"Ibu, jangan, ini buat beli beras. Kasihan Salwa belum makan Bu, aku mohon sisakan untuk makan hari ini, Bu," ucap Arumi mengiba."Sini uang kamu. Mulai hari ini setiap Bayu kasih kamu uang, harus kamu berikan pada ibu dan ini untukmu. Makanan seperti ini yang cocok untuk kamu. Cepetan ambil, nggak perlu dilihatin kayak gitu lagi pula makanan itu tidak akan berubah jadi emas seperti yang kamu khayalkan, itu!" Bu Laras mendorong kasar piring ada di tangannya hingga sebagian isinya jatuh."Bu, kenapa cuma singkong? Aku butuh nasi untuk mas Bayu dan Salwa. Ini nggak mungkin —" ucapan Arumi terhenti tatapan tidak suka terpancar dari sorot mata Bu Laras."Kenapa? Itu cocok untuk kalian bertiga jangan harap Ibu ngasih makanan yang enak untuk kalian. Udah sana pergi dasar orang miskin!!" ucap Bu Laras."Tapi, Bu, ini singkongnya basi, kenapa Ibu tega memberikan makanan ini pada kami, sedangkan ini sudah tidak layak untuk di makan?" Arumi, berusaha untuk menolak. Ia pun menjelaskan jika singk
"Arumi. Kamu yang bener aja, masa cuma masak. Lihat rumah berantakan halaman depan, belakang semua berantakan, bisa kerja apa nggak sih kamu? Jadi perempuan jangan malas. Dasar kampungan!" ujar Bu Laras, menyerahkan kasar sapu di depan Arumi."Bu, semua kerjaan sudah aku selesaikan. Kasihan kalau aku kelamaan di sini. Salwa sendiri di rumah," sahut Arumi, melihat halaman yang berantakan karena ulah wanita bergelar mertuanya."Emang ibu pikirin. Anak kamu itu miskin kayak kamu, buat apa Ibu kasihan. Sudah sana selesaikan kerjaan kamu. Ingat jangan pulang sebelum bersih semua!" Bu Laras berbalik meninggalkan Arumi yang hanya diam di tempat. Melihat sekeliling yang terlihat begitu berantakan bayangan wajah polos putrinya terlintas di benaknya.Empat jam sudah meninggalkannya di rumah tetangga tanpa memberikan uang sepeser pun. Helaan napas panjang terdengar, Arumi meraih sapu melanjutkan pekerjaan yang sebenarnya sudah bersih."Kalau kerja itu lihat depan dan bawah. Bukan lihat sekelilin
"Bund, aku lapar," lirih Salwa, "B - bunda, pergi dulu. Salwa tunggu di sini," Arumi berlari keluar rumah. Berharap jika putrinya makan hari ini."Assalamualaikum, Bu,""Mau apa kamu? Jangan bilang kalau kamu mau minta makan?" Bu Laras, wanita yang melahirkan suaminya menatapnya dingin."Bu, tolong berikan sepiring nasi untuk Salwa. Di .." "Emang Ibu pikirin. Sana pergi kamu, jadi mantu kok nggak mikir. Mau enaknya aja!" sentak Bu Laras."Tunggu!" "Kamu mau minta nasi sama lauk, kan?" Arumi mengangguk cepat. "Akan Ibu kasih. Tapi kamu bersihkan rumah ini dan setrika baju yang di sana. Sebelum semua selesai Ibu nggak akan memberikan nasi padamu,""Bu, aku akan kerjakan semuanya. Tolong berikan sepiring nasi dulu buat Salwa. Apa ibu tega membiarkan cucu Ibu kelaparan?" ucap Arumi mengiba."Ibu, nggak peduli. Lagi pula anak itu terlahir dari rahim wanita seperti kamu. Bisa-bisa dia sama kayak kamu bikin sial!""Ibu,""Apa. Nggak suka? Makanya jadi istri jangan cuma ongkang-ongkang k
"Uang apa yang ibu maksud? Aku nggak ambil uang ibu," "Halah, bohong kamu. Cepetan sini," "Bu, aku nggak ada uang. Lagi pula yang ibu bilang ini apa? Aku nggak tahu menahu tentang uang Ibu,""Halah, maling mana ngaku. Kalau ngaku penjara penuh dong!""Ibu tunggu sampai Bayu pulang, kalian harus ganti rugi. Kalau kamu nggak ngaku siap-siap kalian keluar dari rumah ini, ingat itu!" sambung Bu Laras, sebelum pergi dari rumah Arumi.Arumi menghela napas selepas kepergian Bu Laras, lelah menunggu namun Bayu tak kunjung pulang. Arumi menghampiri Salwa yang sedang makan sendirian, ia tahu tatapan putrinya yang sendu."Cantiknya bunda kenapa? Ayok, habiskan makannya," ujar Arumi, bibirnya tersenyum walau hatinya berkecamuk. Setelah ini semua akan menjadi pertengkaran yang cukup pelik tentu Ibu mertua yang menjadi pemenangnya. Setelah memberikan pengertian pada Salwa akhirnya gadis kecil itu pun pergi ke masjid walau wajahnya terlihat begitu sendu."Assalamualaikum, dek," "Wa'alaikumsalam,
"I – ibu,""Apa! Mau marah? Atau kamu mau mengelak lagi hah? Dasar mantu menyusahkan. Kamu lagi masih kecil bermain ambil makanan yang bukan punya kamu. Sini, kamu bisa makan nanti kalau ada sisanya!" Bu Laras merampas mangkuk yang berada di tangan Salwa. Tanpa belas kasih Bu Laras menghabiskan es campur itu tepat di depan mereka."Bu, tolong berikan sedikit saja untuk Salwa. Biarkan –""Makanya kerja sana. Hidup kok maunya miskin, lihat tuh menantu Ibu mereka hebat-hebat semua nggak kayak kamu itu!""Ibu, kenapa merembet kemana-mana? Aku cuma –""Sudah selesai?" Bu Laras, memperhatikan meja makan hidangan mewah yang ia minta tertata di sana. Begitu mengunggah selera yang melihatnya."Kamu tetap di sini. Sebelum acara selesai kamu dan anak kamu itu di larang keluar, apa lagi sampai bertemu tamu istimewa ibu!" sambung Bu Laras. Tanpa menoleh pada Salwa yang duduk di lantai.Bajunya basah akibat es campur yang tumpah karena ulah Bu Laras."Ya, Bu," sahut Arumi. Menyelesaikan berapa menu
Arumi menyadari semua yang terjadi dalam hidupnya bukan sepenuhnya kesalahan Bayu. Tetapi keluargamu yang tidak menyukainya."Sudah mas, kamu nggak usah minta maaf. Sekarang kamu siap-siap ke rumah Ibu. Tapi, kali ini aku nggak ikut," ujar Arumi, tak ingin pergi yang tentu akan membuatnya terluka."Ya, mas tahu. Sebenarnya mas juga males kalau datang ke rumah ibu apalagi perlakuan keluarga Mas sama kita terutama kamu dan anak kita, terus terang hati mas sangat sakit," lirih Bayu. "Aku baik-baik saja, mas. Sudah sana pergi, keburu malam, soal ganti rugi itu gimana mas?" tanya Arumi, mendorong tubuh Bayu. "Kamu jangan pikirkan ya, mas yang akan bicara sama ibu. Mas pergi sekarang ya, Assalamualaikum," pamit Bayu, tak lupa mengecup kening Arumi."Wa'alaikumsalam," sahut Arumi.Baru beberapa langkah Bayu meninggalkan rumah suara teriakan Salwa berhasil menghentikan langkahku."Ayah, tunggu, aku ikut. Udah lama nggak ketemu kak Vani," rengek Salwa."Gimana dek? Salwa minta ikut mas," ra
Arumi mengabaikan permintaan Yoga. Memilih menyibukkan diri menanam cabe dan bawang di depan rumah."Arumi, tuh di cariin sama Bu Laras. Jadi mantu kok malas, bantuin sana. Jangan cuma numpang hidup sama anaknya tapi nggak mau bantuin mertua." Celetuk Bu Desi.Arumi mengabaikan ucapan tetangga Bu Laras memilih menyelesaikan pekerjaan."Pantas aja Bu Laras marah. Orang mantunya aja nggak tau diri. Kalau aku sih ogah punya mantu kayak gitu, mending Bayu suruh cerai!""Siapa yang mau cerai?" Bu Desi berbalik ia tersenyum melihat sahabatnya ada di sana."Ini loh jeng mantu kamu. Aku bilang kalau aku jadi mertuanya, Bayu sudah aku suruh ceraikan dia. Buat apa punya mantu nggak tau diri kayak dia," ucap Bu Desi."Maunya aku juga gitu. Tapi anakku itu udah di pelet sama dia. Makanya susah bangat suruh cerai,""Ibu ada perlu apa ke sini? Masuk dulu Bu, aku buatkan teh hangat –" ujar Arumi. Tidak ingin semakin panjang, terlebih ada Bu Desi si biang gosip."Nggak perlu. Jijik makan dari rumah k
Ucapan Ibu masih di dengar oleh mereka yang baru berapa langkah meninggalkan rumah penuh kenangan itu. Ucapan yang bagaikan sambaran petir siang solong. Bayu tidak menyangka jika wanita yang ia hormati dan ia sayang Mamou mengatakan yang tidak seharusnya di ucapkan oleh orang tua terlebih Ibu. Firasatnya sebagai seorang suami begitu terasa sehingga Bayu memilih pulang untuk kedua kalinya. Siapa sangka ia harus mendengarkan kebenaran yang selama ini di sembunyikan oleh istrinya. Pantas setiap hari selalu ada aja sisa singkong bahkan Bayu sampai hapal singkong akan di olah berbeda meski dengan bahan yang sama, berbagai macam cemilan tersaji di sana dan itu semua karena ulah Ibunya.Getar ponsel milik Arumi mengalihkan perhatian mereka yang duduk di ruang keluarga. Bayu memangku Salwa sampai tertidur dan Arumi yang sibuk dengan membujuknya agar tidak marah pada Bu Laras.[Assalamualaikum, Arumi. Bagaimana kabar kalian? Sehat kan? Nak jika hari ini tidak sibuk bisa pulang kampung sebenar
Waktu terus bergulir hari berganti minggu, lima bulan terlewati kabar dari Bu Laras tidak di ketahui. Mereka sudah berusaha untuk mencari nyatanya hingga hari ini perempuan paruh baya itu bak di telan bumi.Kesuksesan Arumi membawa namanya semakin di kenal oleh penduduk Indonesia tapi juga panca negara, berkat kerja kerasnya kini Arumi berhasil meluncurkan produk terbaru dan launching butik barunya, selain itu bertepatan Arumi mengadakan fashion show di salah satu hotel berbintang. Acara berjalan lancar hingga di pengunjung acara Arumi berdiri bersama beberapa model yang memeragakan pakaiannya. Memberikan berapa sambutan dan ucapan terima kasih pada orang-orang yang berada di belakangnya terutama suami dan keluarganya."Selamat ya sayang, mas bangga banget sama kamu," ujar Bayu, melihat kemampuan istrinya yang tersembunyi kini semakin memancarkan aura binatangnya."Aku yang makasih mas, kamu selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Kesuksesan aku karena ridho kamu mas,""Dan kerja ke
Sampai di rumah sakit mereka di sambut tangis Nila di depan ruang UGD. Eni membiarkan suaminya menenangkan tantenya, ada berapa luka yang ia tahu itu adalah luka bakar."Sekarang tante jelaskan kenapa bisa seperti ini," tanya Duta, setelah tantenya tenang."Tadi sepulang dari restoran tiba-tiba ada orang yang menyiramkan cairan ke wajah Sely, Duta tolong tante," ucap Nila, mengiba pada Duta. Tanpa sengaja melihat Eni di belakang Duta."Puas kamu hah, kamu kan yang menginginkan hal ini. Secara kamu kan temannya Arumi." Sinis Nila."Tante sudah ya, dalam keadaan seperti ini tante masih menyalahkan orang lain, kenapa kalian tidak berpikir kalau ini adalah teguran untuk tante dan juga Selly. Mengenai orang yang menyiram air keras itu kenapa tante tidak mencari tahu siapa orangnya atau jangan-jangan dia adalah orang suruhan istri laki-laki yang menjadi simpanan Sely.""Duta tega kamu ya, istrimu itu pasti cerita sama Arumi mereka pasti bahagia kalau kami seperti ini! Dasar kamu orang miski
Mendengar penuturan Bu Laras, mereka menggelengkan kepala. Bu Wati tersenyum mengejek, begitu miris bagaimana keluarga besan nya berulang kali melakukan kesalahan dan di maafkan oleh anak dan menantunya. Tetapi kembali melakukan kesalahan yang sama, dan kali ini Bu Wati menolak keras jika Arumi memaafkan lagi besannya.Geram dengan tingkah dan perkataan Bu Laras, Bu Wati memilih untuk pergi. Dengan begitu kewarasannya tetap terjaga. Namun langkahnya terhenti dan berbalik kearah Bu Laras."Sekali lagi kamu menyentuh anak dan menantuku terlebih kedua cucuku, aku pastikan tangan ini yang akan membuatmu diam selamanya! Ingat hari ini, detik ini kamu menolak mereka maka tidak ada jalan untuk mendekati mereka apa lagi mengiba. Hidup lah sediri di panti jompo, hanya tempat itu yang cocok untukmu wahai Bu Laras yang terhormat, orang yang paling kaya dan orang kota." Ucap Bu Wati sebelum meninggalkan ruangan itu.Ruangan itu seketika hening ada rasa takut yang singgah di hatinya, hanya berapa
Bayu mengajak Arumi pulang lebih dulu, mereka tidak tahu harus seperti apa lagi. Kasih sayang dan sabarnya mereka karena tingkah dan kebencian ibu pada keluarga kecilnya justru hampir saja membuat istrinya celaka. Seandainya waktu bisa di rubah mungkin tak ingin terlahir dari rahim wanita yang tidak memiliki rasa sayang. Bayu melajukan mobilnya menjauh dari restoran meninggalkan sesak yang menghimpit dadanya, Ibu adalah cinta pertama untuk anak laki-lakinya justru menorehkan luka begitu dalam, seakan ia terkahir dari rahim orang lain.Wanita yang sampai saat ini masih bertahan di samping pria yang menjadi imamnya itu turut serta rasa yang menyesakkan, ketika melihat suaminya tidak baik-baik saja. Arumi meminta untuk berhenti di salah satu taman kota yang hari ini terlihat sepi. Mungkin karena siang hari sehingga banyak kursi yang kosong, meski ada berapa pengunjung."Mas menangis lah jika itu membuat kamu tenang," lirih Arumi, mengusap lengan kokoh itu. "Salahku apa dek, ibu begitu m
Bayu tersentak mendengar penuturan Arumi, selama ini Arumi hanya bilang kalau ada maling, tapi tidak tahu jika pelakunya adalah Ibu serta mantan menantunya terlebih Tante dan keponakannya terlibat."Nggak usah liatin aku gitu banget mas! Aku nggak ikutan mereka, aku sibuk urusan aku!" Ujar Sely, sebelum tertuduh ikutan mereka."Yakin kamu?""Sangat yakin! Aku bisa buktikan kok, hei Arumi aku nggak ada hubungannya sama kejadian di gudang kamu ya!" Seru Sely, menatap tajam wanita berhijab itu."Tapi kamu terlibat di dalamnya, Sely." Arumi tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah menzaliminya bebas begitu saja, kesempatan yang sudah ia berikan tidak akan ada lagi. "Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak pernah terlibat apapun untuk menyakiti kalian paham!" Sely tidak terima."Baiklah kalau kalian tetap tidak mengakui perbuatan kalian maka lihatlah ini," Arumi membuka layar proyektor di sana dengan jelas video di mana wajah-wajah mereka yang begitu antusias bahkan tanpa ada sesal at
"Apa kalian juga menuduh aku terlibat? Lagi pula ini urusan kalian aku tidak ada hubungannya sama kalian, aku hanya orang luar jadi aku memutuskan untuk pergi selesaikan masalah kalian. Buk, aku pulang dulu kita akan ketemu lain waktu saja," ucap Entik yang diikuti acara."Yakin kalau kamu tidak terlibat?" Tegas Bayu, tanpa embel-embel mbak."Menurut kamu aku terlibat? Kamu jangan sembarangan menuduhku. Aku memang bertemu dengan ibu, tapi kami membicarakan masalah anak, sama seperti yang kalian dengar tadi kami menghabiskan waktu bersama. Aku ingin bersilaturahmi dengan kalian meskipun istri kalian cemburu jadi berhenti untuk mendukung atau jangan-jangan ini ulah istri kamu agar kami terlihat buruk di depan kalian terutama ibu?" Ujar Entik tidak terima."Kamu pikir aku tidak punya bukti? Kamu salah, aku tahu tentang keterlibatan kamu apalagi kamu adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa istriku." "Kamu jangan main tuduh dulu, jangan berpikir kejadian di masa lalu akan terus te
Hari yang di tunggu tiba, Arumi dan Bayu pergi ke restoran yang sudah di tentukan oleh mereka. Tentu tanpa di sadari oleh Entik, Andara dan keluarga Ibu mertuanya. Arumi hanya bisa memantapkan hati agar tidak iba lagi terlebih ibu mertuanya yang tidak hentinya mengiba jika kebenaran itu itu terbukti. Selama ini buk Laras mengusiknya, terlebih satu hal yang belum ia katakan pada suaminya dan itu akan ia katakan di sana bersama dengan mereka yang terlibat.Sementara itu Andara tersenyum puas melihat ruangan khusus untuknya, meski banyak kursi disana tapi sepertinya hal itu tidak membuat Andara curiga."Wah, mas kamu siapkan ini semua?" Andara mengelilingi ruangan yang cukup besar dan mewah."Ya dong sayang eh,""Nggak apa-apa mas, aku suka kamu panggil begitu. Aku kangen saat kita –" ucapan Andara terhenti saat pintu ruangan terbuka. Bukan hanya Andara yang terkejut tapi juga Entik yang wajahnya seketika berubah."K–kamu di sini?" Tunjuk Entik, hal yang sama di lakukan oleh Andara."Mas
Arumi masih memikirkan cara untuk mempertemukan mereka di satu meja, walau bagaimanapun yang akan ia kumpulkan nanti adalah keluarga dari suaminya. Tentu akan menjadi masalah yang panjang kedepannya."Aku cuma ingin mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan tidak lagi mengusik keluarga kita. Kamu adalah keluarga mereka sedangkan aku hanyalah menantu dan ipar untuk mereka, tapi apa yang mereka lakukan sama kamu ini sudah melebihi batas kesabaran yang kita miliki Mas aku cuma ingin mereka kembali seperti sebelum kejadian tiga tahun ini,""Mas tahu, mas paham apa yang menjadi tujuan kamu sayang. Kamu tetap hati-hati mas akan mendukung setiap langkah kamu, jika itu demi kebaikan keluarga kita. Maafkan semua kesalahan yang di lakukan keluarga Mas termasuk ibu,""Aku sudah memaafkan semua kesalahan mereka sekalipun mereka tidak minta maaf padaku secara langsung, tapi aku hanya ingin mereka sadar mas. Aku minta supaya kamu tetap mendukung apapun yang terjadi nanti, aku minta
Dua hari setelah pertemuan Arumi, Lusi dan Eni, selama itu pula mereka tidak lagi bertemu bahkan sekedar komunikasi antara Bayu dan ibunya seakan putus begitu saja. Mobil hitam yang membuntuti Arumi kini semakin gencar, seakan enggan untuk berjauhan dengannya. "Kamu begitu lucu manatan kakak iparku, entah apa tujuan kamu mengikutiku seperti ini. Tapi yang pasti aku bahagia karena kamu begitu peduli padaku meski tujuanmu ingin aku hancur." Gumam Arumi, memastikan dirinya untuk bersikap tenang walau entah kapan waktunya akan menjadi hal yang menakutkan.Sampai di supermarket Arumi mendorong troli, ia tahu jika wanita itu terus mengikutinya. Bibirnya tertarik keatas melihatnya hanya seorang diri, maka tidak ada yang perlu di takutkan lagi. "Apa lagi ya? Tunggu, tadi bude Narsih ngasih list belanjaan mana ya," Arumi membuka tasnya mencari secarik kertas yang di berikan oleh Bude Narsih."Nah ini dia!" Serunya tertahan, wajahnya berbinar mengingat jarang sekali Bude Narsih bersedia memin