Share

SEPIRING SINGKONG REBUS
SEPIRING SINGKONG REBUS
Penulis: Rafli123

1. Singkong Basi

"Ibu, jangan, ini buat beli beras. Kasihan Salwa belum makan Bu, aku mohon sisakan untuk makan hari ini, Bu," ucap Arumi mengiba.

"Sini uang kamu. Mulai hari ini setiap Bayu kasih kamu uang, harus kamu berikan pada ibu dan ini untukmu. Makanan seperti ini yang cocok untuk kamu. Cepetan ambil, nggak perlu dilihatin kayak gitu lagi pula makanan itu tidak akan berubah jadi emas seperti yang kamu khayalkan, itu!" Bu Laras mendorong kasar piring ada di tangannya hingga sebagian isinya jatuh.

"Bu, kenapa cuma singkong? Aku butuh nasi untuk mas Bayu dan Salwa. Ini nggak mungkin —" ucapan Arumi terhenti tatapan tidak suka terpancar dari sorot mata Bu Laras.

"Kenapa? Itu cocok untuk kalian bertiga jangan harap Ibu ngasih makanan yang enak untuk kalian. Udah sana pergi dasar orang miskin!!" ucap Bu Laras.

"Tapi, Bu, ini singkongnya basi, kenapa Ibu tega memberikan makanan ini pada kami, sedangkan ini sudah tidak layak untuk di makan?" Arumi, berusaha untuk menolak. Ia pun menjelaskan jika singkong yang diberikan Ibu mertuanya sudah beraroma tidak sedap, tentu tidak layak untuk dimakan apalagi akan diberikan kepada putrinya.

"Kenapa? Singkong basi itu tidak akan membuat kamu mati, sudah pergi dari hadapan ibu. Hei, kamu tuli hah, pergi dari sini atau kamu perlu Ibu dorong, iya?" Bu Laras benar melakukannya, ia mendorong sedikit tubuh Arumi yang terdiam di tempat.

"Bu, tolong jika Ibu ingin mengambil uang itu setidaknya sisakan sedikit untukku. Apa ibu tega membiarkan Salwa kelaparan?" lirih Arumi, ibu jari Bu Laras terulur mengenai keningnya.

"Kamu nggak suka kalau Ibu ambil uang kamu, iya? Apa kamu lupa juga kalau Bayu itu anak Ibu jadi yang berhak mendapatkan uang itu adalah aku. Sebab ibunya itu aku, wanita yang sudah melahirkannya. Kamu jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan uang itu. Ingat jangan pernah katakan apapun pada Bayu jika sampai Bayu mengetahuinya, Ibu pastikan kamu akan diceraikan oleh Bayu bukan cuma itu saja putrimu akan Ibu siksa." Sentak Bu Laras. Mendorong tubuh Arumi sampai terjungkal.

"Astaghfirullah, Ibu, tolong kasihi anakku Salwa membutuhkan nasi. Bagaimana aku menjelaskan pada mas Bayu kalau di rumah tidak ada nasi karena uangnya sudah diambil sama ibu, aku mohon Bu hari ini saja berikan uang itu jika nggak ingin menyerahkan semua setidaknya separuhnya agar aku bisa membeli beras untuk makan hari ini," lirih Arumi. Berusaha meminta sebagian uang yang ada di tangan Ibu mertuanya.

"Apa peduli Ibu. Dia anakmu seharusnya kamu yang memberi makan bukan Ibu, mengenai uang ini berapa kali harus Ibu katakan uang ini hak Ibu jika kamu mau makan enak, beli beras itu seharusnya kamu yang bekerja, bukannya mengemis sama ibu. Sebelum kamu pergi cepetan kamu masak yang enak. Awas kamu bungkus ya, Ibu nggak akan ikhlaskan kalau keluarga kamu memakan makanan dari rumah ibu," Bu Laras, meninggalkan Arumi begitu saja meski ia didorong keluar namun Arumi tetap mengerjakan apa yang diperintahkan oleh ibu mertuanya jika tidak ia pastikan bahwa drama panjang akan terjadi. Bukan hanya itu saja Ibu mertuanya terus mencaci dirinya sampai para tetangga akan berkerumun melihatnya.

'apa yang bisa aku berikan pada putriku? Jika semua uang sudah di ambil sama ibu. Nak, maafkan ibu,' batin Arumi.

Usai memasak Arumi memutuskan untuk pulang, sampai di rumah Arumi menjemput putrinya yang ada di rumah tetangga sebelah. Hatinya menjerit pilu melihat wajah putrinya tersenyum penuh harap.

"Hore, bunda, bawa nasi dari rumah nenek?" tanya Salwa, wajahnya begitu polos penuh harap.

"Sayang, tunggu dulu di sini ya. Bunda panasi lauknya," ujar Arumi, gegas ke dapur menyiapkan wajan dengan minyak yang tersisa sedikit.

Di tatapnya piring kecil berisi singkong rebus yang berlendir sungguh tidak pantas mereka melakukan hal itu padanya.

Tidak ingin putrinya kelaparan Arumi mendatangi tetangga terdekatnya meminjam beras satu liter untuk di masak. Senyum terbit di bibirnya kini beras ada di tangannya dan lauk pemberian tetangga yang tahu bagaimana sifat keluarga suaminya.

"Alhamdulillah, selesai," Arumi, menghampiri putrinya yang tengah tertidur pulas.

"Maafkan, bunda, nak. Karena bunda, kamu jadi mengalami hal seperti ini," lirih Arumi, membelai rambut Salwa.

"Bunda nangis?" tanya gadis kecil yang kini membuka matanya.

"Nggak sayang, ayok, kita bangun. Bunda baru selesai masak,"

Arumi menemani Salwa menikmati makan siang yang tertunda. Bibirnya tak henti tersenyum begitu lahap meski hanya dengan sayur SOP dan tempe goreng.

"Arumi!!"

"Tunggu sebentar ya, nak. Nenek datang," Arumi meninggalkan Salwa setelah mengangguk setuju.

"Ibu?" Arumi membuka pintu lebih lebar, terlibat Bu Laras menenteng keranjang ukuran besar menjatuhkan tepat di depan Arumi.

"Ini apa, Bu?" sambung Arumi.

"Ck. Itu baju masih kurang jelas?" sungut Bu Laras.

"Aku tahu itu baju, Bu. Tapi, untuk apa?" tanya Arumi, walau ia tahu maksud kedatangan Ibu mertuanya.

"Cuci semua baju ini. Pembantu rumah Yoga tidak masuk. Jadi wajib kamu yang cuci!" tegas Bu Laras, tanpa bantahan.

"Bu, itu banyak banget, aku mana –" Arumi menggeleng enggan untuk mencuci baju yang menumpuk bahkan jika di kerjakan akan memakan waktu lama.

"Oh, berani kamu menolak, hah? Mau Ibu usir dari rumah ini. Biar jadi gembel di luar sana." Sentak Bu Laras.

"Bukan itu Bu, tapi kenapa mbak Entik nggak nyuruh orang lain atau laundry di luar sana. Aku nggak sanggup Bu, ini –"

"Berapa kali harus ibu katakan, kamu nggak boleh membantah apapun yang ibu perintahkan cepat!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status