Seminggu setelah acara syukuran Nila tidak menyangka jika isi amplop yang di berikan Bayu cukup banyak. Jika di bandingkan dengan saudara yang lain, tentu saja berbeda jauh. Penasaran yang semakin menggebu Nila bergegas pergi dengan mengendarai mobilnya."Mama, mau ke mana? Kenapa nggak ajak aku?" Sely yang mendengar suara mobil berlari ke luar. "Ck, anak ini kebiasaan. Cepetan kalau mau ikut." Sentak Nila."Ya, iya," "Lama banget, sih?" tanya Nila, kesal putrinya terlalu lama di dalam rumah."Aku kan harus dandan mah. Aku nggak mau keliatan jelek, apa mama mau kalau kebetulan aku ketemu calon suamiku muka aku jelek?" sungut Sely."Ya, nggak lah." Ujarnya, kembali fokus ke depan."Nah, itu mama tau. Oh, ya, mah, sebenarnya kita mau kemana sih?" Sely kesal, ibunya tak juga menjawab pertanyaannya."Aduh! Mama, bisa nggak sih bawa mobilnya? Gimana kalau wajah aku yang mulus ini kena —""Diam. Lihat siapa yang kita lihat itu," tunjuk Nila. Sely mengikuti arah pandang Ibunya, tidak kalah
Kehidupan Arumi dan Bayu, kini semakin sibuk. Bukan hanya Bayu yang kini memilih membantu usaha Arumi. Tapi juga wanita berparas cantik itu kini mengembangkan kemampuan yang sejak lama terpendam.Bersama dengan Bu Eti, Arumi memulai semua dari nol. Bukan hanya sekarang namun sejak lama Arumi bekerja sama, hanya saja semua butuh proses dan kini mulai terlihat hasilnya."Mas, gimana kalau kita nyari karyawan? Setidaknya bisa bantu mas di sini. Aku pasti jarang di rumah, Bu Eti mau aku terjun langsung mas," tutur Arumi, lembut."Boleh, dek. Tapi, laki-laki, ya, biar tidak ada salah paham di antara kita. Kamu fokus saja duniamu itu dek," "Kalau kita sewa ruko, kayaknya lebih enak mas. Kita cari tempat yang strategis," usul Arumi."Mas, juga mikir gitu dek. Tapi, kan kamu sekarang lagi sibuk, mas juga nggak mungkin ninggalin Salwa. Kalau diajak kasihan apa lagi sekarang cuaca panas, mas nggak tega dek Salwa diajak ke mana-mana. Kita lihat nanti aja ya, weekend kalau kamu ada di rumah ki
"Tolong ada anak kecil pingsan!" seru berapa warga di pasar. Arumi dan Bayu berlari melihat siapa gerangan yang pingsan."Astaghfirullahaladzim, Vani!" "Bapak kenal anak, ini?""Ya, pak. Dia keponakan saya. Tolong angkat ke taksi yang saya pesan ya, pak," ujar Bayu, meminta tolong untuk mengangkat tubuh Vani. Sampai di rumah sakit Vani langsung di tangani oleh dokter. Namun, sampai dua jam Vani tak kunjung sadarkan diri."Mas, sebaiknya kamu hubungi mas Yoga atau mbak Entik. Mereka pasti bingung nyari Vani, mas.""Ya, dek, mas hubungi mas Yoga dulu,"Bayu sedikit menjauh dari Salwa dan Arumi beberapa kali sambungan terhubung namun, tidak satupun dari mereka yang menjawabnya."Gimana, mas?" tanya Arumi, cemas. Gelengan kepala Bayu, menjawab kekhawatiran dirinya."Coba hubungi ibu, mas, kalau nggak bisa hubungi mas duta. Barang kali mereka sedang kumpul," "Ya, dek.""Ada apa Bayu?!" sentak suara dari seberang sana."Assalamualaikum, mas. Cepatlah ke rumah sakit Vani di IGD." Ucap Ba
Yoga mendesak Bu Rahayu untuk berterus terang kenapa putrinya, berada di pasar seorang diri."Berapa kali Ibu jelaskan sama kamu, kalau Ibu tidak tahu. Seharusnya kamu tanyakan langsung pada istrimu, kamu tahu kan yang setiap hari jemput putrimu itu ya, istrimu bukan ibu!" sahut Bu Rahayu kesal. "Kamu ke mana saja sampai Vani ada di pasar. Atau jangan-jangan Kamu sengaja meninggalkan nya di sana?" "Ih, kamu ngomong apaan sih mas! Mana mungkin aku meninggalkan anakku sendiri di pasar," elak Entik."Kalau kamu tidak meninggalkannya di pasar, bagaimana mungkin anakku bisa sampai ke sana. Kamu kalau cari alasan itu yang tepat!" bentak Yoga, tidak begitu saja percaya jawaban istrinya."Terserah kamu, kalau kamu tidak percaya ya, sudah!" Entik, mendudukkan dirinya di samping Andara."Jawab, Entik! Jangan sampai aku minta CCTV di pasar," desak Yoga. "Iya, ya, tadi habis jemput aku pergi ke pasar mau beli makanan untuk ibu tapi, sampai di pasar perutku sakit, aku cuma ke toilet. Nggak tau
"Maaf Bu, tidak ada gunanya juga nunggu di sini. Toko kami sudah tutup, besok bisa kembali lagi ke sini. Tapi, jika ingin mencoba getuk kami silahkan ambil ini," ucap Ani, pada wanita di depannya yang tidak lain adalah Andara."Heh! Kamu kan tetangganya si Arumi? Ih, minggir!' Andara mengambil berapa makanan yang di gunakan untuk sekedar mencoba."Dari tadi, kek!" sambungnya angkuh. Andara mengambil semua dan berlalu tanpa mengatakan apapun."Huf, dasar tak punya akhlak! Katanya kerja kantoran liat makanan kayak nggak pernah makan!!" sungut Ani."Sudah An, abaikan saja. Makasih ya, kamu bisa mengatasi sendiri. Mbak belum siap ketemu sama mereka, kamu tahu kan mereka pasti bikin masalah baru sama aku,""Sama-sama, mbak. Kalau mereka datang aku yang lebih dulu menghadapi mereka mbak!" "Sudah yuk, pulang!"Setelah menutup rapat toko, mereka pulang ke rumah. Arumi dan Bayu menyiapkan semua kebutuhan untuk besok. Penjualan hari pertama sesuai harapan semua ludes dalam waktu sekejap."Dek,
Tanpa menunggu waktu lagi gegas mereka pergi ke rumah Arumi. Walau berbekal alamat yang di berikan oleh Bu Desi, Entik tersenyum puas sebentar lagi impiannya untuk mendapatkan mobil mewah akan terwujud. Teman kantornya akan semakin iri padanya. Karena dia akan menjadi orang pertama yang memiliki mobil mewah."Buk ini serius, Arumi sama Bayu sewa rumah di sini? Ini perumahan elite lho," Andara memperhatikan sekeliling tempat tinggal Bayu jauh berbeda dengan mereka yang bekerja kantoran. Terlebih perumahan itu di jaga ketat oleh satpam seperti tadi, harus berdebat dan berakhir dengan menyerahkan kartu identitas sebelum pada masuk ke dalam perumahan tersebut."Lihat, ini alamatnya sudah sesuai. Apa ada yang salah? Coba kamu tanya orang dulu," sahut Bu Laras."Ibu gimana sih, perumahan elit kayak gini mana bisa tanya sembarangan. Yang ada kita di teriakin maling, coba ibu hubungi Bayu." Kesal Andara."Yang di bilang Andara benar buk, apa salahnya ibu hubungi Bayu atau Arumi. Capek buk kit
"Apa yang ada dalam pikiran, kalian ingin menguasai harta kami? Itu semua milik kami bukan hak kalian. Apa kalian tidak takut teguran dari Allah, sampai kalian tidak takut dengan akibat dari perbuatan kalian ini?!" seru Arumi, mengangkat jarinya menunjuk tiga wanita di depannya."Kamu nggak usah ceramah. Udah cepetan mana sini! Andara bantu mbak tahan dia, ibuk tahan bocah kecil itu," "Lepaskan anakku, kalian keterlaluan demi harta tega melakukan hal keji! Ibu dengar, sedikit saja ibu menyentuh anakku, aku pastikan tidak akan memanggilmu ibu!" seru Arumi. Berusaha melepaskan diri dari cengkraman Entik dan Andara."Kamu pikir siapa, kamu? Selamanya kamu nggak panggil ibu, ndak masalah. Kamu cuma menantu miskin yang cuma jadi beban anakku!" "Mbak iket aja. Arumi punya tenaga apa sih, kuat banget," kesal Andara, hampir saja kalah tenaga dengan Arumi yang terus memberontak."Tahan sebentar, aku tadi hubungi mas Yoga. Sebentar lagi mereka datang," "Aku tidak akan melupakan hari ini. In
Sejak kepulangannya dari rumah Arumi dan Bayu, Bu Laras tidak hentinya terus memikirkan apa yang dikatakan oleh putra bungsunya hingga saat ini begitu membekas di hatinya."Buk, uang penjualan rumah si miskin itu masih ada? Aku pinjam ya, nggak banyak kok," Yoga duduk di samping Bu Laras. Anak sulungnya yang selalu merongrong uang darinya, bahkan warisan nenek Bayu sebagian sudah di ambil oleh Yoga."Uang? Bukannya kamu punya bagian? Sudah habis?" tanya balik Bu Laras."Aku beli mobil Buk, tapi aku mau beli yang lain lagi," sahut Yoga."Beli apa lagi? Mobil masing-masing, ibu juga mau beli sesuatu. Sudahlah ibu mau istirahat." Bu Laras melangkah ke kamar meninggalkan putranya begitu saja."Buk pinjemin aku. Aku lebih butuh uang itu dari pada ibu," Yoga terus mendesak membuat Bu Laras jengah.Bu Laras berbalik di tatapnya anak kesayangan itu. Sesaat sebelum suaranya kembali terdengar."Kamu dapet bagian lebih besar dari kami apa sudah habis? Kalau cuma beli mobil masih ada sisanya. Yog
Waktu terus bergulir hari berganti minggu, lima bulan terlewati kabar dari Bu Laras tidak di ketahui. Mereka sudah berusaha untuk mencari nyatanya hingga hari ini perempuan paruh baya itu bak di telan bumi.Kesuksesan Arumi membawa namanya semakin di kenal oleh penduduk Indonesia tapi juga panca negara, berkat kerja kerasnya kini Arumi berhasil meluncurkan produk terbaru dan launching butik barunya, selain itu bertepatan Arumi mengadakan fashion show di salah satu hotel berbintang. Acara berjalan lancar hingga di pengunjung acara Arumi berdiri bersama beberapa model yang memeragakan pakaiannya. Memberikan berapa sambutan dan ucapan terima kasih pada orang-orang yang berada di belakangnya terutama suami dan keluarganya."Selamat ya sayang, mas bangga banget sama kamu," ujar Bayu, melihat kemampuan istrinya yang tersembunyi kini semakin memancarkan aura binatangnya."Aku yang makasih mas, kamu selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Kesuksesan aku karena ridho kamu mas,""Dan kerja ke
Sampai di rumah sakit mereka di sambut tangis Nila di depan ruang UGD. Eni membiarkan suaminya menenangkan tantenya, ada berapa luka yang ia tahu itu adalah luka bakar."Sekarang tante jelaskan kenapa bisa seperti ini," tanya Duta, setelah tantenya tenang."Tadi sepulang dari restoran tiba-tiba ada orang yang menyiramkan cairan ke wajah Sely, Duta tolong tante," ucap Nila, mengiba pada Duta. Tanpa sengaja melihat Eni di belakang Duta."Puas kamu hah, kamu kan yang menginginkan hal ini. Secara kamu kan temannya Arumi." Sinis Nila."Tante sudah ya, dalam keadaan seperti ini tante masih menyalahkan orang lain, kenapa kalian tidak berpikir kalau ini adalah teguran untuk tante dan juga Selly. Mengenai orang yang menyiram air keras itu kenapa tante tidak mencari tahu siapa orangnya atau jangan-jangan dia adalah orang suruhan istri laki-laki yang menjadi simpanan Sely.""Duta tega kamu ya, istrimu itu pasti cerita sama Arumi mereka pasti bahagia kalau kami seperti ini! Dasar kamu orang miski
Mendengar penuturan Bu Laras, mereka menggelengkan kepala. Bu Wati tersenyum mengejek, begitu miris bagaimana keluarga besan nya berulang kali melakukan kesalahan dan di maafkan oleh anak dan menantunya. Tetapi kembali melakukan kesalahan yang sama, dan kali ini Bu Wati menolak keras jika Arumi memaafkan lagi besannya.Geram dengan tingkah dan perkataan Bu Laras, Bu Wati memilih untuk pergi. Dengan begitu kewarasannya tetap terjaga. Namun langkahnya terhenti dan berbalik kearah Bu Laras."Sekali lagi kamu menyentuh anak dan menantuku terlebih kedua cucuku, aku pastikan tangan ini yang akan membuatmu diam selamanya! Ingat hari ini, detik ini kamu menolak mereka maka tidak ada jalan untuk mendekati mereka apa lagi mengiba. Hidup lah sediri di panti jompo, hanya tempat itu yang cocok untukmu wahai Bu Laras yang terhormat, orang yang paling kaya dan orang kota." Ucap Bu Wati sebelum meninggalkan ruangan itu.Ruangan itu seketika hening ada rasa takut yang singgah di hatinya, hanya berapa
Bayu mengajak Arumi pulang lebih dulu, mereka tidak tahu harus seperti apa lagi. Kasih sayang dan sabarnya mereka karena tingkah dan kebencian ibu pada keluarga kecilnya justru hampir saja membuat istrinya celaka. Seandainya waktu bisa di rubah mungkin tak ingin terlahir dari rahim wanita yang tidak memiliki rasa sayang. Bayu melajukan mobilnya menjauh dari restoran meninggalkan sesak yang menghimpit dadanya, Ibu adalah cinta pertama untuk anak laki-lakinya justru menorehkan luka begitu dalam, seakan ia terkahir dari rahim orang lain.Wanita yang sampai saat ini masih bertahan di samping pria yang menjadi imamnya itu turut serta rasa yang menyesakkan, ketika melihat suaminya tidak baik-baik saja. Arumi meminta untuk berhenti di salah satu taman kota yang hari ini terlihat sepi. Mungkin karena siang hari sehingga banyak kursi yang kosong, meski ada berapa pengunjung."Mas menangis lah jika itu membuat kamu tenang," lirih Arumi, mengusap lengan kokoh itu. "Salahku apa dek, ibu begitu m
Bayu tersentak mendengar penuturan Arumi, selama ini Arumi hanya bilang kalau ada maling, tapi tidak tahu jika pelakunya adalah Ibu serta mantan menantunya terlebih Tante dan keponakannya terlibat."Nggak usah liatin aku gitu banget mas! Aku nggak ikutan mereka, aku sibuk urusan aku!" Ujar Sely, sebelum tertuduh ikutan mereka."Yakin kamu?""Sangat yakin! Aku bisa buktikan kok, hei Arumi aku nggak ada hubungannya sama kejadian di gudang kamu ya!" Seru Sely, menatap tajam wanita berhijab itu."Tapi kamu terlibat di dalamnya, Sely." Arumi tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah menzaliminya bebas begitu saja, kesempatan yang sudah ia berikan tidak akan ada lagi. "Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak pernah terlibat apapun untuk menyakiti kalian paham!" Sely tidak terima."Baiklah kalau kalian tetap tidak mengakui perbuatan kalian maka lihatlah ini," Arumi membuka layar proyektor di sana dengan jelas video di mana wajah-wajah mereka yang begitu antusias bahkan tanpa ada sesal at
"Apa kalian juga menuduh aku terlibat? Lagi pula ini urusan kalian aku tidak ada hubungannya sama kalian, aku hanya orang luar jadi aku memutuskan untuk pergi selesaikan masalah kalian. Buk, aku pulang dulu kita akan ketemu lain waktu saja," ucap Entik yang diikuti acara."Yakin kalau kamu tidak terlibat?" Tegas Bayu, tanpa embel-embel mbak."Menurut kamu aku terlibat? Kamu jangan sembarangan menuduhku. Aku memang bertemu dengan ibu, tapi kami membicarakan masalah anak, sama seperti yang kalian dengar tadi kami menghabiskan waktu bersama. Aku ingin bersilaturahmi dengan kalian meskipun istri kalian cemburu jadi berhenti untuk mendukung atau jangan-jangan ini ulah istri kamu agar kami terlihat buruk di depan kalian terutama ibu?" Ujar Entik tidak terima."Kamu pikir aku tidak punya bukti? Kamu salah, aku tahu tentang keterlibatan kamu apalagi kamu adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa istriku." "Kamu jangan main tuduh dulu, jangan berpikir kejadian di masa lalu akan terus te
Hari yang di tunggu tiba, Arumi dan Bayu pergi ke restoran yang sudah di tentukan oleh mereka. Tentu tanpa di sadari oleh Entik, Andara dan keluarga Ibu mertuanya. Arumi hanya bisa memantapkan hati agar tidak iba lagi terlebih ibu mertuanya yang tidak hentinya mengiba jika kebenaran itu itu terbukti. Selama ini buk Laras mengusiknya, terlebih satu hal yang belum ia katakan pada suaminya dan itu akan ia katakan di sana bersama dengan mereka yang terlibat.Sementara itu Andara tersenyum puas melihat ruangan khusus untuknya, meski banyak kursi disana tapi sepertinya hal itu tidak membuat Andara curiga."Wah, mas kamu siapkan ini semua?" Andara mengelilingi ruangan yang cukup besar dan mewah."Ya dong sayang eh,""Nggak apa-apa mas, aku suka kamu panggil begitu. Aku kangen saat kita –" ucapan Andara terhenti saat pintu ruangan terbuka. Bukan hanya Andara yang terkejut tapi juga Entik yang wajahnya seketika berubah."K–kamu di sini?" Tunjuk Entik, hal yang sama di lakukan oleh Andara."Mas
Arumi masih memikirkan cara untuk mempertemukan mereka di satu meja, walau bagaimanapun yang akan ia kumpulkan nanti adalah keluarga dari suaminya. Tentu akan menjadi masalah yang panjang kedepannya."Aku cuma ingin mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan tidak lagi mengusik keluarga kita. Kamu adalah keluarga mereka sedangkan aku hanyalah menantu dan ipar untuk mereka, tapi apa yang mereka lakukan sama kamu ini sudah melebihi batas kesabaran yang kita miliki Mas aku cuma ingin mereka kembali seperti sebelum kejadian tiga tahun ini,""Mas tahu, mas paham apa yang menjadi tujuan kamu sayang. Kamu tetap hati-hati mas akan mendukung setiap langkah kamu, jika itu demi kebaikan keluarga kita. Maafkan semua kesalahan yang di lakukan keluarga Mas termasuk ibu,""Aku sudah memaafkan semua kesalahan mereka sekalipun mereka tidak minta maaf padaku secara langsung, tapi aku hanya ingin mereka sadar mas. Aku minta supaya kamu tetap mendukung apapun yang terjadi nanti, aku minta
Dua hari setelah pertemuan Arumi, Lusi dan Eni, selama itu pula mereka tidak lagi bertemu bahkan sekedar komunikasi antara Bayu dan ibunya seakan putus begitu saja. Mobil hitam yang membuntuti Arumi kini semakin gencar, seakan enggan untuk berjauhan dengannya. "Kamu begitu lucu manatan kakak iparku, entah apa tujuan kamu mengikutiku seperti ini. Tapi yang pasti aku bahagia karena kamu begitu peduli padaku meski tujuanmu ingin aku hancur." Gumam Arumi, memastikan dirinya untuk bersikap tenang walau entah kapan waktunya akan menjadi hal yang menakutkan.Sampai di supermarket Arumi mendorong troli, ia tahu jika wanita itu terus mengikutinya. Bibirnya tertarik keatas melihatnya hanya seorang diri, maka tidak ada yang perlu di takutkan lagi. "Apa lagi ya? Tunggu, tadi bude Narsih ngasih list belanjaan mana ya," Arumi membuka tasnya mencari secarik kertas yang di berikan oleh Bude Narsih."Nah ini dia!" Serunya tertahan, wajahnya berbinar mengingat jarang sekali Bude Narsih bersedia memin