terlihat kesal dengan tingkah kakak iparnya.
"Dia bilang mau mendekati Cassandra," ucap Bill sambil menggeram marah.
Shirley terbelalak kaget dan langsung mengangkat tangan, berniat menampar Bill. Tapi dengan sigap, Bill berhasil menepisnya.
"Kau. Berani sekali kau menuduh hal kotor seperti itu. Dia tidak serendah kau, Bill!" ujar Shirley kesal luar biasa.
"Dia yang mengatakannya sendiri. Dia-"
"Cukup, Bill!" teriak Christopher, terlihat begitu murka.
Bill menghela napas panjang. Dadanya kembang kempis, menandakan ia begitu marah.
Peter berkata, "Apa maksudmu berkata seperti itu? Aku hanya mengatakan istrimu cantik. Apakah itu salah?"
Ia beralih pada Chistopher, "Tuan Wood, saya hanya bertindak sopan saja, memuji calon kakak ipar bukankah bukan suatu masalah?"
Bill membelalakkan mata dan berpikir jika laki-laki itu sungguh pintar berbicara. Dengan mudah dia mengerti jika dia tidak akan bisa mengalahkannya jika dia tidak memiliki bukti.
"Sudahlah, Peter. Tidak usah pedulikan ucapan Bill. Dia pasti hanya iri kepadamu lalu menfitnahmu," kata Christopher.
Bill mendengus.
Sungguh bodoh, apakah kalian buta? Sudah jelas Peter Green bukanlah pria baik-baik. Bagaimana bisa kalian menerimanya? pikir Bill heran.
"Sekarang minta maaflah pada Peter, Bill. Kau sudah berani menuduhnya sembarangan," perintah Christopher.
"Cepat minta maaf, kataku!" ulang Christopher lagi.
"Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau tidak minta maaf pada calon suamiku," ucap Shirley, menatap rendah Bill.
Bill tidak merespon ucapan Shirley maupun Christopher.
"Tunggu apa kau? Apa aku perlu memaksamu berbicara, Bill?" ucap lelaki tua yang sekarang mendelik marah kepadanya.
Bill menjawab santai. "Aku tidak salah. Kenapa aku harus meminta maaf, Kek?"
"Kau-"
"Dia sudah berani menyatakan ingin menggoda istriku. Lelaki brengsek ini yang harusnya meminta maaf," ujar Bill. Kemarahan jelas masih mengusai dirinya.
Shirley masih tidak terima, "Kau harus meminta maaf."
"Aku harus membersihkan ruang makan," pamit Bill.
Lelaki itu pun menulikan telinganya saat mendengar umpatan adik iparnya. Begitu sampai di dapur dia segera berpikir keras. Jika Peter Green masuk ke keluarga Wood, jelas posisi istrinya akan dalam bahaya. Bisa saja, Peter nekad mengerjainya.
***
"Apa yang dia lakukan di sini?" gumam Emma pelan, tapi Bill bisa mendengarnya.
Bill seketika menoleh dan melihat pembeli yang dimaksud oleh Emma, "Shirley, apa yang kau-"
"Anggur hijau, tiga kilo. Cepatlah!" ucap seorang wanita cantik sambil melempar uang pada Bill yang tidak sempat Bill tangkap.
Emma melongo kaget, "Hei, Nona. Tidak bisakah kau bersikap sopan sedikit? Bill itu Kakak iparmu."
Shirley mengabaikan ucapan Emma dan malah mendelik kesal pada Bill, "Kau akan mengambilkannya untukku atau tidak, Bill? Aku sedang terburu-buru."
Bill menghela napas dan mengambil uang itu lalu segera memberikan anggur yang Shirley minta.
Shirley menyeringai puas, "Kakak ipar yang baik."
Setelah Shirley ke luar dari kiosnya, Emma berkata, "Bill, kenapa kau diam saja mereka memperlakukanmu seperti itu?"
Bill hanya tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. Ia tidak mungkin menceritakannya rahasia besarnya pada Emma.
Sesampainya di rumah keluarga Wood, Bill hampir saja terkena serangan jantung saat ia melihat Peter Green berniat menyentuh bagian tubuh belakang istrinya kala mereka sedang berdiri di bersama di taman rumah.
"Brengsek! Apa yang mau kau lakukan?" Bill menggeram marah.
Dengan singkat Bill segera menarik Cassandra menjauh dari Peter. Cassandra terkesiap, sementara Peter terkejut tetapi berusaha memasang ekspresi tenang.
"Kenapa kau berteriak, Bill?" tanya Cassandra bingung.
"Dia berniat kurang ajar padamu, Cassie."
"Kurang ajar bagaimana? Berani sekali kau?" ucap Peter berpura-pura marah.
Rupanya, teriakan Bill tadi membuat anggota keluarga Wood lain yang berada di dalam rumah ke luar.
Shirley datang dengan sedikit berlari-lari. "Ada apa lagi ini? Bill, kenapa kau menatap calon suamiku seperti itu?"
"Calon suami tercintamu ini baru saja berniat menyentuh tubuh Cassie. Suruh dia minta maaf pada istriku sekarang juga!" ucap Bill tajam.
Cassandra melongo, sementara Christopher yang baru saja sampai di sana terlihat begitu kaget mendengar ucapan Bill. Namun, lelaki tua itu berkata, "Bill, berani sekali kau menuduh orang terhormat seperti Peter melakukan hal itu!"
"Peter tidak akan melakukan hal menjjijikkan seperti itu, Bill. Jangan samakan dia dengan kaum rendahan sepertimu!" bela Shirley.
"Tapi aku melihatnya sendiri. Cassie-"
"Sudahlah, Bill! Aku tadi hanya berbicara dengan Peter sebentar, kenapa kau datang-datang malah begini, jangan buat aku malu!" ucap Cassandra tajam.
Peter Green pun merasa berada di atas angin, dia tersenyum samar.
"Cassie-"
"Cukup, cucu menantu tidak berguna. Sekarang minta maaf pada Peter! Cepat!" perintah Christopher.
"Kemarin kami masih melepaskanmu, tapi ini sangat keterlaluan. Aku tidak akan membiarkanmu mencoreng nama Peter. Cassie, kenapa kau juga diam saja?" ucap Shirley, menatap kesal pada kakaknya.
Cassandra melepaskan diri Bill dan berkata, "Minta maaflah, Bill!"
Bill tak percaya mendengar ucapan istrinya, "Tidak akan."
"Bill!" bentak Cassandra.
"Kalau kau tidak mau minta maaf, pergi dari rumah ini sekarang juga!" ucap Christopher.
Peter Green berujar, "Kek, tolong. Ini hanya salah paham saja, tidak perlu seperti ini."
Christopher menggeleng, "Dia harus tahu bersikap. Cepat, Bill. Apa lagi yang kau tunggu?"
Bill dengan begitu berat berkata, "Aku tidak akan pernah meminta maaf pada orang yang sudah berani melecehkan istriku. Baiklah, aku pergi."
Cassandra membola kaget, seakan belum bisa memproses segalanya.
Peter Green terlihat begitu senang karena itu artinya dia memiliki kesempatan untuk mendekati Cassandra, wanita cantik yang ia idam-idamkan selama ini.
Sementara Christopher mencibir, "Kau pikir hidup di luar sana itu mudah?"
"Baiklah, kalau harga dirimu begitu tinggi, silakan pergi saja. Nikmati saja hidup sebagai gelandangan!" kata Christopher lagi.
Bill tidak menanggapi ucapan Christopher. Shirley juga tidak berkomentar lantaran terlalu kesal.
"Aku pergi, Cassie!" pamit Bill.
Cassandra baru saja tersadar saat Bill sudah melangkah ke luar. Namun, ketika ia berniat melangkah, Christopher menahannya, "Jangan menahan dia! Biarkan dia pergi!"
"Tapi, Kek-"
"Cassie, kalau dia tidak bisa hidup di luar, dia pasti kembali. Biarkan saja dia menjadi pengemis di jalan!" ucap Christopher dengan nada yang begitu keras, sengaja agar Bill yang baru saja sampai di dekat gerbang mendengar ucapannya.
Bill mengepal tangannya kuat-kuat, bergegas pergi dari sana.
Andai saja mereka mengetahui latar belakang Bill yang sesungguhnya, sudah tentu mereka pasti akan gemetar ketakutan dan berlutut di bawah kaki Bill untuk memohon ampunan.
Bill duduk di depan kios buah Emma sampai pagi. Sang pemilik kios itu cukup terkejut saat melihat Bill berada di sana dengan pakaian yang sama. Tapi, dia tidak bertanya apapun lantaran melihat ekspresi Bill yang agak kusut. Saat Bill membereskan buah-buah yang berserakan di lantai, seorang pembeli buah yang sedari tadi sudah berada di sana sejak kejadian sebelum Bill datang itu mendekat kepadanya. Bill menoleh kepadanya dengan tatapan heran. "Ya Tuan, ada yang bisa saya bantu?" "Ada, Jenderal." Pupil Bill sontak membesar mendengar panggilan itu. Kenapa orang ini memanggilnya 'Jenderal'? Apakah dia mengenal dirinya? Tapi bagaimana mungkin?Bill segera saja menaruh keranjang buah itu dan menatap laki-laki muda berpenampilan rapi itu dengan pandangan penuh selidik. "Siapa kau? Kenapa kau memanggilku 'Jenderal'?" Pria muda yang Bill tebak usianya berbeda jauh di bawahnya itu berkata, "Ini saya, Jenderal. Anak buah Anda. Andrew." Bill menyipitkan mata, sambil mencoba mengingat-ng
Esok malamnya, saat dia baru saja mengunci kios milik Emma, tiba-tiba saja dia didatangi oleh sejumlah laki-laki berbadan besar yang Bill tebak merupakan preman biasa. "Aku sedang lelah, jangan ganggu aku sekarang!" ucap Bill dengan wajah yang memang terlihat begitu letih. Seorang preman yang terlihat sebagai pemimpin mereka maju ke depan sambil membawa barbel. Bill mengeryit, "Apa yang akan kau lakukan dengan itu?" "Kau kan yang sudah mematahkan tangan Baron kemarin?" tanya preman bertampang sangar. Bill mengernyitkan dahi tiba-tiba teringat akan seorang preman yang pernah datang ke kios Emma dan berniat mengacaukan kios itu. "Ah, aku tidak tahu kalau ternyata mematahkannya." "Hajar dia!" perintah sang pemimpin, murka. Bill dengan santai meladeni orang-orang itu tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Beberapa pukulan berhasil ia layangkan tepat sasaran. Namun, Bill sempat lengah karena ponselnya yang tiba-tiba saja bergetar. Sang pemimpin menggunakan ketidaksiapan Bill dan memukul p
Bill berjalan menuju rumah keluarga Wood dengan penuh kebingungan. Ia ingin membantu istrinya tapi ia masih belum tahu apa yang harus ia lakukan. Di tengah-tengah kebingungan yang menderanya, Andrew Reece yang merupakan anak buah kepercayaannya itu pun datang kembali. "Jangan, Jenderal!" ucap Andrew. "Istriku di dalam. Aku harus membantunya." "Jenderal, bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" tanya Andrew. Bill mengerutkan kening, "Kesepakatan apa?" "Jika Anda bersedia kembali, kami akan membantu Anda, Jenderal." Bill membuang napas dengan kasar, sadar jika di dunia ini tidak ada yang gratis. Dengan sangat terpaksa, Bill berkata, "Baiklah, aku akan kembali." Andrew tersenyum senang. ***"Selamat pagi, Jenderal!" sapa Andrew di hari kembalinya Bill. "Bagaimana kabar Anda hari ini, Jenderal?" tanya pria muda itu dengan senyum cerah. "Tak usah berbasa-basi. Langsung saja, Reece." Andrew bahkan tersenyum gugup akibat terlalu senang, "Siap, Jenderal." "Tapi sebelum itu, aku
"Putar, Reece!" ucap Bill.Perintah itu terdengar sangat jelas tapi Andrew terlihat agak ragu."Cepat!" ujar Bill lagi.Andrew pun segera membanting stir kemudi dan berhadapan dengan dua mobil di belakang mereka. Hanya dalam hitungan detik, Andrew melihat Bill melakukan tembakan demi tembakan yang tak satu pun meleset. Semuanya tepat sasaran. Kedua mobil itu bertabrakan dan menimbulkan suara yang begitu menyakiti telinga siapapun yang mendengarnya.Setelahnya, suara ledakan dari kedua mobil yang terbakar itu ikut menambah kebisingan di area itu. Andrew sontak ternganga melihat hal menakjubkan yang baru saja terjadi di depan matanya."Jenderal, Anda luar biasa!" ujar Andrew dengan mata yang masih belum berkedip, terlalu kagum."Cepat bereskan itu, Reece! Jangan sampai ada berita macam-macam tersebar!" titah Bill, tidak menanggapi ucapan Andrew.Andrew segera tersadar dan melakukan tugasnya. Ia menghubungi dua orang yang ia beri instruksi dengan jelas. "Ingat, tidak ada yang boleh tahu
"Yang Mulia," ujar Bill tiba-tiba. Ia membungkuk di depan rajanya, memberi sebuah penghormatan. "Senang sekali saya mendapat sebuah penghormatan bisa bertemu dengan pemimpin negeri ini."Raja Keannu mengerutkan dahi, agak bingung. Tapi, saat ia melihat ekspresi Bill yang seakan melempar sebuah kode kepadanya, sang raja pun mengerti."Yang Mulia, dia ini-""Jenderal Gardner, tidak perlu diperpanjang lagi," potong Keannu tegas."Tapi, Yang Mulia. Laki-laki ini-""Dia tamuku, Jenderal. Tamuku, berarti dia berada di bawah pengawasanku. Apa kau sekarang mengerti?" tanya Keannu.Jody ingin sekali berkata sesuatu yang lain tapi secara mendadak sang raja kembali berkata, "Aku ingin berbicara dengan tamuku sebentar saja, Jenderal."Jelas itu sebuah perintah yang menyuruh Jody menjauh dari sana, pria itu mengerti dengan cepat. Meskipun, rasa penasaran telah menguasi dirinya, Jody memilih untuk mundur."Saya undur diri, Yang Mulia," pamit Jody.Pria itu membungkuk lalu meninggalkan gedung itu d
Kata-kata Bill terdengar seperti sebuah ancaman, tetapi sebenarnya bukan itu maksud Bill. Ia hanya tidak ingin bermasalah dengan Jody Gardner.Sang raja pun dengan segera menjawab, "Tentu saja aku lebih memilih kau ada di sisiku, Jenderal. Baiklah, jadi posisi apa yang kau inginkan?"Bill tersenyum puas, "Jadikan aku penasihat Jody Gardner."Andrew terbengong-bengong mendengar jawaban Bill, sementara mulut Amanda Clark bahkan terbuka lebar.Raja Keannu berkedip tidak percaya, "Penasihat Jody Gardner? Bagaimana mungkin? Mana bisa?""Bisa, Yang Mulia. Saya akan memberikan saran terbaik untuk Jody, sama saja saya juga ikut melindungi Anda dan kerajaan ini, bukan?""Tapi, Jenderal. Ini ...."William Mackenzie membungkuk hormat, seakan ingin Keannu segera menyetujui keinginannya.Melihat sikap Bill, Keannu sadar ia tidak memiliki pilihan, maka ia pun dengan berat berujar, "Baiklah, kau bisa mengambil tempat sebagai penasihatnya. Kapan kau ingin memulai?""Besok tidak masalah, Yang Mulia."
"Tutup mulutmu, Harry!" bentak Andrew sudah dipenuhi amarah yang dengan cepat mengaliri nadi-nadinya usai mendengar perkataan-perkataan bernada merendahkan yang dilontarkan dua orang rekannya itu pada jenderal besar yang sangat ia hormati. Ia sama sekali tidak bisa menerimanya.Harry menatap heran, "Kenapa kau marah? Bukankah yang kau bawa ini pengemis? Lihatlah pakaian yang dia kenakan! Pakaian sopir taksi di luar saja masih lebih bagus dibanding miliknya.""Diamlah, kau brengsek!" ujar Andrew sambil menunjuk Harry dengan jari telunjuknya."Apa? Kau berani memakiku? Kau lupa siapa aku?" balas Harry, kini menatap sengit pada Andrew."Ayo bertarung!" ujar Andrew kesal."Reece, maksudku Andrew. Ini tidak perlu," ujar Bill, yang anehnya tidak merasa tersinggung atas ucapan dua orang itu. Hal ini mungkin juga karena ia sudah begitu terbiasa dihina, dicaci maki oleh orang-orang, sehingga perkataan orang itu hanya ia anggap sebagai angin lalu saja."Mereka sudah berani menghina Anda, Jen-"
"Wah! Jangan buru-buru memikirkan hadiahnya, kawan!" ucap Harry dengan tatapan meremehkan."Tapi tidak masalah. Toh dia juga akan kalah, Harry, berikan saja apa yang dia mau!" ujar Drake.Harry mendesah malas tapi kemudian ia berkata, "Oke. Setuju. Tapi jika kau yang kalah, kau yang harus menjadi pelayan kami. Mengerti?"Bill tersenyum tipis dan mengangguk.Drake pun mulai melancarkan serangan tapi dengan mudah bisa dihindari oleh Bill. Hingga pukulan yang keempat, Drake masih juga belum berhasil hingga membuat Harry gemas. "Biarkan aku menggantikanmu!" Drake dengan kesal menyingkir dan kini giliran Harry yang mulai menyerang Bill. Andrew yang diam sambil menyaksikan itu luar biasa senang. Ia sekarang mengerti. Gerakan bela diri yang ditunjukkan oleh Bill bisa dikatakan merupakan gerakan bertahan, bukan menyerang. Selama ini, ia memang lebih pandai dalam menyerang dibandingkan dengan bertahan. Maka, kali ini ia merasa penuh antusias saat mendapatkan ilmu lain."Sial! Dari mana kau b