Laura dihianati oleh suaminya. Pada saat itu lah dirinya dipertemukan dengan Christian Smith yang merupakan dokter baru di rumah sakit tempatnya bekerja. Christian membawa godaan-godaan manis di tengah kekacauan hatinya. Dan ternyata Christian adalah bagian dari masalalunya. Akankah Laura tergoda? Ig dianafitria822
Lihat lebih banyak"Good morning, wife," bisik Matheo di telinga Laura sambil memeluknya dari belakang.
Laura berjingkat kaget, hampir saja menjatuhkan spatula yang dipegang. "Berhenti menggodaku Math atau masakan ini tidak akan selesai."
Alih-alih menjauh matheo malah semakin mengeratkan pelukannya dan mulai menciumi leher istrinya. "Aku menginginkanmu sekarang Sayang, karena semalam aku sudah terlalu lelah "
"Math, please... tidak sekarang, aku harus segera bersiap untuk pergi bekerja," ucap Laura sambil terus meronta dari dekapan pria itu.
Tapi sepertinya Matheo tak peduli, pria itu langsung membalik tubuhnya kasar, melumat bibirnya tanpa kelembutan sama sekali. Laura ingin membalas gerakan bibir Matheo tapi entah kenapa ciuman mereka tak pernah seirama. Kini tangan Matheo mulai menyingkap gaun satin tipis yang digunakan, dan tidak menemukan penghalang lagi di baliknya.
Entah sejak kapan pria itu telah meloloskan celananya sendiri. Laura merasa semakin terhimpit ke meja dapur, membuatnya tak bisa menghindar lagi. Dengan kasar Matheo mengangkat sebelah kakinya, lalu tanpa aba-aba pria itu langsung mendorong miliknya kedalam inti gairh Laura yang sama sekali belum siap.
Laura hanya bisa mendesah pasrah, menggigit bibir bawahnya saat merasakan sedikit perih di dalam miliknya. Dia bisa melihat bagaimana Matheo terus bergerak tanpa peduli dengan dirinya, seakan hanya menganggapnya sebuah alat seks yang tak perlu diberi kenikmatan. Selama ini percintaan mereka hanya sekedar untuk memenuhi nafsuu Matheo, tanpa melihat apakah dia juga menikmati atau tidak.
Laura selalu berusaha menikmati saat mereka bercinta, dengan mulai menggoyangkan bagian tubuhnya seperti wanita-wanita penghibur yang pernah dilihatnya di film-film. Tapi nyatanya semua itu akan percuma ketika Matheo telah mendapat pelepasan dan meninggalkannya begitu saja, bahkan saat dia belum merasakan apa-apa.
"Ok Sayang, aku tunggu sarapannya," kata matheo setelah menarik miliknya dan langsung pergi ke kamar mereka.
Laura hanya mendesah pasrah, kembali melanjutkan memasakannya dengan kehampaan yang sudah lama dirasakan. Sudah hampir dua tahun pernikahan mereka, tapi sekalipun Laura tidak pernah mencapai pelepasan saat bercinta dengan suaminya. Sungguh ironis memang, saat seluruh dunia mengatakan rasa bercinta itu bagaikan surga dunia tapi baginya biasa saja.
Laura tidak mengerti apa yang salah di sini, dulu saat masih berpacaran Matheo terlihat seperti laki-laki dengan gairah yang tinggi dan itu akan mengimbangi dirinya yang memang memiliki gairah yang meluap-luap. Tapi setelah menikah semua pemikiran itu hilang, karena saat bercinta Matheo tidak pernah bisa bertahan lebih dari lima menit. Semua itu membuat Laura sangat frustasi, dia selalu berfikir apa tubuhnya kurang menarik sehingga tidak bisa membangkitkan gairah suaminya atau karna masalah umur yang memang beda umur mereka terlampau jauh. Laura yang kini berumur 24 tahun dan matheo yang telah berumur 38 tahun, entahlah, untuk saat ini dia sudah cukup bahagia hanya seperti ini.
"Apakah sarapannya sudah siap?" Pertanyaan Matheo sontak membuyarkan lamunannya.
"Iya," jawab Laura sambil menghidangkan sarapan di atas meja makan.
Dia ikut duduk di hadapan Matheo, mulai menyantap kentang tumbuk dengan irisan bacon yang tersaji di piringnya.
"Aku baru akan pulang besok," kata Matheo yang langsung membuatnya berhenti mengunyah.
Dia menatap pria itu dengan kening berkerut. "Kenapa? Bukankah acaranya sudah selesei kemarin? kau bilang hanya akan mengurus sisanya saja kan?"
"Iya, tapi mengurus pembayaran pegawai dan para vendor tidak bisa langsung selesei dalam sehari," jawab Matheo tenang sambil tetap memakan sarapannya.
"Memangnya seberapa banyak pegawai dan vendor yang terlibat hanya dalam acara peresmian sebuah rumah sakit?" bantah Laura.
Terdengar bunyi dentingan sendok yang cukup nyaring diatas piring Matheo. "Please Laura, jangan mulai lagi... percuma aku menjelaskan karna kau akan tetap merasa benar dengan segala pemikiran pintarmu itu."
Matheo meninggalkannya begitu saja, terlihat melenggang ke arah ruang depan. Perdebatan mereka memang tak pernah berujung damai, karena Matheo yang selalu pergi sebelum masalah selesai.
Laura memilih untuk meninggalkan ruang makan, melenggang pergi memasuki kamarnya. Dia harus segera bersiap untuk pergi bekerja pagi ini, melakukan rutinitas yang akan mengalihkan kekesalannya.
==*==Laura berjalan memasuki Smith Hospital dengan ekspresi tak bersahabat, mengabaikan segala macam sapaan dari para staf di sana. Dia melangkah cepat memasuki ruang prakteknya, mendaratkan pantattnya dengan kasar di kursi kebesarannya. Lagi-lagi hanya helaan nafas lelah yang keluar dari hidungnya, bertepatan dengan seorang perawat yang memasuki ruangannya."Maaf Dok, apa anda tidak mengikuti rapat evaluasi bulanan?" tanya si perawat pirang dengan tubuh berisi.
"Oh shit... Aku benar-benar lupa," pekik Laura sambil menegakkan tubuhnya.
Dia segera berjalan cepat meninggalkan ruangannya, berbelok ke sisi kiri untuk memasuki sebuah lift yang akan membawanya ke lantai teratas. Dia bergerak gelisah di dalam lift tersebut, terus mengetuk-ngetukkan heel sepatunya di lantai sambil menatap angka atas pintu yang terasa begitu lambat.
Ting...
Akhirnya pintu itu terbuka juga, membawa kakinya berlari menuju ruangan di ujung koridor. Berlari kecil agar segera sampai di ruangan rapat. Laura benar-benar mengutuk kakinya yang seakan tidak bisa direm, dan sekarang dia harus berakhir tersungkur di depan para petinggi rumah sakit beserta seluruh jajaran dokter dengan posisi yang sangat memalukan.
"Kabel sialan," umpatnya dalam hati, sudah pasti sekarang seluruh mata diruangan ini sedang menatapinya dengan aneh.
"dr. Walker, are you oke?" tanya seorang pria tua yang menggunakan snelli seperti dirinya
"Im fine," jawab Laura sambil mendongak ke atas masih dengan posisi bersujud, saat itu lah matanya bertemu dengan iris mata sebiru lautan yang seakan menghipnotisnya. Tapi bukan si mata biru itu yang tadi menanyainya melainkan dr. Robert Brown, kepala devisi spesialis bedah yang sekarang sedang membantunya berdiri.
"Berdirilah dr. Walker," kata dr. Robert sambil memegang lengannya.
"Thank you dr. Brown," jawabnya sambil berdiri dan menepuk sisi roknya yang tidak kotor.
"Silahkan duduk dr. Walker," ucap dr. Robert lagi dan di jawab dengan anggukan oleh Laura.
Laura berjalan ke kursi untuk jajaran dokter, entah hanya perasaannya saja atau memang benar si mata biru dengan terang-terangan sedang menatapinya dengan tatapan yang sulit diartikan.
'Apa aku terlihat sangat menyedihkan?' gerutunya dalam hati.
"Kau baik-baik saja Laura?" tanya wanita berambut merah di sebelahnya.
"Tadi dr. Brown sudah menanyakannya Mellisa," jawab Laura sambil memutar mata jengah.
Dia melihat sahabatnya itu terkekeh pelan.
"Who is he?" tanyanya sambil mengarahkan dagunya ke depan.
"Siapa?" Mellisa malah balik bertanya dengan kedua alisnya yang terangkat.
Untuk kedua kalinya Laura memutar matanya, benar-benar jengah dengan sifat sahabatnya yang kadang sangat lemot. "Siapa lagi kalo buka laki-laki si mata biru yang tadi berdiri dengan dr. Brown, memang ada orang asing lain selain dia di ruangan ini?"
Mellisa hanya membulatkan bibirnya seakan berkata "Ow" tanpa suara.
"Wait... Tadi kau bilang laki-laki bermata biru, sedetail itukah kau memperhatikannya?" tanya Mellisa sambil menaik turunkan alisnya.
"Lupakan..." jawab Laura cepat, sambil memalingkan wajahnya yang telah berhias rona merah.#To be continue....
Malam ini Laura meminta Christian untuk menemaninya tidur di kamarnya. Niatnya hanya sekedar tidur kalau kalian ingin tahu.Christian berharap waktu berjalan lambat, dia sangat menikmati sikap manja Laura malam ini karena sangat jarang wanita itu mau menunjukkan sisi manjanya yang seperti ini. Biasanya gengsilah yang mendominasi.Laura merebahkan kepalanya di dada Christian yang telanjang dan memainkan jari nya membentuk pola pola abstrak di sana.Christian hanya bisa menggeram rendah menahan gairahnya yang sudah ingin meledak. Demi Tuhan, bahkan kaki Laura masih belum sembuh total dan dia sudah ingin menerkam wanita itu saat ini juga."Kau kenapa Christ?" tanya Laura saat menyadari tubuh Christian mulai menegang."Hentikan jarimu itu sayang, atau aku akan memakanmu sekarang juga," kata Christian dengan gigi bergemerutuk.Laura hanya terkikik geli saat menyadari Christian sudah terangsanng hanya karna sentuhannya.Laura mulai menghentikan jarinya karna tidak ingin menyiksa lelaki itu.
Laura mengerutkan kening dengan mata masih terpejam saat sinar matahari menerpa wajahnya."Good morning Laura." Terdengar suara Lucy yang membuat Laura membuka mata."Jam berapa sekarang ?" tanya Laura serak khas bangun tidur."Sekarang sudah jam delapan, nyonya," jawab Lucy sambil tersenyum."Ah... Kasur ini benar benar membuatku jadi seorang pemalas," kata Laura sambil duduk dan bersandar di kepala ranjang."Aku telah membawakanmu sarapan," kata Lucy yang meletakkan nampan di pangkuan Laura.Laura mulai meminum jus nya dan menikmati sarapannya."Tuan muda telah berangkat, dia bilang ada jadwal operasi pagi ini, dan dia bilang nanti ada dr. James yang akan memeriksamu," kata Lucy yang hanya di tanggapi dengan anggukan anggukan kecil oleh Laura.Laura telah menyelesaikan sarapan dan juga telah bersiap, sekarang dia menuju lantai bawah dengan Lucy yang mendorong kursi rodanya.Laura merasa dirinya bagai seorang putri kerajaan dengan pelayanan yang sempurna."Di mana George? Eh maksut k
Laura POVKita berkendara menuju rumah Christian, ternyata rumahnya ada di pinggiran kota dan melewati jalanan dengan pemandangan yang menyejukkan. Aku duduk di belakang dengan Christian di sampingku, aku menyandarkan kepala ku di bahunya entah aku lelah atau memang ingin bermanja dengannya. Aku masih benar benar tidak menyangka kalau dia adalah Alex ku yang dulu, aku tidak bisa menyembunyikan senyumku saat mengingat fakta itu."Apa yang membuatmu tersenyum seperti itu Laura?" tanya Christian yang merangkul pundakku.Aku mendongakkan kepala untuk menatap wajahnya yang juga sedang melihatku."Aku hanya tidak menyangka kalau kau adalah Alex kecilku," kata ku dengan membelai rahangnya."Aku tahu memang aku berubah menjadi sangat tampan dan juga seksi," jawabnya dengan senyum jail.Aku hanya mendecih sebal dengan rasa percaya dirinya yang terlampau tinggi walaupun sebenarnya apa yang dikatakan memang sangat benar. Dia adalah jelmaan dewa yunani yang sangat sempurna. Dia sangat tampan, ka
Ini adalah hari ke tiga Laura di rawat di rumah sakit. Kondisi badannya sudah membaik, begitupun dengan kondisi psikisnya. Hanya saja dia belum bisa berjalan karena sebelah kakinya terkilir pas kecelakaan itu.Laura sudah mulai bisa diajak berbicara dan kadang juga tersenyum, tapi dia juga masih sering melamun sendiri.Selama tigahari ini tak sekalipun Christian meninggalkannya sendiri, bahkan Christian selalu memesan makanan pada layanan pesan antar hanya karna tidak mau meninggalkan dirinya. Jujur Laura sangat tersentuh dengan perlakuan Christian. Bagaimana dengan Matheo? lelaki itu tidak pernah menemuinya lagi sejak terakhir kali Laura mengusirnya dengan histeris, lagipula siapa juga yang peduli."Apa yang kau butuhkan sekarang Laura?" tanya Mellisa.Hari ini Christian meminta Mellisa untuk menemani Laura karena priaitu ada urusan sebentar."Aku hanya ingin keluar dari sini Mel, kebosanan bisa membunuhku," jawab Laura yang tak melepaskan pandanganya dari cendela."Hari ini kita ak
Laura menatap cendela di samping tempat tidurnya dengan tatapan kosong. Dia bagaikan raga tanpa nyawa.Sudah hampir tiga jam sejak dia terbangun dari pingsannya, dia hanya duduk di ranjang Rumah sakit dan seolah menikmati rintik hujan yang mulai turun.Flashback onLaura mulai membuka mata, dia mengerjapkan beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Laura mengernyit merasakan nyeri di kepala dan beberapa bagian tubuhnya."Kau sudah bangun, Sayang," kata Matheo yang menggenggam tangan Laura dan duduk di sebelah ranjang Laura."Pergi kau dari sini, aku tak butuh bajingann sepertimu," kata Laura lirih sambil menarik tangannya."Janin ku," kata Laura lirih lebih pada dirinya sendiri sambil menyentuh perutnya."Dia sudah pergi Sayang, maafkan aku," kata Matheo tertunduk.Tubuh Laura menegang, dia merasakan kesakitan yang tak terlihat, dia merasakan nyawanya bagai ditarik paksa dari tubuhnya."tiiidddaaaakkkkk... Perggiiiiiiii... Aaaaaaaaa....." teriak Laura histeris sepert
"Kau tampak lebih ceria sekarang Laura," kata Mellisa saat mereka makan siang di kantin Rumah sakit."Benarkah? Aku merasa biasa saja," jawab Laura sambil mengangkat bahunya acuh."Apakah kau bahagia sekarang?" tanya Mellisa."Entahlah, sejauh ini Matheo terlihat menjadi lebih baik," jawab Laura sambil mengaduk aduk makanannya.Tiba tiba ponsel Laura berbunyi dan terpampang nama Matheo disana."Hallo" jawab Laura."Apa kau sudah makan sayang?""Ya, ini sedang makan bersama Mellisa.""Oh baiklah, aku hanya tidak ingin kau telat makan, kau kan sedang hamil.""Iya aku mengerti.""Ah, satu lagi, nanti kau tidak usah menunggu ku pulang. Mungkin aku akan pulang larut malam, aku ada acara dengan teman teman ku di sebuah club malam. Aku tidak bisa mengajakmu karena aku takut kau lelah, tapi aku pastikan untuk pulang." "Baiklah, aku mengerti."Setelah itu Laura mematikan teleponnya."Sekarang tampaknya kalian lebih terlihat seperti suami istri," kata Mellisa dan hanya ditanggapi dengan senyum
Terdengar desahan dan erangan di sebuah ruang tamu yang nampak temaram. Dua anak manusia sedang bergerak liar dengan tubuh bermandikan peluh dan saling bertukar kenikmatan."Ahhh... Kau sangat nikmat sayang..." desah si lelaki yang terus memompakan miliknya ke dalam liang kenikmatan kekasihnya."Ohhh... Raph.. Aku sampai!" jerit Mellisa saat mencapai puncak kenikmatannya.Raphael semakin mempercepat dorongannya ke inti Mellisa sampai dia merasakan pusat gairanya semakin membengkak dan menyemprotkan cairannya ke dalam milik Mellisa."Kau luar biasa sayang... Bolehkah aku menginap di sini? Karna aku menginkanmu lagi," kata Raphael dengan senyum jailnya."Kau bercanda? Ada Laura di sini," kata Mellisa sambil memukul lengan Raphael dan segera duduk di sofa sambil merapikan gaun nya yang tadi terkumpul menjadi satu di perutnya.Mellisa membuka ponselnya dan mendapatkan satu pesan dari Laura.From : LauraMaaf Mel, aku pulang bersama Matheo, tadi dia datang ke apartement dan memohon agar ak
"Aku akan selalu ada untukmu Laura, kau adalah sahabatku," kata Mellisa dan langsung memeluk sahabatnya itu."Mel .... berjanjilah padaku kau tak akan menceritakan masalah ini kepada Raphael," kata Laura setelah melepaskan pelukannya."Ya, aku janji," jawab Mellisa lirih.Laura yakin kalau sampe Raphael tahu pasti dia akan memberitahukannya pada Christian dan Laura tidak mau itu terjadi. Laura takut Christian akan kecewa padanya. Memikirkan bahwa kemungkinan Christian akan meninggalkannya, membuatnya sesak. Egois memang, tapi itulah yang saat ini dia inginkan. Dia tidak ingin Christian menjahuinya tapi dia juga tidak bisa menjanjikan cinta untuk laki laki itu.==*==Seminggu telah berlalu, Laura menjalani kehamilannya biasa saja. Dia tidak ingin memikirkan rencana rencana yang akan datang, dia hanya akan menjalani kehidupannya seperti alir mengalir.Laura masih tinggal di apartemen Mellisa, sebenarnya dia berniat menyewa apartemen sendiri tapi Mellisa melarangnya dan bersikeras akan
Laura sudah menceritakan segalanya kepada Mellisa kecuali percintaannya dengan Christian, jangan ditanya seberapa marahnya Mellisa. Bahkan wanita itu bersikeras akan melaporkan Matheo ke polisi atas tuduhan kekerasan tapi Laura melarangnya, yang dia inginkan saat ini hanyalah perceraian.Laura sedang duduk di sofa menikmati keramaian kota London, dia menatap segala aktifitas dari balik jendela besar apartemen sambil menikmati potongan pizza di tangannya. Sudah dua hari ini dia tidak keluar kemanapun dan dia juga ijin tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Sebenarnya dia memang bisa dikatakan sakit, kesakitan yang tak terlihat dan itu lebih menyiksanya. Dia juga tidak berniat mengambil barang barangnya di rumah, dia masih tidak ingin ketemu dengan Matheo bahkan dia juga mematikan ponselnya.Terdengar bunyi pintu depan terbuka, seketika membuyarkan lamunannya.'kenapa Mellisa pulang jam segini? Ini kan masih siang' batin Laura dengan kening berkerut bingung.Kebingungannya terjawab saa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen