Ucapan Ibu masih di dengar oleh mereka yang baru berapa langkah meninggalkan rumah penuh kenangan itu. Ucapan yang bagaikan sambaran petir siang solong. Bayu tidak menyangka jika wanita yang ia hormati dan ia sayang Mamou mengatakan yang tidak seharusnya di ucapkan oleh orang tua terlebih Ibu. Firasatnya sebagai seorang suami begitu terasa sehingga Bayu memilih pulang untuk kedua kalinya. Siapa sangka ia harus mendengarkan kebenaran yang selama ini di sembunyikan oleh istrinya. Pantas setiap hari selalu ada aja sisa singkong bahkan Bayu sampai hapal singkong akan di olah berbeda meski dengan bahan yang sama, berbagai macam cemilan tersaji di sana dan itu semua karena ulah Ibunya.Getar ponsel milik Arumi mengalihkan perhatian mereka yang duduk di ruang keluarga. Bayu memangku Salwa sampai tertidur dan Arumi yang sibuk dengan membujuknya agar tidak marah pada Bu Laras.[Assalamualaikum, Arumi. Bagaimana kabar kalian? Sehat kan? Nak jika hari ini tidak sibuk bisa pulang kampung sebenar
Bu Saraswati menundukkan wajahnya menyembunyikan luka yang selama ini ia simpan dari anak dan menantunya. Luka seorang ibu mengetahui putrinya di perlakukan tidak layak di rumah wanita yang bergelar mertuanya sungguh hatinya sakit."Kenapa tabungan ibu berikan pada kami? Bu, maafkan kelancangan aku ini. Tapi, alangkah lebih baiknya jika tabungan itu tetap Ibu dan bapak simpan ya, Arumi dan Salwa adalah tanggung jawab aku. Maafkan atas ucapan aku yang tidak sopan ini buk, pak," tegas Bayu, meski setiap kata yang keluar dari bibirnya lirih dan penuh kesopanan."Kami sudah tua, kalian yang lebih membutuhkan. Gunakan uang ini sebaik mungkin kalian juga bisa membuka usaha agar perekonomian kalian membaik,""Ibu, ayah,""Nak, Bayu. Jaga anak dan cucu ibu, bahagiakan mereka seperti janji kamu. Jangan pernah menyakitinya, lindungilah anak dan cucu Ibu dari orang-orang yang sudah zalim kepadanya hanya inilah permintaan Ibu dan bapak sama kamu dan mengenai uang ini kamu bisa memujudkan impian k
Seperti janji Bayu sebelumnya. Setelah mengantar Arumi dan Salwa ia hanya menginap semalam di rumah orang tua Arumi dan memilih kembali bekerja ada banyak impian yang belum terwujud salah satunya melindungi anak dan istri dari keluarganya."Bayu, mana istrimu itu, hah? Kurang ajar kalian berdua. Sudah hidup numpang seenaknya kalian pergi tanpa bilang, mana istrimu. Suruh dia keluar kerjaan banyak di rumah, jangan enak-enakan kalian. Dasar ipar nggak ada akhlak." Yoga berkacak pinggang, gemuruh amarah yang di pendamnya sejak kemarin saat Arumi tak menunjukkan batang hidungnya. Sehingga pengeluaran Yoga semakin besar. Acara arisan kantor yang sengaja di rumah Ibunya gagal karena Arumi yang memilih pergi tanpa memperdulikan perintahnya."Kamu kenapa mas, datang-datang marah nggak jelas. Sekali-kali datang ke rumah orang itu salam." Ucap Bayu datar."Kurang ajar kamu. Sudah berani sama aku, hah? Kamu lupa aku ini lebih tua dari kamu," Yoga mengerutkan keningnya. Bayu menurunkan tangannya
Satu minggu berlalu kebahagiaan Arumi bersama kedua orang tuanya dan Salwa begitu terasa, bagaimana tidak. Kedua orang tua Arumi memanjakan anak dan cucunya. Bahkan mereka berjalan-jalan tiap hari."Ibu, bapak, terima kasih. Seharusnya aku yang sebagai anak membahagiakan orang tua, tapi nyatanya justru aku yang di perlakukan sebaliknya," ucap Arumi, merasa bersalah atas apa yang terjadi saat ini. Sungguh hatinya terharu orang tuanya justru memikirkan kebahagiaan dirinya dan cucu semata wayangnya."Kamu bicara apa, nak? Sudah jadi kewajiban orang tua membahagiakan anaknya. Kami jauh lebih bahagia melihat kalian tertawa lepas, tetaplah tersenyum itu keinginan kami, Arumi. Nak, boleh Ibu bertanya?" Bu Saraswati menoleh ke arah Salwa yang berbaring di depan televisi."Ada apa, buk? Tanyakan aja," sahut Arumi, ragu."Apa kamu bahagia bersama dengan Bayu? Maksud Ibu, apa keluarga Bayu memperlakukan kamu dan Salwa baik?" tanya Bu Saraswati, hati-hati.Terdengar helaan napas panjang Arumi. P
"Dek, kita bagi kemana lagi, ya? Masih banyak ini," ujar Bayu, membungkus buah dan berapa sayuran dalam plastik."Gimana kalau kita bawa ke masjid mas? Kebetulan hari ini hari Jum'at, gimana menurut kamu, mas?" tanya Arumi."Kamu benar, dek. Mas inget di masjid ada kerja bakti, mas pergi sekarang ya," Bayu, membawa bungkusan yang berisi sayuran dan buah segar. Ada lebih dari dua puluh bungkus yang Bayu bawa dari rumah."Mas Bayu, mbak Arumi, apa yang kalian bawa itu?" tanya Pak RT lebih dulu menghampiri, dan membantu mengangkat keranjang besar yang di angkat mereka berdua "Ini pak RT, ada sedikit oleh-oleh dari kampung," ujar Bayu menjelaskan."Oh, pasti dari kampung Mbak Arumi ya, wah ini pasti enak terima —" ucapan pak RT, terhenti suara seseorang yang berhasil menghentikan ucapannya."Bapak-bapak, ibu-ibu, jangan ada yang menerima oleh-oleh dari Arumi. Apa kalian nggak takut kalau buah dan sayuran itu pake sianida, kalian semua tahu kan kalau Arumi itu dari kampung pasti makanan n
Bayu menyembunyikan sesak dalam hatinya Arumi menyentuh tangannya lembut. Memberikan kekuatan untuk pria yang amat ia cintai. "Semua akan baik-baik, saja mas. Percayalah Allah tidak tidur," ucap Arumi, membuat hati Bayu tenang dan nyaman."Terima kasih, dek, mas percaya suatu saat nanti —" Bayu menghentikan ucapannya, tangannya terkepal kuat melihat pemandangan di depannya."Apa yang kalian lakukan, hah?" tanya Bayu, mendekati keluarganya yang berkacak pinggang di depan rumahnya."Astaghfirullahaladzim, mas rumah kita," lirih Arumi."Sudah pulang kalian. Sudah jadi orang kaya? Hidup aja miskin, gaya bagi oleh-oleh, dasar durhaka kalian!" Yoga menghadang langkah Bayu dan Arumi. Namun, Bayu pantang menyerah ia menerjang tubuh atletis Yoga."Apa yang kalian lakukan dengan, rumahku? Kalian merusaknya? Apa lagi yang kalian inginkan, hah?" geram Bayu. Sudah cukup ia bersabar dan mengalah pada keluarganya. Tapi, mereka tidak ada satu pun yang berhenti mengganggunya."Kami mau kalian keluar
Mereka saling pandang, menyadari jika diantara mereka masih ada ibu yang duduk di sofa sendiri. Bayu menyembunyikan sesak dalam hatinya Arumi menyentuh tangannya lembut. Memberikan kekuatan untuk pria yang amat ia cintai. "Semua akan baik-baik, saja mas. Percayalah Allah tidak tidur," ucap Arumi, membuat hati Bayu tenang dan nyaman."Terima kasih, dek, mas percaya suatu saat nanti —" Bayu menghentikan ucapannya, tangannya terkepal kuat melihat pemandangan di depannya."Apa yang kalian lakukan, hah?" tanya Bayu, mendekati keluarganya yang berkacak pinggang di depan rumahnya."Astaghfirullahaladzim, mas rumah kita," lirih Arumi."Sudah pulang kalian. Sudah jadi orang kaya? Hidup aja miskin, gaya bagi oleh-oleh, dasar durhaka kalian!" Yoga menghadang langkah Bayu dan Arumi. Namun, Bayu pantang menyerah ia menerjang tubuh atletis Yoga."Apa yang kalian lakukan dengan, rumahku? Kalian merusaknya? Apa lagi yang kalian inginkan, hah?" geram Bayu. Sudah cukup ia bersabar dan mengalah pada k
"Kamu benar, aku lupa. Tugas ibu sekarang mengambil surat itu. Besok aku cari orang kebetulan kemarin ada yang mau beli," ujar Yoga, Bu Laras mengangguk patuh. "Sebentar lagi kita punya mobil baru mas. Aku mau pamer sama temen-temen,kantor. Mereka pasti terkejut!" "Bukan cuma kamu, mbak. Aku juga beli mobil baru, kalau ibu mau beli apa?" ucap Entik, beralih menatap wanita paruh baya yang terlihat jelas memaksakan senyumnya."Ibu pasti beli mas lagi, dong! Kamu tahu kan kalau ibu juga banyak teman arisan yang pasti mereka akan melongo lihat ibu pake mas banyak, baju baru, tas branded baru!" "Sudah kalian bicara apa sih. Yang penting kita cepet-cepet jual itu rumah, pokoknya habis itu kita jalan-jalan, gimana?""Setuju!!" seru mereka."Buk, aku lapar. Ada makanan apa?" "Ibu, nggak masak. Di kulkas ada telor pagi tadi ibu beli, kalian mau makan masak aja ya, ibu capek ngurus anak-anak kalian,""Hah, ibu nyuruh aku masak? Aku capek juga buk di kantor banyak kerjaan," tolak Andara."A
Waktu terus bergulir hari berganti minggu, lima bulan terlewati kabar dari Bu Laras tidak di ketahui. Mereka sudah berusaha untuk mencari nyatanya hingga hari ini perempuan paruh baya itu bak di telan bumi.Kesuksesan Arumi membawa namanya semakin di kenal oleh penduduk Indonesia tapi juga panca negara, berkat kerja kerasnya kini Arumi berhasil meluncurkan produk terbaru dan launching butik barunya, selain itu bertepatan Arumi mengadakan fashion show di salah satu hotel berbintang. Acara berjalan lancar hingga di pengunjung acara Arumi berdiri bersama beberapa model yang memeragakan pakaiannya. Memberikan berapa sambutan dan ucapan terima kasih pada orang-orang yang berada di belakangnya terutama suami dan keluarganya."Selamat ya sayang, mas bangga banget sama kamu," ujar Bayu, melihat kemampuan istrinya yang tersembunyi kini semakin memancarkan aura binatangnya."Aku yang makasih mas, kamu selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Kesuksesan aku karena ridho kamu mas,""Dan kerja ke
Sampai di rumah sakit mereka di sambut tangis Nila di depan ruang UGD. Eni membiarkan suaminya menenangkan tantenya, ada berapa luka yang ia tahu itu adalah luka bakar."Sekarang tante jelaskan kenapa bisa seperti ini," tanya Duta, setelah tantenya tenang."Tadi sepulang dari restoran tiba-tiba ada orang yang menyiramkan cairan ke wajah Sely, Duta tolong tante," ucap Nila, mengiba pada Duta. Tanpa sengaja melihat Eni di belakang Duta."Puas kamu hah, kamu kan yang menginginkan hal ini. Secara kamu kan temannya Arumi." Sinis Nila."Tante sudah ya, dalam keadaan seperti ini tante masih menyalahkan orang lain, kenapa kalian tidak berpikir kalau ini adalah teguran untuk tante dan juga Selly. Mengenai orang yang menyiram air keras itu kenapa tante tidak mencari tahu siapa orangnya atau jangan-jangan dia adalah orang suruhan istri laki-laki yang menjadi simpanan Sely.""Duta tega kamu ya, istrimu itu pasti cerita sama Arumi mereka pasti bahagia kalau kami seperti ini! Dasar kamu orang miski
Mendengar penuturan Bu Laras, mereka menggelengkan kepala. Bu Wati tersenyum mengejek, begitu miris bagaimana keluarga besan nya berulang kali melakukan kesalahan dan di maafkan oleh anak dan menantunya. Tetapi kembali melakukan kesalahan yang sama, dan kali ini Bu Wati menolak keras jika Arumi memaafkan lagi besannya.Geram dengan tingkah dan perkataan Bu Laras, Bu Wati memilih untuk pergi. Dengan begitu kewarasannya tetap terjaga. Namun langkahnya terhenti dan berbalik kearah Bu Laras."Sekali lagi kamu menyentuh anak dan menantuku terlebih kedua cucuku, aku pastikan tangan ini yang akan membuatmu diam selamanya! Ingat hari ini, detik ini kamu menolak mereka maka tidak ada jalan untuk mendekati mereka apa lagi mengiba. Hidup lah sediri di panti jompo, hanya tempat itu yang cocok untukmu wahai Bu Laras yang terhormat, orang yang paling kaya dan orang kota." Ucap Bu Wati sebelum meninggalkan ruangan itu.Ruangan itu seketika hening ada rasa takut yang singgah di hatinya, hanya berapa
Bayu mengajak Arumi pulang lebih dulu, mereka tidak tahu harus seperti apa lagi. Kasih sayang dan sabarnya mereka karena tingkah dan kebencian ibu pada keluarga kecilnya justru hampir saja membuat istrinya celaka. Seandainya waktu bisa di rubah mungkin tak ingin terlahir dari rahim wanita yang tidak memiliki rasa sayang. Bayu melajukan mobilnya menjauh dari restoran meninggalkan sesak yang menghimpit dadanya, Ibu adalah cinta pertama untuk anak laki-lakinya justru menorehkan luka begitu dalam, seakan ia terkahir dari rahim orang lain.Wanita yang sampai saat ini masih bertahan di samping pria yang menjadi imamnya itu turut serta rasa yang menyesakkan, ketika melihat suaminya tidak baik-baik saja. Arumi meminta untuk berhenti di salah satu taman kota yang hari ini terlihat sepi. Mungkin karena siang hari sehingga banyak kursi yang kosong, meski ada berapa pengunjung."Mas menangis lah jika itu membuat kamu tenang," lirih Arumi, mengusap lengan kokoh itu. "Salahku apa dek, ibu begitu m
Bayu tersentak mendengar penuturan Arumi, selama ini Arumi hanya bilang kalau ada maling, tapi tidak tahu jika pelakunya adalah Ibu serta mantan menantunya terlebih Tante dan keponakannya terlibat."Nggak usah liatin aku gitu banget mas! Aku nggak ikutan mereka, aku sibuk urusan aku!" Ujar Sely, sebelum tertuduh ikutan mereka."Yakin kamu?""Sangat yakin! Aku bisa buktikan kok, hei Arumi aku nggak ada hubungannya sama kejadian di gudang kamu ya!" Seru Sely, menatap tajam wanita berhijab itu."Tapi kamu terlibat di dalamnya, Sely." Arumi tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah menzaliminya bebas begitu saja, kesempatan yang sudah ia berikan tidak akan ada lagi. "Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak pernah terlibat apapun untuk menyakiti kalian paham!" Sely tidak terima."Baiklah kalau kalian tetap tidak mengakui perbuatan kalian maka lihatlah ini," Arumi membuka layar proyektor di sana dengan jelas video di mana wajah-wajah mereka yang begitu antusias bahkan tanpa ada sesal at
"Apa kalian juga menuduh aku terlibat? Lagi pula ini urusan kalian aku tidak ada hubungannya sama kalian, aku hanya orang luar jadi aku memutuskan untuk pergi selesaikan masalah kalian. Buk, aku pulang dulu kita akan ketemu lain waktu saja," ucap Entik yang diikuti acara."Yakin kalau kamu tidak terlibat?" Tegas Bayu, tanpa embel-embel mbak."Menurut kamu aku terlibat? Kamu jangan sembarangan menuduhku. Aku memang bertemu dengan ibu, tapi kami membicarakan masalah anak, sama seperti yang kalian dengar tadi kami menghabiskan waktu bersama. Aku ingin bersilaturahmi dengan kalian meskipun istri kalian cemburu jadi berhenti untuk mendukung atau jangan-jangan ini ulah istri kamu agar kami terlihat buruk di depan kalian terutama ibu?" Ujar Entik tidak terima."Kamu pikir aku tidak punya bukti? Kamu salah, aku tahu tentang keterlibatan kamu apalagi kamu adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa istriku." "Kamu jangan main tuduh dulu, jangan berpikir kejadian di masa lalu akan terus te
Hari yang di tunggu tiba, Arumi dan Bayu pergi ke restoran yang sudah di tentukan oleh mereka. Tentu tanpa di sadari oleh Entik, Andara dan keluarga Ibu mertuanya. Arumi hanya bisa memantapkan hati agar tidak iba lagi terlebih ibu mertuanya yang tidak hentinya mengiba jika kebenaran itu itu terbukti. Selama ini buk Laras mengusiknya, terlebih satu hal yang belum ia katakan pada suaminya dan itu akan ia katakan di sana bersama dengan mereka yang terlibat.Sementara itu Andara tersenyum puas melihat ruangan khusus untuknya, meski banyak kursi disana tapi sepertinya hal itu tidak membuat Andara curiga."Wah, mas kamu siapkan ini semua?" Andara mengelilingi ruangan yang cukup besar dan mewah."Ya dong sayang eh,""Nggak apa-apa mas, aku suka kamu panggil begitu. Aku kangen saat kita –" ucapan Andara terhenti saat pintu ruangan terbuka. Bukan hanya Andara yang terkejut tapi juga Entik yang wajahnya seketika berubah."K–kamu di sini?" Tunjuk Entik, hal yang sama di lakukan oleh Andara."Mas
Arumi masih memikirkan cara untuk mempertemukan mereka di satu meja, walau bagaimanapun yang akan ia kumpulkan nanti adalah keluarga dari suaminya. Tentu akan menjadi masalah yang panjang kedepannya."Aku cuma ingin mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan tidak lagi mengusik keluarga kita. Kamu adalah keluarga mereka sedangkan aku hanyalah menantu dan ipar untuk mereka, tapi apa yang mereka lakukan sama kamu ini sudah melebihi batas kesabaran yang kita miliki Mas aku cuma ingin mereka kembali seperti sebelum kejadian tiga tahun ini,""Mas tahu, mas paham apa yang menjadi tujuan kamu sayang. Kamu tetap hati-hati mas akan mendukung setiap langkah kamu, jika itu demi kebaikan keluarga kita. Maafkan semua kesalahan yang di lakukan keluarga Mas termasuk ibu,""Aku sudah memaafkan semua kesalahan mereka sekalipun mereka tidak minta maaf padaku secara langsung, tapi aku hanya ingin mereka sadar mas. Aku minta supaya kamu tetap mendukung apapun yang terjadi nanti, aku minta
Dua hari setelah pertemuan Arumi, Lusi dan Eni, selama itu pula mereka tidak lagi bertemu bahkan sekedar komunikasi antara Bayu dan ibunya seakan putus begitu saja. Mobil hitam yang membuntuti Arumi kini semakin gencar, seakan enggan untuk berjauhan dengannya. "Kamu begitu lucu manatan kakak iparku, entah apa tujuan kamu mengikutiku seperti ini. Tapi yang pasti aku bahagia karena kamu begitu peduli padaku meski tujuanmu ingin aku hancur." Gumam Arumi, memastikan dirinya untuk bersikap tenang walau entah kapan waktunya akan menjadi hal yang menakutkan.Sampai di supermarket Arumi mendorong troli, ia tahu jika wanita itu terus mengikutinya. Bibirnya tertarik keatas melihatnya hanya seorang diri, maka tidak ada yang perlu di takutkan lagi. "Apa lagi ya? Tunggu, tadi bude Narsih ngasih list belanjaan mana ya," Arumi membuka tasnya mencari secarik kertas yang di berikan oleh Bude Narsih."Nah ini dia!" Serunya tertahan, wajahnya berbinar mengingat jarang sekali Bude Narsih bersedia memin